Judul
Undang-Undang RI Nomor 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas UndangUndang RI Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia
Tanggal
15 Januari 2004
Berlaku
Pengundanga Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 7 dan Tambahan
n
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4357
Status
Lampiran
UU No 3 Th 2004_Perubahan UU No 23 Th 1999
Rangkuman :
1. UU ini merupakan penyempurnaan atas UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank
Indonesia. Beberapa hal yang melatarbelakangi perubahan UU tersebut
antara lain adalah:
o
Penambahan pasal baru diantara Pasal 58 dan Pasal 59, yakni Pasal
58A terkait dengan pembentukan Badan Supervisi.
Penambahan pasal baru diantara Pasal 77 dan Pasal 78, yakni Pasal
77A terkait dengan ketentuan mengenai mata uang.
Kebijakan moneter dan kebijakan fiskal satu sama lain saling berpengaruh dalam
kegiatan perekonomian. Kebijakan Moneter adalah kebijakan yang dilakukan oleh
pemerintah melalui Bank Sentral guna mengatur penawaran uang dan tingkat
bunga dalam tingkat yang wajar dan aman (Iskandar dan Andjaswati 2008).
Kebijakan fiskal adalah kebijakan pemerintah dalam bidang anggaran dan belanja
negara dengan maksud untuk mempengaruhi jalannya perekonomian ( Iskandar
dan Andjaswati 2008).
KEBIJAKAN MONETER
Bank Indonesia mempunyai kewenangan dalam Kebijakan moneter. Kewenangan BI
tersebut antara lain dalam menetapkan sasaran sasaran moneter dengan
memperhatikan laju inflasi dan melakukan pengendalian moneter dengan
menggunakan cara-cara yang termasuk tetapi tidak terbatas pada operasi pasar
terbuka dipasar uang baik rupiah maupun valuta asing, penetapan tingkat diskonto,
penetapan cadangan wajib minimum, dan pengaturan kredit atau pembiayaan. ( UU
RI No. 3 Tahun 2004 tentang perubahan atas undang-undang RI No. 23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia)
Pada
jalur suku
bunga,
perubahan
BI Rate
mempengaruhi suku bunga deposito dan suku bunga kredit perbankan. Apabila
perekonomian sedang mengalami kelesuan, Bank Indonesia dapat menggunakan
kebijakan moneter yang ekspansif melalui penurunan suku bunga untuk mendorong
aktifitas ekonomi. Penurunan suku bunga BI Rate menurunkan suku bunga kredit
sehingga permintaan akan kredit dari perusahaan dan rumah tangga akan
meningkat. Penurunan suku bunga kredit juga akan menurunkan biaya modal
perusahaan untuk melakukan investasi. Ini semua akan meningkatkan aktifitas
konsumsi dan investasi sehingga aktifitas perekonomian semakin
bergairah. Sebaliknya, apabila tekanan inflasi mengalami kenaikan, Bank Indonesia
merespon dengan menaikkan suku bunga BI Rate untuk mengerem aktifitas
perekonomian yang terlalu cepat sehingga mengurangi tekanan inflasi.
Perubahan suku bunga BI Rate juga dapat mempengaruhi nilai tukar.
Mekanisme ini sering disebut jalur nilai tukar. Kenaikan BI Rate, sebagai contoh,
akan mendorong kenaikan selisih antara suku bunga di Indonesia dengan suku
bunga luar negeri. Dengan melebarnya selisih suku bunga tersebut mendorong
investor asing untuk menanamkan modal ke dalam instrument-instrumen keuangan
di Indonesia seperti SBI karena mereka akan mendapatkan tingkat pengembalian
yang lebih tinggi. Aliran modal masuk asing ini pada gilirannya akan mendorong
apresiasi nilai tukar Rupiah. Apresiasi Rupiah mengakibatkan harga barang impor
lebih murah dan barang ekspor kita di luar negeri menjadi lebih mahal atau kurang
kompetitif sehingga akan mendorong impor dan mengurangi ekspor. Turunnya net
ekspor ini akan berdampak pada menurunnya pertumbuhan ekonomi dan kegiatan
perekonomian.
Perubahan suku bunga BI Rate mempengaruhi perekonomian makro melalui
perubahan harga aset. Kenaikan suku bunga akan menurunkan harga aset seperti
saham dan obligasi sehingga mengurangi kekayaan individu dan perusahaan yang
KEBIJAKAN FISKAL
Kebijakan Fiskal mempunyai tiga fungsi utama, yaitu alokasi anggaran untuk
tujuan pembangunan, fungsi distribusi pendapatan dan subsidi dalam upaya
peningkatan kesejahteraan rakyat, dan juga fungsi stabilisasi ekonomi makro di
dalam upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi. Kebijakan fiskal akan
mempengaruhi perekonomian melalui penerimaan dan pengeluaran negara.
Dalam kondisi perekonomian yang lesu, pengeluaran Pemerintah yang bersifat
autonomous, khususnya belanja barang dan jasa serta belanja modal, dapat
memberi stimulus kepada perekonomian untuk tumbuh. Sebaliknya, dalam kondisi
ekonomi yang memanas akibat terlalu tingginya permintaan agregat, kebijakan
fiscal dapat berperan melalui kebijakan yang kontraktif untuk menyeimbangkan
kondisi permintaan dan penyediaan sumber-sumber perekonomian. Oleh karena itu,
kebijakan fiskal memiliki fungsi strategis di dalam memengaruhi perekonomian dan
mencapai sasaran pembangunan.( Nota Keuangan dan APBN 2010)