KAJIAN PUSTAKA
2.1. Menopause
2.1.1 Definisi Menopause
Menopause merujuk pada suatu waktu dimana menstruasi yang tidak
terjadi dalam satu tahun. Pasca menopause menggambarkan waktu setelah
menopause terjadi. Usia rata-rata wanita yang mengalami periode haid terakhir
sekitar 51,5 tahun. Definisi perimenopause atau transisi menopause merujuk pada
waktu reproduktif lanjut, biasanya usia akhir 40an sampai awal 50an, ditandai
dengan dimulainya siklus yang tidak teratur sampai satu tahun setelah berhentinya
menstruasi secara permanen (Bradshaw, 2012).
WHO telah membuat definisi yang telah diterima luas, namun untuk
mempermudah kepentingan klinis dan riset maka pada tahun 2001 Stage of
Reproductive Aging Workshop (STRAW) mengadakan workshop dan membagi
masa transisi menopause ke dalam beberapa fase. Adapun terminologi yang lebih
tepat dan disepakati saat ini adalah transisi menopause. Transisi menopause ini
terjadi selama 4 sampai 7 tahun dan dimulai di usia rata-rata 47 tahun. Transisi
menopause dibagi ke dalam fase awal (early) dan lanjut (late) oleh Soules et.al
dalam Stages of Reproductive Aging Workshop (STRAW) pada Juli 2001. Tujuan
pembagian ini guna mengklarifikasi stadium dan nomenklatur dari proses penuaan
pada masa reproduksi wanita (Bradshaw, 2012).
terganggung sekitar 7 hari atau lebih dan umumnya bertambah pendek. FSH
meningkat dan serum estrogen mungkin meningkat semasa fase folikular. Siklus
ovulasi yang normal diselingi dengan siklus anovulasi selama masa transisi
menopause dan terkadang masih mungkin terjadinya konsepsi. Transisi
menopause lanjut (stadium 1) dapat tidak terjadi dua kali atau lebih menstruasi
dan setidaknya satu kali jarak antara menstruasi dalam 60 hari atau lebih karena
makin lamanya terjadi siklus anovulasi (Bradshaw, 2012).
2.1.2 Epidemiologi
Pada tahun 2003, jumlah wanita di dunia yang memasuki menopause
diperkirakan mencapai 1,2 milyar orang. Hasil sensus penduduk tahun 2010,
Indonesia saat ini termasuk ke dalam lima besar negara dengan jumlah penduduk
lanjut usia terbanyak di dunia yakni 18,1 juta jiwa atau 9,6% dari jumlah
penduduk. Berdasarkan proyeksi Bappenas, jumlah penduduk lansia 60 tahun atau
lebih diperkirakan akan meningkat dari 18,1 juta (2010) menjadi 29,1 juta (2020)
dan 36 juta (2025). Dengan meningkatnya jumlah lanjut usia, tentunya akan
diikuti dengan meningkatnya permasalahan kesehatan pada lanjut usia, salah
satunya adalah masalah menopause (Kemenkes, 2012). Sindrom menopause
dialami oleh banyak wanita hampir di seluruh dunia, sekitar 70-80% wanita
Eropa, 60% wanita Amerika, 57% wanita di Malaysia, 18% wanita di Cina, 10%
wanita di Jepang dan di Indonesia diperkirakan jumlah wanita menopause
mencapai 5% dari jumlah penduduk. Di Indonesia menopause umumnya terjadi
pada umur sekitar 48 tahun (48-52 tahun) kecuali artifisial menopause yang
10
11
12
13
ooforektomi kadar androstenedione menurun 50%. Tentu hal ini akan diikuti oleh
menurunnya estrogen dengan akibat terjadinya premature menopause. Pemberian
estrogen pada menopause juga dapat meningkatkan kadar androstenedion dan ini
suatu bukti bahwa estrogen dapat meningkatkan respon adrenal terhadap ACTH
(Speroff, 2011).
Setelah menopause, sekresi utama ovarium adalah androstenedion dan
testosteron. Kadar androstenedion pasca menopause dalam sirkulasi sekitar satu
setengah lebih banyak dibandingkan saat menopause. Androstenedion berasal dari
kelenjar
adrenal,
dan
hanya
sedikit
dihasilkan
oleh
ovarium.
bertambahnya
usia,
produksi
adrenal
terhadap
14
gambaran
patologik
pada
pemeriksaan
biopsi
endometrium.
15
16
berupa
17
18
berperan
menaikkan
HDL
yang
berfungsi
sebagai
19
2.2
Ligamentum Sakrouterina
2.2.1
intermediate dan sakral tanpa melakukan justifikasi dalam hal panjang dari
masing-masing segmen. Ada beberapa konsensus mengenai neurovaskularisasi
dari ligamentum sakrouterina. Pada lateral dan aspek dalam dari ligamentum
sakrouterina dan ligamentum kardinale memperlihatkan adanya batang saraf yang
besar dan ganglia dari pleksus hipogastrik superior. Cabang S1-S4 dari pleksus
sakralis dapat lebih rentan cedera saat terjadi tindakan pada uterosakral (Dzung
dkk., 2010).
Penelitian yang dilakukan di Departement of Anatomy School of Medical
Science University of New South Wales, Sydney, Australia didapatkan panjang
ligamentum sakrouterina antara 12-14 cm dan dibedakan menjadi tiga potongan
yaitu distal, intermediate dan proksimal (Dzung dkk., 2010).
20
1.
Bagian distal (servikal) adalah bagian paling tebal. Pada tepi dari servik
mm dan makin tipis ke arah posterior secara bertahap. Bagian inilah yang lebih
terlihat jika uterus dilakukan traksi ke arah anterior.
3.
Bagian proksimal dengan panjang kurang lebih 5,5 cm dan tebal lebih dari
0,5 cm. Bagian ini terlihat seperti jaringan ikat yang tipis tanpa terlihat adanya
fibrillar.
Ligamentum ini terlihat sebagai struktur yang tebal dan padat dengan
bundel pararel yang menyerupai ligamentum pada sendi besar. Dari spesimen
yang didapatkan pada penelitian, ligamentum tampak tipis di perbatasan dan lebih
tebal pada dasar panggul (Dzung dkk., 2010).
2.2.2
sakrouterina
berfungsi
menyangga
uterus
dan
mempertahankan uterus tetap pada posisi normal, fungsi fiksasi uterus ini penting
untuk mencegah terjadinya prolaps organ panggul lebih lanjut. Ligamentum
sakrouterina bersama-sama dengan ligamentum kardinale membentuk suatu
kompleks disebut kompleks ligamentum sakrouterina-kardinale. Kompleks
ligamentum sakrouterina-kardinale inilah dianggap sebagai organ utama yang
menyangga uterus. Kompleks ini menyangga uterus dan 1/3 vagina bagian atas ke
arah sakrum. Ligamentum kardinale merupakan selubung fasia yang terbentuk
21
dari kolagen yang membungkus pembuluh darah iliaka interna dan sepanjang
arteri uterina, menyatu dengan kapsul viseral dari serviks, segmen bawah rahim
dan vagina bagian atas. Sementara ligamentum sakrouterina lebih padat dan lebih
menonjol
dibandingkan
ligamentum
kardinale.
Serat-serat
kolagen
dari
22
23
fungsi penting terlepas dari fungsinya sebagai jaringan penyangga untuk organ
sekitarnya. Matriks ekstraseluler mengandung tiga kelompok biomolekul utama
(Ewies, 2006):
1.
2.
3.
ekstraseluler
terutama
disekresi
oleh
fibroblas,
dimana
ikat
berserat.
Proteoglikan
berinteraksi
dengan
makromolekul
24
25
2.2.4
26
struktur dan fungsi jaringan penyangga vagina bagian dalam. Penelitian yang
dilakukan pada 25 spesimen operasi dari wanita tanpa prolaps yang dievaluasi
dengan imunohistokimia memperlihatkan reseptor estrogen dan progesteron
terdeteksi pada inti sel (fibroblas) dari ligamentum sakrouterina semua pasien,
tanpa memperhatikan umur, ras, status menopause, paritas, indeks massa tubuh,
dan pengobatan yang mempengaruhi kadar hormon estradiol serum. Ditemukanya
reseptor estrogen dan progesteron pada ligamentum sakrouterina menandakan
struktur ini menjadi end organ untuk respon estrogen dan progesteron (Dzung
dkk., 2010).
2.2.5
Reseptor estrogen
Terapi estrogen telah digunakan untuk meningkatkan integritas struktural
27
Ekspresi reseptor esterogen yang rendah, disertai dengan kadar hormon estradiol
yang rendah didapatkan pada pasien prolaps organ panggul (Kerkhof dkk., 2009).
Beberapa penelitian melaporkan peningkatan ekspresi mRNA kolagen I dan III
pada terapi estrogen pengganti. Temuan ini menunjukkan bahwa estrogen
meningkatkan pergantian jaringan ikat dasar panggul. Penelitian ini juga
berpendapat bahwa estrogen mengembalikan metabolisme estrogen ke keadaan
pre-menopouse. Jackson (2008) menemukan bukti kuat tentang sintesis dan
degradasi cross-link yang imatur menunjukkan kolagen yang baru disintesis.
Namun rasio jenis kolagen I dan III tidak berubah dikelompok yang diberikan
estradiol, dan kandungan kolagen total menurun secara signifikan. Kombinasi
upregulation MMPs dan penurunan TIMP oleh esterogen juga mengakibatkan
peningkatan kerusakan matriks ekstraseluler. Penghambatan MMP dengan terapi
esterogen juga diteliti oleh Zong dkk. (2007), ditemukan bahwa E2
dikombinasikan dengan progesteron menurunkan bentuk aktif dari MMP-1. Hal
ini memunculkan pendapat bahwa kedua hormon ini berperan dalam menjaga
integritas dasar panggul wanita (Kerkhof dkk., 2009).
2.2.6
28
tepat antara sintesis, pematangan dan degradasi, dimana proses ini dihasilkan
melalui proses dinamis dan remodeling yang konstan (Kerkhof, 2009).
Penelitian Karolinska Institutet, Stockhom Swedia mengemukakan bahwa
matriks ekstraseluler dari dasar panggul disusun oleh kolagen terutama tipe I dan
III, serat elastis, serta proteoglikan, dimana yang terbanyak adalah jenis small
leucine rich proteoglycans (SLRPs) serta elastin (Kerkhof, 2009). Matriks
ekstraseluler dari ligamentum sakrouterina tersusun atas kolagen dan elastin untuk
membentuk gaya yang berperan dalam peregangan dan memperluas kekuatan
(Chen dkk., 2007).
2.3 Jaringan elastin
Elastin berperan dalam ekstensibilitas, fleksibilitas jaringan dan rekoil
elastik, sedangkan mikrofibril yang disusun oleh protein yang berbeda bersifat
tidak ekstensibel dan merupakan struktur yang stabil. Beberapa penelitian
menunjukkan penurunan kadar elastin pada ligamentum sakrouterina pada prolaps
organ panggul (Moon dkk., 2011). Mekanisme molekuler dari gen elastin manusia
pada berbagai kondisi sebagian besar tidak diketahui. Produksi elastin yang salah
pada penyakit-penyakit yang diturunkan, mengarah pada hilangnya rekoil elastik
pada berbagai gangguan jaringan ikat. Serat elastin terdiri dari protein menyerupai
karet elastin terbentuk diatas tangga-tangga mikrofibril. Sejumlah protein elastin
diperlukan untuk penggabungan serat elastik agar mencapai kemampuan
khususnya untuk meregang dan melingkar (Kerkhof, 2009).
Sifat mekanis jaringan juga bergantung pada proporsi elastin, yaitu suatu
polimer larut yang dibentuk oleh suatu monomer tropo-elastin yang diikuti oleh
29
katalisis
suatu formasi
cross-link oleh
lysyl oxidases
(LOX). Elastin
30
2.3.1 Mikrofibril
Ada tiga glikoprotein besar yang disebut mikrofibril telah diketahui antara
lain: fibrillin-1, fibrillin-2, dan fibrillin-3 dimana fibrillin-1 dan fibrillin-2 telah
diteliti. Penelitian menujukkan bahwa fibrillin-1 sebagai prasyarat untuk
penggabungan serat elastik, langsung sebagai sinyal sel lewat reseptor
dipermukaan dan berinteraksi dengan growth factor seperti TGF-Beta. Decorin
juga terlibat dalam sintesis fibrillin-1, namun juga mengikat molekul dalam
matriks ekstraseluler (Soderberg, 2008).
2.3.2 Sintesis elastin
Microfibril associated protein (MAGP-1, MAGP-2), fibulins dan emilin-1
adalah protein utama dalam penggabungan serat elastik. Famili dari lysyl oxydase
(LOX), LOX dan 4 protein menyerupai LOX (LOXL1-4) yang berperan dalam
rantai silang elastin maupun kolagen (Soderberg, 2008). Penelitian terakhir
diketahui pentingnya serat elastis dalam menjaga integritas struktural dan
fungsional dari dasar panggul. Sintesis serat elastis merupakan suatu proses yang
kompleks yang memerlukan monomer tropoelastin yang melakukan cross linked
pada matriks seluler dengan salah satu tembaga, dibutuhkan oksidasi lysyl dan
fibulins dalam proses pembentukan serat elastin (Soderberg, 2008).
Fibulin dikode oleh gen FBLN yang merupakan komponen dari basal
membran dan serat elastin. Famili fibulin sendiri terdapat 6 jenis varian dalam
distribusinya pada jaringan. Fibulin-3 yang juga dikenal dengan EFEMP-1, S1-5,
FBNL merupakan protein matriks ekstraseluler yang mengandung arrays of
calcium binding epidermal growth factor (EGF) domain dan karakteristik dari
31
32
besar yang di fasilitasi oleh fibulin-4 dan atau fibulin-5 dan diikat silang oleh
LOX dan menjadi serat elastin yang lengkap (Soderberg, 2008).
rantai silang ekstensif. Jika ada trauma, atau proses penuaan pada ligamentum
maka elastin rusak, suatu remodeling tambahan akan terbentuk sebagai upaya
kompensasi terhadap hal tersebut (Goepel, 2007; Soderberg, 2008).
2.4 Estrogen
Estrogen adalah sekelompok senyawa steroid yang berfungsi terutama
sebagai hormon seks wanita. Hormon ini menyebabkan perkembangan dan
mempertahankan tanda-tanda kelamin sekunder pada wanita, seperti payudara,
dan juga terlibat dalam penebalan endometrium maupun dalam pengaturan siklus
haid. Pada saat menopause, estrogen mulai berkurang sehingga dapat
33
menimbulkan beberapa efek, di antaranya hot flash, berkeringat pada waktu tidur,
dan kecemasan yang berlebihan (Nathan dan Judd, 2007).
Tiga jenis estrogen utama yang terdapat secara alami dalam tubuh wanita
adalah estradiol, estriol, dan estron. Sejak menarche sampai menopause, estrogen
utama adalah 17 -estradiol. Di dalam tubuh, ketiga jenis estrogen tersebut dibuat
dari androgen dengan bantuan enzim. Estradiol dibuat dari testosteron, sedangkan
estron dibuat dari androstenadion. Estron bersifat lebih lemah dari pada estradiol,
dan pada wanita pasca menopause estron ditemukan lebih banyak daripada
estradiol (Nathan dan Judd, 2007) .
Penurunan estrogen terjadi setelah periode menstruasi terakhir. Kadar
estradiol tidak secara bertahap menurun saat sebelum menopause tetapi tetap
berada pada jumlah yang normal, walaupun terdapat sedikit peningkatan sampai
sekitar 1 tahun sebelum berhentinya pertumbuhan dan perkembangan folikel.
Wanita yang mengalami transisi perimenopause memiliki kadar estrogen yang
tinggi, hal ini selaras dengan adanya peningkatan respon folikel ovarium untung
meningkatkan FSH selama masa tersebut (Speroff, 2011).
Ovarium bukan lagi penghasil estrogen terbanyak saat memasuki tahapan
menopause, tetapi kelenjar adrenal yang menjadi sumber utamanya. Kelenjar
adrenal menghasilkan androstenedion yang akan diubah menjadi estron. Selain
kelenjar adrenal, terdapat juga estron dari aromatisasi androstenedion di perifer.
Aromatisasi androtenedion ini terjadi di lemak, otot, hati, sumsum tulang (Nathan
dan Judd, 2007).