Anda di halaman 1dari 5

Jurnal Sains dan Teknologi 7(1), Maret 2008: 1-5

KETEGUHAN REKAT LAMINASI


EMPAT JENIS KAYU KOMERSIAL
MENGGUNAKAN RESIN UREA FORMALDEHYDE
Fakhri, Ridwan, Suharni
Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Riau, Pekanbaru 28293
email: fakhri@unri.ac.id

ABSTRACT

This research observed the bonding ability of urea formaldehyde resin adhesive on four species of commercial lumbers (rengas, kulim, acacia mangium and red meranti). The testing
was done to obtain bonding strength of shear block specimens. Glue spread consists of four
variations, each 30, 40, 50, and 60 MDGL (double sides of glue lines). Each layer of lumber
glued with cold setting of urea formaldehyde (UA-104) resin adhesive at pressure of 1 MPa
for 10 hours pressing time. Testing method followed ISO-standard. The testing result of kulim was the strength class of I (PKII-1961), rengas and acacia were the strength class of II
category, while red meranti was in the group strength class of III. The optimum shear
strength of the laminated shear block tests of kulim was produced for glue spread of 60
MDGL, whereas rengas and red meranti were of 40 MDGL. Kulim wood, rengas, and red
meranti was category easy to bonding. Acacia mangium was not achieve of optimum shear
strength at all variation of glue spreads and categoried difficult to bonding.
Key words : laminated timber, bonding ability, urea formaldehyde

akasia mangium (acacia mangium Wild.), meranti


merah (Shorea) menggunakan perekat urea
formaldehyde jenis setting dingin. Perekat jenis
setting dingin diperlukan untuk tujuan laminasi
struktur glulam yang sulit dilakukan dengan cara
press panas.
Resin urea formaldehyde (UF) merupakan salah
satu jenis perekat thermosetting. Resin UF jenis
press panas hanya sesuai untuk penggunaan nonstruktural seperti produk kayu lapis, papan chip dan
lainnya. Hanya perekat UF khusus setting dingin
yang cocok untuk keperluan struktural, sifatnya tidak
boleh terlalu asam serta harus ditambahkan bahan
pengisi (filler) agar dapat mengisi celah (sampai 1
mm). Disamping itu, garis perekatan dapat retak
apabila lebih tebal dari 0,1 mm. Perekat UF memiliki
keterbatasan terhadap air dan panas pada waktu yang
cukup lama. Perekat UF hanya digunakan untuk
struktur interior (Blass dkk., 1998).
Teknik perekatan bahan kayu memerlukan alat
pengempaan. Sistem pengempaan dapat dilakukan
dengan tekanan panas (hot pressing) atau kempa
dingin (cold pressing). Pengempaan panas
membutuhkan waktu relatif singkat, namun secara
teknis sulit dilakukan untuk balok laminasi,
pengempaan dingin membutuhkan waktu lebih lama
(Prayitno, 1996). Besarnya tekanan yang diberikan
adalah sebesar 0,7 MPa untuk kayu-kayu lunak dan 1
MPa untuk kayu keras (Tsoumis, 1991).

PENDAHULUAN
Kayu merupakan salah satu sumber alam yang
dapat diperbarui, pemanfaatannya sebagai bahan
konstruksi untuk perumahan, gedung, jembatan dan
sebagainya sudah lama dikenal disamping bahan
baja dan beton. Disamping tuntutan arsitektural,
bahan kayu memiliki berbagai keunggulan antara
lain: lebih ringan, tahan terhadap zat kimia serta
mudah pelaksanaannya. Namun, ketersediaan kayu
pada saat ini semakin menurun karena semakin
menipisnya pasokan kayu produk hutan alam. Disisi
lain, kebutuhan akan kayu olahan terus meningkat
seiring bertambahnya jumlah penduduk.
Salah satu upaya untuk meningkatkan efisiensi
penggunaan kayu dapat dilakukan dengan teknik
laminasi. Teknologi laminasi memiliki banyak
kentungan, antara lain: potongan-potongan kayu
yang relatif kecil dapat dimanfaatkan menjadi suatu
produk baru yang lebih homogen, kekuatan kayu
yang lebih tinggi, ukuran penampang kayu dapat
dibuat lebih lebar dan lebih tinggi, serta keuntungan
lainnya.
Kemampuan rekat kayu laminasi dipengaruhi
oleh beberapa variabel antara lain jenis kayu yang
digunakan, jenis perekat serta teknik perekatannya
sendiri. Penelitian yang dilakukan adalah untuk
mengetahui kemampuan rekat empat jenis kayu
komersial yakni kayu kulim (Scorodocarpus
borneensis Becc.), rengas (Gluta L. Anacardiaceae),
1

Jurnal Sains dan Teknologi 7(1), Maret 2008: 1-5

Proses dan pengerasan reaksi selama perekatan


berlangsung dengan bantuan pemanasan atau bahan
katalis. Bahan katalis atau hardener dapat berupa
jenis-jenis asam, paraformaldehyde, garam-garam
amonium atau bahan kimia lainnya. Bahan tambahan
diperlukan untuk menekan biaya atau meningkatkan
sifat perekatannya (misalnya kekentalan), bahan
tambahan tersebut berupa bahan pengembang
(extender) atau bahan pengisi (filler) (Tsoumis,
1991).
Glue Spread adalah jumlah perekat yang
dilaburkan per satuan luas permukaan bidang rekat.
Jumlah perekat yang dilaburkan menggambarkan
banyaknya perekat terlabur agar tercapainya garis
perekat pejal yang kuat. Satuan luas permukaan rekat
ditentukan dengan satuan Inggris yakni seribu kaki
persegi (1000 square feet) dengan sebutan MSGL
(untuk perekatan satu sisi) atau MDGL (perekatan
dua sisi). Untuk perekatan dua sisi, jumlah perekat
terlabur ditambah sebanyak 10% (Prayitno, 1996).
Di laboratorium, satuan perekat dikonversikan
menjadi lebih sederhana yang disebut GPU (gram
pick up) dengan formula :

GPU

S.A
317,5

meyakinkan karena tergantung beberapa faktor,


namun dapat disimpulkan bahwa korelasi yang
positif hanya terlihat pada berat jenis dibawah 0,80
(Prayitno, 1996).
BAHAN DAN METODE
Bahan baku berupa kayu rengas, kulim, akasia
mangum, dan meranti merah. Bahan perekat yang
digunakan berupa urea formaldehyde, berasal dari
produksi PT. Pamolite Adhesive Industry (PAI),
Probolinggo dengan merek dagang UA-104. Bahan
pengeras (hardener) berupa NH4Cl. Bahan pengisi
yang digunakan adalah tepung terigu.
Benda uji berupa lapisan papan ukuran tebal 2,5
cm, lebar 5 cm serta panjang 35 cm. Metode
pengujian berdasarkan standar ISO, masing-masing
benda uji dibuat empat variasi jumlah perekat
terlabur, yakni 30 MDGL, 40 MDGL, 50 MDGL
dan 60 MDGL, masing-masing variasi dibuat lima
ulangan. Tekanan alat press yang diberikan
ditetapkan sebesar 1 sampai 1,1 MPa selama 10 jam.
Prosedur penelitian dimulai dengan cara
penyiapan bahan papan-papan ukuran 2,5 x 5 x 30
cm yang telah diserut halus pada keempat sisi,
selanjutnya dikeringkan sampai mencapai kadar
lengas 15%. Pelaburan perekat dilakukan
menggunakan alat sendok dempul pada kedua sisi
bidang rekat kayu, setelah itu dilakukan
pengempaan secara merata dengan klem-klem besi,
kemudian dibiarkan selama 10 jam. Selanjutnya
dibuat benda uji blok geser laminasi sesuai ukuran
standar. Pengujian dilakukan alat uji hidroulick jack
merek Hi-Tech kapasitas 20 Ton. Pengujian
dilakukan dengan kecepatan pembebanan konstan
selama 1,5 sampai 2 menit sampai benda uji rusak.
Akhirnya data pembebanan dan persen kerusakan
kayu dicatat.

(1)

dengan GPU = gram pick up (dalam gram), S =


jumlah perekat yang dilaburkan dalam pound/MSGL
atau pound/MSDL, A = Luas bidang yang akan
direkatkan (inci per segi). Langkah pengerasan
perekat pada permukaan kayu terdiri dari lima tahap,
yakni; flow (aliran sisi atau aliran samping), transfer
(perpindahan dari sisi terlabur ke sisi tak terlabur),
penetration (masuknya bahan perekat ke dalam
bahan yang direkat), wetting (pembasahan kayu oleh
pelarut perekat) serta solidification (pengerasan
perekat menurut cara pengerasannya) (Prayitno,
1996).
Kadar lengas mempengaruhi kedalaman
penembusan (penetrasi) perekat dan juga lamanya
waktu pengerasan
perekat. Bila perekat cair
diberikan pada kayu kering (kadar air kurang dari
5%), kayu akan dengan cepat menyerap banyak
sekali air dari perekatnya, pada kadar air kayu 15
sampai 30%, kayu akan kehilangan air lebih kecil
dan akan lebih bergerak (mobile) karena dapat
menyerap air lebih sedikit. Untuk perekatan kayu
pada suhu normal, digunakan kadar air sebesar 15%,
namun hal ini juga tergantung dari jenis perekat yang
digunakan (Marsoem, 1998).
Kekuatan rekat kayu-kayu Indonesia dengan
berat jenis lebih dari 0,80 menghasilkan kekuatan
rekat yang kurang lebih sama. Hasil ini masih kurang

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengujian kadar air benda uji kayu diperoleh
rata-rata 12,126%, bila mengacu pada ketentuan
yang disyaratkan untuk perekatan kayu, kadar air
tersebut sudah berada dibawah kadar air yang
disyaratkan
untuk
perekatan
resin
urea
formaldehyde (maksimum 16%).
Hasil uji kerapatan kayu diperoleh masingmasing untuk kayu kulim, rengas, akasia mangium,
dan meranti merah sebesar 0,97, 0,74, 0,70, dan
0,57 (gram/cm3), hasil pengujian tersebut termasuk
kategori kayu keras (Panshin dan Zeew, 1970).
Berdasarkan peraturan kayu PKKI-1961 dapat
dinyatakan bahwa benda uji kayu kulim termasuk
2

2)

kelas kuat I, kayu akasia dan rengas termasuk kelas


kuat II, sedangkan kayu meranti merah termasuk
kelas kuat III.
Hasil pengujian keteguhan rekat blok geser
secara umum semakin meningkat dari jumlah
perekat terlabur 30 MDGL sampai 60 MDGL.
Keteguhan rekat blok geser laminasi kayu kulim
terlihat pada Gambar 1.

50

Kuat Geser (Kg/Cm

Keteguhan Rekat Laminasi Kayu Komersial (Fakhri et al)

40
30
20
10

2)

Kuat Geser (Kg/Cm

0
60
50

30 MDGL

40 MDGL

50 MDGL

60 MDGL

Jumlah Perekat Terlabur

40

Gambar 2. Hubungan Kuat Geser dan


Jumlah Perekat Terlabur
Kayu Rengas

30
20
10
30 MDGL

40 MDGL

Kuat Geser (Kg/Cm 2)

0
50 MDGL 60 MDGL
Jumlah Perekat Terlabur

Gambar 1. Hubungan Kuat Geser dan


Jumlah Perekat Terlabur Kayu Kulim

40
30
20
10
0

Kuat geser blok laminasi kayu kulim diperoleh


semakin meningkat untuk jumlah perekat terlabur
30 MDGL sampai 60 MDGL, masing-masing
diperoleh kuta geser rata-rata sebesar 21,6 kg/cm2,
23,2 kg/cm2, 38,1 kg/cm2 dan 42,9 kg/cm2. Pada
jumlah perekat terlabur 50 MDGL dan 60 MDGL
terlihat bahwa kuat geser minimum yang diperoleh
masing-masing 35 dan 36 kg/cm2, kuat geser benda
uji rata-rata pada jumlah perekat 60 MDGL terlihat
lebih tinggi disebabkan penyebaran data hasil yang
lebih besar.
Kuat geser blok laminasi kayu rengas (Gambar
2) terlihat bahwa kuat geser kayu semakin
meningkat dari jumlah perekat terlabur 30 MDGL
sampai 60 MDGL. Kuat geser blok laminasi kayu
rengas rata-rata diperoleh masing-masing untuk 30,
40 50 dan 60 MDGL sebesar 18,6 kg/cm2, 22,4 kg/
cm2, 28,6 kg/cm2 dan 35,1 kg/cm2.
Kuat geser maksimum blok laminasi kayu
akasia mangium (Gambar 3) diperoleh sebesar
27,04 kg/cm2, terlihat bahwa kuat geser kayu
semakin meningkat dari jumlah perekat terlabur 30
MDGL sampai 60 MDGL, masing-masing sebesar
12,0 kg/cm2, 18,6 kg/cm2, 19,6 kg/cm2, dan 27,0 kg/
cm2.
Kuat geser blok geser laminasi kayu meranti
merah juga diperoleh peningkatan dari jumlah
perekat terlabur 30 MDGL sampai 60 MDGL
seperti terlihat pada Gambar 4. Rata-rata kuat geser

30 MDGL

40 MDGL

50 MDGL

60 MDGL

Jumlah Perekat Terlabur

Kuat Geser (Kg/Cm

2)

Gambar 3. Hubungan Kuat Geser dan


Jumlah Perekat Terlabur
Kayu Akasia Mangium

12
10
8
6
4
2
0
30 MDGL

40 MDGL

50 MDGL

60 MDGL

Jumlah Perekat Terlabur

Gambar 4. Kuat Geser dan Jumlah Perekat Terlabur


Kayu Meranti Merah

diperoleh sebesar 4,5 kg/cm2, 5,8 kg/cm2, 5,9 kg/


cm2, dan 8,8 kg/cm2.
Untuk menentukan jumlah perekat terlabur
yang
optimum
dapat
ditentukan
dengan
memperhatikan persentase kerusakan kayu,
persentase kerusakan kayu sebesar 100%
menunjukkan bahwa seluruh bidang geser rusak
pada kayu, bukan pada bidang rekatan. Dengan kata
lain, kuat geser yang diperoleh dapat mencapai kuat
3

Jurnal Sains dan Teknologi 7(1), Maret 2008: 1-5

geser kayu solidnya.


Hasil uji perekatan laminasi kayu kulim
(Gambar 5) diperoleh persentase kerusakan kayu
semakin meningkat untuk jumlah perekat terlabur
30 MDGL sampai 60 MDGL, kerusakan kayu
untuk jumlah perekat 40 dan 50 MDGL telah
mencapai 100%, namun masih terdapat beberapa
benda uji belum mencapai 100%. Kerusakan kayu
100% tercapai pada jumlah perekat terlabur 60
MDGL.
Hasil uji perekatan laminasi kayu rengas
diperoleh persentase kerusakan kayu 100% untuk
jumlah perekat terlabur 40 MDGL dan 60 MDGL
(Gambar 6). Pada jumlah perekat terlabur 50
MDGL diperoleh salah satu benda uji sebesar 95%,
secara visual terlihat adanya bagian pemukaan
lapisan kayu yang kurang rapat sehingga garis
perekatannya tidak terbentuk. Hal tersebut
mengindikasika bahwa perekatan dengan kayu
rengas telah tercapai keteguhan rekat optimum
untuk jumlah perekat 40 MDGL.
Hasil uji perekatan kayu akasia mangium
secara umum diperoleh persentase kerusakan kayu
yang sangat variatif dari 0 sampai 90% (Gambar
7), kerusakan kayu rata-rata pada jumlah perekat
terlabur 40 MDGL diperoleh kecenderungan
persentase kerusakan kayu yang lebih tinggi
dibandingkan jumlah perekat terlabur lainnya, ratarata hasil uji hanya mencapai 51,6%. Untuk jumlah
perekat terlabur yang lebih tinggi (50 MDGL dan
60 MDGL), persentase kerusakan kayu cenderung
semakin menurun. Pengamatan secara visual hanya
terlihat kerusakan yang samar, menyerupai serabut
yang menyebar dan acak di permukaan lapisan
kayu.
Hasil pengamatan persentase kerusakan kayu
beberapa benda uji kayu meranti merah diperoleh
100% pada jumlah perekat terlabur 30 MDGL,
persentase kerusakan kayu optimum telah dicapai
pada jumlah perekat terlabur 40 50 dan 60 MDGL
seperti terlihat pada Gambar 8.
Secara umum, persentase kerusakan kayu yang
diuji (kecuali kayu akasia mangium) diperoleh di
atas 80%, untuk jumlah perekat terlabur 30
MDGL, persentase kerusakan kayu meningkat rata
-rata sebesar 96,4% untuk jumlah perekat terlabur
40 MDGL dan semakin meningkat untuk jumlah
perekat terlabur 50 MDGL. Persentase kerusakan
seluruh benda uji (kecuali kayu akasia) dapat
mencapai 100% untuk jumlah perekat terlabur 60
MDGL. Hal tersebut mengindikasikan bahwa jenis
kayu kulim, rengas dan meranti merah termasuk
kayu yang mudah direkat, penggunaan jenis

perekat urea formaldehyde pada tekanan kempa 1


MPa serta penggunaan bahan filler 25% telah dapat
diperoleh kekuatan geser yang optimal.
Hasil pengujian perekatan kayu akasia masih
belum diperoleh keteguhan rekat optimum pada
berbagai variasi jumlah perekat yang umum
digunakan serta formulasi komponen perekat yang
direkomendasikan
pabrik
perekat
urea
formaldehyde. Hal tersebut diprediksi karena
permukaan lapisan kayu akasia tidak termasuk kayu
porous seperti halnya ciri-ciri yang dimiliki jenis
kayu keras lainnya, karena permukaan kayu yang
sangat padu sehingga lebih sulit ditembus oleh
aliran perekat untuk membuat suatu ketebalan
lapisan garis perekatan yang ideal.
Hasil pengujian memperlihatkan bahwa
peningkatan jumlah perekat terlabur berpengaruh
pula terhadap peningkatkan kekuatan geser kayu
yang dihasilkan, bahkan
dapat
melebihi
kemampuan geser kayu solidnya, hal tersebut
diprediksi karena semakin banyak jumlah perekat
yang dilaburkan, maka semakin dalam penembusan
resin ke dalam substrat kayunya sehingga
membentuk suatu garis perekatan yang sangat kuat
di sekitar bidang rekat tersebut. Hasil pengamatan

Kerusakan Kayu

100%
80%
60%
40%
20%
0%
30 MDGL

40 MDGL

50 MDGL

60 MDGL

Jumlah Perekat Terlabur

Gambar 5. Persentese Kerusakan Kayu


pada Laminasi Kayu Kulim

Kerusakan Kayu

100%
80%
60%
40%
20%
0%
30 MDGL

40 MDGL

50 MDGL

60 MDGL

Jumlah Perekat Terlabur

Gambar 6. Persentese Kerusakan Kayu


pada Laminasi Kayu Rengas
4

Keteguhan Rekat Laminasi Kayu Komersial (Fakhri et al)

KESIMPULAN
Hasil pengujian keteguhan rekat kayu
menggunakan bahan resin urea formaldehyde
berbagai variasi jumlah perekat terlabur (30, 40, 50,
dan 60 MDGL) pada tekanan kempa 1 MPa dapat
diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Kayu kulim, rengas dan meranti merah termasuk
jenis kayu yang mudah direkat, sedangkan kayu
akasia termasuk kayu yang sulit direkat.
2. Peningkatan jumlah perekat terlabur berpengaruh
pula terhadap peningkatkan kekuatan geser kayu
yang dihasilkan, bahkan dapat melebihi kuat
geser kayu solidnya.
3. Jumlah perekat terlabur yang optimal untuk kayu
kulim sebesar 60 MDGL, untuk kayu rengas dan
meranti merah diperoleh sebesar 40 MDGL,
sedangkan untuk kayu akasia tidak diperoleh
keteguhan rekat yang baik untuk berbagai variasi
jumlah perekat terlabur yang dirancang dan pada
tekanan kempa 1 MPa.
4. Perekatan kayu akasia masih memerlukan
penelitian lanjutan untuk menentukan keteguhan
rekat yang optimal pada variasi tekanan kempa,
jumlah perekat terlabur dan pengaruh jumlah
bahan filler yang digunakan.

Kerusakan Kayu

100%
80%
60%
40%
20%
0%
30 MDGL

40 MDGL

50 MDGL

60 MDGL

Jumlah Perekat Terlabur

Gambar 7. Persentese Kerusakan Kayu


pada Laminasi Kayu Akasia

Kerusakan Kayu

100%
80%
60%
40%
20%
0%
30 MDGL

40 MDGL

50 MDGL

60 MDGL

Jumlah Perekat Terlabur

Gambar 8. Persentese Kerusakan Kayu


pada Laminasi Kayu Meranti Merah

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, ---, Peraturan Konstruksi Kayu Indonesia NI5, PKKI-1961, Departemen Pekerjaan Umum.
Blass, H.J., P. Aune, B.S. Choo, R. Gorlacher, D.R.
Griffiths, B.O. Hilso, P. Racher dan G. Steck,
(Eds.), 1995, Timber Engineering Step I, First Edition, Centrum Hout, Nedherlands.
Marsoem, S.N., 1998, Fisika dan Mekanika Kayu,
Bahan kuliah, Jurusan THH, F. Kehutanan UGM,
Yogyakarta.
Prayitno, T.A., 1996, Perekatan Kayu, Fakultas
Kehutanan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Tsoumis, G., 1991, Science and Technology of Wood,
Vannostrand Reinhold, New York.

terhadap model-model kerusakan benda uji terlihat


bahwa untuk jumlah perekat terlabur yang semakin
banyak (60 MDGL) terjadi pembelokan arah
kerusakan geser serat terhadap bidang rekat lapisan
kayu, hal tersebut mempengaruhi dan menambah
luas bidang geser aktual terhadap luas bidang geser
yang dihitung sehingga gaya geser yang
dibutuhkan semakin tinggi, semakin besar gaya
geser maka semakin besar pula kuat geser yang
diperoleh.

Anda mungkin juga menyukai