Anda di halaman 1dari 13

1

PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH


Latar Belakang
Pembelajaran matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
mempunyai tujuan umum yaitu: 1) memahami konsep matematika, menjelaskan
keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara
luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah. (2) menggunakan
penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat
generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan
matematika. (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami
masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan
solusi yang diperoleh. (4) mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah. 5). memiliki
sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa
ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet
dan percaya diri dalam pemecahan masalah. (Soedjadi, 1999:44).
Menurut Suherman (2003:58), tujuan pendidikan matematika di jenjang
pendidikan dasar dan menengah antara lain: 1). mempersiapkan peserta didik agar
sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan nyata yang selalu
berubah, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional,
kritis, cermat, efektif, efisien dan jujur, 2). mempersiapkan peserta didik agar
dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematis dalam kehidupan
sehari-hari dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan.
Berdasarkan

tujuan

tersebut

tampak

bahwa

arah

atau

orientasi

pembelajaran matematika adalah kemampuan pemecahan masalah matematika,


penekanan pada penataan nalar dan pembentukan sikap siswa, juga pada
keterampilan dalam penerapan matematika baik dalam kehidupan sehari-hari,
maupun dalam membantu mempelajari ilmu pengetahuan lainnya.
Pengajaran matematika di sekolah juga dimaksudkan untuk pembentukan
sikap yang positif terhadap matematika, yaitu merasa tertarik untuk mempelajari
matematika. Sikap positif terhadap matematika ini merupakan prasyarat

keberhasilan belajar matematika dan meningkatnya minat siswa terhadap


matematika pada kelas-kelas selanjutnya. Dengan kata lain jika penguasaan
konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika di kelas-kelas awal sangat rendah
disertai dengan sikap negatif terhadap pelajaran matematika, sulit diharapkan
siswa akan berhasil dengan baik dalam pembelajaran matematika di kelas-kelas
selanjutnya.
Untuk mencapai tujuan agar siswa mempunyai minat dan kemampuan
yang baik terhadap matematika berimplikasi pada tugas dan tanggung jawab yang
sangat strategis pada guru-guru matematika di kelas-kelas awal di sekolah.
Mereka dituntut membantu siswa untuk mendapatkan pemahaman yang baik
terhadap konsep-konsep dan prinsip-prinsip matematika untuk memudahkan
mereka mempelajari matematika di kelas yang lebih tinggi. Di samping itu guru di
kelas-kelas awal diharapkan dapat menumbuhkan sikap positif terhadap
matematika serta membangkitkan minat mereka terhadap matematika. Ini berarti
proses pembelajaran matematika yang dilakukan guru hendaknya memungkinkan
terjadinya pengembangan pemahaman konsep, sikap, dan meningkatkan minat
siswa terhadap pelajaran matematika.
Kenyataan yang ada, masih banyak pembelajaran yang dilakukan oleh
guru tidak dimulai dari pengamatan fenomena matematika atau penalaran secara
kualitatif dalam pengembangan konsep-konsep/prinsip-prinsip penting. Masih
banyak guru yang tidak memahami metode penyelesaian masalah-masalah atau
soal-soal secara sistematis, hanya mengikuti apa yang ada di buku yang belum
tentu cocok dengan lingkungan siswa. Bentuk-bentuk tes ujian akhir sekolah/ujian
akhir nasional yang umumnya hanya mengukur aspek kognitif siswa, telah
mengilhami guru untuk tidak melaksanakan pembelajaran yang mengembangkan
aspek afektif dan psikomotor. Guru lebih tertarik pada jawaban siswa yang benar
tanpa menganalisis kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa dan prosedur
penyelesaiannya. Sehingga target kurikulum dapat tercapai, namun tidak dapat
mengembangkan kemampuan belajar siswa.
Secara umum partisipasi siswa dalam pembelajaran relatif rendah.
Sebagian besar siswa cenderung hanya mampu meniru apa yang dikerjakan guru.

Siswa tidak mampu menggunakan buku teks secara efektif, mereka cenderung
mencatat kembali konsep-konsep yang sudah ada dalam buku teks, sehingga
menghabiskan banyak waktu dan pembelajaran menjadi tidak efisien. Siswa
cenderung tidak men unjukkan minat yang baik terhadap pelajaran matematika.
Motivasi belajar mereka tampak sangat rendah dapat dilihat dari hasil belajar yang
ditunjukkan oleh hasil ulangan yang masih tergolong rendah.
Akar-akar masalah di atas dapat diatasi dalam waktu yang segera dan
berlanjut dalam batas kewenangan, komitmen dan tanggung jawab guru. Oleh
karena itulah, guru perlu melakukan perbaikan pada proses pembelajaran yakni
dengan memperbaiki model pembelajaran.
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan membentuk sikap positif
siswa terhadap matematika adalah model pembelajaran berbasis masalah.
Pembelajaran

berdasarkan

masalah

membantu

siswa

mengembangkan

kemampuan berfikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual berupa


belajar berbagai peran orang dewasa dan melalui keterlibatan mereka dalam
pengalaman nyata atau simulasi dan menjadi pebelajar otonom.
Kemampuan berfikir telah dimiliki oleh siswa sejak lahir. Makin sering
orang berhadapan dengan sesuatu yang menuntutnya untuk berfikir makin
berkembang dan makin meningkat kemampuan berfikirnya. Seseorang yang tidak
memiliki pendidikan formal sekalipun, kemampuan berfikirnya akan meningkat
apabila dia sering berhadapan dengan berbagai masalah yang harus difikirkannya.
Jika proses belajar hanya melatih siswa menghafal atau memecahkan soal tertulis
saja, maka kemampuan berfikir siswa hanya akan meningkat dalam kemampuan
menghafal atau mengerjakan soal tertulis saja. Untuk dapat menghadapi masalahmasalah matematika dalam kehidupan sehari-hari maka siswa dalam proses
belajarnya harus dilatih berfikir untuk memecahkan masalah-masalah autentik
yang ada disekitarnya.

Pembelajaran Berbasis Masalah yang dalam bahasa Inggris diistilahkan


Problem-based instruction adalah model pembelajaran yang berlandaskan paham
konstruktivistik yang mengakomodasi keterlibatan siswa dalam belajar dan
pemecahan masalah otentik. Dalam pemerolehan informasi dan pengembangan
pemahaman tentang topik-topik, siswa belajar bagaimana mengkonstruksi
kerangka

masalah,

mengorganisasikan

dan

menginvestigasi

masalah,

mengumpulkan dan menganalisis data, menyusun fakta, mengkonstruksi


argumentasi mengenai pemecahan masalah, bekerja secara individual atau
kolaborasi dalam pemecahan masalah.
Secara garis besar Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) menyajikan
suatu masalah yang autentik dan bermakna kepada siswa yang dapat memberikan
kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri. Model
Pembelajaran Berbasis Masalah diterapkan untuk membantu siswa belajar dan
memperoleh keterampilan pemecahan masalah dengan melibatkan mereka dalam
situasi masalah dalam kehidupan nyata.
1. Sintaks, Sistem Sosial, Sistem Sosial, Prinsip Reaksi, Dampak
Pembelajaran dan Dampak Pengiring
a. Sintaks
Menurut Ismail (dalam Ratnaningsih,2003) pembelajaran berbasis masalah
biasanya terdiri dari lima tahapan utama, yaitu:
1. Orientasi siswa pada masalah dengan cara guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa
terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah.
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar dengan cara guru membantu siswa
dalam

mendefinisikan

dan

mengorganisasikan

tugas

belajar

yang

berhubungan dengan masalah tersebut.


3. Membimbing penyelidikan individual dan kelompok dengan cara guru
mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan
eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.

4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya dengan cara guru membantu


siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti
laporan.
5. Manganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah dengan cara guru
membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan siswa dan proses yang digunakan.
Lima langkah pembelajaran Model PBM menurut Arend et al., (dalam
Santyasa:2007) yaitu:
1. Guru mendefisikan atau mempresentasikan masalah atau isu yang berkaitan
(masalah bisa untuk satu unit pelajaran atau lebih, bisa untuk pertemuan satu,
dua, atau tiga minggu, bisa berasal dari hasil seleksi guru atau dari eksplorasi
siswa),
2. Guru membantu siswa mengklarifikasi masalah dan menentukan bagaimana
masalah itu diinvestigasi (investigasi melibatkan sumber-sumber belajar,
informasi, dan data yang variatif, melakukan surve dan pengukuran),
3. Guru membantu siswa menciptakan makna terkait dengan hasil pemecahan
masalah yang akan dilaporkan (bagaimana mereka memecahkan masalah dan
apa rasionalnya),
4. Pengorganisasian laporan (makalah, laporan lisan, model, program komputer,
dan lain-lain), dan
5. Presentasi (dalam kelas melibatkan semua siswa, guru, bila perlu melibatkan
administator dan anggota masyarakat).
b. Sistem Sosial
Sistem Sosial yang mendukung model ini adalah kedekatan guru dengan
siswa dalam proses teacher-asisted instruction, minimnya peran guru sebagai
transmitter pengetahuan, adanya interaksi sosial yang efektif dan latihan
investigasi masalah kompleks.

c. Prinsip Reaksi
Prinsip reaksi yang dapat dikembangkan adalah peranan guru sebagai
pembimbing dan negosiator. Peran-peran tersebut dapat ditampilkan secara lisan
selama proses pendefinisian dan pengklarifikasian masalah.

d. Dampak Pembelajaran
Dampak pembelajaran adalah pemahaman tentang kaitan pengetahuan
dengan dunia nyata, dan bagaimana menggunakan pengetahuan dalam pemecahan
masalah kompleks.
e. Dampak Pengiring
Dampak pengiringnya adalah mempercepat pengembangan self-regulated
learning, menciptakan lingkungan kelas yang demokratis, dan efektif dalam
mengatasi keragaman siswa.

2. Ciri-Ciri Khusus Pembelajaran Berbasis Masalah


Ibrahim dan Nur (2005) mengemukakan beberapa ciri dari model PBM,
sebagai berikut
Pengajuan pertanyaan atau masalah. Pembelajaran berdasarkan masalah
mengorganisasikan pengajaran di sekitar pertanyaan dan masalah yang duaduanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa.
Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban
sederhana, dan memungkinkan adanya berbagi macam solusi untuk situasi
itu.
Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun PBM digunakan pada
mata pelajaran tertentu, masalah yang dipilih benar-benar nyata, agar dalam
pemecahannya siswa dapat meninjau hal itu dari banyak mata pelajaran.
Penyelidikan autentik. PBM mengharuskan siswa melakukan penyelidikan
autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka
harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis
dan membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisis informasi,
melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi dan merumuskan
kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan,
bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari.

Menghasilkan produk atau karya dan memamerkannya. PBM menuntut siswa


untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak
dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah
yang mereka temukan. Produk dapat berupa laporan, model fisik, atau video.
Karya nyata dan peragaan direncanakan oleh siswa untuk didemonstrasikan
kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan
menyediakan suatu alternatif laporan atau makalah.
Kerjasama. PBM dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang
lainnya, paling sering secara berpasangan atau kelompok kecil. Bekerja sama
memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas
kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagi inkuiri dan dialog serta
untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berfikir.
3. Lingkungan Belajar dan Sistem Manajemen
Lingkungan belajar dan sistem manajemen pada PBM dicirikan oleh
terbuka, proses demokrasi dan peranan siswa aktif. Dalam kenyataan keseluruhan
proses membantu siswa untuk mandiri, siswa yang otonom yang percaya pada
keterampilan intelektual mereka sendiri, memerlukan keterlibatan aktif dalam
lingkungan berorientasi inkuiri yang aman secara intelektual. Meskipun guru dan
siswa melakukan tahapan pembelajaran PBM yang terstruktur dan dapat
diprediksi, norma di sekitar pelajaran adalah norma inkuiri terbuka dan bebas
mengemukakan pendapat. Lingkungan belajar menekankan pada peranan sentral
siswa bukan guru.
4. Melaksanakan Pembelajaran Berdasarkan Masalah
Konsep tentang PBM adalah sangat jelas. Tidak sulit untuk memahami ide
dasar yang berkaitan dengan model ini. Namun bagaimanapun juga model itu
secara efektif lebih sulit. Hal ini membutuhkan banyak latihan dan perlu membuat
keputusan-keputusan khusus pada saat fase-fase perencanaan, interaksi, dan fase
setelah pembelajarannya. Berikut ini diberikan ciri unik model PBM.
a. Tugas-tugas perencanaan

Pada tingkat paling mendasar, PBM dicirikan oleh siswa bekerja dalam
pasangan atau kelompok kecil untuk melakukan penyelidikan masalah-masalah
kehidupan nyata yang belum terdefinisi dengan baik. Perencanaan untuk PBM
seperti halnya dengan pembelajaran interaktif yang lain dimana pendekatan
berpusat pada siswa, membutuhkan supaya perencanaan yang lebih banyak dari
pembelajaran konvensional. Perencanaan guru ini memudahkan pelaksanaan fasefase PBM dan pencapaian tujuan pembelajaran yang diinginkan.
Penetapan tujuan
Penetapan tujuan pembelajaran untuk PBM merupakan bagian penting
dalam perencanaan. PBM direncanakan untuk membantu mencapai tujuan-tujuan
seperti keterampilan intelektual dan keterampilan menyelidiki, memahami peran
orang dewasa, dan membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri. Beberapa
pembelajaran dalam model PBM mungkin diarahkan untuk mencapai semua
tujuan ini secara bersamaan. Bagaimanapun juga, kemungkinan guru akan
memberikan penekanan pada satu atau dua tujuan pada pembelajaran tertentu.
Merancang situasi masalah yang sesuai
PBM didasarkan pada anggapan dasar bahwa situasi teka-teki dan masalah
yang tidak terdefinisi secara ketat akan merangsang rasa ingin tahu siswa sehingga
melibatkan mereka pada inkuiri. Merancang situasi masalah yang sesuai atau
merencanakan cara-cara untuk memberikan kemudahan proses perencanaan
adalah tugas perencanaan yang penting bagi guru. Beberapa pengembang PBM
yakin bahwa siswa seharusnya memilki keleluasaan dalam mendefinisikan
masalah yang akan dipelajarinya, sebab proses ini akan menumbuhkan rasa
memiliki atas masalah tersebut. Sementara itu pengembang lain memberi bantuan
siswa mempertajam masalah-masalah yang terlebih dahulu diseleksi yang berasal
dari kurikulum sekolah dan peralatan yang cukup.
Situasi masalah yang baik harus memenuhi paling sedikit lima kriteria
penting. Pertama, masalah itu harus autentik. Ini berarti bahwa masalah harus
lebih berakar pada pengalaman dunia nyata siswa daripada berakar pada prinsip-

prinsip disiplin ilmu tertentu. Kedua, permasalahan seharusnya tak terdefinisi


secara ketat dan menghadapkan suatu makna misteri atau teka-teki. Masalah yang
tidak terdefinisi secara ketat mencegah jawaban sederhana dan menghendaki
alternatif pemecahan, yang masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan.
Hal ini sudah barang tentu, menyediakan umpan untuk dialog dan debat. Ketiga,
masalah itu seharusnya bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektual mereka. Keempat, masalah seharusnya cukup luas
untuk memungkinkan guru menggarap tujuan instruksional mereka dan masih
cukup terbatas untuk membuat suatu pelajaran layak dalam waktu, tempat, dan
sumber daya yang terbatas. Kelima, masalah yang baik haruslah memperoleh
keuntungan dari usaha kelompok dan tidak terhambat oleh masalah itu.
b. Tugas interaktif
Berikut adalah kegiatan guru dan siswa yang diinginkan berkait dengan
setiap tahap PBM yang diberikan pada tabel di bawah:

Tahap

Kegiatan Guru
menjelaskan tujuan pembelajaran,

Tahap - 1

Guru

Orientasi siswa pada masalah

menjelaskan
memotivasi

logistik
siswa

yang

terlibat

dibutuhkan,

pada

aktivitas

Tahap 2

pemecahan masalah yang dipilihnya.


Guru membantu siswa mendefinisikan dan

Mengorganisasi siswa untuk

mengorganisasikan

belajar
Tahap 3

berhubungan dengan masalah tersebut.


Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan

Membimbing penyelidikan

informasi

individu maupun kelompok

eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan

Tahap 4

pemecahan masalah.
Guru membantu siswa dalam merencanakan

Mengembangkan dan

dan menyiapkan karya yang sesuai seperti

menyajikan hasil karya

laporan, video dan model serta membantu

yang

tugas

sesuai

belajar

yang

melaksanakan

mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.

10

Tahap 5

Guru

membantu

Menganalisis dan

refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan

mengevaluasi proses

mereka

pemecahan masalah

laksanakan.

dan

siswa

untuk

proses-proses

melakukan

yang

mereka

Orientasi siswa pada masalah


Pada saat pembelajaran berdasarkan masalah dimulai, sama dengan tipe
pembelajaran yang lain terlebih dahulu mengkomunikasikan tujuan pelajaran
secara jelas, menumbuhkan sikap-sikap positif terhadap pelajaran, dan
memberikan apa yang diharapkan untuk dilakukan oleh siswa. Kepada siswa yang
lebih muda atau siswa yang belum pernah terlibat dalam PBM, guru harus
memberikan penjelasan tentang proses-proses dan prosedur-prosedur model
tersebut secara rinci. Tegaskan bahwa yang membutuhkan elaborasi meliputi halhal berikut.
Tujuan utama dari pelajaran adalah tidak untuk mempelajari sejumlah
informasi baru, tetapi lebih kepada belajar bagaimana menyelidiki masalahmasalah penting dan bagaimana menjadi pebelajar yang mandiri. Untuk siswa
yang lebih muda, konsep ini mungkin dapat dijelaskan sebagai pelajaran
tersendiri di mana mereka akan diminta untuk mengungkapkan sesuatu hal
menurut pendapat mereka sendiri.
Pertanyaan atau masalah yang diselidiki tidak memiliki jawaban mutlak
benar, sebuah masalah yang kompleks memiliki banyak penyelesaian dan
seringkali saling bertentangan.
Selama tahap penyelidikan dari pelajaran ini, siswa akan didorong untuk
mengajukan pertanyaan dan mencari informasi. Guru akan bertindak sebagai
pembimbing yang menyediakan bantuan, namun siswa harus berusaha untuk
bekerja mandiri atau dengan temannya.
Selama tahap analisis dan penjelasan dari pelajaran ini, siswa harus didorong
untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan bebas. Tidak ada ide yang
akan ditertawakan oleh guru atau teman sekelas. Semua siswa akan diberi
kesempatan untuk menyumbang kepada penyelidikan dan mengemukakan ide
mereka.

11

Mengorganisasikan siswa untuk belajar


PBM membutuhkan pengembangan keterampilan kolaborasi di antara
siswa dan membantu mereka untuk menyelidiki masalah secara bersama. Oleh
karena itu mereka juga membutuhkan bantuan untuk merencanakan penyelidikan
mereka dan tugas-tugas pelaporan.
Kelompok studi. Banyak saran untuk mengorganisasikan siswa ke dalam
kelompok belajar kooperatif. Dengan sendirinya, bagaimana tim siswa dibentuk
akan berbeda tergantung kepada tujuan yag ditetapkan guru untuk proyek tertentu.
Seringkali guru dapat menentukan bahwa penting bagi tim penyelidikan untuk
mewakili berbagi tingkat kemampuan, keragaman ras, dan etnis atau jenis
kelamin. Bila keragaman ini penting, guru akan membutuhkan untuk membuat
tugas kelompok. Pada waktu lain guru dapat memutuskan mengorganisasikan
siswa sesuai dengan kesamaan minat atau jalinan persahabatan. Jadi tim
penyelidikan dapat dibentuk secara sukarela. Selama tahap pelajaran ini guru
seharusnya membekali siswa dengan alasan yang kuat tentang mengapa siswa
harus dikelompokkan seperti itu.
Perencanaan kooperatif. Setelah siswa diorientasikan kepada situasi
masalah dan telah membentuk kelompok studi, guru dan siswa harus
menyediakan waktu yang cukup untuk menetapkan subtopik-subtopik yang
spesifik, tugas-tugas penyelidikan, jadwal waktu. Untuk beberapa proyek, tugas
perencanaan utama adalah akan membagi situasi masalah lebih umum menjadi
subtopik-subtopik yang sesuai kemudian membantu siswa menentukan subtopik
mana yang akan mereka selidiki.
Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok
Penyelidikan, apakah dilakukan secara mandiri, dalam pasangan, atau
dalam tim studi kecil adalah inti teknik-teknik penyelidikan yang berbeda,
kebanyakan melibatkan pengumpulan data dan eksperimentasi, berhipotesis dan
menjelaskan dan memberikan pemecahan.

12

Mengembangkan dan menyajikan hasil karya


Siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan,
video dan model serta membantu mereka untuk berbagi tugas dengan temannya.
Assesmen dan evaluasi
Prosedur assesmen harus selalu disesuaikan dengan tujuan instruksional
model yang dimaksudkan untuk dicapai, dan itu selalu merupakan hal penting
bagi guru untuk mengumpulkan informasi assesmen yang valid dan reliable.
Tugas-tugas assesmen untuk pembelajaran PBM tidak dapat semata-mata terdiri
dari tes kertas dan pensil. Kebanyakan teknik assesmen dan evaluasi yang sesuai
untuk PBM adalah menilai pekerjaan yang dihasilkan oleh siswa sebagai hasil
penyelidikan mereka.

13

PE N UTU P
1. Model Pembelajaran Berbasis Masalah diterapkan untuk membantu
siswa belajar dan memperoleh keterampilan pemecahan masalah dengan
melibatkan mereka dalam situasi masalah dalam kehidupan nyata.
2. Lingkungan belajar PBM ditandai dengan keterbukaan, siswa aktif
terlibat, dan atmosfir kebebasan intelektual.
3. Model pembelajaran berbasis masalah

dapat

digunakan

dalam

meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa dan


membentuk sikap positif siswa terhadap matematika.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim, Muslimin dan Nur, Mohammad. 2005. Pembelajaran Berdasarkan
Masalah. Surabaya: UNESA Press
Ratnaningsih, N. (2003). Pengembangan Kemampuan Berfikir Matematik Siswa
SMU Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis Program Pasca
Sarjana UPI: Tidak diterbitkan.
Santyasa, I Wayan. 2008. Pembelajaran Berbasis Masalah dan Pembelajaran
Kooperatif. Diakses pada tanggal 19 Oktober 2009.
Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional
Suherman, Erman, dkk. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai