Anda di halaman 1dari 6

Istilah desquamative gingivitis (DG) diciptakan pada tahun 1932 oleh Prinz untuk

mendeskripsikan kondisi khusus yang dikarakteristikkan dengan eritema yang hebat,


deskuamasi, dan ulser pada gingiva cekat dan gingiva bebas. Gejala bisa berupa
asimptomatik dan simptomatik. Simptomatik berupa sensasi rasa terbakar yang ringan
sampai rasa sakit yang hebat. Kurang lebih 50% dari kasus DG terlokalisir pada gingiva
serta ada juga yang mengalami keterlibatan pada gingiva ditambah dengan keterlibatan
daerah intraoral yang lain bahkan ekstraoral. Awalnya penyebab kondisi ini tidak jelas
dan berbagai macam kemungkinan dikemukakan oleh para ahli. Kebanyakan kasus
didiagnosa pada wanita dekade ke 4-5 , sehingga dicurigai adanya kekacuan hormonal.
Pada tahun 1960, Mc Carthy et all bependapat bahwa DG bukan sebagai bentuk penyakit
spesifik, tetapi respon gingiva berkaitan dengan berbagai kondisi. Konsep ini sudah
didukung dengan berbagai penelitian imunopatologi1.
Gambaran Klinis Desquamative Gingivitis
Nisengard dan Levine (1995) menyatakan bahwa terdapat beberapa gambaran
klinis yang standar untuk DG. Pertama, eritema pada gingiva yang bukan disebabkan
oleh akumulasi plak. Kedua, deskuamasi gingiva. Ketiga, lesi intraoral dan terkadang lesi
ekstraoral. Keempat, pasien mengeluhkan rasa sakit pada rongga mulut terutama setelah
makan makanan yang pedas serta pemeriksaan Nikolskys sign (+)2.
Berdasarkan keparahannya, DG dibedakan atas tiga bentuk dengan ciri-ciri klinis
yang berbeda diantaranya sebagai berikut :

Lesi Ringan
Ciri klinisnya adalah :

Eritema difus pada gingiva cekat, gingiva bebas, dan gingiva interdental.

Lesi umumnya tidak disertai dengan rasa sakit.

Karena tidak disertai nyeri sakit, lesi ini harus dikenali dari diskolorasi yang
terjadi. Lesi ringan ini lebih sering terjadi pada perempuan usia 17-23 tahun.

Lesi Sedang
Ciri klinisnya adalah :

Bercak-bercak berwarna merah terang dan abu-abu yang melibatkan gingiva


bebas dan gingiva cekat.

Permukaan gingiva licin dan berkilat, dan konsistensinya menjadi lunak.

Gingiva melekuk apabila ditekan dan epitel tidak melekat erat ke jaringan di
bawahnya.

Epitel mengelupas apabila dimasase dengan jari atau dibersihkan dengan


larutan hydrogen peroksida (perhidrol), sehingga jaringan di bawahnya yang
mengalami pendarahan menjadi tersingkap.

Keluhan pasien berupa keluhan terbakar, sensitivitas terhadap perubahan


temperatur, dan terasa sakit apabila menghirup udara melalui mulut; pasien
tidak dapat menyikat gigi karena adanya gingiva yang terkelupas.

Kondisi ini sering dijumpai pada usia 30-40 tahun. Permukaan oral lebih
ringan keterlibatannya karena aksi lidah dan friksi ekskursi makanan
mengurangi penumpukan iritan lokal dan mengurangi inflamasi.

Lesi Parah
Ciri klinisnya adalah :

Adanya daerah-daerah dimana gingiva tersingkap dan berwarna merah terang.

Gingiva di sekitar lesi terlihat berwarna biru keabu-abuan.

Keluhan nyeri sakit yang sangat; terasa sakit bila memakan makanan yang
keras, atau perubahan temperature; adanya rasa seperti terbakar diseluruh
mulut terutama pada daerah yang terlibat3.

.
Patogenesis Desquamative Gingiva
Patogenesis DG mirip dengan keadaan gangguan sistemik. Lesi intraepitel secara
umum berkaitan dengan penyakit pemphigus dan lesi subepitel berkaitan dengan penyakit
pemphigoid. Antibodi yang dihasilkan melawan antigen dirinya sendiri seperti, DGS3,BP
180, dan intraepitel yang lain4.

Figure 1: Major proteins responsible for epithelial integrity5


DG juga sering dikaitkan dengan manifestasi penyakit mukokutan, seperti Oral
Lichen Planus (OLP), Mucous Membrane Pemphigoid (MMP), dan Pemphigus Vulgaris
(PV) (Endo et al., 2008a; Leao et al,. 2008; Lo Russo et al,. 2008; Lo Russo at al,. 2009;
Nisengard & Rogers, 1987; Rees,2011 ;Yih et al.,1998). Diagnosis definitif dari penyakit
spesifik atau kelainan yang menyebabkan DG dibutuhkan untuk memberikan perawatan
yang tepat, namun hampir tidak mungkin untuk menegakkan diagnosis hanya
berdasarkan manifestasi klinis. Oleh karena itu, pemeriksaan histopatologi dan direct
immunofluorescence test (DIF test) sering diperlukan untuk menetapkan diagnosis akhir.
Oral Lichen Planus (OLP) merupakan penyakit mukokutan inflamasi kronik
yang disebabkan oleh etiologi yang tidak diketahui. Penyakit ini biasanya terjadi pada
usia menengah dan usia lanjut, dan tingkat kematian tertinggi terdapat pada wanita
disbanding pria. DG juga ditemukan kurang lebih 30% pada pasien OLP. Lesi ditemukan
paling banyak di kulit,genital, atau mukosa oral juga mungkin bisa ditemukan pada
beberapa tempat serta pada sebagian pasien hanya ditemukan pada gingiva. Secara
histopatogi OLP dikarakteristikkan dengan infiltrasi limfosit di bawah ephitel disertai
dengan liquefaction sel basal. Proses terjadinya liquefaction sel basal menyebabkan
ephitel sobek dari jaringan ikat. DIF sangat berguna untuk menentukan penyakit-penyakit
mukokutan lainnya. Penemuan itu tidak spesifik tetapi mendukung jika terdapat deposisi
dari fibrin atau fibrinogen yang terdapat pada Basement Membrane Zone (BMZ). OLP
bersifat idiopatik sehingga tujuan terapeutiknya adalah menekan gejala-gejala yang
terdapat pada penyakit ini.
Mucous Membrane Pemphigoid (MMP) merupakan salah satu dari penyakit

autoimun, yang terdapat blister sub ephitelial dominan yang mempengaruhi membrane
mukosa. Rata-rata pasien dengan penyakit ini berada pada dekade 5 atau 6 dengan
mayoritas perempuan. Lesi oral ditemukan pada hampir semua kasus, dan lesi primer
sering muncul di rongga mulut. DG adalah manifestasi umum dari MMP. Pada gingiva
muncul eritematus difus atau distribusi bercak-bercak. Lesi vesikobulosa pada gingiva
mudah pecah dan membentuk erosi dengan tepi irregular. Juga terdapat pada tempat lain
di rongga mulut termasuk mukosa bukal, palatal, alveolar ridge, lidah, dan bibir.
Membran mukosa ekstra oral yang terlibat termasuk juga konjungtiva, kulit, faring,
genital eksterna, hidung, laring, anus, dan esophagus.
Pemphigus Vulgaris (PV) adalah penyakit autoimun yang dikarakteristikkan
dengan akantolisis pada ephitelium. Kebanyakan pasien PV berada pada dekade 4-5 dan
distribusi sama antara wanita dan pria. Sekitar 80% pasien, gejala utama PV berkembang
pada rongga mulut. Pada PV jarang ditemukan bula yang utuh, karena bula sangat mudah
pecah. PV pada rongga mulut sulit didiagnosa pada tahap awal, karena manifestasi oral
lebih sedikit dibanding di kulit. Diagnosa jarang bisa ditetapkan pada tahap awal karena
karakteristik yang tidak jelas. Jika pengobatan ditunda karena dianosa yang salah atau
manajemen yang tidak tepat pada tahap awal, maka resiko penyebaran penyakit atau
komplikasi lain meningkat. Secara klinis PV diawali dengan lesi oral dan berlanjut ke lesi
kulit. Lesi dapat muncul dimana saja pada mukosa oral. Pada suatu kesempatan, hanya
gingiva yang terlibat pada lesi awal., dan DG adalah manifestasi umum dari penyakit ini2.

Kepustakaan

Carranza FA: Clinical Periodontology 11th edition,2012, Elsevier Saunders:


Missouri

Endo Hiroyasu & Rees, Terry D., Diagonis and Management of


Desquamative Gingivitis.
Diakses pada tanggal 7 Maret 2015 https://www.google.com/url?
sa=
t
&
source=we
b
&
rct=
j
&
ei=hKT6VKOONY2jugTb94CAA
g
&

url=http://www.intechopen.com/download/pdf/20299
9
&
ved=0CCcQFjA
C&usg=AFQjCNFljvsseN5R2uBj_tNlpfWdKOyNAg&sig2=jFTvo7YLslcbOelBqBh9Q

Daliemunthe, Saidina Hamzah. Periodonsia Edisi Revisi. 2008, Departemen


Periodonsia Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara Medan:
Medan.

Neville BW, Damm DD, Allen CM, Bouquot JE.Pemphigus. In: Oral and
Maxillofacial Pathology. Philadelphia: W.B. Saunders; 2002:664-667

Scully C, Laskaris G. Mucocutaneous disorders. Periodontol 2000. 1998; 18:


81-94.

Anda mungkin juga menyukai