Anda di halaman 1dari 7

Axiographic dan penilaian klinis fungsi sendi

temporomandibular pada pasien dengan edentulism


partial.
1. Pendahuluan
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis axiographically
mobilitas condilus dari sendi temporomandibular pada pasien dengan
edentulism partial pada bagian lateral dan mencoba untuk menentukan
apakah edentulism partial memiliki dampak pada beratnya gangguan
temporomandibular. 60 subjek dengan edentulism partial (kelompok
dengan kisaran yang berbeda) dan 20 subjek pada kelompok kontrol
(lengkung gigi penuh) diperiksa. Setiap pasien menjalani pemeriksaan
klinis menyeluruh, termasuk axiography dilakukan melalui sistem cardiax
compact II. Hasilnya menunjukkan beberapa korelasi antara kemajuan
gangguan sendi temporomandibular, kisaran edentulism partial, dan
abrasi pada gigi sisa. Dalam penelitian tersebut, intensifikasi signifikan
gejala disfungsi dan bagian condilus yang terbatas diamati pada pasien
dengan edentulism partial terbesar dan tingkat signifikan gigi yang aus
dari gigi sisa. Sebuah persentase signifikan lebih tinggi subjek tanpa
gejala atau mereka dengan disfungsi minor juga ditemukan diantara
pasien dengan edentulism partial rentang terendah .
Kata kunci : axiography, edentulism partial, gangguan sendi
temporomandibular, keausan gigi.
2. bahan dan metode
60 orang (37 perempuan, 23 laki-laki) berusia 27-65 yang memenuhi
syarat untuk penelitian, semuanya mengunjungi klinik prosthetic gigi dan
gangguan temporomandibular di Zabre untuk mengganti gigi yang hilang
dan/atau untuk mengobati TMD, dengan didiagnosa edentulism partial
unilateral atau bilateral. Untuk tujuan dari penelitian ini diasumsikan bahwa
edentulism partial bearti tidak ada sedikitnya molar dan- scenario top rangebaik molar maupun premolar (pada satu sisi lengkung rahang). 20 orang (12
perempuan, 8 laki-laki) yang memenuhi syarat untuk kelompok kontrol, berusia
21-55, dengan lengkung gigi yang penuh mempertahankan zona pendukung

oklusal, dengan permukaan oklusal yang harmonis dan tidak terlihat gangguan
oklusal ditemukan dalam pemeriksaan.
Kriteria ekslusi adalah overbite, serta kelonggaran besar dari gigi depan
bawah (derajat 3 pada skala entin), dalam hal ini tidak mungkin menyusun
axiograph.
Setiap pasien yang diperiksa untuk fungsi sistem stomatognasi
berdasarkan kartu survei departement gangguan temporomandibular dan
orthodontic dan satu lagi khusus dirancang untuk penelitian. Tahap pemeriksaan
selanjutnya meliputi : anamnesis umum dan rinci, yang kedua untuk disfungsi
sistem stogmatognasi dan parafungsi (bru xism), palpasi otot bagian atas dan
juga palpasi dan auskultasi pemeriksaan TMJ, analisis oklusi dengan
pemeriksaan intraoral, menandai grafik gigi ( ruang lingkup edentulism partial
dalam bagian lateral), dan analisis abrasi dari gigi sisa.
Skala broc digunakan untuk menganalisis derajat abrasi gigi, sebuah
pengukuran yang menampilkan lima langkah dalam kemajuan abrasi gigi :
1- Tidak ada abrasi/keausan gigi
2- Segi pemakaian
3- pocket dentin terpapar
4- Terlihat permukaan dentin besar
5- Penurunan mahkota gigi karena abrasi
Tahap utama dari penelitian ini terdiri dalam daftar jalur condilar melalui
perangkat cardiax compact II (Gamma dental, Austria). Cardiax compact II
adalah sebuah alat diagnostik canggih, antara lain, axiography elektronik.
Axiography elekronik terdiri dari atas dan bawah busur wajah, pencatatan
gambar dan spidol teleskopis. Hal ini memungkinkan pencatatan tiga dimensi
pergerakan sumbu engsel yang berubah-ubah (dan juga titik itu menandai
condilus artikular) (gambar 1). Sebuah modul spesial menghubungkan
perangkat-perangkat tersebut ke sebuah PC, yang memungkinkan untuk
mendapatkan jalur condilar yang digambar pada layar secara nyata.
Sewaktu axiograph sedang dipasang, sangat penting untuk memastikan
bahwa lengan dari busur wajah atas dan bawah berada dalam posisi sejajar
(Gambar 2). Hambatan selama pergerakan harus disingkirkan, yang sangat
penting terutama pada pasien TMD, yang akan menemukan kesulitan untuk
mengikuti petunjuk dokter.
Lengkung wajah lebih rendah dari alat cardiax dapat dipasang ke gigi
yang lebih rendah dalam dua cara : baik menggunakan kopling paraoklusal
(paraoccusal clutch) maupun standard tray. Kopling paraoklusal tidak
menggangu zona pendukung yang ada dan tidak seperti yang standar, itu tidak

membuat sebuah permukaan buatan yang dapat menggangu pergerakan oklusal


eksentrik, berkat yang memfasilitasi pencatatan seluruh rentang pergerakan
dalam protusi, mediotrusi, dan pembukaan- dari posisi acuan sampai rentang
maksimum. Penggunaan kopling paraoklusal juga memungkinkan untuk
mencatat perbedaan antara posisi mandibula dalam hubungan sentris dan
intercuspidation maksimal.
Sebuah kopling paraoklusal digunakan dalam penelitian, setiap kali
dipaskan ke gigi yang lebih rendah dengan pengaturan cepat polimerisasi akrilik
dingin dan glass ionomer. Pencatatan dilakukan pada pasien yang duduk tegak
dengan kepala didukung. Setiap gerakan yang tercatat mulai dari posisi acuan
yang diperoleh dengan metode slavicek melalu titik petunjuk dagu yang tidak
dibuat-buat disertai dengan instruksi bagi pasien untuk melakukan gerakan
buka/tutup kisaran minimum, bergantian dengan protusi dan retrusi. Setiap
gerakan dicatat tiga kali dengan urutan sebagai berikut : protusi/retrusi,
mediotrusi kanan, mediotrusi kiri, buka/tutup maksimum. Untuk tujuan analisis
kisaran gerakan pembukaan maksimum dipertimbangkan dalam bidang sagital
(gambar 3), membandingkannya dengan standar fisiologi yang diterima untuk
gerakan ini yaitu 10-16 mm.
Pembagian menjadi kelompok tergantung pada kisaran edentulism partial
yang mengacu pada klasifikasi edentulism oleh Eichner, faktor dasar yang
menentukan jumlah zona pendukung oklusal yang ada. Para pasien ditetapkan
untuk kelompok yang relevan : kontrol (I) atau penelitian (IIa, IIb, IIc- derajat
rentang edentulism partial) (tabel 1). Jika edentulism partial hadir pada kedua
sisi, derajat yang lebih tinggi dipertimbangkan. Berdasarkan data yang
diperoleh dalam pemeriksaan, tingkat intensitas disfungsi pasien dalam sistem
stogmatognasi dievaluasi, dengan penekanan khusus ditempatkan pada status
sendi temporomandibular. Index yang dikenal secara umum oleh helkimo
digunakan, yang terdiri dari dua faktor :
1) Anamnesis index (Ai) berdasarkan pada penilaian subjektif pasien gejala
TMD, dengan tiga tingkat kemajuan:
Ai 0 : tidak ada keluhan subjektif dari TMD
Ai 1 : gejala subjektif minor : clicking dari TMD, rasa kekakuan atau
kelelakan otot-otot pengunyahan.
Ai 2 : gejala subjektif utama : kesulitan dalam mebuka mulut lebar,
pergerakan yang menyakitkan, nyeri pada daerah wajah.
2) Dysfunction Index (Di), indeks klinis TMD. Mempertimbangkan data
dari pemeriksaan fungsional dilengkapi dengan analisis axiographic
(cardiax) pasien ditetapkan ke salah satu kelompok : baik itu disfungsi
asimptomatik atau ringan, sedang, atau berat. (tabel 2).
Analisis statistik hasil disusul. Uji chi-square digunakan untu menguji
signifikansi statistik dari perbedaan dalam jumlah pengamatan antara

kelompok-kelompok (dinyatakan dalam persentase). Tingkat yang diasumsikan


signifikan adalah p 0.05.
3. Hasil
Secara total, 60 subjek dengan edentulism partial dan 20 subjek dalam
kelompok kontrol (lengkung gigi penuh) diperiksa. Hasil keseluruhan dapat
dilihat pada tabel 3. 18 subjek yang hanya kehilangan molar (kelompok IIa). 24
subjek yang kehilangan molar dan premolar kedua (kelompok IIb). 18 subjek
yang kehilangan molar dan premolar pada sisi tertentu dari lengkung gigi.
Prevalensi TMD secara statistik lebih tinggi pada kelompok penelitian
(87%, 52 orang) dibandingkan dengan kelompok kontrol (70%, 14 orang). 65%
dari keseluruhan kelompok penelitian menderita bruxism ( kebiasaan
menggertakkan atau grinding gigi) dalam fase aktif. Tidak ada gejala klinis dari
gangguan TMJ pada pasien dengan edentulism ditemukan hanya delapan kasus
(13%). Persentase distribusi keparahan disfungsi (Helkimos Di) dapat dilihat
pada Di.
Sebuah korelasi antara rentang edentulisn partial dan keparahan gejala
TMD telah diuji. Perbedaan yang signifikan antara kelompok diamati. Analisis
statistik mengungkapkan dominansi disfungsi berat pada kelompok IIC (33%)
dan prevalensinya menurun pada kelompok : IIb (17%), IIa(11%), I (10%). Apa
yang terlihat, 4 dari 6 pasien dari kelompok IIc dengan TMD berat (Di3), juga
memiliki abrasi lanjutan dari gigi sisa (skala Broc III atau IV).
Analisis pemeriksaan subjektif pasien gejala TMD (Anamnesitic IndexAi) menunjukkan tidak ada perbedaan besar dibandingkan dengan hasil analisis
index disfungsi. Sebuah perbedaan kuantitatif yang signifikan tentang Ai 0
(tidak ada keluhan subjektif) antara kelompok kontrol (50%, 10 orang) dan
kelompok IIc (17%, 3 orang) diamati. Namun, dalam kelompok IIb sebuah
perbedaan antara keluhan subjektif pasien (Ai 2; 4%) dan keparahan diagnosa
TMD (Di 3; 17%) sudah diketahui. Hal ini mungkin karena ketidaksadaran
pasien akan penyakit sistem stogmatognasi.
Dalam pemeriksaan axiographic (cardiax compact II) kelompok
penelitian jalur condylar yang berkurang tercatat pada 18 orang (30%),
diperpanjang pada 13 orang (22%), sedangkan lintasan yang benar (menengah)
pada 29 subjek (48%). Membandingkannya dengan kelompok kontrol,
persentase yang relatif tinggi ditemukan pasien dengan rentang gerak yang
benar, yaitu 75% (15%). Tidak ada hubungan langsung antara rentang
edentulism partial dan pengurangan jalur condylar yang ditemukan, namun
persentase tertinggi dari mereka dengan mengurangi (disfungsi) jalur condylar
ditemukan pada kelompok IIC dan IIb 33% dari setiap kelompok (gambar 5).
Kelompok kontrol (lengkung gigi penuh) memiliki, statistik, persentase
terendah pasien dengan jalur condylar yang disfungsional : 10% menyajikan
peningkatan jalur condylar dan 15% menyajikan pembatasan.

Dengan mempertimbangkan abrasi gigi sisa sebuah korelasi antara abrasi


dan kemajuan edentulism partial diamati. Analisis statistik mengungkapkan
dominasi yang signifikan dari abrasi gigi derajat III dan IV pada kelompok IIc,
dengan jumlah total 11 subjek, 60% dari kelompok (gambar 6). Telah diamati
bahwa abrasi gigi derajat IV berkisar dari persentase terendah pada kelompok
kontrol (10%) ke level tertinggi pada kelompok IIc (27%). Secara umum,
kemajuan abrasi sebanding dengan kisaran edentulism partial di bagian lateral.
4. pembahasan
Korelasi antara intensitas gangguan temporomandibular dan kehilangan
gigi telah sering diperdebatkan. Umumnya diakui faktor penentu disfungsi TMJ
adalah otot, oklusal, dan psikogenik dan karena faktor oklusal seperti
edentulism diketahui, dalam keadaan kondusif, salah satu stimulan utama
patologi dalam TMJ.
Penelitian kami mengungkapkan sebuah hubungan yang jelas antara
beberapa gejala TMD dan berbagai edentulism partial antara pasien dari
kelompok IIa,IIb, dan IIc. Hal ini dapat diamati bahwa rentang yang lebih luas
itu, semakin parah gejalanya seperti nyeri otot atau TMJ atau abrasi gigi. Secara
umum, pevalensi yang lebih tinggi dari TMD pada pasien dengan edentulism
partial (87%) dibandingkan pada mereka dengan lengkung gigi penuh (70%)
diamati.
Yang menarik, komplikasi gejala yang paling sering antara pasien dari
kelompok IIc dengan disfungsi berat juga termasuk abrasi gigi lanjutan. Hal ini
dapat membuktikan fakta bahwa abrasi lanjutan gigi sisa dapat mempercepat
gangguan TMJ. Penelitian yang serupa telah dilakukan, yang membuktikan
bahwa dislokasi condilus, akibat hilangnya dukungan pada gigi lateral dan
abrasi gigi anterior, dari sentris untuk posisi posterior dan superior, dapat
menghasilkan disfungsi TMJ karena tekanan yang diberikan pada bagian
posterior dari disk artikular.
Hal ini dapat menyebabkan gejala nyeri disekitar sendi
temporomandibular serta pembatasan pergerakan condilus artikular, karena
kompleks yang melibatkan condilus, disk, dan kedudukan artikular secara
fungsional telah terganggu. Dalam penelitian kami, pembatasan pergerakkan
mandibula, menurut temua evaluasi axiographic, dapat diamati pada pasien dari
setiap kelompok termasuk kontrol, namun paling sering antara pasien dengan
kurangnya dukungan oklusal terbesar (kelompok IIb dan IIc).
Memperhitungkan pasien antara hasil dari indeks disfungsi (Di) dan
anamnesis (Ai) dapat ditarik kesimpulan penting. Secara umum, sebuah
kemiripan antara gelaja subjektif dan temuan klinis objektif dapat diamati,
namun beberapa penyimpangan juga terlihat. Pasien dari kelompok IIb
melaporkan gejala TMD yang jarang daripada yang benar-benar diamati pada
evaluasi klinis. Ketidakkonsistenan ini mungkin hasil dari pasien tidak
mengasosiasikan gejala seperti pembatasan pembukaan mulut atau nyeri pada

daerah wajah dengan TMD. Okeson menyebut gejala ini subklinis dan
membuktikan bahwa masalah TMD masih diremehkan oleh banyak pasien dan
juga dokter.
Penelitian serupa menyelidiki masalah ketergantungan antara fungsi
sistem stogmatognasi dan jumlah unit oklusal (gigi dari lengkung yang
berlawanan dalam kontak satu sama lain) telah dilakukan selama lebih dari
belasan tahun. Satu penelitian tertentu, yang dilakukan oleh Kayser et al,
menilai dampak edentulism partial pada fungsi TMJ dengan tiga parameter :
nyeri di daerah persendian dan otot, gejala akustik dan mobilitas mandibular
yang terbatas. Para peneliti menyimpulkan bahwa adalah mungkin untuk sistem
stogmatognasi untuk menyesuaikan diri dengan edentulism partial, setelah
setidaknya empat unit oklusal simetris didistribusikan ada. Pada saat yang sama,
bagaimanapun, ketiadaan total unilateral atau bilateral dari zona pendukung
oklusal sangat meningkatkan resiko pengembangan gejala disfungsi TMJ.
Satu penelitian yang lebih baru telah menemukan hubungan antara tidak
adanya gigi posterior (molar dan premolar) dan setiap dislokasi disk artikular
tunggal yang terlihat pada MRI mengganggu fungsi yang sebenarnya pada
sendi. Sementara tidak pasti apakah menggantikan gigi yang hilanh akan
menghilangkan disfungsi TMJ, kurangnya gigi di zona lateral yang diragukan
mempercepat perkembangan lesi degeneratif pada sendi. Salah satu faktor
penting yang memiliki dampak dalam memicu gejala TMD atau membuat
mereka lebih akut adalah parafunctions, khususnya, bruxism. Banyak penulis
menunjukkan hubungan erat antara bruxism dan perkembangan kondisi TMJ.
Bruxism yang tidak diobati dapat mengintensifkan abrasi pada gigi sisa. Hal ini
dapat diasumsikan bahwa bruxism yang tidak diobati pada pasien dengan
edentulism partial dapat mempercepat bahkan mengadaptasi perubahan oklusi
(edentulism partial) dan topography TMJ (dislokasi posterior condilus). Dalam
penelitian kami, kebiasaan menggertakkan atau grinding gigi diamati pada
sebagian besar kasus (65%).
5. kesimpulan
Sebagai kesimpulan, hal itu mungkin untuk mengamati beberapa korelasi
antara kemajuan disfungsi TMJ, tingkat edentulism partial dan abrasi dari gigi
sisa. Sebagai analisis termasuk sejumlah kecil subjek, bagaimanapun, perlu
untuk melanjutkan penelitian untuk mengkonfirmasikan temuan tersebut.
Pandangan yang berbeda mengenai dampak edentulism partial dalam memicu
dan intensifikasi disfungsi TMJ membuat kebutuhan untuk memperlakukan
setiap kasus tunggal secara individual, sehingga perawatan prosthetic dapat
diperkenalkan pada saat yang tepat. Untuk mengenali dengan benar apakah
seorang pasien dentante sebagian juga memiliki analisis fungsional rinci TMD
dari sistem stogmatognasi yang dibutuhkan, sering didukung oleh analisis
biomekanik TMJ yang dilakukan dengan axiograph tersebut.

Anda mungkin juga menyukai