Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Asian Free Trade Area (AFTA) merupakan perjanjian yang dibuat oleh persatuan
negara-negara ASEAN khususnya di enam negara ASEAN yaitu Brunei Darussalam,
Filipina, Thailand, Singapura, Indonesia, dan Malaysia. Selain enam negara di atas,
Vietnam mulai ikut bergabung pada tahun 2006, Laos dan Myanmar pada tahun 2008,
serta Kamboja pada tahun 2010. Jepang, Korea Selatan, China, India, dan Selandia Baru
merupakan negara yang terlibat dalam perjanjian bilateral yang mengikutsertakan
negaranya dalam perjanjian AFTA. Tujuan AFTA adalah menjadikan kawasan ASEAN
sebagai tempat produksi yang kompetitif, sehingga produk dari negara ASEAN memiliki
daya saing yang kuat di pasar global. Berdasarkan konferensi terakhir, AFTA 2015
melibatkan hampir seluruh sektor seperti sektor kesehatan dan perdagangan1. AFTA 2015
memiliki dampak dalam bidang tersebut, yaitu semakin dipermudahnya transfer
pembaharuan ilmu kesehatan salah satunya dalam pemanfaatan obat herbal dan
dipermudahnya ekspor-impor barang. Barang yang diekspor dapat berupa barang yang
terdapat di Indonesia maupun yang tidak terdapat di Indonesia.
Chamomile merupakan tumbuhan yang tidak dapat dijumpai di Indonesia.
Chamomile termasuk dalam famili Asteraceae (Compositae). Chamomile memiliki dua
jenis spesies, yaitu German Chamomile (Matricaria recutita) dan Roman Chamomile
(Anthemis nobilis) yang berkhasiat bagi kesehatan. Kedua Chamomile ini dapat tumbuh
di Inggris, Eropa, Amerika Selatan, Amerika Serikat, serta di negara Asia empat musim
seperti Jepang dan Korea Selatan2. German Chamomile memiliki kandungan aktif lebih
banyak dibandingkan dengan Roman Chamomile, sehingga penulis akan membahas
German Chamomile lebih lanjut dalam karya tulis ini.
German Chamomile berperan penting dalam mengurangi inflamasi, yaitu inflamasi
pada gingiva (gingivitis). Gingivitis adalah suatu keadaan patologis pada gingiva yang
ditandai dengan adanya inflamasi. Penyakit ini sering terabaikan oleh masyarakat seluruh
dunia, khususnya Indonesia. Hal ini terlihat dari

tingginya prevalensi gingivitis.

Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) menyatakan bahwa prevalensi gingivitis di


seluruh dunia adalah 75-90%. Penelitian oleh Morgan (1990) sit. Corbet dkk. (2002)

menunjukan 57% dari 299 remaja berusia 15 tahun di Jakarta menderita gingivitis. Selain
itu, Pilot dkk. (1989) sit. Corbet dkk. (2002) melaporkan bahwa 77% dari 395 sampel
remaja berusia 18 tahun di Bali dan Kalimantan menderita gingivitis3.
Gingivitis sering dikatikan dengan metode dan kebiasaan menyikat gigi yang salah,
sehingga memudahkan akumulasi pada plak pada gigi. Perilaku menyikat gigi masyarakat
Indonesia dapat dilihat dari hasil Riskesdas 2013 yang bertujuan untuk mengetahui
kebiasaan dan waktu menyikat gigi. Definisi berperilaku benar dalam menyikat gigi
adalah kebiasaan menyikat gigi setiap hari sesudah makan pagi dan sebelum tidur malam.
Proporsi penduduk umur 10 tahun sebagian besar (93,8%) menyikat gigi setiap hari.
Provinsi dengan proporsi tertinggi adalah DKI Jakarta (98,1%) dan terendah adalah
Papua (49,6%). Sebagian besar penduduk menyikat gigi pada saat mandi sore, yaitu
sebesar 79,7% dengan urutan tertinggi pada provinsi Bengkulu sebesar 94,2%, dan urutan
terendah pada provinsi Sulawesi Selatan sebesar 43,2%. Kebiasaan yang keliru ini hampir
merata tinggi di seluruh kelompok umur. Kebiasaan penduduk Indonesia menyikat gigi
dengan benar hanya 2,3% dengan provinsi tertinggi adalah Sulawesi Barat (8,0%)4.
Kontrol plak secara efektif adalah dasar dari pencegahan dan pengobatan pada
hampir semua keadaan inflamasi di jaringan periodontal (Hoag dan Pawlak, 1990).
Metode kontrol plak dapat dibedakan menjadi dua, yaitu metode kontrol plak mekanik
dan kimiawi. Metode kontrol plak mekanik, yaitu proses penyikatan gigi dengan benar
dan penggunaan benang gigi. Sedangkan metode kontrol plak kimiawi, yaitu pemakaian
obat kumur. Obat kumur Chlorhexidine merupakan obat kumur yang paling banyak
digunakan. Secara luas obat kumur ini memiliki kandungan kimia yang dibuktikan dapat
mengontrol pertumbuhan plak. Namun, obat kumur Chlorhexidine memiliki efek
samping seperti pewarnaan pada gigi, perubahan sensasi rasa, dan deskuamasi pada
mukosa mulut serta menimbulkan rasa tidak nyaman saat penggunaannya 5,6.
Saat ini, pemanfaatan herbal memiliki daya tarik tersendiri dalam bidang kesehatan.
Berbagai obat herbal sudah banyak memberikan kontribusi dalam bidang kesehatan, salah
satunya manfaat obat herbal sebagai penghambat akumulasi plak pada gigi. Penelitian
yang dilakukan oleh Rezza Paurobbas, dkk pada tahun 2005, memberikan hasil bahwa
German Chamomile sangat efektif dalam menurunkan indeks plak dan indeks gingiva.
Pada penelitian tersebut, German Chamomile dapat mereduksi indeks gingiva sebesar
0,317.

German Chamomile memiliki kandungan biologik aktif, yaitu terpenoid, flavonoid,


coumarin, sphiroether, dan kandungan lainnya. German Chamomile memiliki khasiat
terapeutik sebagai antiinflamasi dan antimikroba. Flavonoid terdiri dari apigenin,
luteolin, dan quercetin yang berperan dalam proses antiinflamasi. Terpenoid terdiri dari
-bisabolol, -bisabolol oxide A dan -bisabolol oxide B, chamazulene, dan
sesquiterpenes. -bisabolol memiliki daya perlawanan yang tinggi terhadap bakteri gram
positif dan negatif serta chamazulene juga memiliki aktivitas antimikroba yang tinggi 2.
Oleh karena khasiat German Chamomile sangat bermanfaat untuk kesehatan, German
Chamomile tidak hanya dapat dikemas dalam bentuk obat kumur dan pasta gigi,
melainkan dapat dikemas dalam bentuk teh yang dapat dikonsumsi sehari-hari.
Obat herbal kini dapat menjadi alternatif dalam pengobatan penyakit rongga mulut
dan sangat mudah didapatkan jika dikemas dalam bentuk teh. Keuntungan obat herbal
adalah mempunyai efek sinergetik di dalam tubuh yang saling berinteraksi secara
mekanik dengan molekul-molekul dalam tubuh serta memiliki efek samping yang
minimum bagi tubuh. Maka, obat herbal dapat menjadi pilihan bagi masyarakat yang
menyukai produk alami5.
1.2. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pembentukan plak gigi sebagai etiologi utama dalam gingivitis?
2. Bagaimana metode kontrol plak gigi?
3. Bagaimana mekanisme German Chamomile dalam mengurangi inflamasi
gingiva?
1.3. Tujuan dan Manfaat
1. Mengetahui proses pembentukan plak gigi sebagai etiologi utama dalam
gingivitis.
2. Mengetahui metode kontrol plak gigi.
3. Mengetahui mekanisme German Chamomile dalam mengurangi inflamasi
gingiva.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pembentukan Plak Gigi sebagai Etiologi Gingivitis
Plak gigi merupakan deposit lunak yang melekat erat pada permukaan gigi, terdiri
atas mikroorganisme yang berkembang biak dalam suatu matriks interseluler. Jika
diwarnai dengan disclosing solution, maka plak gigi akan terlihat sebagai suatu
permukaan tipis yang warnanya lebih kontras. Plak gigi hanya akan hilang jika
dibersihkan secara mekanis seperti menyikat gigi. Proses pembentukan plak itu sendiri
terdiri atas dua tahap. Tahap pertama adalah pembentukan lapisan acquired pelicle dan
tahap kedua adalah proliferasi bakteri.
Pada tahap pertama, setelah aquired pelicle terbentuk, bakteri mulai berproliferasi
dengan pembentukan matriks interbakterial yang terdiri atas polisakarida ekstraseluler.
Bakteri yang hanya dapat membentuk polisakarida ekstraseluler dapat tumbuh pada tahap
pertama ini, yaitu Streptococcus mutans, Streptococus bovis, Streptococcus sanguins, dan
Streptococcus salivarius. Dalam dua puluh empat jam pertama, terbentuk lapisan plak
yang mengandung bakteri jenis coccus dan basillus serta bersifat fakultatif aerob.

Perkembangbiakan bakteri membuat lapisan plak menjadi lebih tebal dan bakteri dalam
plak berubah sifat menjadi anaerob.
Setelah kolonisasi pertama oleh Streptococcus, berbagai jenis mikroorganisme lain
memasuki plak, hal ini dikenal dengan phenomena of succesion. Dengan
bertambahnya umur plak, terjadi pergeseran bakteri di dalam plak. Menurut Cresse,
keadaan ini dapat terjadi karena berkurangnya jumlah makanan di dalam plak, sehingga
terjadi kompetisi antarbakteri serta terdapatnya gas-gas sebagai hasil metabolisme bakteri
yang bersifat toksik bagi bakteri. Hal ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri.
Pada tahap kedua, jika kebersihan mulut diabaikan, 2-4 hari coccus gram negatif dan
basillus akan bertambah jumlahnya (dari 7% menjadi 30%), dengan 15% diantara
basillus yang bersifat anaerob. Pada hari kelima, Fusobacterium, Actinomyces, dan
Veilonella yang aerob akan bertambah jumlahnya. Selanjutnya, pematangan plak pada
hari ketujuh ditandai dengan munculnya bakteri jenis Spirochaeta dan Vibrio. Pada hari
ke dua puluh delapan dan dua puluh sembilan, Streptococcus akan berkurang jumlahnya.
Jadi, akumulasi plak yang tidak ditangani disertai dengan oral hygiene yang buruk
merupakan etiologi utama gingivitis8,9.
2.2. Metode Kontrol Plak
Metode kontrol plak secara mekanik dapat dilakukan dengan menyikat gigi baik
manual maupun elektrik, menggunakan benang gigi, dan menggunakan sikatinterdental
(Malhotra, 2011). Metode ini mempunyai potensi untuk menjaga kebersihan rongga
mulut secara adekuat namun tidak bekerja secara akurat seperti yang diharapkan. Hal ini
terjadi karena tidak semua plak pada area rongga mulut terbersihkan oleh sikat gigi
(Somu, 2012). Sikat gigi hanya mampu menghilangkan 20% plak pada permukaan gigi
(Darby, 2007)3.
Metode kontrol plak secara kimiawi menggunakan obat kumur dapat menutupi
keterbatasan dalam menghilangkan plak dipermukaan gigi yang dilakukan secara
mekanik. Obat kumur merupakan larutan yang dikumurkan dalam rongga mulut,
kemudian dibuang untuk membersihkan sisa-sisa makanan pada daerah gigi yang tidak
terjangkau oleh sikat gigi. Berkumur dengan obat kumur dapat mengurangi pembentukan
plak dan mengurangi inflamasi pada gingiva, akan tetapi obat kumur terkadang dapat
menimbulkan perasaan tidak nyaman saat pemakaiannya 7. Obat kumur dapat digantikan
dengan alternatif lain seperti teh yang mengandung German Chamomile. Teh ini dapat
dijadikan sebagai obat herbal yang khasiatnya sama seperti obat kumur3,5,6.

2.3. Mekanisme German Chamomile dalam Mengurangi Inflamasi Gingiva


2.3.1. Klasifikasi German Chamomile
German Chamomile (Matricaria recutita) merupakan kelompok famili
Asteraceae (Compositae) yang dapat hidup di Inggris, Eropa, Amerika Selatan,
Amerika Serikat, dan negara-negara Asia empat musim seperti Jepang dan Korea
Selatan. German Chamomile berupa bunga yang beraroma apel-nanas, memiliki
permukaan yang lembut, dengan mahkota bunga berwarna kuning dikelilingi kelopak
bunga berwarna putih sampai cream. Bunga ini berdiameter 1 inch dan tinggi 1 m
serta memiliki daun-daun yang bercabang di batangnya 2.
2.3.2. Kandungan aktif German Chamomile
a. Terpenoid
Terpenoid terdiri dari -bisabolol, -bisabolol oxide A dan -bisabolol
oxide B, chamazulene, sesquiterpenes yang memiliki fungsi sebagai proteksi
terhadap

ulser,

antiinflamasi,

antibakteri,

antipiretik,

dan

antifungal.

Chamazulene menghambat sintesis leukotrien dalam neutrofil granulosit dan


memiliki efek antioksidan serta -bisabolol memiliki kemampuan untuk
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan gram negatif.
b. Flavonoid
Flavonoid terdiri dari apigenin, luteolin, quercetin yang memiliki fungsi
sebagai antiinflamasi, antispasmodic, dan antibakteri. Apigenin menghambat
adhesi molekul leukosit terhadap permukaan sel endotel serta menghambat IL1- yang menginduksi sistesis prostaglandin dan TNF- yang menginduksi
produksi IL-6 dan IL-8.
c. Coumarin
Coumarin terdiri dari umbelliferone yang memiliki fungsi sebagai
antispasmodic, antibakterial, dan antifungal.
d. Spiroether
Spiroether terdiri dari en-yn dicycloether yang berfungsi sebagai
spasmolitik, antifungal, dan antiinflamasi. Spiroether memiliki kemampuan
untuk menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif tetapi kurang efektif
dalam menghambat pertumbuhan bakteri gram positif.
e. Kandungan lain
Kandungan lain seperti asam anthemic, choline, tannin, polisakarida2.

2.3.3. Mekanisme kerja German Chamomile

Saat terjadi luka atau trauma pada sel, maka akan terjadi gangguan pada
membran

sel-fosfolipid.

Fosfolipid

mengaktifkan

enzim

fosfolipase

yang

menghasilkan asam arakidonat. Asam ini mengaktifkan dua enzim, yaitu enzim
lipoksigenase dan siklooksigenase yang masing-masing menghasilkan dua mediator
inflamasi yang berbeda. Enzim lipoksigenase menghasilkan mediator inflamasi, yaitu
leukotrien.Sedangkan enzim siklooksigenase menghasilkan mediator inflamasi, yaitu
prostaglandin (PGE2, PGD2, PGF2), tromboksan A2, dan prostasiklin.
Mekanisme kerja German Chamomile mirip dengan mekanisme kerja OAINS
(Obat Anti Inflamasi Non Steroid). Pada proses inflamasi, terjadi induksi aktivitas
enzim siklooksigenase-2 (KOKS-2) yang menghasilkan mediator inflamasi seperti
PGE2. Golongan OAINS menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi
asam arakidonat menjadi PGG2 terganggu. Mekanisme OAINS adalah menghambat
sintesis prostaglandin yang dihasilkan oleh KOKS-211.

Trauma/luka pada sel


Gangguan pada membran sel
Fosfolipid
Enzim
fosoflipase

Dihambat
kortikosteroid
Asam arakidonat

Enzim lipooksigenase

Enzim siklooksigenase
Dihambat
OAINS

Hidroperoksid

Endoperoksid
PGG2/PGH

Leukotrien
PGE2,
PGF2,
PGD2

Prostasiklin

Tromboksan
A2

(Gambar 1. Biosintesis Prostaglandin)

BAB III
METODOLOGI
3.1. Teknik Pengumpulan Data
Penulisan karya tulis ini dilakukan dengan menggunakan penulisan pendekatan
kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam karya tulis ini menggunakan
metode studi dokumenter. Metode ini merupakan suatu teknik pengumpulan data
dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik dokumen
tertulis, gambar maupun elektronik. Dokumen bersumber dari hal-hal atau
variabel yang berupa jurnal dan buku teks selama sepuluh tahun terakhir.
Dokumen yang telah diperoleh kemudian diurai (dianalisis), dibandingkan,

dan dipadukan (sintesis) membentuk satu hasil kajian yang sistematis, padu
dan utuh.
3.2. Teknik Pengolahan Data
Teknik pengolahan data bersifat kualitatif yang tidak memerlukan
perhitungan secara matematis. Agar data dapat dikelompokkan dengan baik,
perlu dilakukan kegiatan awal, yaitu :
a. Editing, yaitu proses memeriksa data yang sudah terkumpul, meliputi
kelengkapan isian, keterbacaan tulisan, kejelasan jawaban, relevansi
jawaban, keseragaman satuan data yang digunakan, dsb.
b. Coding, yaitu kegiatan memberikan kode pada setiap data yang
terkumpul di setiap instrumen penelitian. Kegiatan ini bertujuan untuk
memudahkan dalam penganalisisan dan penafsiran data.
c. Tabulating, yaitu memasukkan data yang sudah dikelompokkan ke dalam
tabel-tabel agar mudah dipahami.

BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
4.1. Analisis
Perilaku menyikat gigi masyarakat Indonesia dapat dilihat dari hasil Riskesdas 2013
yang bertujuan untuk mengetahui kebiasaan dan waktu menyikat gigi. Definisi
berperilaku benar dalam menyikat gigi adalah kebiasaan menyikat gigi setiap hari
sesudah makan pagi dan sebelum tidur malam. Proporsi penduduk umur 10 tahun
sebagian besar (93,8%) menyikat gigi setiap hari. Provinsi dengan proporsi tertinggi
adalah DKI Jakarta (98,1%) dan terendah adalah Papua (49,6%). Sebagian besar
penduduk menyikat gigi pada saat mandi sore, yaitu sebesar 79,7% dengan urutan
tertinggi pada provinsi Bengkulu sebesar 94,2%, dan urutan terendah pada provinsi
Sulawesi Selatan sebesar 43,2%. Kebiasaan yang keliru ini hampir merata tinggi di
seluruh kelompok umur. Sebagian besar penduduk menyikat gigi setiap hari saat mandi
pagi atau mandi sore. Kebiasaan benar menyikat gigi penduduk Indonesia hanya 2,3%,

Provinsi tertinggi untuk perilaku menyikat gigi dengan benar adalah Sulawesi Barat yaitu
8,0%.
Jika metode penyikatan gigi tidak benar, maka semakin tidak efektif pola
pembersihan rongga mulut dan memudahkan terbentuknya plak. Plak merupakan etiologi
utama dalam proses inflamasi pada gingiva (gingivitis). Plak dapat dicegah atau
dihilangkan dengan menggunakan obat kumur, akan tetapi obat kumur dapat
menimbulkan perasaan tidak nyaman. Oleh karena itu, khasiat obat kumur dapat
diperoleh dari teh yang mengandung German Chamomile. German Chamomile
merupakan salah satu solusi yang baik untuk mengurangi inflamasi pada gingiva.
4.2. Sintesis
Menurut WHO (2000), pengobatan tradisional adalah jumlah total pengetahuan,
keterampilan, dan praktek-praktek yang berdasarkan pada teori-teori, keyakinan, dan
pengalaman masyarakat yang mempunyai adat budaya yang berbeda, baik dijelaskan atau
tidak, digunakan dalam pemeliharaan kesehatan serta dalam pencegahan, diagnosa,
perbaikan atau pengobatan penyakit secara fisik dan juga mental.
Menurut Asmino (1995), pengobatan tradisional ini terbagi menjadi dua yaitu cara
penyembuhan tradisional atau traditional healing yang terdiri daripada pijatan, kompres,
akupuntur dan sebagainya serta obat tradisional atau traditional drugs yaitu menggunakan
bahan-bahan yang telah tersedia dari alam sebagai obat untuk menyembuhkan penyakit.
Obat tradisional ini terdiri dari tiga jenis yaitu pertama dari sumber nabati yang diambil
dari bagian-bagian tumbuhan seperti buah, daun, kulit batang dan sebagainya. Kedua,
obat yang diambil dari sumber hewani seperti bagian kelenjar-kelenjar, tulang-tulang
maupun dagingnya dan yang ketiga adalah dari sumber mineral atau garam-garam yang
bisa didapatkan dari mata air yang keluar dari tanah contohnya, air mata air zam-zam
yang terletak di Mekah Mukarramah.
Salah satu obat herbal yang berasal dari sumber nabati adalah teh German
Chamomile. German Chamomile sudah banyak digunakan sebagai alternatif pengobatan
karena memiliki khasiat yang sangat bermanfaat bagi tubuh. German Chamomile
memiliki kandungan aktif biologik yang dapat menghambat sintesis prostaglandin pada
proses inflamasi, termasuk inflamasi pada gingiva. Teh ini sudah banyak dikonsumsi oleh
masyarakat di beberapa negara maju. Maka, masyarakat Indonesia dapat memilih teh
German Chamomile sebagai alternatif pengganti obat kumur dalam mengurangi inflamasi
pada gingiva.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Plak gigi merupakan etiologi utama dalam proses inflamasi pada gingiva. Inflamasi
pada gingiva dapat dikurangi dengan menggunakan obat kumur. Namun, dalam
pemakaiannya obat kumur sering menimbulkan rasa tidak nyaman. Maka, teh German
Chamomile dapat menjadi alternatif pengganti obat kumur dalam mengurangi inflamasi
pada gingiva.
5.2. Saran
Masyarakat diharapkan dapat memanfaatkan produk-produk alami yang berkhasiat
bagi kesehatan.

KEPUSTAKAAN
1. Bambang Sugeng, How AFTA Are You?: A Question to Enterpreneurs Who Act
Locally ButThink Globally, hal.22.
2. Gardiner, Paula. Desember 199. Chamomile (Matricaria recutita, Anthemis nobilis).
The Longwood Herbal Task Force and The Center for Holistic Pediatric Education and
Research. www.mcp.edu/herbal/default.htm (diakses pada tanggal 28 Februari
2015).
3. http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/6063/BAB
%201%20-%20VII.docx?sequence=1 (diakses pada tanggal 1 Maret 2015).

4. Hasil Riskesdas 2013. Kesehatan Gigi dan Mulut, Cara Menyikat Gigi.
5. Luzia, Ana, dkk. 2013. Clinical Efficacy Analysis of the Mouth Rinsing with
Pomegranate and Chamomile Plant Extract in the Gingival Bleeding Reduction.
Complementary Therapies in Clinical Practice. www.elsevier.com/locate/ctcp
(diakses pada tanggal 28 Februari 2015).
6. Ananthathavam, Kopiga, dkk. Januari 2013. Treating Periodontitis with the Use of
Essential Oil and Herbs. IOSR Journal of Pharmacy. Volume 4, Issue 1.
www.iosrphr.org (diakses pada tanggal 1 Maret 2015).
7. Pourabbas, Rezza, dkk. Februari 2005. The Effect of German Chamomile Mouthwah

on Dental Plaque and Gingival Inflammation. Irian Journal of Pharmaceutical


Reasearch.
8. Putri Hiranya, Megananda. 2012. Ilmu Pencegahan Penyakit Jaringan Keras dan
Jaringan Pendukung Gigi. Jakarta: EGC.
9. http://etd.ugm.ac.id/index.php?
mod=download&sub=DownloadFile&xact=view&typ=html&file=285880.p

df&ftyp=potongan&tahun=2013&potongan=S1-2013-28580-chapter1.pdf
(diakses pada tanggal 28 Februari 2015).

10. Carranza FA. 2005. Clinical Periodontology 9th edition. Philadelphia: WB. Saunders.
11. Departemen Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Indonesia. 2007.
Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FK UI Press.

Anda mungkin juga menyukai