Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PRAKTIKUM

SPEKTOFOROMETRI ULTRAVIOLET
Pembimbing: Dra. Dewi Widyabudiningsih, MT

Oleh
Abdul Kholik

: 141411001

Aldi Muhamad R.

: 141411002

Arif Imanuddin

: 141411003

Kelas 1A

Tanggal Praktikum

: 16 April 2015

Tanggal Penyerahan Laporan : 23 April 2015

PROGRAM STUDI D3-TEKNIK KIMIA


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2015

A.

TUJUAN PRAKTIKUM

Setelah melakukan praktikum ini diharapkan mahasiswa mampu


1. Mengoperasikan spektrofotometer UV-1700 Shimadzu dengan benar
2. Menentukan panjang gelombang maksimum
3. Menentukan kadar kafein dalam sampel dengan menggunakan kurva kalibrasi

B.

LANDASAN TEORI
Spektofotometri UV adalah salah satu metode dalam kimia analisis yang

digunakan untuk menentukan komposisi sampel baik secara kuantitatif maupun kualitatif
berdasarkan serapan cahaya ultraviolet (panjang gelombang: 180 380 nm) oleh suatu
senyawa (Seran, 2011). Serapan cahaya UV mengakibatkan transisi elektronik, yaitu
promosi elektron-elektron dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital
keadaan tereksitasi berenergi lebih tinggi. Panjang gelombang cahaya UV bergantung pada
mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak energi
untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang lebih pendek.
Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada panjang gelombang
yang lebih panjang (HIMKA, 2014). Zat yang dapat dianalisis menggunakan
spektrofotometri UV adalah zat dalam bentuk larutan dan zat tersebut tidak tampak
berwarna. Jika zat tersebut berwarna maka perlu direaksikan dengan reagen tertentu
sehingga dihasilkan suatu larutan tidak berwarna (Seran, 2011).
Hukum dasar dari spektofotometri diterangkan oleh Lambert dan Beer. Lambert
menjelaskan bahwa serapan cahaya merupakan fungsi ketebalan medium, sedangkan Beer
menjelaskan bahwa serapan cahaya sebagai fungsi konsentrasi larutan yang bersangkutan.

A= a . b . c atau A = . b . c
dimana:
A = absorbansi
b = ketebalan medium
c = konsentrasi larutan yang diukur
= tetapan absorptivitas molar (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam molar)
a = tetapan absorptivitas (jika konsentrasi larutan yang diukur dalam ppm).
Kafeina atau lebih populernya kafein adalah suatu senyawa organik yang
merupakan jenis alkaloid yang secara alamiah terdapat dalam biji kopi, daun teh, daun
mete, biji kola, biji coklat dan beberapa minuman penyegar. Kafein memiliki berat
molekul 194,19 gram/mol. Dengan rumus kimia C8H10N4O2 dan pH 6,9 (larutan kafein 1 %
dalam air) (Kafeina, 2015). Bila tidak mengandung air, kafein meleleh pada suhu 234 0C
2390C dan menyublim pada suhu yang lebih rendah. Kafein mudah larut dalam air panas
dan kloroform, tetapi sedikit larut dalam air dingin dan alkohol (Abraham, dalam HIMKA,
2014). Stuktur kimia dari kafein:

C.

ALAT DAN BAHAN

Alat
Bahan
1. Spektofotometri UV-1700 Shimadzu
1. larutan induk 100 ppm
2. Corong gelas
2. HCl 0,1 N
3. Pipet tetes (2 buah)
3. Aquades
4. Pipet ukur 5 ml
5. Pipet ukur 10 ml (2 buah)
6. Labu takar 25 ml (6 buah)
7. Gelas kimia 50 ml (3 buah)
8. Gelas kimia 100 ml
9. Gelas kimia 500 ml
10. Bola hisap (2 buah)
11. Batang pengaduk
12. Botol semprot
Tabel 1. Daftar alat dan bahan yang digunakan
D.
FLOWSHEET
1. Pembuatan Lautan Standar

2. Menyalakan Alat

3. Pengukuran Spectrum

4. Pengukuran Photometric

5. Pengukuran Quantitative

6. Pengukuran Konsentrasi Sampel

7. Mematikan Alat

E.

DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


1.
Penentuan Panjang Gelombang Maksimum
Gambar 1. Kurva penentuan panjang gelombang maksimum

Gambar 2. Absorbansi tertinggi dari larutan standar 5 ppm

Pada Gambar 1. Dapat diamati bahwa terdapat 2 puncak. Puncak ini menunjukkan
absorbansi tertinggi dari larutan standar 5 ppm. Panjang gelombang 205,2 nm (dengan
absorbansi 0,570 unit) dipilih karena absorbansi nya paling tinggi, lebih tinggi daripada
absorbansi pada panjang gelombang 272,2 nm (dengan absorbansi 0,210 unit).
2.
Larutan Induk = 100 ppm

Penentuan Kurva Kalibrasi dan Konsentrasi Sampel

Labu takar 1 Konsentrasi 1 ppm


V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 100 = 25 x 1
V1 = 0,25 ml

Labu takar 2 Konsentrasi 3 ppm


V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 100 = 25 x 3
V1 = 0,75 ml
Labu takar 3 Konsentrasi 5 ppm
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 100 = 25 x 5
V1 = 1,25 ml
Labu takar 4 Konsentrasi 7 ppm
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 100 = 25 x 7
V1 =1,75 ml
Labu takar 5 Konsentrasi 9 ppm
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 100 = 25 x 9
V1 = 2,25 ml
Labu takar 6 Konsentrasi 11 ppm
V1 x C1 = V2 x C2
V1 x 100 = 25 x 11
V1 = 2,75 ml

Panjang gelombang maksimum = 205,2 nm


No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

C (ppm)
0
1
3
5
7
9
11
Sampel 1

A (unit)
0,001
0,173
0,346
0,569
0,829
1,073
1,268
0,230

9.
Sampel 2
0,657
10.
Sampel 3
1,061
Tabel 2. Nilai absorbansi deret larutan standard an larutan sampel
Keterangan:
Absorbansi tidak memiliki satuan. Jadi, dalam tabel satuannya disebutkan dalam unit
a. Penentuan konsentrasi kafein dalam sampel dengan alat spektrofotometer UV-1700
Shimadzu
Gambar 3. Tabel yang menunjukkan absorbansi dan konsentrasi sampel (larutan
sampel 2-4)

b. Pentuan konsentrasi kafein dalam sampel menggunakan persamaan garis linier


Jika data absorbansi deret larutan standar dalam tabel 2. (nomor 1-7)
diinterpolarisasikan atau diubah bentuknya menjadi kurva, maka tampilannya akan
seperti berikut.
Kurva 1. Konsentrasi vs absorbansi deret larutan standar
1.4
f(x) = 0.11x + 0.02
R = 1

1.2
1
0.8
Absorbansi (unit)

0.6
0.4
0.2
0
0

konsentrasi (ppm)

10

11

12

Perhitungan:
Sampel 1
y
= 0.114x + 0.018
0,230 = 0.114x + 0.018
0,212
x
= 0,114
x

= 1,859 ppm

Sampel 2
y
= 0.114x + 0.018
0,657 = 0.114x + 0.018
0,639
x
= 0,114
x

= 5,605 ppm

Sampel 3
y
= 0.114x + 0.018
1,061 = 0.114x + 0.018
1,043
x
= 0,114
x

= 9,149 ppm

F.
PEMBAHASAN
1. Oleh Abdul Kholik (141411001)
Pada praktikum kali ini, yang pertama dilakukan adalah mengencerkan kafein
dari 1000 ppm menjadi 100 ppm, dalam pengenceran yang digunakan sebagai pelarut
adalah HCl 0,1 N. Kemudian yang selanjutnya dilakukan adalah membuat deretan
larutan standar kafein dengan konsentrasi 1, ,3, 5, 7, 9, dan 11 ppm dalam labu takar 25
mL. Untuk pembuatan larutan deret standar, pelarut yang digunakan adalah HCl, selain
HCl dapat melarutkan kafein, HCl juga bersifat asam sehingga dapat membuat suasana
kafein menjadi asam, kafein dibuat pada suasana asam karena pada suasana asam
panjang gelombang yang dihasilkan kafein maksimum. Panjang gelombang yang
maksimum memiliki kepekaan maksimal karena terjadi perubahan absorbansi yang
paling besar serta pada panjang gelombang maksimum bentuk kurva absorbansi
memenuhi hukum Lambert-Beer. Pada panjang gelombang maksimum pun apabila
dilakukan pengukuran ulang maka kesalahan yang disebabkan oleh pemasangan ulang
panjang gelombang akan kecils ekali, ketika digunakan panjang gelombang maksimal
(HIMKA).
Pada saat pengukuran panjang gelombang maksimum menggunakan
spektrofotometer shimadzu panjang gelombang maksimum kafein yang terukur adalah
pada panjang gelombang 205,2 nm. Untuk pengukuran pemilihan panjang gelombang
maksimum maka dipilih larutan kafein5 ppm. Dengan didapatnya panjang gelombang
maksimum sebesar 205,2 nm, maka panjang gelombang ini digunakan sebagai panjang
gelombang untuk pengukuran absorbansi larutan deret standar dan sampel. Pengukuran

kurva larutan deret standar yang digunakan pada panjang gelombang 205,2 nm
menghasilkan kurva yang memiliki regresi linier sebesar 0.997 yang artinya kurva
standar ini layak sebagai kurva standar untuk penentuan konsentrasi/kadar sampel
karena kurva yang linear. Kurva yang terbentuk adalah linear sehingga absorbansi
memiliki korelasidengan konsentrasi dan merupakan suatu fungsi.
Yang selanjutnya adalah mengetahui nilai absorbansi, dengan menggunakan
menu Quantitative. Pada konsetrasi 1 ppm, absorbansi yang diperoleh adalah 0,173;
Pada 3 ppm adalah 0,346; pada 5 ppm adalah 0,569; pada 7 ppm adalah 0,829; pada 9
ppm adalah 1,073; pada 11 ppm adalah 1,268. Kemudian yang dilakukan selanjutnya
adalah melihat tampilan kurva dari pengukuran tersebut, pembuatan kurva juga
dilakukan secara manual dan dibandinngkan dengan kurva yang otomatis dari alat.
Tujuan pembuatan kurva manual adalah untuk menentukan konsentrasi sampel
berdasarkan absorbansi yang di dapat dalam pengukuran, dan di cocokan dengan
konsentrasi hasil dari perhitungan alat. Hasil yang didapat dari kurva manual tidak
teerlalu jauh berbeda dengan hasil yang dibuat oleh alat. Hasil dari perhitungan manual
sendiri dapat dilihat pada Data Pengamatan dan Perhitungan.
2. Oleh Aldi Muhamad R. (141411002)
Pada praktikum kali ini, praktikan menentukan kadar kafein sampel
menggunakan spektrofotometer UV-1700 Shimadzu. Larutan blanko yang digunakan
adalah HCl 0,1 N. Larutan kafein 1000 ppm diencerkan menjadi larutan induk 100 ppm
dengan HCl 0,1 N sebagai pelarutnya. Larutan induk diencerkan hingga larutan kafein
memiliki konsentrasi 1, 3, 5, 7, 9, dan 11 ppm. HCl digunakan karena dapar melarutkan
kafein dan bersifat asam, sehingga dapat membuat suasana kafein menjadi asam, karena
pada suasana asam, panjang gelombang yang dihasilkan maksimum.
Media yang digunakan untuk pengukuran adalah kuvet. Sebelum proses
pengukuran dilakukan, kuvet yang dipergunakan dibilas terlebih dahulu dengan larutan
yang akan diukur, proses pembilasan dilakukan 2 kali. Setelah dibilas, larutan yang
akan diukur dimasukan secukupnya ke dalam kuvet, kuvet tidak diisi terlalu penuh,
untuk meminimalisasi larutan akan jatuh pada alat. Kuvet dilap dengan menggunakan
tisu sampai tidak air diluar permukaan kuvet, agar cahaya yang terserap oleh larutan
maksimal. Kuvet dilap dengan menggunakan tisu khusus yang memiliki serat halus
sehingga tidak merusak permukaan luar dari kuvet.

Larutan standar kafein yang digunakan adalah larutan kafein 5 ppm, larutan
tersebut digunakan untuk mengukur panjang gelombang maksimum. Panjang
gelombang maksimum yang didapatkan adalah 205,2 nm. Pada literatur panjang
gelombang maksimum kafein adalah 210 nm. Perbedaan gelombang maksimim yang
didapatkan pada praktikum dengan literatur, karena perbedaan konsentrasi zat yang
digunakan.
Alat yang di gunakan pada penentuan kadar kafein adalah spektrofotometri UV
Shimadzu yang telah menggunakan double beam yang mempunyai dua sinar yang di
bentuk oleh potongan cermin yang berbentuk V disebut pemecah sinar. Prinsipnya
adalah dengan adanya chopper yang akan membagi sinar menjadi dua. Sinar pertama
melewati larutan blangko dan sinar kedua secara serentak melewati sampel,
mencocokkan fotodetektor yang keluar menjelaskan perbandingan yang ditetapkan
secara elektronik dan di tunjukkan oleh alat pembaca. Tetapi ada juga yang single beam,
perbedaan kedua jenis spektrofotometer tersebut hanya pada pemberian cahaya, dimana
pada single beam cahaya hanya melewati satu arah sehingga nilai yang di peroleh hanya
nilai absorbansi dari larutan yang dimasukkan. Sementara pada double beam nilai
blanko dapat langsung diukur bersamaan dengan larutan yang diinginkan dalam satu
kali proses yang sama.
Untuk membuat kurva standar, maka hal dilakukan yaitu mengukur absorbansi
dan konsentrasi dimulai dari larutan yang memiliki konsentrasi rendah sampai tinggi.
Kemudian kurva dibuat, dihasilkan regrasi 0,997, artinya kurva standar ini bagus untuk
menentukan konsentrasi sampel yang nanti akan diukur. Sampel 1, 2, dan 3, masingmasing diukur absorbansinya, dan konsentrasinya pun akan didapat menggunakan alat.
Selain menggunakan alat, konsentrasi sampel dapat diketahui dengan menggunakan
kurva, dengan cara absorbansi yang diketahui ditarik garis sampai dengan garis
linearnya, titik potong tersebut ditarik ke sumbu x atau konsentrasi, sehingga
konsentrasi dapat dihasilkan. Konsentrasi juga dapat diketahu dengan persamaan garis
linear. Kurva yang praktikan buat secara manual, ada beberapa sampel yang kurang
sesuai dengan perhitungan. Hal tersebut disebabkan karena penentuan garis linier yang
kurang pas.

3. Oleh Arif Imanuddin (141411003)

Pada praktikum ini, dilakukan penentuan konsentrasi kafein dalam suatu sampel
menggunakan spektrofotometri UV-1700 Shimadzu.
Langkah pertama yang dilakukan adalah membuat larutan induk kafein 100 ppm
dari larutan kafein 1000 ppm dengan cara pengenceran, dimana HCl sebagai pelarutnya.
HCl digunakan karena kafein cenderung mudah larut dalam HCl dibandingkan dengan
aquades (air dingin). Kemudian dibuat larutan standar dengan 6 variasi konsentrasi,
yaitu 1 ppm, 3 ppm, 5 ppm, 7 ppm, 9 ppm, dan 11 ppm. Dalam pembuatan larutan
standar ini haruslah tepat dan teliti karena data absorbansi deret larutan standar ini akan
diinterpolarisasikan menjadi kurva kalibrasi, untuk penentuan konsentrasi kafein dalam
sampel (meskipun tidak menggunakan cara manual, menggunakan alat spektofotometer
UV-1700 Shimadzu, kurva kalibrasi ini juga masih dibutuhkan). Jika pada pembuatan
larutan standar terdapat kesalahan maka pada penentuan konsentrasi kafein dalam
sampel pun akan terjadi kesalahan (HIMKA POLBAN, t.t.).
Kemudian, larutan blanko (berupa HCl 0,1 N dan tidak mengandung kafein)
dimasukkan kedalam kedua kuvet dan dimasukkan ke dalam alat. Hal ini bertujuan
untuk mengatur absorbansi larutan yang tidak mengandung kafein menjadi 0 atau
semua sinar diteruskan menuju detektor sehingga % Transmitansi nya menjadi 100%.
Sehingga pada saat pengukuran, alat akan membandingkan absorbansi, baik deret
larutan standar maupun sampel, dengan larutan blanko yang memiliki absorbansi 0.
Selanjutnya, menentukan panjang gelombang maksimum atau daya serap paling
tinggi dari suatu senyawa (dalam hal ini kafein). Kegunaan mengetahui panjang
gelombang maksimum suatu senyawa adalah untuk mempermudah mengatur range
panjang gelombang yang akan digunakan. Selain itu, penentuan panjang gelombang
maksimum dilakukan untuk membuat absorpsi larutan terhadap sinar menjadi maksimal
(Rohman dalam Febrianto, 2013). Penentuan panjang gelombang maksimum dilakukan
dengan menggunakan larutan standar dengan konsentrasi kafein 5 ppm. Kuvet pada
bagian depan yang berisi blanko, isinya diganti dengan larutan dengan konsentrasi
kafein 5 ppm. Konsentrasi kafein 5 ppm digunakan untuk mencari panjang gelombang
maksimum karena konsentrasi ini berada pada bagian tengah-tengah deret larutan
standar, sehingga dianggap mewakili deret larutan standar. Setelah dilakukan
pengukuran, panjang gelombang maksimum dapat diketahui dan langsung tertera pada
alat. Pada alat penentuan panjang gelombang maksimum digambarkan pada sebuah
kurva. Pada Kurva 1. dapat diamati bahwa terdapat 2 puncak. Puncak ini menunjukkan
absorbansi tertinggi dari larutan standar 5 ppm. Panjang gelombang 205,2 nm (dengan

absorbansi 0,570 unit) dipilih karena absorbansi nya paling tinggi, lebih tinggi daripada
absorbansi pada panjang gelombang 272,2 nm (dengan absorbansi 0,210 unit). Panjang
gelombang 205,2 nm ini selanjutnya digunakan sebagai panjang gelombang untuk
pengukuran absorbansi deret larutan standar dan sampel.
Langkah selanjutnya adalah mengukur absorbansi larutan standar, 1 ppm, 3
ppm, 5 ppm, 7 ppm, 9 ppm, dan 11 ppm, dengan cara mengganti isi kuvet pada bagian
depan dengan setiap larutan standar secara bergantian. Setelah dilakukan pengukuran,
didapatkan absorbansi larutan standar secara berurutan, yaitu 0,173 unit; 0,346 unit;
0,569 unit; 0,829 unit; 1,073 unit; dan 1,268 unit. Data absorbansi ini selanjutnya
diinterpolarisasikan ke dalam bentuk kurva dan didapatkan kurva kalibrasi. Untuk
mendapatkan kurva kalibrasi dalam spektrofotometri UV-1700 Shimadzu, dilakukan
dengan menekan tombol cal.curve F1 dan akan muncul dengan otomatis. Sedangkan
jika menggunakan cara manual data absorbansi deret larutan standar dimasukkan juga
secara manual, baik dalam millimeter blok maupun dalam Ms. Excel. Jika diamati,
antara konsentrasi kafein dalam larutan standar dengan data absorbansi secara
berurutan, diketahui bahwa semakin besar konsentrasi larutan standar maka semakin
besar juga nilai absorbansi larutan tersebut. Hal ini sesuai dengan hukum Lambert-Beer
yang menyatakan bahwa absorbansi berbanding lurus dengan konsentrasi.
Dan langkah terakhir, yaitu menentukan konsentrasi kafein dalam 3 sampel yang
diuji. Hal ini dilakukan dengan cara mengganti isi kuvet bagian depan dengan larutan
sampel secara bergantian. Alat akan mengukur daya absorbansi dan konsentrasi kafein
larutan sampel tersebut pada panjang gelombang 205,2 nm. Setelah pengukuran,
diketahui bahwa ketiga sampel mengandung kafein secara berurutan 1,845 ppm; 5,5685
ppm; dan 9,0948 ppm (dengan absorbansi secara berurutan 0,230 nm; 0,657 nm; dan
1,061 nm). Untuk membandingkan metode penentuan konsentrasi kafein dalam sampel,
praktikan membuat kurva kalibrasi secara manual dalam millimeter blok, seperti yang
tertera pada Lampiran (Kurva 4.), dan kurva kalibrasi dalam Ms.Excel (Kurva 1.).
Dalam kurva kalibrasi di millimeter blok diketahui konsentrasi kafein dalam sampel
berurutan, yaitu 1,95 ppm; 5,5 ppm; dan 8,9 ppm. Sedangkan dalam kurva kalibrasi di
Ms.Excel diketahui konsentrasi kafein dalam sampel berurutan, yaitu 1,859 ppm; 5,605
ppm; dan 9,149 ppm. Hasil dari tiga pengukuran tersebut menunjukkan hasil yang tidak
jauh berbeda.

Persamaan linier yang didapat, yaitu y = 0.114x + 0.018. Nilai intersept idealnya
bernilai 0, hal ini terjadi dikarenakan konsentrasi larutan standar yang dibuat tidak tepat
1 ppm, 3 ppm, 5 ppm, 7 ppm, 9 ppm, dan 11 ppm.

G.
KESIMPULAN
1. Panjang gelombang maksimum pada pengukuran ini adalah 205,2 nm
2. Konsentrasi kafein dalam ketiga sampel, yaitu
Sampel 1 = 1,845 ppm
Sampel 2 = 5,5685 ppm
Sampel 3 = 9,0948 ppm
3. Hasil dari ketiga perhitungan menunjukkan hasil yang tidak jauh berbeda
H.

DAFTAR PUSTAKA

Febrianto, Dwi Nugraha. 2013. Tugas Penkom http://dwinf11s.student.ipb.ac.id/ [20


April 2015].
HIMKA POLBAN. T.t.. Laporan Kadar Kafein Spektofotometer Shimadzu
https://himka1polban.wordpress.com/laporan/spektrofotometri/laporan-kadarkafein-spektrofotometer-shimadzu/ [21 April 2015].
Seran,

Emel.

2011.

Pengertian

Dasar

Spektofotometer

Vis,

UV,

UV-Vis

https://wanibesak.wordpress.com/2011/07/04/pengertian-dasar-spektrofotometervis-uv-uv-vis/ [15 April 2015].


Wikipedia. 2015. Kafeina http://id.wikipedia.org/wiki/Kafeina [15 April 2015].

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai