Anda di halaman 1dari 20

REFRAT

PENATALAKSANAAN EKSTRAKSI GIGI


PADA PASIEN USIA LANJUT

Oleh :
Nur Khamilatusy S (112100156)

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2015

A. PENDAHULUAN
1.

LANJUT USIA
Penuaan merupakan suatu proses alami yang dihadapi oleh seluruh manusia dan tak
dapat dihindarkan. Proses menua akan terjadi terus menerus secara alamiah dimulai sejak
lahir dan umumnya dialami oleh semua makhluk hidup. Lanjut usia merupakan periode
akhir dari kehidupan seseorang dan setiap individu akan mengalami proses penuaan dengan
terjadinya perubahan pada berbagai aspek fisik/fisiologis, psikologis, dan sosial. Secara
biologis, penduduk lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan secara
terus menerus, yang ditandai dengan menurunya daya tahan fisik disebabkan terjadinya
perubahan dalam struktur dan fungsi sel, jaringan, serta sistem organ.
Menurut World Health Organization (WHO), batasan-batasan usia lanjut terdiri dari
empat golongan, yaitu usia pertengahan (middle age) yang merupakan kelompok usia antara
45-59 tahun; lanjut usia (elderly age) yang merupakan kelompok usia antara 60-74 tahun;
usia tua (old age) yang merupakan kelompok usia antara 75-90 tahun; dan usia sangat tua
(very old) yang merupakan kelompok usia diatas 90 tahun.
Proses penuaan adalah perubahan morphologi dan fungsional pada suatu

organisme sehingga menyebabkan kelemahan fungsi serta menurunnya


kemampuan untk bertahan terhadap tekanan-tekanan disekitarnya atau
merupakan perubahan progresif irrevesible dalam sel,organ atau organisme
secara keseluruhan sejalan dengan berlalunya waktu.
Proses penuaan tidak dapat dicegah tetapi faktor ketidakmampuan atau
kelemahan fungsi sebagai akibat yang ditimb ulkan dapat diminimalkan.
Populasi orang usia lanjut yang masih memiliki sebagian giginya semakin
meningkat.keadaan ini membutuhkan perawatan gigi tiruan lepasan.
Seorang dokter gigi perlu mengetahui dan mempertimbangkan perubahan,
anatomi, fisiologi, histologi dan keadaan psikologis serta factor-faktor khusus
lainnya yg mengikuti prpses penuaan. Anamnese, persiapan mulut dan jenis
perawatan yg dilakukan harus disesuaikan dengan keadaan pasien tersebut.
Perubahan Fisiologis Rongga Mulut Pada Lansia.
a) Perubahan Mukosa Mulut .

Pertambahan usia menyebabkan sel epitel pada mukosa mulut mengalami


penipisan, berkurangnya keratinisasi, berkurangnya kapiler dan suplai darah,
penebalan serabut kolagen pada lamina propia.
Akibat secara klinis mukosa mulut memperlihatkan kondisi yang menjadi
lebih pucat, tipis kering,dengan proses penyembuhan yang lambat. Hal ini
menyebabkan mukosa

mulut lebih mudah mengalami iritasi terhadap tekanan

atau gesekan yang diperparah dengan berkurangnya aliran saliva.


b) Perubahan Ukuran Lengkung Rahang.
Proses penuaan disertai dengan perubahan-perubahan osteoporosis pada
tulangnya. Pada Rahang Atas arahnya ke bawah dan keluar, maka pengurangan
tulangnya pada umumnya juga terjadi kearah atas dan dalam.Karena lempeng
kortikalis tulang bagian

luar lebih tipis daripada bagian dalam. Resorbsi bagian

luar lempeng kortikalis tulang berjalan lebih banyak dan lebih cepat. Dengan
demikian lengkung maksila akan berkurang menjadi lebih kecil sehingga
permukaan landasan gigi menjadi berkurang.
Pada Rahang Bawah. Inklinasi gigi anterior umumnya keatas dan ke depan
dari

bidang oklusal, sedangkan gigi-gigi posterior lebih vertikal atau sedikit

miring ke arah

lingual. Permukaan luar lempeng kortikalis tulang lebih

tebal .Resorbsi pada tulang

alveolar mandibula terjadi kearah bawah dan

belakang kemudian kedepan. Terjadi

perubahan-perubahan pada otot sekitar

mulut, hubungan jarak antara mandibula dan

maksila

sehingga

terjadi

perubahan posisi mandibula dan maksila.


c) Resorbsi linggir alveolar.
Tulang akan mengalami resorbsi dimana resorbsi berlebihan pada puncak
tulang

alveolar mengakibatkan bentuk linggir yang datar dan merupakan

masalah karena gigi tiruan lengkap kurang baik dan terjadi ketidak seimbangan
oklusi. Resorbsi paling besar terjadi 6 bulan pertama sesudah pencabutan gigi
anterior atas dan bawah. Pada rahang atas sesudah 3 tahun dan resorbsi sangat
kecil dibandingkan

rahang bawah.

d) Perubahan Aliran Saliva.

Dengan bertambahnya usia menyebabkan perubahan dan kemunduran


kelenjar saliva. Banyak pasien lansia dengan penyakit sistemik menerima
pengobatan akan mempengaruhi

fungsi

saliva

dan

mungkin

mengalami

serostomia. Pengurangan aliran saliva akan mengganggu retensi gigi tiruan.


Keadaan ini menyebabkan kemampuan pemakaian gigi tiruan berkurang
sehingga fungsi pengunyahan berkurang, kecekatan gigi tiruan berkurang.
(Boucher,1982).
Keadaan Psikologis.
Keadaan mental dan sikap lansia dipengaruhi oleh interaksi yang kompleks
antara pengalaman masa lalu, faktor sosial, ekonomi serta perubahan fisiologhis
akibat proses penuaan. Salah satu perubahan mengakibatkan kurangnya
kemampuan

untuk menerima atau menyimpan informasi-informas baru,

menyelesaikan suatu masalah dan mengembangkan lasan-alasan yang logis


(Johson dan Sratton,1980).Termasuk ke mampuan persepsi menurun, disebabkan
oleh kurang baiknya fungsi organ perasa ( Franks dan Hedegard, 1973).
Depresi merupakan keadaan yang paling sering terjadi Prevalensi depresi
meningkat dengan bertambahnya usia. Diperkirakan antara 15% sampai 30%
orang tua menderita keadaan ini. Depresi dapat mengakibatkan kurangnya nafsu
makan dan berat badan, tidak mampu memelihara diri sendiri dan kurang
motivasi ( Basker dkk.1996).
Seseorang yang mengalami depresi lebih banyak mengeluh, kurang daya
ingat dan lebih lemah bila di bandingkan dengan orang yang tidak depresi. Jika
di bandingkan dengan orang muda, maka tingkat kecemasan pada lansia lebih
tinggi. Mereka lebih sering mengabaikan tugas-tugas yang diberikan padanya
dan selalu khawatir terhadap dirinya sendiri.(Permutter dan Hall,1992)
Berhubungan dengan keadaan diatas, maka dokter gigi harus memahami
kesulitan

pasien

(Lacopino,1997).

dan

memberikan

penjelasan

secara

perlahan-lahan

Ajaklah pasien agar dapat berkomukasi dan mempercayai dokternya. Satu


hal yang perlu

diingat,jangan membuat pasien merasa bosan karena menunggu

terlalu lama ataupun melakukan perawatan yang melelahkan.

2.

EKSTRAKSI GIGI
Pencabutan gigi (exodontia) adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan
dengan prosedur pencabutan gigi dari soketnya di dalam tulang. Menurut Jeffrey dan Howe,
pencabutan gigi yang ideal adalah prosedur pencabutan seluruh gigi atau akar gigi tanpa
rasa sakit dengan sedikit trauma pada jaringan , sehingga tidak menimbulkan banyak luka
dan masalah prostetik pasca bedah yang minimal.
Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dari dalam soket dari tulang alveolar.
Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu teknik sederhana dan teknik
pembedahan. Teknik sederhana dilakukan dengan melepaskan gigi dari perlekatan jaringan
lunak menggunakan elevator kemudian menggoyangkan dan mengeluarkan gigi di dalam
soket dari tulang alveolar menggunakan tang ekstraksi. Sedangkan teknik pembedahan
dilakukan dengan pembuatan flep, pembuangan tulang disekeliling gigi, menggoyangkan
dan mengeluarkan gigi di dalam soket dari tulang alveolar kemudian mengembalikan flep ke
tempat semula dengan penjahitan. Teknik sederhana digunakan untuk ekstraksi gigi erupsi
yang merupakan indikasi, misalnya gigi berjejal. Ekstraksi gigi dengan teknik pembedahan
dilakukan apabila gigi tidak bisa diekstraksi dengan menggunakan teknik sederhana,
misalnya gigi ankilosis.
Walaupun gigi memenuhi persyaratan untuk dilakukan ekstraksi, pada beberapa
keadaan tidak boleh dilakukan ekstraksi gigi karena beberapa faktor atau merupakan
kontraindikasi ekstraksi gigi. Pada keadaan lain, kontraindikasi ekstraksi gigi sangat
berperan penting untuk tidak dilakukan ekstraksi gigi sampai masalahnya dapat diatasi.
Kontra indikasi pencabutan gigi atau tindakan bedah lainnya disebabkan oleh faktor lokal
atau sistemik. Dikatakan menjadi kontra indikasi pencabutan gigi bila dokter gigi / dokter
spesialis akan memberi izin atau menanti keadaan umum penderita dapat menerima suatu
tindakan bedah tanpa menyebabkan komplikasi yang membahayakan bagi jiwa penderita.
a)

Indikasi
1)

Karies dalam dengan patologi pulpa; baik akut maupun kronis, dimana
perawatan endodontic tidak memungkinkan untuk dilakukan. Pada kasus
nekrosis pulpa dan pulpitis irreversible

2)

Gigi dengan patologi akar; gigi dengan patologi akar harus dicabut jika tidak

memungkinkan untuk perawatan konservasi. Gigi tersebut harus dicabut


sebelum melibatkan gigi tetangganya
3)

Gigi non-vital

4)

Periodontitis; jika gigi telah kehilangan lebih dari 40% tulang pendukungnya,
maka gigi tersebut harus dicabut

5)

Malposisi dan gigi overerupsi; gigi tersebut harus dicabut jika mengganggu
oklusi

6)

Impaksi; jika gigi yang impaksi tersebut menimbulkan rasa sakit, gangguang
periodontal pada gigi tetangga, masalah TMJ atau patologi tulang seperti
kista

7)

Persistensi gigi sulung; gigi sulung yang persistensi harus dicabut untuk
menghindari terjadinya maloklusi pada gigi permanen.

8)

Gigi pada garis fraktur; gigi yang berada pada garis fraktur harus dicabut jika
berpotensi menjadi sumber infeksi dan retensinya akan mengganggu dengan
penurunan bagian dari fraktur

9)

Gigi dengan fraktur akar; gigi dengan fraktur vertikal yang meluas ke akar
gigi tidak dapat dirawat pada perawatan konservasi

10) Tujuan ortodontik; untuk tujuan ortodontik pada bebrapa kasus gigi molar
dan premolar permanen harus dicabut ( terapi ekstaksi ). Serial ekstraksi juga
merupakan salah satu prosedur pencabutan gigi dimana gigi sulung tertentu
dicabut untuk memberikan ruangan yang cukup bagi gigi permanen yang
akan erupsi
11) Tujuan prostodontik; pencabutan satu atau dua gigi dibenarkan jika
membantu dalam desain atau stabilitas protesa.
12) Sebelum terapi radiasi; pasien yang harus menjalani terapi radiasi untuk
tumor ganas harus menjalani ekstraksi gigi-gigi yang memiliki prognosis
buruk dan rentan terinfeksi. Hal ini dilakukan untuk mencegah terjadinya
osteoradionekrosis
13) Pencabutan profikasis
b)

Kontra Indikasi
1)

Lokal

Periapikal patologi; jika pencabutan gigi dilakukan maka infeksi akan


menyebar luas dan sistemik, jadi antibiotik harus diberikan sebelum
dilakukan pencabutan gigi

2)

Adanya infeksi oral seperti Vincents Angina, Herpetic gingivostomatitis. Hal


ini harus dirawat terlebih dahulu sebelum dilakukan pencabutan gigi

Perikoronitis akut; perikoronitis harus dirawat terlebih dahulu sebelum


dilakukan pencabutan pada gigi yang terlibat, jika tidak maka infeksi bakteri
akan menurun ke bagian bawah kepala dan leher

Penyakit ganas, seperti gigi yang terletak di daerah yang terkena tumor. Jika
dihilangkan bisa menyebarkan sel-sel dan dengan demikian mempercepat
proses metastatik

Pencabutan gigi pada rahang yang sebelumnya telah dilakukan iradiasi dapat
menyebabkan osteoradionekrosis, oleh karena itu harus dilakukan tindakan
pencegahan yang sangat ekstrem atau khusus.

Sistemik

Diabetes tidak terkontrol; pasien diabetes lebih rentan terhadap infeksi dan
proses penyembuhan lukanya akan lebih lama. Pencabutan gigi harus
dilakukan setelah melakukan diagnosis pencegahan yang tepat pada penyakit
diabetes pasien dan dibawah antibiotik profilaksis

Penyakit jantung, seperti hipertensi, gagal jantung, miokard infark, dan


penyakit arteri koroner

Dyscrasias darah; pasien anemia, hemophilic dan dengan gangguan


perdarahan harus ditangani dengan sangat hati-hat iuntuk mencegah
perdarahan pasca operasi yang berlebihan

Medically Compromised; pasien dengan penyakit yang melemahkan (seperti


TB) dan riwayat medis miskin harus diberikan perawatan yang tepat dan
evaluasi preoperatif kondisi umum pada pasien adalah suatu keharusan

Penyakit Addisons dan pasien yang menjalani terapi steroid dalam jangka
waktu yang lama: krisis Hipoadrenal dapat terjadi pada pasien karena terjadi
peningkatan stress selama prosedur perawatan gigi. Untuk mencegah
terjadinya hal tersebut dapat diberikan 100 mg Hydrocortisone sebelum
dilakukan perawatan

Demam yang asalnya tidak dapat dijelaskan; penyebab paling umum dari
demam yang tak dapat dijelaskan sebabnya adalah endokarditis bakteri
subakut dan apabila dilakukan prosedur ekstraksi dalam kondisi ini dapat
menyebabkan bakteremia, perawatan yang tepat harus dilakukan

Nephritis; ekstraksi gigi yang terinfeksi kronis sering menimbulkan suatu


nefritis akut maka sebelum pemerikasaan gigi menyeluruh harus dilakukan

Kehamilan; prosedur pencabutan gigi harus dihindari pada periode trimester


pertama dan ketiga dan harus sangat berhati-hati apabila

C.

Penyakit kejiwaan; tindakan pencegahan yang tepatdan obat-obatan harus


diberikan pada pasien neurotic dan psychotic

PENYAKIT SISTEMIK YANG DIDERITA LANSIA.

Berikut ini merupakan penyakit-penyakit sistemik yang biasa terjadi pada lansia
diantaranya.:
1.

Diabetes Mellitus.
Menurunnya resistensi terhadap infeksi yang dikombinasi dengan masalah
sirkulasi peredaran darah, megakibatkan jaringan gingiva pada pasien diabetes
menjadi sensitif.Edema, perdarahan dan penyakit periodontal semakin
meningkat, rasa terbakar pada lidah adalah simptom yang paling sering muncul.
Kandidiasis juga dapat terjadi pada pasien ini. Pemeliharaan kesehatan
rongga mulut yang efektif adalah faktor yang sangat penting untuk mencegah
infeksi gingiva.Dokter gigi harus mengetahui riwayat pengobataan dan beberapa
penyakit yang dapat menyertai serta dapat memilih modifikasi perawatan yang
tepat ( Papas,dkk,1991). Sebelum melakukan perawatan, kadar gula pasien perlu
dipertimbangkan (Berkey,dkk,1996).

2.

Hipertensi dan Stroke.


Pasien yang pernah mengalami stroke sering kali meminum obat-obat
antikoagulan, antihipertensi. Keteka merencanakan suatu perawatan terhadap pasien
yang menderita hipertensi atau pernah mengalami kerusakan serebrovascular, dokter
gigi jhrus mengurangi faktor- faktor yang dapat meningkatkan stress, lebih berhati
hati terhadap pemberian obat (Berkey,dkk,1996 )

3.

Penyakit Parkinson
Gerakan ritmik pada mulut atau lidah, serta tetesan saliva yang tidak terkontrol
sering menyertai penderita penyakit Parkinson.Keadaan ini kan menyulitkan operator
untuk mencatat hubungan antara rahang atas dan bawah. secara akurat untuk
keperluan pembuatan gigi tiruan (Burket,1971; Baster,dkk.,1996)

4.

Artritis.

Bila artritis mengenai tangan, maka sulit bagi pasien untuk membersihkan gigi
tiruannya (Basker, dkk., 1996). Gigi tiruan sebagian lepasan harus didesain
sedemikian rupa sehingga insersi dan pelepasannya dapat dilakukan dengan mudah.
Menggunakan larutaan pembersih sangat membantu pasien untuk mencegah
penumpukan plak pada gigi tiruan (Basker, dkk,1996).
Osteoatriitis merupakan penyakit degenerasi sendi yang umumnya terjadi karena
proses penuaan. Osteoartritis pada sendi temporomadibular dapat menyebabkan
pecahnya permukaan

artikular bahkan perforasi diskus artikular sehingga

menimbulkan rasa sakit dan pergerakan rahang yang terbatas. Sedangkan rematoid
artritis mampu mengikis tulang dan kartilago sehingga menyebabkan malfungsi dan
maloklusi.
5.

Endokarditis

6.

Kelainan pernafasan

B. PEMBAHASAN
PENANGANAN EKSTRAKSI PASIEN USIA LANJUT
Prosedur bedah mulut adalah prosedur yang layak mengandung tantangan, lebihlebih lagi apabila ada pertimbangan perawatan tambahan karena adanya pasien resiko
tinggi. Dengan makin banyaknya kelompok usia lanjut pada populasi Amerika, maka
warga senir tersebut memerlukan perawatan khusus. Kondisi dan perubahan yang
menyertai penuaan mengharuskan kita untuk membiasakan diri dengan proses-proses
penyakit yang biasanya berkaitan denganya, pengobatan yang digunakan dan
modifikasi perawatannya.
Identifikasi pasien yang memerlukan perawatan tambahan didasarkan pada
riwayat pasien dan hasil evaluasi klinik. Hasil skrining tersebut menentukan apakah
dilakukan perawatan tanpa modifikasi, perawatan dengan pendekatan tambahan atau
menunda perawatan sampai sesudah dilakukan konsultasi atau merujuk.
Skrining Pasien
Metode skrining yang paling efisien dan teliti adalah kuesioner kesehatan pribadi
yang hasilnya dikonfirmasi pada saat anamnesa.Walaupun pasien tertentu mungkin
menyangkal adanya penyakit tersebut pada anamnesa, namun karena kerahasian dari

kuesioner ini kadang-kadang pasien terdorong mengungkapkan kondisi-kondisi yang


tersembunyi.
Evaluasi Fisik
Pengamatan terhadap pasien dimulai pada saat pasien masuk ke bagian bedah
melakukan perawatan atau sesudahnya. Tekanan distolik merupakan indikator yang
lebih baik dari hipertensi dibanding dengan tekanan sistolik. Pasien dengan tekanan
darah diastolik melebihi 110 mmHg memerlukan evaluasi lebih lanjut, dan mungkin
membutuhkan konsultasi medis. Kebanyakan pasien dengan hipertensi ringan dan
sedang dapat dirawat dengan sedatif yang cocok, tidak menambahkan agen
vasokonstriktor di dalam anestesi lokal, atau keduanya. Menngktnya tekanan sistolik
sampai lebih dari 140 atau 150 pada pasien tanpa riwayat hipertensi, sering
menunjukkan adanya rasa takut. Salah satu faktor yang mempengaruhi tekanan darah
adalah usia. Pada orang usia lanjut mempunyai tekanan darah yang lebih tinggi
dibanding dengan orang muda. Tekanan diastolik meningkat sampai umur 50 tahun
kemudian stabil, sedangkan tekanan sistolik cenderung meningkat pada bagian akhir
tahap kehidupan.
Denyut nadi dan irama jantung juga diperiksa, meskipun kondisi hipertiroid
menyebabkan meningkatnya denyut nadi tetapi kebanyakan gejala seperti itu terjadi
pada pasien yang takut/cemas. Irama denyut nadi harus ditentukan apakah teratur
atau tidak teratur. Dalam keadaan normal, denyut akan lebih lambat pada waktu
ekspirasi dibandingkan pada waktu inspirasi. Ketidakteraturan denyut nadi sering
disebabkan oleh adanya kontraksi ventrikel prematur (PVC). Pada saat tersebut perlu
dilakukan konsultasi medis atau rujukan sebelum melakukan perawatan.
Respirasi dengan mengobservasi pernafasan psien bila diungkapkan adanya
hiperventilasi merupakan petunjuk dari adanya ketakutan.
Pemeriksaan Akhir
Informasi yang didapat dari riwayat kesehatan dan evaluasi fisik menghasilkan
evaluasi akhir dari individu yang merpakan calon penerima perawatan bedah mulut.
Pasien mungkin merupakan calon yang baik untuk prosedur yang diusulkan, atau
mungkin diperlukan perubahan perawatan misalnya pemberian sedatif atau antibiotik

profilaksis, membatasi luas pembedahan, atau mungkin pasien mempunyai resiko


tertentu yang memerlukan penundaan atau rujukan.
1.

Penyakit Kardiovaskuler
Pencegahan endokarditis
Infeksi endokarditis adalah suatu infeksi endokardium yang melibatkan
katup jantung, cacat septum atau mural endokardium. Edokarditis akut
kebanyakan disebabkan oleh staphylococcus aureus, sedangkan endokarditis
subakut karena streptococcus viridans. Infeksi mulut dan prosedur bedah mulut
yang invasif nampaknya meupakan rute masuknya, khususnya pada endokarditis
akibat streptococcus viridans. Diperlukan antibiotik profilaksis sebelum
melakukan pembedahan rongga mulut pasien dengan kondisi presdiposisi
terhadap endokarditis.
Terapi standar
Penicillin V 2 gram peroral 1 jam sebelum operasi, kemudian 1 gram 6 jam
kemudian. Untuk pasien yang tidak bisa menerima pemberian per oral bisa
diberikan 2.000.000 unit larutan penicillin G, IV atau IM 30-60 menit
sebelum operasi dan 1.000.000 unit 6 jam kemudian.
Terapi khusus
Untuk pasien yang alergi penicillin bisa diberikan eritromisin 1 gram per
oral 1 jam sebelum operasi kemudian 500 mg 6 jam kemudian.

2.

Hipertensi
Tekanan Darah Tinggi (hipertensi) adalah suatu peningkatan tekanan darah
di dalam arteri. (Hiper artinya Berlebihan, Tensi artinya Tekanan/Tegangan; Jadi,
Hipertensi adalah Gangguan sistem peredaran darah yang menyebabkan
kenaikan tekanan darah diatas nilai normal.)
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih
tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih
rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah ditulis
sebagai tekanan sistolik garis miring tekanan diastolik, misalnya 120/80 mmHg,

dibaca seratus dua puluh per delapan puluh. Sejalan dengan bertambahnya usia,
hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus
meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai
usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun
drastis.
Pasien yang menderita hipertensi ringan atau sedang dengan tekanan darah
yang distabilisir dengan pengobatan, boleh dirawat melalui kerjasama dengan
dokter pribadinya. Biasanya anestesi yang efektif untuk bedah dentoalveolar
diperoleh dengan pemberian mepivacain 3%. Meskipun peranan hipertensi
esensial masih dipertanyakan dalam meningkatkan perdarahan, tetapi tidak
adanya vasokonstriktor benar-benar meningkatkan kemungkinan terjadinya
perdarahan intraoperatif. Jika epinefrin digunakan, dosis totalnya dibatasi hanya
sampai 0,2 mg (setara dengan carpules dari epinefrin 1:100.000). Prinsip
penggunaan larutan anestesi lokal minimal yang efektif dapat diterapkan pada
pasien hipertensi seperti yang biasanya diperlakukan terhadap pasien yang lain.
Karena banyak pasien hipertensi menderita hipotensi ortistatik (postural) akibat
pengobatan antihipertensi (baik diuretik atau inhibiotor adrenergik) maka
menaikkan tinggi kursi unit sebaiknya dilakukan perlahan-lahan dan diperlukan
seseorang untuk membantu pada waktu pasien berdiri.
Ada dua strategi dalam perawatan gigi pada pasien hipertensi yaitu strategi
preventif dan kuratif dan perhatian yang sangat besar harus diberikan khususnya
ada

kemungkinan

komplikasi

terjadinya

hipertensi

akut/crisisis

hypertension/emergent hipertensi yang terjadi selama perawatan gigi. Pada


strategi preventif meliputi semua tindakan untuk mengontrol tekanan darah
pasien selama periode perawatan dan semua tindakan preventif dalam bidang
kedokteran gigi sendiri (yang meliputi kontrol plak, flouridasi dll). Tindakan
preventif yang efektif untuk mengontrol tensi pasien meliputi kontrol kecemasan
dan stress, pemilihan anestesi , bahan anestesi, dan kontrol sakit setelah tindakan
selesai. Prosedur dental yang lama dan stressful sebaiknya dihindarkan.
Pemberian sedatif peroral (Benzodiazepine 5 mg malam sebelum tidur dan 1 jam
sebelum tindakan perawatan) cukup membantu mengurangi stress, Penggunaan

sedasi dengan Nitrou Oxide (N20) dapat menurunkan tekanan darah sistole dan
diastole sampai 10-15 mmHg kira-kira 10 menit setelah pemberian dan
selanjutnya dapat dilakukan anestesi lokal dengan atau tanpa vasokonstriktor.
Anestesi lokal merupakan peilihan terbaik untuk pasien dengan hipertensi
dibanding anestesi umum, pemberian anestesi harus pelan dan penyuntikan
intravaskuler harus dihindari.

3.

Penyakit Pulmonal
Penyakit obstruktif kronis paru-paru punya ciri-ciri sebagai berikut :
peradangan bronkial (bronkitis) dengan berbagai tingkatan, emfisema (hilangnya
membran kapiler alveolus an dilatasi ruang udara) dan tersumbatnya aliran
udara. Penatalaksanaannya meliputi modifikasi rencana pembedahan misalnya
menghindari pemakaian sedatif (termasuk inhalasi oksida nitrous) dan anestesi
umum. Narkotik atau barbiturat tidak dianjurkan atau dosisnya dibatasi karena
sifatnya yang menekan pernafasan. Karena pasien yang menderita COPD sering
mengalami ortopnea (sulit bernafas pada posisi berbaring) maka pembedahan
dilakukan dengan posisi pasien duduk atau tegak. Oksigen tambahan kadangkadang bermafaat untuk pasien ini.
Asma biasanya disebabkan oleh karena bronkospasme dan berbeda dengan
batuk, keadaan ini cepat membaik dengan pemberian obat yang ccok. Adanya
asma mengharuskan pasien dirujuk terlebih dahulu sebelum dirawat karena perlu
dipertimbangkan kemungkinan adanya serangan asma akut. Baik narkotik atau
barbiturat sebaiknya dihindari karena merangsang serangan asma. Meskipun
biasanya pasien mengatasinya dengan inhaler isoproterenol. Apabila hal teresbut
gagal, atau tidak dapat diunakan maka berikan epinefrin 1:100.000 0,3 - 0,5 ml
secara subkutan pada pasien dewasa yang mempunyai tekanan darah normal.
Konsultasi medis selalu diperlukan apabila menghadapi pasien asma. Hindarilah
faktor-faktor

penyebabnya,

pengobatan

profilaksis

dengan

theophyline,

aminophyline atau cromolyn. Serangan akut berikanlah semprotan aerosol yang


megandung isoproterenol, pemberian oksigen atau pemberian larutan epinefrin

1:1000 sebanyak 0,3 ml subkutan setiap 20 menit kalau perlu sampai 3x.
4.

Penyakit Parkinson
Adalah keadaan patofisiologi yang menunjukkan gangguan fungsi dopamine
sistem saraf di otak. Penyakit parkinson adalah idiopatik serta dapat disebabkan oleh
keracunan karbon monoksida atau penggunaan reserpine. Kekurangan aktivitas
sistem dopaminergik menghambat fungsi motorik, mengakibatkan penyakit
parkinson. Hal ini menimbulkan gejala klinis yaitu tremor, kekakuan, bradikinesis,
ketidakseimbangan dan sialorrhea. Kendala dalam menangani penyakit ini misalnya
levodope. Spasme otot-otot pengunyahan dan otot wajah di sekitarnya membatasi
jarak antar incisal dan menyulitkan atau bahkan mengakibatkan tindakan bedah
dentoalveolar tidak dapat dilakukan.
Penatalaksanaannya terutama didasarkan pada pengobatan yang ditujukan untuk
meningkatkan aktivitas dopaminergik misalnya pemberian levodope dan levodopa
dengan inhibitor dekarbolase.

5.

Diabetes Melitus
Diabetes Melitus merupakan suatu penyakit multisistem dengan ciri hiperglikemia akibat
kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau kedua-duanya. Kelainan pada sekresi/kerja insulin
tersebut menyebabkan abnormalitas dalam metabolisme karbohidrat, lemak dan protein.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi
atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah.

Faktor predisposisi penderita Diabetes Mellitus itu :

Kelainan genetika ( diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang


mengidap DM karena kelainan gen sehingga mengakibatkan tubuhnya tak dapat
menghasilkan insulin dengan baik

Usia ( umumnya manusia mengalami perubahan fisiologis yang secara drastis


menurun dengan cepat setelah usia 40thn. Diabets sering kali muncul setelah
seseorang memasuki usia 45thn pada mereka yang berat badannya berlebih,
sehingga tubuhnya kurang peka terhadap insulin

Stress ( stess yang kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang
manis-manis dan berlemak tinggi

Pola makan salah ( kurang gizi atau kelebihan berat badan sama-sama
meningkatkan risiko terkena diabetes

Hormonal ( beberapa faktor hormonal seperti pankreastomi, penyakit pankreas,


hipofisi, suprarenalis, dan kelainan tiroid.

Obat ( telah dibuktikan bahwa korison dan beberapa derivatnya dapat


menyebabkan hiperglikemia.
Untuk mengenal gejala klinis atau tanda klinis keteika seseorang menderita

Diabetes Mellitus yaitu:

a. Gejala gejala sebagai akibat hiperglikemia, berupa:

Poliuri (sering buang air kecil terutama di malam hari)


Polidipsi (rasa haus)
Luka susah sembuh karena mudah infeksi
Mulut berbau aseton

b. Gejala gejala sebagai akibat ketidakmampuan pengolahan gula berupa:

Badan menjadi kurus


Rasa lapar
Tidak bertenaga / cepat letih

c. Gejala gejala sebagai akibat perubahan vaskularisasi pada:

Permukaan kulit berupa: rasa kesemutan, luka susah sembuh, gangrene,

rasa dingin pada ujung jari-jari tangan dan kaki


Mata, berupa penglihatan terganggu tampak bercak-bercak putih bila

melihat sesuatu
Ginjal, berupa adanya perasaan pegal pada daerah setinggi ginjal dan urin
tampak keruh dengan melihat hasil kadar gula darah penderita, dapat
diketahui Normal KGD saat puasa yaitu terdiri dari tiga bagian dimana
baik 80-109mg/dl, sedang 110-125mg/dl, buruk >126mg. sedangkan

pasien yang tidak berpuasa umumnya 8 jam tidak makan (70-99) dan
sudah makan (70-145mg/dl)
Dalam mendiagnosa Diabetes Mellitus, juga terdapat klasifikasi dari DM
tersebut, yang dimana berdasar Worl Health Organization (WHO):
a. Diabetes tipe I
DM ini dikenal dengan tipe juvenile onset dan tipe dependen
insulin (Insulin Dependent Diabets Mellitus / IDDM). Bentuk ini
terutama ditemukan pada anak-anak dan remaja, sepertinya diantaranya
ditemukan pada orang dewasa bahkan terkadang orangtua. Bentuk ini
produksi insulin sangat kurang bahkan bisa tidak ada.
b. Diabetes tipe II
DM ini dikenal juga sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas
dan tipe nondependen insulin (Non-Insulin Dependent Diabetes
Mellitus/NIDDM); Terdapat bukti yang baik yang muncul dan latar
belakang resistensi membran sel terhadap insulin dan fungsi reseptor
insulin mungkin teratur.
Untuk menangani DM ini, dapat diberikan medikamen antidiabetik oral
dimana terbagi menjadi dua golongan, yakni:
a. Sulfonilurea
Indikasi pemakaian golongan ini untuk penderita yang memiliki
berat badan ideal, kebutuhan insulin >40U/hari, tidak sedang mengalami
stres (infeksi berat/operasi), dan khusus untuk penderita diabetes yang
dewasa.

Sedangkan

kontraindikasinya

apabila

penderita

sudah

mengalami komplikasi ginjal, hati, dan tiroid. Cara kerja dari golongan
ini yaitu:

Merangsang sel betha pankreas untuk mengeluarkan insulin,

jadi hanya bekerja bila sel betha utuh


Menghalangi pengikatan insulin
Mempertinggi kepekaan jaringan terhadap insulin
Menekan pengeluaran glukagon agar tidak berlebih

Nama generik medikamen golongan ini terdapat; Tolbutamid,


Glikodiazin, Acetoheksanid, Tolazamid, Gliklazid, Glibenklamid,
Karbutamid.
b. Biguanid
Cara kerja golongan ini yaitu gangguan absorbsi glukosa dalam
usus, peningkatan kecepatan ambilan glukosa dalam mulut, dan
penurunan lukoneogenesis dalam hepar. Nama generik medikamen
ini yaitu Fenformin, Buformin, dan Meformin.
Pada penderita yang mengalami bleeding atau susah sembuh,
terutama pada

kasus mengalami luka yang tidak sembuh pada bekas

pencabutan giginya, bisa

menggunakan medikamen oral agents

tersebut:
a.Aspirin
Berfungsi untuk menghambat sementara fungsi platelet. Jika
pembedahan signifikan dan fisik pasien mendukung, makan
penggunaan disarankan untuk 7-10hari sebelum prosedur. Jika
bleeding masih berlangsung biasanya dilakukan langkah lokal
lainnya.
b. Anti-Inflammatories
NSAIDs lain berreaksi pada tubuh dengan mekanisme yang
sama seperti aspirin tapi kuran kualitatif, hanya untuk menghambat
sementara

fungsi

platelet.

Itu

disarankan

untuk

hentikan

penggunaan 2-3hari sebelum pembedahan mulut.


c. Anticoagulants
Medikamen ini diresepkan untuk penanganan fibrilasi atrium,
pelebaran cardiomyopathy, kegagalan jantung sistolik kongestif ,
kelainan

valvular

jantung, hemodialisis, etc.

Coumadian

menghambat sintesis vitamin-K-yg bergantung pada koagulasi. Ini


biasa digunakan dokter gigi, kecuali vitaminK diberikan, ini
digunakan beberapa hari untuk mengembalikan normal pembekuan
darah setelah penggunaan lanjut.

d. antibiotic
e. alcoholism
f. anticancer drugs
g. antiplatelet drugs.
Selain penggunaan medikamen, bagi penderita Diabetes Mellitus type II
bisa melakukan aktivitas yang banyak baik olahraga ataupun lainnya agar
insulin pada tubuh bisa melatih untuk melakukan fungsinya dengan baik
yaitu mengubah glukosa menjadi energi sehingga tidak terjadi penumpukan
glukosa pada darah.
Pencabutan gigi pada penderita Diabetes Mellitus pada umumnya tidak
bisa dilakukan karena akan mengalami komplikasi bleeding, syncop, dan
atau kemungkinan terburuknya pasien anaphylactic shock. Kecuali jika pada
penderita DM sebelum pembedahan pasien sudah diberikan medikamen atau
pasien Diabetes Mellitus tersebut penderita yang terkontrol. Mengapa
demikian, karena pasien Diabetes Mellitus mengalami kesulitan pembekuan
darah sehingga ketika dilakukan pencabutan, luka tersebut sulit melakukan
pembekuan dan memicu terjadinya infeksi pada bekas pencabutan gigi
pasien tersebut sehingga memperburuk keadaan pasien.
Penanganan pada pasien DM pre exo yaitu diberikan beberapa
medikamen yang berfungsi untuk membekukan darah. Intra exo pasien
memiliki KGD terkontrol sehingga diindikasikan exo. Sedangkan post exo
yg telah komplikasi diberikan medikamen untuk membekukan darah dan
mengurangi bakteri sehingga mencegah infeksi lanjut.

C. KESIMPULAN
Proses penuaan adalah perubahan morphologi dan fungsional pada suatu

organisme sehingga menyebabkan kelemahan fungsi serta menurunnya


kemampuan untk bertahan terhadap tekanan-tekanan disekitarnya atau
merupakan perubahan progresif irrevesible dalam sel,organ atau organisme
secara keseluruhan sejalan dengan berlalunya waktu.
Seorang dokter gigi perlu mengetahui dan mempertimbangkan perubahan,
anatomi, fisiologi, histologi dan keadaan psikologis serta factor-faktor khusus
lainnya yg mengikuti prpses penuaan. Anamnese, persiapan mulut dan jenis
perawatan yg dilakukan harus disesuaikan dengan keadaan pasien tersebut.
Pencabutan gigi (exodontia) adalah cabang ilmu kedokteran gigi yang berhubungan
dengan prosedur pencabutan gigi dari soketnya di dalam tulang. Menurut Jeffrey dan Howe,
pencabutan gigi yang ideal adalah prosedur pencabutan seluruh gigi atau akar gigi tanpa
rasa sakit dengan sedikit trauma pada jaringan , sehingga tidak menimbulkan banyak luka
dan masalah prostetik pasca bedah yang minimal.

Prosedur bedah mulut adalah prosedur yang layak mengandung tantangan,


lebih-lebih lagi apabila ada pertimbangan perawatan tambahan karena adanya
pasien resiko tinggi. Dengan makin banyaknya kelompok usia lanjut pada
populasi Amerika, maka warga senir tersebut memerlukan perawatan khusus.

Kondisi dan perubahan yang menyertai penuaan mengharuskan kita untuk


membiasakan diri dengan proses-proses penyakit yang biasanya berkaitan
denganya, pengobatan yang digunakan dan modifikasi perawatannya.
Identifikasi pasien yang memerlukan perawatan tambahan didasarkan pada
riwayat pasien dan hasil evaluasi klinik. Hasil skrining tersebut menentukan
apakah dilakukan perawatan tanpa modifikasi, perawatan dengan pendekatan
tambahan atau menunda perawatan sampai sesudah dilakukan konsultasi atau
merujuk.

DAFTAR PUSTAKA

Barnes E. WallsA. Perawatan Gigi Terpadu untuk Lansia. Jakarta: EGC;2006.p.17-23,


26,39-41,103,105-109,111-113
Darmojo R B. Martono H. 2004. Geriatri(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi
3.Jakarta:Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; p.108-9
Indana A W. estari Sri.Keadaan kebersihan mulut serta karies gigi pada lansia dipanti
sosial tresna wredha bina mulya 05 Jelambar Jakarta Barat. Jurnal PDGI 53 (3). 2003.
p.13-6.
Sumali R, Masulili SLC, Lessang R, Sukardi I. Peran hipertensi terhadap mediator
peradangan dalam perkembangan penyakit periodontal dan jantung koroner. Majalah
Kedokteran Gigi 2010;17(1); 68-72.

Anda mungkin juga menyukai