Abstract: As a new state institution in Indonesia state stucture system, the existence of
constitution court, as the state institution that has uphold constitution, is rather influenced and
inspired by the existence of other countries contitution court, such as Germany and Thailand. To
see the existance of constitution court in Indonesia closely, aspecially its status and authority,
using comperative methode in some countries that profess constitution judicature system, it will be
more easy to understand.
The Status of constitution court between Indonesia, Germany and Thailand is free and equal to the
high institution of other countries.
Kata kunci: Mahkamah, Konstitusi, Demokrasi, Konstitusional
Mengemukanya diskusi tentang Mahkamah Konstitusi di Indonesia bermula ketika ada keinginan untuk
menghadirkan lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang memiliki tugas dan wewenang
menegakkan konstitusi. Keinginan hadirnya lembaga baru yang bertugas menegakkan konstitusi, masih
merupakan mata rantai reformasi 1998 yang menghendaki perlunya reformasi konstitusi yang dapat menjamin
secara konsisten penegakan hak-hak asasi manusia dan demokrasi melalui sistem pemerintahan konstitusional.
Alhasil dari amandemen konstitusi sebanyak 4 (empat) kali, telah mewujudkan penataan sistem kelembagaan
negara dan beberapa lembaga baru yang bertujuan menegakkan demokrasi, hak asasi manusia dan kedaulatan
rakyat di antaranya Mahkamah Konsitusi. Seperti dikatakan oleh Jimly Ashiddiqi bahwa keberadaan MK bagi
suatu negara umumnya merupakan negara-negara yang pernah mengalami krisis konstitusional dan baru keluar
dari sistem pemerintahan otoriter. (Ashiddiqi, 2002: 1)
Sebenarnya Mahkamah Konstitusi bukanlah hal baru, baik di Indonesia maupun di luar negeri walau
diketahui bahwa Indonesia merupakan negara ke 45 dan pertama dalam abad 21 yang memiliki mahkamah
konstitusi di antara 45 (empat puluh lima) negara. Kebaruan tersebut tidak berarti Indonesia baru mengenal
lembaga yang berwenang menegakkan konstitusi melainkan jauh sebelumnya yakni disaat Republik Indonesia
digagas oleh founding fathers dalam sidang BPUPKI yang disampaikan oleh Muh Yamin. (Arifin, 2002: 81).
Karena berbagai pertimbangan, akhirnya gagasan Muh. Yamin tentang perlunya lembaga untuk menguji
peraturan perundang-undangan terhadap konstitusi termentahkan dalam sidang.
Sebagai sebuah lembaga baru dalam sistem ketatanegaraan Indonesia keberadaan Mahkamah Konstitusi
sebagai sebuah lembaga negara yang bertujuan menegakkan konstitusi sedikitnya terpengaruh dan terinspirasi
oleh keberadaan Mahkamah Konstitusi dari negara-negara yang telah lebih dahulu menganutnya seperti Jerman,
Albania, Perancis, Thailand, Columbia, Georgia dan negara lainnya. Untuk melihat lebih dekat keberadaan MK
Indonesia khususnya bagaimana eksistensi, kedudukan dan wewenangnya maka membandingkan dengan
beberapa negara yang menganut sistem peradilan konstitusi akan lebih memudahkan memahaminya.
Pandangan Jimly mengenai keberadaan Mahkamah Konstitusi oleh karena sebelumnya suatu negara
pernah mengalami krisis demokrasi dan konstitusional akibat pemerintahan otoriter. Melihat beberapa
kewenangan yang dimiliki oleh Mahkamah Konstitusi dan pada umumnya berkisar pada hak uji materil atas
suatu undang-undang yang dianggap bertentangan dengan Konstitusi atau Undang-Undang Dasar suatu negara.
Jika demikian, dimana letak fungsi Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pilar demokrasi, penegak hak-hak
konstitusional dengan kedudukan dan kewenangannya untuk membatalkan suatu ketentuan perundang-undangan
yang dihasilkan oleh lembaga politik seperti Dewan Perwakilan Rakyat. Karena suatu perundang-undangan yang
dihasilkan oleh Badan Perwakilan Rakyat pada dasarnya merupakan keputusan demokrasi yang diambil wakilwakil yang mewakili rakyat dalam suatu pesta demokrasi. Yang menjadi masalah pertama, bagaimana
kedudukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia, Jerman dan Thailand dengan proses pengujian undang-undang
terhadap Undang-Undang Dasar dalam rangka penegakan konstitusi dan demokrasi ditinjau dari negara hukum
42
43
Perselisihan masalah publik antara negara federal dengan negara bagian, antar negara bagian atau di dalam satu
negara bagian itu sendiri sepanjang tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh. Perselisihan masalah
publik antara lain;pertama, setiap orang dapat mengajukan permohonan berkaitan dengan pelanggaran hak
asasinya (pemilu, hak dan kewajiban warga negara, keanggotaan dalam parlemen, peradilan, perkara di
pengadilan dan penagkapan) oleh pejabat publik;kedua,keberatan konstitusi pemerintah daerah atau gabungan
pemerintah daerah sehubungan dengan pelanggaran haknya untuk mengatur dirinya dalam undang-undang
negara bagian yang tidak diajukan pada pengadilan konstitusi negara bagian. (5) Semua hal yang berkaitan
dengan konstitusi.
Secara khusus mengenai pengujian peraturan perundang-undangan diatur lebih lanjut dalam Pasal 100
sebagai berikut: Pertama, jika pengadilan memutuskan bahwa suatu peraturan perundang-undangan bertentangan
dengan konstitusi suatu negara bagian, keputusan dari sengketa negara bagian atau dengan konstitusi negara
federal, harus dimintakan keputusan terlebih dahulu dari Mahkamah Konstitusi. Hal ini juga berlaku jika
peraturan hukum negara bagian bertentangan dengan konstitusi negara federal atau jika peraturan hukum negara
bagian bertentangan dengan peraturan hukum federal. Kedua, jika di dalam sengketa hukum terdapat keraguan
suatu aturan dalam hukum adat mengenai hak dan kewajiban warga bertentangan dengan peraturan hukum
negara federal pengadilan
Mahkamah konstitusi jerman memiliki 16 (enam belas) hakim yang dibagi dalam dua panel. anggota
panel dipilih oleh Bunsdetag dan Bundesrat, sedangkan selebihnya dari pemerintah federal dan Mahkama Agung
Federal.
Mahkamah Konstitusi di Thailand
Pembentukan Mahkamah konstitusi di Thailand merupakan respon dari masa transisi di Thailand sejak
tahun 1987. Masa transisi yang ditandai oleh beralihnya kekuasaan pemerintahan militer ke sipil yang dimulai
dengan pembentukan konstitusi baru. Memasuki tahun 1997 Thailand kembali berhasil merumuskan konstitusi
baru yang merupakan hasil rancangan komisi konstitusi yang beranggotakan 99 orang yang dipilih langsung oleh
rakyat. Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga baru dalam konstitusi yang dibentuk oleh komisi
konstitusi. Kedudukan Mahkamah Konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 255-270 merupakan salah satu
lembaga kekuasaan kehakiman di samping Mahkamah Agung, Mahkamah Administrasi dan Mahkamah Militer.
Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan tugasnya tetap berpatokan pada prinsip peradilan pada umumnya yang
berdasarkan hukum dan dilakukan atas nama raja.
Pokok sengketa dalam Mahkamah Konstitusi adalah petisi dimana suatu aturan hukum sesuai atau
bertentangan dengan konstitusi. Suatu petisi masyarakat tidak dapat langsung diajukan kepada Mahkamah
Konstitusi melainkan harus melawati seleksi onbudsman. Dan lembaga onbudsman tersebut merupakan lembaga
penyeleksi petisi yang dapat diajukan ke Mahkamah Konstitusi. Perkara yang dapat diajukan ke Mahkamah
Konstitusi dikategorikan sebagai berikut: Pertama, konstitusionalitas undang-undang, rancangan undang-undang,
dan dekrit. Kedua, kualifikasi anggota parlemen, anggota senat, menteri, dan pejabat tinggi negara. Ketiga,
kualifikasi dan legalitas partai politik beserta anggotanya. Keempat, inkonstitusionalitas aturan prosedur
parlemen, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Komisi Pemilihan Umum. Kelima, kasus-kasus lain yang
diserahkan kepada Mahkamah konstitusi di bawah otoritas undang-undang lain seperti undang-undang partai
politik dan pemilu.
Mahkamah Konstitusi berjumlah 15 (lima belas) hakim, seorang hakim ketua dan 14 (empat belas)
lainnya hakim anggota yang diangkat dengan persetujuan raja. Lima hakim agung Mahkamah Agung yang
dipilih secara intern oleh Mahkamah Agung dalam pemilihan yang tertutup, dua hakim agung dari lingkungan
Mahkamah Administrasi, lima orang yang mempunyai keahlian di bidang hukum dan tiga orang yang
mempunyai keahlian ilmu pengetahuan politik. Masa jabatan hakim Mahkamah Konstitusi selama sembilan
tahun dengan masa pensiun 70 Tahun.
Kedudukan Mahkamah Konstitusi Menguji Undang-Undang terhadap UUD dalam Proses Penegakan
Konstitusi dan Demokrasi
Menelaah keberadaan Mahkamah Konstitusi dengan jumlah hakim yang berbeda serta seleksi dan cara
pengankatan yang berbeda dari ketiga negara merupakan upaya menampilkan mekanisme yang benar-benar
kualifaid untuk terseleksinya hakim-hakim profesional bagi penegakan konstitusi dan demokrasi. Titik
penekanan fungsi keberadaan Mahkamah Konstitusi pada penegakan konstitusi dan demokrasi dimaksudkan
untuk menfokuskan perhatian pada lembaga tersebut dan relevansinya fungsi yang dimiliki. Persoalannya adalah
dimana letak demokrasinya proses penegakan konstitusi, jika suatu produk peraturan perundang-undangan yang
dihasilkan oleh lembaga perwakilan rakyat melalui proses musyawarah panjang yang demokratis, kemudian tibatiba suatu lembaga yang disebut Mahkamah Konstitusi dapat membatalkan. Dari perbandingan jumlah yang jauh
berbeda antara anggota lembaga perwakilan rakyat dengan anggota hakim konstitusi, seakan berada di luar
logika dengan keberadaan Mahkamah Konstitusi yang dapat membatalkan produk perundang-undangan yang
dihasilkan bersama antara legislatif dengan eksekutif.
44
45
DAFTAR PUSTAKA
Arifin, Firmansyah. 2002. Merambah Jalan Pembentukan Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Konsorsium
reformasi Hukum Nasional.
Ashiddiqi, Jimly. 2002. Mahkamah Konstitusi di Berbagai Negara. Seminar Regional, diselenggarakan oleh
Program Doktor Ilmu Hukum UII, Yogyakarta.
Azhary, Muhammad Tahir. 2003. Negara Hukum. Prenada Media. Jakarta.
Basah, Sjachran. 1994. Hukum Tata Negara Perbandingan. Alumni. Bandung.
Fatkhurohman et.al. 2004. Memahami Keberadaan Mahkamah Konstitusi di Indonesia. Citra Aditya. Bandung.
Kusnardi, Moh. dan Ibrahim, Harmaily. 1988. Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia. FH UI. Jakarta.
Madjid, Nurcholis. 1999. Cendekiawan dan Regiusitas Masyarakat. Paramadina. Jakarta.
Nasution, Adnan Buyung. 2001. Aspirasi Pemerintahan Konstitusional di Indonesia;Studi Sosio-Legal atas
Konstituante 1956-1959. Grafiti. Jakarta.
Noer, Deliar. 2000. Pemikiran Politik Negeri Barat. Mizan. Bandung.
Ridwan HR. 2003. Hukum Administrasi Negara. UII Press. Yogyakarta.
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum.UI Press Jakarta. Cetakan III.
Suherman, Ade Maman. 2004. Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, Rajawali Press. Jakarta.
Suseno, Frans Magnis. 1997. Mencari Sosok Demokrasi; Sebuah Telaah Filosofi. Gramedia. Jakarta.
Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar 1945 Setelah Amandement I, II, III, IV.
Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi.
Federal Constitutional Court Act, of 12 March 1951, as published on 11 August 1993.
46