TINJAUAN PUSTAKA
A.
B.
C.
1.
2.
Jatuh
3.
4.
Kecelakaan kerja
5.
6.
Kecelakaan olahraga
7.
Manifestasi Klinis
1. Nyeri yang menetap atau setempat.
2. Bengkak pada sekitar fraktur sampai pada fraktur kubah cranial.
3. Fraktur dasar tengkorak: hemorasi dari hidung, faring atau telinga dan darah
terlihat di bawah konjungtiva, memar diatas mastoid (tanda battle),
otoreaserebro
spiral
cairan
cerebrospinal
keluar
dari
telinga
),
iskemia
dan
perdarahan.Perdarahan
cerebral
menimbulkan
E.
mekanismenya
yaitu
a. Cedera kepala tumpul.
Cedera kepala tumpul biasanya berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas,
jatuh/pukulan benda tumpul. Pada cedera tumpul terjadi akselerasi 7 dan
rongga kranial
Fraktur linier
Fraktur linier merupakan fraktur dengan bentuk garis tunggal atau
stellata pada tulang tengkorak yang mengenai seluruh ketebalan tulang
kepala. Fraktur lenier dapat terjadi jika gaya langsung yang bekerja pada
tulang
kepala
cukup
besar
tetapi
tidak
menyebabkan
tulang
kepala bending dan tidak terdapat fragmen fraktur yang masuk kedalam
rongga intrakranial.
2)
Fraktur diastasis
Fraktur diastasis adalah jenis fraktur yang terjadi pada sutura tulamg
tengkorak yang mengababkan pelebaran sutura-sutura tulang 8 kepala.
Jenis fraktur ini sering terjadi pada bayi dan balita karena sutura-sutura
belum menyatu dengan erat. Fraktur diastasis pada usia dewasa sering
terjadi pada sutura lambdoid dan dapat mengakibatkan terjadinya hematum
epidural.
3)
Fraktur kominutif
Fraktur kominutif adalah jenis fraktur tulang kepala yang meiliki lebih
dari satu fragmen dalam satu area fraktur.
4)
Fraktur impresi
Fraktur impresi tulang kepala terjadi akibat benturan dengan tenaga
besar yang langsung mengenai tulang kepala dan pada area yang kecal.
Fraktur impresi pada tulang kepala dapat menyebabkan penekanan atau
laserasi pada duremater dan jaringan otak, fraktur impresi dianggap
bermakna terjadi, jika tabula eksterna segmen yang impresi masuk
dibawah tabula interna segmen tulang yang sehat.
5)
fossa media dan fraktur fossa posterior. Secara anatomi ada perbedaan
struktur di daerah basis kranii dan tulang kalfaria. Durameter daerah basis
krani lebih tipis dibandingkan daerah kalfaria dan durameter daerah basis
melekat lebih erat pada tulang dibandingkan daerah kalfaria. Sehingga bila
terjadi fraktur daerah basis dapat menyebabkan robekan durameter. Hal ini
dapat menyebabkan kebocoran cairan cerebrospinal yang menimbulkan
resiko terjadinya infeksi selaput otak (meningitis).
Pada pemeriksaan klinis dapat ditemukan rhinorrhea dan raccon eyes
sign (fraktur basis kranii fossa anterior), atau ottorhea dan batles
sign (fraktur basis kranii fossa media). Kondisi ini juga 9 dapat
menyebabkan lesi saraf kranial yang paling sering terjadi adalah gangguan
saraf penciuman (N,olfactorius). Saraf wajah (N.facialis) dan saraf
pendengaran (N.vestibulokokhlearis). Penanganan dari fraktur basis kranii
meliputi pencegahan peningkatan tekanan intrakranial yang mendadak
misalnya dengan mencegah batuk, mengejan, dan makanan yang tidak
menyebabkan sembelit. Jaga kebersihan sekitar lubang hidung dan telinga,
jika perlu dilakukan tampon steril (konsultasi ahli THT) pada tanda bloody/
otorrhea/otoliquorrhea.
Pada
penderita
dengan
tanda-tanda
c.
Menurut (Tobing, 2011) yang diklasifikasikan menjadi cedera otak fokal dan
cedera otak difus Cedera otak fokal yang meliputi.
1) Perdarahan epidural atau epidural hematoma (EDH) Epidural hematom
(EDH) adalah adanya darah di ruang epidural yitu ruang potensial antara
tabula interna tulangtengkorak dan durameter. Epidural hematom dapat
menimbulkan
penurunan
kesadaran
adanya
interval lusid
selama
dan
gejala
yang
menyerupai
TIA (transient
ischemic
oleh
benturan
antara
parenkim
otak
dengan
tulang
tengkorak, tetapi disebabkan oleh gaya akselerasi dan deselerasi akibat trauma
yang menyebabkan pecahnya pembuluh darah yang terletak lebih dalam, yaitu
di parenkim otak atau pembuluh darah kortikal dan subkortikal. Gejala klinis
yang ditimbulkan oleh ICH antara lain adanya 11 penurunan kesadaran.
Derajat penurunan kesadarannya dipengaruhi oleh mekanisme dan energi dari
trauma yang dialami.
5) Perdarahan subarahnoit traumatika (SAH)
Perdarahan subarahnoit diakibatkan oleh pecahnya pembuluh darah kortikal
baik arteri maupun vena dalam jumlah tertentu akibat trauma dapat memasuki
ruang subarahnoit dan disebut sebagai perdarahan subarahnoit (PSA). Luasnya
PSA
menggambarkan
luasnya
kerusakan
pembuluh
darah,
juga
Pasien bisa atau tidak bisa menuruti perintah, namun tidak memberi respon
yang sesuai dengan pernyataan yang di berikan
1) Amnesia paska trauma
2) Muntah
3) Tanda kemungkinan fraktur cranium (tanda Battle, mata rabun,
hemotimpanum, otorea atau rinorea cairan serebro spinal)
4) Kejang
c. Cedera kepala berat dengan nilai GCS sama atau kurang dari 8.
1) Penurunan kesadaran sacara progresif
2) Tanda neorologis fokal
3) Cedera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresi cranium (mansjoer,
2000)
F.
1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;lepaskan gigi
palsu,pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgnmemasang collar
cervikal,pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jikacedera orofasial mengganggu
jalan nafas,maka pasien harus diintubasi.
2. Menilai pernafasan : tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jikatidak beri
O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki danatasi cedera dada
berat spt pneumotoraks tensif,hemopneumotoraks.Pasang oksimeter nadi untuk
menjaga saturasi O2minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak terlindung
bahkan terancan/memperoleh O2 ygadekuat ( Pa O2 >95% dan Pa CO2<40%
mmHg serta saturasi O2 >95%)atau muntah maka pasien harus diintubasi serta
diventilasi oleh ahlianestesi.
3. Menilai sirkulasi : otak yg rusak tdk mentolerir hipotensi. Hentikan
semua perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera
intraabdomen/dada.Ukur dan catat frekuensidenyut jantung dan tekanan
darah pasang
EKG.Pasang
jalur
intravena
yg
besar.Berikan
larutan
dan
perdarahan
jaringan
otak 4.Edema
e.
Cedera/trauma ortopedi
f.
2. Sirkulasi
diplopia,
kehilangan
sebagain
lapang pandang,
gangguan
DX 1 : Resiko tinggi peningkatan TIK yang berhubungan dengan desak ruang sekunder dari
kompresi korteks serebri dari adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma,
subdural hematoma, dan epidural hematoma.
Tujuan : dalam waktu 2x24 jam tidak terjadi peningkatan TIK pada klien.
Kriteria hasil : klien tidak gelisah, klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah,
GCS 4, 5, 6, tidak terdapat papiledema. TTV dalam batas normal.
Intervensi
Rasionalisasi
Mandiri
Deteksi
dini
untuk
memprioritaskan
Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan intervensi, mengkaji status neurologis/tandaindividu/penyebab koma/penurunan perfusi tanda kegagalan untuk menentukan perawatan
jaringan
dan
kemungkinan
peningkatan TIK.
Memonitor tanda-tanda vital tiap 4 jam
dengan
baik
atau
fluktuasi
darah
serebral.
Dengan
bradikardi,
disritmia,
dispnea
diatur
oleh
(okulomotorik)
keseimbangan
saraf
yang
antara
III
cranial
menunjukkan
parasimpatis
dan
Peningkatan
kebutuhan
metabolism
dan
(Intracranial Pressure).
Pertahankan kepala/leher pada posisi yang Perubahan kepala pada satu sisi dapat
netral, usahakan dengan sedikit bantal. menimbulkan penekanan pada vena jugularis
Hindari penggunaan bantal yang tinggi pada dan
kepala.
menghambat
aliran
darah
otak
itu
dapat
meningkatkan
intracranial.
Berikan periode istirahat antara tindakan Tindakan
yang
perawatan dan batasi lamanya prosedur.
tekanan
terus-menerus
dapat
kumulatif.
Kurangi rangsangan ekstra dan berikan rasa Memberikan suasana yang tenang (colming
nyaman
seperti
masase
memberikan
istirahat
untuk
ramah, dan suasana / pembicaraan yang tidak mempertahankan TIK yang rendah.
gaduh.
Cegah/hindarkan
terjadinya
valsava Mengurangi
tekanan
maneuver.
intraabdominal
peningkatan TIK.
Aktivitas
ini
intratorakal
sehingga
menghindari
dapat
intrathorakal/tekanan
dan
meningkatkan
dalam
thoraks
dan
kerja
perawatan
meningkat.
Observasi tingkat kesadaran dengan GCS.
mengurangi kecemasan.
Perubahan
kesadaran
sama
klien
dalam
dan
menunjukkan
Mengurangi
hipoksemia,
dimana
dapat
peningkatan ntrakranial.
Pemberian cairan mungkin di inginkan untuk
mengurangi edema serebral, peningkatan
minimum pada pembuluh darah, tekanan
Berikan
antipiretik
contohnya
asetaminofen.
serebral/oksigen
yang
diinginkan.
Monitor hasil laboratorium sesuai dengan Membantu memberikan informasi tentang
indikasi seperti prothrombin, LED.
maksimal,
peninggian kepala tempat tidur. Balik kesisi meningkatkan ekspansi paru dan ventilasi pada
yang sakit. Dorong klien untuk duduk sisi yang tidak sakit.
sebanyak mungkin.
Observasi fungsi pernapasan, dispnea, atau Distress pernapasan dan perubahan pada tanda
perubahan tanda-tanda vital.
rencana terapeutik.
Jelaskan pada klien tentang etiologi/factor Pengetahuan apa
pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
dapat
mengurangi
yang
ansietas
dan
diharapkan
dapat
mengembangkan
ketakutan/ansietas.
Periksalah alarm pada ventilator sebelum Ventilator yang memiliki alarm yang bias
difungsikan. Jangan mematikan alarm.
untuk
mempertahankan
fungsi
napas
dalam,
napas
pelan,
napas
perut,
Pengecekan konsentrasi oksigen, memeriksa tindakan pada penyakit primer setelah menilai
tekanan oksigen dalam tabung, monitor hasil diagnostik dan menyediakan sebagai
manometer untuk menganalisis batas/kadar cadangan.
oksigen.
Mengkaji tidal volume (10-15 ml/kg). periksa
fungsi spirometer.
Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Pemberian antibiotik.
pengembangan parunya.
Pemberian analgesic.
Fisioterapi dada.
Konsul foto thoraks.
DX 3 : Tidak efektif bersihan jalan napas yang berhubungan dengan adanya jalan napas buatan
pada trakea, peningkatan sekresi sekret, dan ketidakmampuan batuk/batuk efektif sekunder
akibat nyeri dan keletihan.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam terdapat perilaku peningkatan keefektifan jalan napas.
Kriteria hasil : Bunyi napas terdengar bersih, ronkhi tidak terdengar, tracheal tube bebas
sumbatan, menunjukkan batuk yang efektif, tidak ada lagi penumpukan sekret di saluran
pernapasan.
Intervensi
Kaji keadaan jalan napas
Rasionalisasi
Obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh
akumulasi sekret, sisa cairan mucus, perdarahan,
bronkhospasme,
dan/atau
posisi
dari
akan
menimbulkan
tube
hati-hati
bantuan
perawat
ketika
endotracheal/tracheostomy
otot-otot
pernapasan
tube, (neuromuscular/neurosensorik),
keterlambatan
dan
durasinya
pun
dapat
lebih. Gunakan kateter pengisap yang sesuai, dikurangi untuk mencegah bahaya hipoksia.
cairan fisiologis steril.
membuat
hiperventilasi
melalui
segmen
minum
hangat
jika
paru-paru,
mengurangi
risiko
atelektasis.
keadaan Membantu pengenceran sekret, mempermudah
memungkinkan.
pengeluaran sekret.
Jelaskan kepada klien tentang kegunaan batuk Pengetahuan yang diharapkan akan membantu
efektif dan mengapa terdapat penumpukan mengembangkan
kepatuhan
klien
terhadap
mungkin.
Lakukan pernapasan diafragma.
ini
membantu
mengevaluasi
dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek keefektifan upaya batuk klien.
dan kuat.
Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien Sekresi kental sulit untuk di encerkan dan dapat
batuk.
pada atelektasis.
Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan Untuk menghindari pengentalan dari sekret atau
viskositas sekresi. : mempertahankan hidrasi mosa pada saluran napas pada bagian atas.
yang adekuat; meningkatkan masukan cairan
1000-1500
cc/hari
bila
tidak
ada
kontraindikasi.
Dorong atau berikan perawatan mulut yang Higine mulut yang baik meningkatkan rasa
baik setelah batuk.
kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
Kolaborasi dengan dokter, radiologi, dan Ekspektoran untuk memudahkan mengeluarkan
fisioterapi.
Pemberian ekspektoran.
Pemberian antibiotic.
Fisioterapi dada.
Konsul foto thoraks.
Lakukan fisioterapi dada sesuai indikasi Mengatur ventilasi segmen paru-paru dan
seperti postural drainage, perkusi/penepukan. pengeluaran sekret.
Berikan obat-obat bronchodilator sesuai Mengatur ventilasi dan melepaskan sekret
indikasi seperti aminophilin, meta-proterenol karena relaksasi muscle/bronchospasme.
sulfat (alupent), adoetharine hydrochloride
(bronkosol).
DX 4 : Nyeri akut yang berhubungan dengan trauma jaringan dan refleks spasme otot sekunder.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil : Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapat
mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah.
Intervensi
Rasional
Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan
pereda nyeri nonfarmakologi dan non-invasif.
Ajarkan relaksasi :
Teknik-teknik untuk menurunkan ketegangan Akan melansarkan peredaran darah sehingga
otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi dan
nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
yang menyenangkan.
Berikan kesempatan waktu istirahat bala terasa Istirahat akan merelaksasikan semua jaringan
nyeri dan berikan posisi yang nyaman misalnya sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
ketika tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
Tingkatkan pengetahuan tentang penyebab Pengkajian yang optimal akan memberikan
nyeri dan respons motorik klien, 30 menit perawat data yang objektif untuk mencegah
setelah
pemberian
obat
analgesic
untuk kemungkinan
komplikasi
dan
melakukan
Rasional
Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat
sebelumnya.
Nafas tidak teratur menunjukkan adanya
gangguan
menyempit
handuk kecil /
meningkat TIK.
pada kepala
Kolaborasi Tinggikan kepala pasien 15
indikasi
- Steroid
TIK.
- Analgetik sedang
- Sedatif
Untuk mengendalikan
kegelisahan agitas
Rasional
Klien dengan tracheostomy tube mungkin
memungkinkan.
pemasangan ventilator.
Nafsu makan biasanya berkurang dan nutrisi
Kolaborasi
pada lambung.
Diet tinggi kalori, protein, karbohidrat sangat
klien
1.
Definisi ARDS
Adult Respiratory Distress Syndrome (ARDS) merupakan sindrom yang
ditandai oleh peningkatan permeabilitas membran alveolar-kapiler terhadap
air, larutan dan protein plasma, disertai kerusakan alveolar difus, dan
akumulasi cairan dalam parenkim paru yang mengandung protein.
Sindrom klinis yang ditandai dengan penurunan progresif kandungan
oksigen arteri yang terjadi setelah penyakit atau cedera serius (Brunner &
Suddarth, 2001)
Kondisi kedaruratan paru yang tiba-tiba dan bentuk kegagalan nafas berat,
biasanya terjadi pada orang yang sebelumnya sehat yang telah terpajan pada
berbagai penyebab pulmonal dan non pulmonal. (Hudak & Gallow,1997 )
Merupkan sindrom yang ditandai oleh peningkatan permeabilitas
membrane alveolar kapiler terhadap air, larutan, dan protein plasma, disertai
kerusakan alveolar difus, dan akumulasi cairan dalam parenkim paru yang
mengandung protein (Aru W, dkk, 2006
2.
Epidemiologi/Insiden Kasus
ARDS telah menunjukkan hubungan dengan angka kematian hingga
setinggi 50% sampai 60%. Angka bertahan hidup sedikit meningkat ketika
penyebabnya dapat ditentukan, serta diobati secara dini dan agresif, terutama
pengguna tekanan ekspirasi akhir positif (PPEP).
Tahunan insiden dari ARDS adalah 1,5-13,5 orang per 100.000 orang
dalam populasi umum. Its insiden di unit perawatan intensif (ICU), ventilasi
mekanis penduduk jauh lebih tinggi.
3.
Faktor Resiko
1. Trauma langsung pada paru
Pneumoni virus,bakteri,fungal
Contusio paru
Inhalasi toksin
4.
Sepsis
Shock
Pankreatitis
Uremia
Overdosis Obat
Peningkatan TIK
Terapi radiasi
Pada fase inisiasi, kondisi yang menjadi faktor resiko akan menyebabkan
sel sel imun dan non imun melepaskan mediator mediator dan modulator
modulator inflamasi di dalam paru dan ke sistemik.
Pada fase amflikasi, sel efektor seperti netrofil teraktifasi, tertarik ke dan
tertahan di dalam paru. Di dalam organ target tersebut mereka melepaskan
mediator inflamasi, termasuk oksidan dan protease, yang secara langsung
merusak paru dan mendorong proses inflamasi selanjutnya.
Fase ketiga disebut fase injury. Kerusakan pada membran alveolar-kapiler
menyebabkan peningkatan permiabilitas membran, dan aliran cairan yang
kaya protein masuk ke ruang alveolar.
Cairan dan protein tersebut merusak integritas surfaktan di alveolus, dan
terjadi kerusakan lebih jauh.
Terdapat 3 fase kerusakan alveolus : Fase eksudatif (ditandai edema
interstisial
dan
alveolar,
nekrosis
sel
pneumosit
tipe
dan
Gejala Klinis
Gejala klinis utama pada kasus ARDS adalah :
o
Sianosis
Hipoksemia
Hipotensi
Febris (demam)
6.
Pemeriksaan Fisik
Inspeksi :
Mengamati bagian thorak.
Auskultasi :
Menggunakan stetoskop untuk mendengarkan frekuensi nafas
Palpasi :
o Menekan bagian thorak untuk mengetahui apakah thoraknya
edema dan nyeri
Perkusi :
Untuk mengetahui apakah ada cairan dalam paru paru atau tidak.
o
-
Sianosis bibir dan kuku tempat tidur dapat terjadi. Pemeriksaan paruparu mungkin mengungkapkan bilateral rales.
7.
Pemeriksaan diagnostik/penunjang
Laboratorium
Hipoksemia ( pe PaO2 )
Hipokapnia ( pe PCO2 ) pada tahap awal
karena hiperventilasi
Hiperkapnia ( pe PCO2 ) menunjukkan gagal
ventilasi
Alkalosis respiratori ( pH > 7,45 ) pada tahap
o
dini
o
tahap lanjut
Leukositosis
(pada
sepsis),
anemia,
trombositopenia
(refleksi
Foto dada:
Tahap awal ; sedikit normal, infiltrasi pada perihilir paru
Tahap lanjut ; Interstisial bilateral difus pada paru, infiltrate di alveoli
8.
Tekanan arteri pulmonar < 19 mmHg (tanpa ada tanda klinik CHF)
Kegagalan oksigenasi
Hipoksemia yang refrakter dengan terapi oksigen. Derajat beratnya
hipoksemia dilihat melalui rasio tekanan oksigen arteri pulmonal (PO2)
dengan konsentrasi oksigen inspirasi (FiO2): PO2/FiO2 < 26 kPA (< 200
-
mmHg),
Foto toraks memperlihatkan gambaran infiltrat bilateral yang difus
Tidak ditemukan gejala edema paru kardiogenik dan tekanan baji paru <
18 mmHg.
9.
Therapi/tindakan penanganan
-
Obat obatan
Kortikoseroid pada pasien dengan usia lanjut ARDS / ALI atau fase
fibroproliferatif, yaitu pasien dengan hipoksemia berat yang persisten,
pada atau sekitar hari ke 7 ARDS. Rekomendasi mengenai hal ini
masih menunggu hasil studi multi senter RCT besar yang sedang
berlangsung.
10. PROGNOSIS
Walaupun banyak penelitian telah dilakukan untuk mengetahui
mekanisme ARDS, perbaikan pengobatan dan teknik ventilator tapi
mortalitas pasien dengan ARDS masih cukup tinggi yaitu > 50%.
Beberapa pasien yang bertahan hidup akan didapatkan fibrosis pada
parunya dan disfungsi pada proses difusi gas/udara Sebagian pasien dapat
pulih kembali dengan cukup baik walaupun setelah sakit berat dan
perawatan ICU yang lama.
11. KOMPLIKASI
Karena ARDS adalah kondisi yang sangat serius yang memerlukan bentuk
terapi invasif bukan tanpa risiko. Komplikasi yang harus dipertimbangkan
adalah:
Gastrointestinal:
pendarahan
(ulkus),
dysmotility,
b. Pengkajian Dasar
- Breathing
DS : pasien mengeluh sesak nafas
DO : pernafasan cepat dan dangkal, Peningkatan kerja nafas ;
penggunaan otot bantu pernafasan seperti retraksi intercostal atau
substernal, nasal flaring, meskipun kadar oksigen tinggi. Suara
nafas : biasanya normal, mungkin pula terjadi crakles, ronchi, dan
suara nafas bronkhial. Perkusi dada : Dull diatas area konsolidasi.
Penurunan dan tidak seimbangnya ekpansi dada. Peningkatan
fremitus (tremor vibrator pada dada yang ditemukan dengan cara
-
lanjut
Brain
DS : pasien mengeluh kepala terasa sakit
DO : terjadi penurunan kesadaran mental.
Bladder :
DS : DO : Bowel
DS : pasien mengeluh mual, dan kehilangan nafsu makan.
DO : hilang atau melemahnya bising usus, perubahan atau
penurunan berat badan.
Bone
DS : DO : terdapat sianosis pada kulit dan kuku.
2. Diagnosa keperawatan
a. Bersihan Jalan Nafas Tak Efektif
Dapat dihubungkan dengan : Meningkatnya tahanan jalan nafas
(edema interstisisial).
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Laporan dipsnea, perubahan kedalaman atau frekuensi pernapasan,
penggunaan otot aksesori untuk bernafas, batuk ( efektif/tidak efektif)
dengan atau tanpa produksi sputum, Ansietas atau gelisah.
b. Kerusakan pertukaran gas
Dapat dihubungkan dengan : Kehilangan
surfaktan
menyebabkan
kolaps alveoli
Kemungkinn dibuktikan oleh :
Takipnea, penggunaan otot aksesori, sianosis, perubahan GDA,
gradient A-a dan tindakan pirau, ketidakcocokan ventilasi atau perpusi
dengan peningkatan
c. Gangguan perfusi jaringan
Dapat dihubungkan dengan : penurunan aliran balik vena, dan
penurunan curah jantung.
Kemungkinan dibuktikan oleh :sianosis, perubahan GDA.
DAFTAR PUSTAKA