Anda di halaman 1dari 30

Jamridafrizal

Rinawaty
Sri Rahayu S.
Thomas Sutana
Dwiana A.A

Teori, Konsep, Sistem


Pendidikan &Teknologi
Pendidikan
Dosen
Prof.Dr.Diana Nomida Musnir,M.Pd
Dr.Khaerudin, M.Pd.

PASCASARJANA TEKNOLOGI PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2015

DAFTAR ISI
Judul Makalah Teori Dan Konsep Pendidikan Dan Kaitannya Dengan
Teknologi Pendidikan

Pendahuluan
Daftara Isi
Dalam Pandangan John Locke............................................................2
Dalam Pandangan John Dewey..........................................................6
Dalam Pandangan Ki Hajar Dewantara ..............................................12
Dalam Pandangan Ikhwanu Al Shafa (Pendidikan Islam )..................17
Referensi ............................................................................................27

PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat. Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di
dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya.Itu
berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri
dan sadar lingkungan.Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri dan
lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercerabut dari akar
tradisinya.
Dalam makalah ini kami mengetengahkan teori dan konsep pendidikan yang
cukup beragam. Belajar dari teori dan konsep pendidikan dari John Locke di Eropa
sampai John Dewey di Amerika.Lalu menggali kekayaan buah pemikiran dari tanah
pertiwi oleh Sang Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara serta ditutup
dengan teori dan konsep pendidikan Islam.
Teori dan konsep yang dikemukakan dikemas dalam kaitannya dengan
teknologi pendidikan.Besar harapannya, pemaparan yang sederhana ini dapat
dilengkapi dan diperkaya dengan masukan-masukan yang bermanfaat.

TEORI DAN KONSEP PENDIDIKAN DAN KAITANNYA DENGAN TEKNOLOGI


PENDIDIKAN
1. JOHN LOCKE (1632 1704)
1.1. Pokok Pikiran Filosofis John Locke
Pemikiran filosofis John Locke menampilkan perhatiannya yang begitu besar
bagi kondisi natural alam dan manusia.Maksudnya John Locke menampilkan sistem
pemikiran filosofis yang berbasis pada kondisi natural.Pemikiran Locke tentang alam
dan manusia ditempatkannya dalam konteks pengalaman sebagai dasar dari
perkembangan hidup manusia.
Locke menegaskan bahwa tak ada realitas lain yang lebih tinggi dari pada
dunia empiris. Dunia itu berisi kualitas-kualitas primer yang menjadi dasar dan
pembentuk manusia.Tanpa sustratum material yang ada dalam alam, manusia tak
dapat membayangkan adanya kualitas-kualitas sekunder yang ditangkap oleh
pancaindra dan yang direfleksikan oleh akal budi. Tak ada realitas lain yang lebih
tinggi dari pada dunia indrawi. Hal ini berarti, alam menjadi sumber pengalaman dan
pengetahuan manusia.Semua pengetahuan manusia dapat tergantung pada
penglihatan aktualnya dan pengalaman indrawinya dengan obyek-obyek
material.Dalam kontak tersebut, pancaindra menangkap obyek-obyek itu, dan
dengan bantuan akal budinya, obyek-obyek itu dianalisa dan direfleksikan.Oleh
sebab itu, bagi John Locke sendiri, menolak adanya faktifisasi obyek meterial, identik
dengan menyangkan eksistensi pengetahuan.
Pandangan Locke tentang manusia berangkat dari penolakannya terhadap
teori innatisme[1] yang mengakui adanya ide-ide bawaan dari diri manusia. Ia
berpendapat bahwa manusia tidak dapat menghasilkan pengetahuannya dari dirinya
sendiri.Ketika lahir, manusia bagaikan kertas putih yang baru dan belum terisi.
Dalam dirinya tidak ada ide yang diwariskan oleh Allah, tak ada ide tentang
kebenaran moral dan kebaikan,[2] bahkan kecenderungan atau kebiasaan-kebiasaan
bawaan. Akal budi masih kosong. Namun dalam situasi yang kosong itu, manusia
sadar bahwa ia tidak bisa menghasilkan sesuatu yang berguna bagi eksistensinya.
Dalam usaha untuk mewujudkan eksistensinya tersebut, manusia mulai membangun

kontak dengan lingkungan sekitarnya dan membentuk dalam dirinya pengalamanpengalaman akan setiap obyek yang dihadapinya. Konsekuensinya, akal budi
manusia mulai terisi dan ia menjadi person yang rasional.
Penolakan Locke atas ide bawaan mendukung usaha individu dalam
kebutuhannya untuk mendapatkan pengetahuan dari pengalaman.Menurutnya,
seorang dapat menjadi budak atau bebas ditentukan oleh hak-hak kodrati seperti
hak hidup, kebebasan dan hak milik. Dengan demikian, Locke menampilkan karakter
dasar manusia sebagai makhluk rasional dan moral.[3] Menurut Locke, secara
kodrati manusia itu baik dan tanpa cela. Dalam kondisi alamiahnya itu, ia menjadi
person yang bebas untuk menentukan dirinya dan menggunakan hak miliknya tanpa
tergantung pada kehendak orang lain. Namun dalam kebebasannya tersebut,
manusia harus tinggal dan membentuk satu masyarakat politis, di mana seluruh
anggotanya memiliki hak dan kebebasan yang sama. Serentak juga ia sadar bahwa
semua manusia sama. Dalam kebersamaan tersebut, mereka mempercayakan
kekuasaan kepada penguasa dengan syarat bahwa hak-hak kodrati itu dihormati
oleh penguasa-penguasa tersebut dengan tujuan untuk mencapai kebahagiaan
hidup.
1.2. Pandangan John Locke Tentang Pendidikan
A. Tujuan Pendidikan
Dalam pandangannya tentang filsafat ilmu pengetahuan, Locke
mengemukakan tentang beberapa tujuan dari pendidikan, yakni pertama,
pendidikan bertujuan untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran setiap
manusia (bangsa). Oleh sebab itu, sebagai bagian akhir dari pendidikan,
pengetahuan hendaknya membantu menusia untuk memperoleh kebenaran,
keutamaan dan kebijaksanaan hidup.[4] Kedua, pendidikan juga bertujuan untuk
mencapai kecerdasan setiap individu dalam menguasai ilmu pengetahuan sesuai
dengan tingkatannya. Dalam konteks itu, Locke melihat pengetahuan sebagai usaha
untuk memberantas kebodohan dalam hidup masyarakat.Setiap manusia diarahkan
pada usaha untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya.Ketiga,
pendidikan juga menyediakan karakter dasar dari kebutuhan manusia untuk menjadi
pribadi yang dewasa dan bertanggungjawab.Dalam arti ini, pengetahuan dilihat oleh

John Locke sebagai sarana untuk membentuk manusia menjadi pribadi yang
bermoral.Seluruh tingkah laku diarahkan pada usaha untuk membentuk pribadi
manusia yang baik, sesuai dengan karakter dasar sendiri sejak diciptakan.Keempat,
pendidikan menjadi sarana dan usaha untuk memelihara dan membaharui sistem
pemerintahan yang ada.
B. Hakekat Pendidikan
Menurut Locke, seluruh pengetahuan pada hakekatnya berasal dari
pengalaman. Apa yang kita ketahui melalui pengalaman itu bukanlah obyek atau
benda yang hendak kita ketahui itu sendiri, melainkan hanya kesan-kesan pada
pancaindra kita. Dalam bukunya An Essay Concerning Human Understanding, Locke
berpendapat bahwa ide datang dari dua sumber pengalaman, yaitu pengalaman
lahiria (sensation) dan pengalaman badaniah (reflektion).Kedua pengalaman ini
saling menjalin.Locke melukiskan bahwa pikiran sebagai sesuatu lembaran kosong
yang menerima segala sesuatu dari pengalaman.Materi-materi diperoleh secara
pasif melalui pancaindra dan dengan aktivitas pikiran materi-materi itu disusun
menjadi suatu jaringan pengetahuan yang disebutnya sebagai reflection.Materimateri yang berada di luar kita menimbulkan di dalam diri kita gagasan-gagasan dari
pengalaman lahiriah. Oleh Locke, gagasan-gagasan ini diberdakan atas gagasangagasan tunggal (simple ideas) dan gagasan-gagasan majemuk (complex ideas).
Gagasan-gagasan tunggal muncul kepada kita melalui pengalaman, tanpa
pengolahan secara logis sedangkan gagasan-gagasan majemuk timbul dari
perpaduan gagasan-gagasan tunggal.
C. Metode Pendidikan
Pada dasarnya Locke menolak metode pangajaran yang biasa disertai dengan
hukuman.Baginya, tata krama dipelajari melalui teladan dan bahasa dipelajari
melalui kecakapan.Dengan demikian metode yang ditawarkan Locke adalah
pelajaran melalui praktek.Metode harus membawa para murid kepada praktek
aktivitas-aktivitas kesopanan yang ideal sampai mereka menjadi terbiasa. Anak-anak
pertama-tama belajar melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukan, baru kemudian tiba
pada pengertian atau pengetahuan atas apa yang ia lakukan.

D. Kurikulum Inti
John Locke menegaskan kurikulum harus diarahkan demi kecerdasan
individual, kemampuan dan keistimewaan anak-anak dalam menguasai
pengetahuan dan bukan pada pengetahuan yang biasa diajarkan dengan hukuman
yang sewenang-wenang. Kurikulum bagi kaum miskin hendaknya difokuskan pada
ibadat yang teratur demi memperbaiki kehidupan religius dan moral, pada kerajinan
tangan dan ketrampilan pertanian, pada pendidikan kesenian, dengan suatu maksud
bahwa para murid harus belajar membaca, menulis dan mengerjakan ilmu pasti.
Menurut Locke perkembangan kepribadian yang baik terdiri dari tiga bagian:
kebajikan, kebijaksanaan dan pendidikan. Pendidikan ini mencakup membaca,
menulis dan ilmu menghitung, bahasa dan kesusastraan, pengetahuan alam,
pengetahuan sosial dan kesenian.Ia juga menekankan studi geografi, aritmatika,
astronomi, geometri, sejarah, etika, dan hukum sipil.
1.3 Kaitannya dengan Teknologi Pendidikan
John Locke menekankan pendidikan harus praktis, berguna, berarti,
menyenangkan, anak harus dihormati, diperlakukan seperti orang dewasa,
dibiarkan untuk mengeluarkan pendapatnya, belajar dari pengalaman, dan
memperoleh berbagai kemampuan yang akan berguna baginya.
Ide John Locke ini memberi jalan bagi Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,
Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM). Dalam hal ini Guru diharapkan menghindari
memakai metode ceramah, satu arah semata-mata. Guru dapat memanfaatkan
media/multimedia yang dikenal oleh siswanya. Guru dapat membawa peserta
didiknya untuk belajar di luar ruangan kelas dan menyisipkan permainan untuk
memperkuat ide pembelajaran.
Tentu saja sebagaimana disampaikan Scott D Richman, kesenangan (dalam
fun teaching) itu bukan tujuan pada dirinya sendiri, melainkan agar murid bisa
menikmati pendidikan sehingga mendongkrak prestasi belajar mereka .[5]
Catatan:
[1] Innatisme merupakan paham yang mengatakan bahwa konsep-konsep
merupakan bawaan lahir.

2. JOHN DEWEY (1859-1952)


2.1 Biografi Singkat John Dewey (1859-1952)
John Dewey lahir di Burlington, Vermont tanggal 20 Oktober 1859. Karirnya
diawali pada bidang filosofi setelah lulus tahun 1879. Tahun 1884 Dewey mendapat
gelar doctor dari John Hopkins University dengan disertasi tentang filsafat
Kant.Sebagian besar kehidupannya dihabiskan dalam dunia pendidikan dan diterima
mengajar di University of Michigan (1884-1894).Tahun 1899, Dewey menulis buku
tentang berjudul The School and Society, yang memformulasikan metode dan
kurikulum sekolah yang membahas tentang pertumbuhan anak dan membantu
mendirikan sekolah baru bagi Social Research di New York.Tahun 1894 Dewey
berpindah tugas ke University of Chicago dan menjadi kepala jurusan filsafat,
psikologi dan pendidikan. Di sini, Dewey mengembangkan aliran Pragmatisme
bersama dengan Charles Sanders Peirce dan William James, di universitas ini pulalah
Dewey memperoleh gelar Profesor of Philosophy pada tahun yang sama. Tahun
1904 Dewey berpindah ke Columbia University di Department of Philosophy hingga
purna tugas.
Gagasan filosofis Dewey yang terutama adalah problem pendidikan yang
kongkrit, baik yang bersifat teori maupun praktek.Reputasinya terletak pada
sumbangan pemikirannya dalam filsafat pendidikan progresif di Amerika.Dewey
akhirnya meninggal dunia tanggal 1 Juni 1952.Sepanjang hidup dan karirnya, Dewey
telah banyak menulis buku maupun artikel mengenai teori pengetahuan dan
metafisika, serta pendidikan. Buku yang paling penting adalah How We Think (1910)
dan Democracy and Education (1916) merupakan karya yang fenomenal, Freedom
and Cultural, art and Eksperience, The Quest of Certainty Human Nature and
Conduct (1922), Experience and Nature (1925) (http://www.iep.utm.edu).

2.2 Pemikiran Dewey Tentang Pendidikan


Pemikirannya banyak dipengaruhi oleh teori evolusi dari Charles Darwin.
Yang mengajarkan bahwa hidup adalah suatu proses, dimulai dari tingkatan yang
terendah berkembang, maju dan meningkat. Hidup tidak statis melainkan dinamis.
Menurutnya dunia ini penciptaannya belum selesai, segala sesuatunya akan
mengalami perubahan, tumbuh dan berkembang tiada batas dan tidak ada finalnya.
John Dewey adalah salah satu pendiri aliran pragmatisme yang menganggap
kegiatan belajar adalah kegiatan yang aktif. Aliran pragmatisme disebut juga
instrumentalisme atau eksperimentalisme untuk membedakan dengan tokoh
penganut aliran yang sama. Instrumentalisme karena menganggap bahwa dalam
hidup ini tidak dikenal tujuan akhir, melainkan hanya tujuan antara dan sementara
yang merupakan alat untuk mencapai tujuan berikutnya dan eksperimentalisme
karena menggunakan metode eksperimen dan berdasarkan atas pengalaman dalam
menentukan kebenarannya.
Pengalaman adalah salah satu kunci filsafat instrumentalism. Pengalaman
merupakan keseluruhan aktivitas manusia yang mencakup segala proses yang saling
mempengruhi antara organisme hidup dalam lingkungan fisik dan sosial. Filsafat
instrumentalisme Dewey dibangun berdasarkan asumsi bahwa pengetahuan
berpangkal dari pengalaman-pengalaman yang bergerak dan bergerak kembali
menuju pengalaman, untuk menyusun kembali pengalaman-pengalaman tersebut
diperlukan pendidikan yang merupakan transformasi yang terawasi dari keadaan
yang tidak menentu kearah keadaan tertentu.
Aliran Pragmatisme Dewey yakin bahwa akal manusia aktif selalu ingin
meneliti, tidak pasif dan tidak begitu saja menerima pandangan tertentu sebelum
dibuktikan kebenarannya secara empiris.Pikiran tidak bertentangan dan tidak

terpisah dari dunia, melainkan merupakan bagian dari dunia.Pengetahuan sebagai


transaksi antara manusia dan lingkungannya dan kebenaran merupakan bagian dari
pengetahuan. Manusia dalam kehidupannya memerlukan alat untuk memecahkan
masalah-masalah tersebut yang selalu akan muncul karena pengalaman pada
dasarnya selalu berubah.
Dalam dunia pendidikan utamanya pendidikan yang berlangsung disekolah,
Dewey berpendapat bahwa sekolah tidak perlu ditempuh dalam waktu yang lama
dan ketat.Idenya siswa datang ke sekolah untuk melakukan kegiatan, untuk
mendapatkan sesuatu yang berguna bagi hidup di masyarakat.Apa yang diberikan di
sekolah haruslah sesuatu yang nyata yang nantinya dapat dipraktekkan dalam
kehidupan bermasyarakat. Sebagai contohnya, pelajaran matematika dapat
disampaikan dengan cara yang menyenangkan seperti dilakukan dengan memasak
atau berbelanja di pasar atau toko (http://wilderdom.com).
Penyampaian materi dengan praktek langsung di sekolah menurut Dewey
akan lebih mudah dipahami oleh pebelajar. Hal ini sejalan dengan yang dikatakannya
yaitu Education is life itself. Pendapat Dewey juga bahwa pendidikan merupakan
proses sosial dimana anggota masyarakat yang belum matang (terutama anak-anak)
diajak ikut berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan pendidikan adalah memberikan
kontribusi dalam perkembangan pribadi dan sosial seseorang melalui pengalaman
dan

pemecahan

masalah

yang

berlangsung

secara

reflektif

(Reflective

Thinking).Dewey dan Peirce memiliki pemikiran bahwa suatu ide itu benar apabila
berakibat memberi kepuasan jika diuji secara objektif dan ilmiah.Untuk
memecahkan masalah-masalah sosial dan perorangan yang paling penting,
diharapkan menerapkan logika sains pada pengalaman yang problematis. John
Dewey dalam menerapkan konsep pragmatisme secara eksperimental dalam
memecahkan masalah dengan 5 langkah utama yaitu:

1.Adanya suatu kesulitan yang dirasakan. Pada langkah ini pebelajar


mempunyai pengalaman langsung dari keterlibatannya artinya dalam tahap ini,
pebelajar merasakan adanya permasalahan setelah mengalami langsung situasi
belajar.
2.Menentukan letak dan batas kesulitan. Langkah ini menuntun pebelajar
untuk berfikir kritis yang terkendali dan pemikiran yang tidak terkendali.Berdasarkan
pengalaman pada langkah pertama tersebut pebelajar mempunyai masalah khusus
yang merangsang pikirannya, dalam langkah ini pebelajar mencermati permasalahan
dan timbul upaya mempertajam masalah sampai pada menentukan faktor-faktor
yang diduga menyebabkan timbulnya masalah.
3.Saran pemecahan yang mungkin. Pebelajar mempunyai atau mencari
informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut, dalam langkah ini
pebelajar

memikirkan

dan

merumuskan

penyelesaian

masalah

dengan

mengumpulkan data-data pendukung.


4.Pengembangan melalui penalaran dari langkah ketiga. Pada langkah ini
pebelajar mengembangkan berbagai kemungkinan dan solusi tentatif untuk
memecahkan masalah, pebelajar berusaha untuk mengadakan penyelesaian
masalah

dengan

memunculkan

hipotesis

penyelesaian

masalah.Melakukan

pengamatan dan percobaan lebih lanjut.


5.Pada langkah kelima mengarahkan pada penerimaan atau penolakan
kesimpulan mengenai keyakinan atau kesangsian. Artinya pebelajar menguji
kemungkinan dengan jalan menerapkannya untuk memecahkan masalah sehingga
pebelajar

menemukan sendiri keabsahan temuannya, pebelajar mencoba

menyelesaikan permasalahan dengan menguji hipotesis yang sudah disusunnya dan


kemudian menarik kesimpulan.(Yusufhadi, 2005).

Dari langkah di atas, Dewey berusaha menyusun suatu teori yang logis dan
tepat berdasarkan konsep, pertimbangan, penyimpulan dalam bentuknya yang
beraneka ragam, dalam arti alternatif. Menurutnya apa yang dikatakan benar adalah
apa yang pada akhirnya disetujui oleh semua orang yang menyelidikinya. Jadi
menurut Dewey, kesimpulan penelitian yang dihasilkan haruslah berlaku secara
umum tidak hanya untuk kasus tertentu saja. Kegiatan berpikir timbul karena
adanya gangguan terhadap situasi yang menimbulkan masalah bagi manusia
(langkah 1,2) untuk memecahkannya disusun hipotesis sebagai bimbingan bagi
tindakan berikutnya. Dewey menegaskan bahwa berpikir ilmiah merupakan alat
untuk memecahkan masalah, yang kemudian disebut metode ilmiah.Metode ilmiah
tersebut oleh Dewey disebut dengan reflective thinking.
2.3 Aplikasi Dalam Teknologi Pendidikan
Project-Based Learning
Project-based learning adalah metode pedagogis dimana para siswa bekerja
sebagai tim kemudian diberikan pertanyaan untuk dijawab, kemudian diarahkan
untuk membuat sebuah artefak untuk menyajikan pengetahuan yang mereka
peroleh. (e-book: Instructional Technology Philosophy). Artefak mungkin termasuk
berbagai media seperti tulisan, gambar, representasi tiga dimensi, video, fotografi,
atau presentasi berbasis teknologi.Dasar dari project-based learning terletak pada
keaslian atau kehidupan nyata aplikasi penelitian dan dianggap alternatif dari
pembelajaran yang berbasis kertas, menghafal, serta pembelajaran dalam ruang
kelas yang dibimbing oleh guru.
Para pendukung project-based learning menyebutkan banyak manfaat dari
strategi ini, misalnya siswa dapat memahami lebih mendalam mengenai konsep,
basis pengetahuan yang lebih luas, meningkatkan komunikasi dan keterampilan

10

interpersonal/sosial, meningkatkan keterampilan kepemimpinan, kreativitas, dan


keterampilan menulis.
John Dewey awalnya mempromosikan ide "learning by doing."Ide ini telah
mendasari project-based learning yang berkembang dewasa ini. Meskipun banyak
kelebihan project-based learning ini namun kelemahan yang ada apabila terdapat
kemalasan sosial yaitu adanya anggota tim yang tidak berkontribusi maksimal di
dalam kerja tim akan dapat menurunkan standar kinerja yang akan dicapai.
Elemen: Ide inti project-based learning adalah bahwa masalah di dunia nyata
menarik minat siswa dan meningkatkan pemikiran yang lebih mendalam akan
keinginan siswa untuk memperoleh dan menerapkan pengetahuan baru dalam
konteks pemecahan masalah. Guru memainkan peran fasilitator, bekerja sama
dengan siswa untuk menyusun pertanyaan penting, penataan tugas bermakna,
pembinaan pengembangan pengetahuan dan keterampilan sosial, dan menilai
dengan cermat apa saja

yang telah siswa pelajari dari pengalaman selama

mengerjakan proyek. Proyek yang khas menyajikan masalah untuk dipecahkan,


misalnya apa cara terbaik untuk mengurangi polusi di kolam sekolah, atau fenomena
untuk diselidiki misalnya apa yang menyebabkan hujan.
Contoh: Di tingkat SMA, kegiatan kelas mungkin termasuk membuat sistem
pemurnian

air,

membuat

pupuk

kompos,

meneliti

statistik

sampah,

mendokumentasikan sejarah lokal melalui wawancara, atau menulis esai tentang


pemulung. Kelas ini dirancang untuk membantu siswa berpikir kritis dan
mempersiapkan

diri

untuk

menempuh

pendidikan

yang

lebih

tinggi.

sumbangan

yang

besar

dalam

(http:www.boundless.com)
Pemikiran

Dewey

telah

memberi

pembaharuan dunia pendidikan, utamanya pada proses pembelajaran di kelas yang


disarankannya tidak terfokus pada guru melainkan pada siswa, karena siswa
mempunyai kekuatan-kekuatan yang luar biasa yang dapat digali dengan menarik
minat dan keinginannya untuk mendapatkan pengetahuannya sendiri dan guru
hanya bertindak sebagai fasilitator.

11

PEMIKIRAN KI HAJAR DEWANTARA TENTANG PENDIDIKAN


Pada jaman kemajuan teknologi sekarang ini sebagian besar perilaku
manusia dipengaruhi oleh pesatnya perkembangan dan kecanggihan teknologi.
Banyak orang terbuai dengan teknologi yang canggih, sehingga melupakan aspekaspek lain dalam kehidupannya seprti pentingnya membangun relasi dengan orang
lain, perlunya melakukan aktivitas sosial di dalam masyarakat, pentingnya
menghargai sesama lebih dari apa yang telah berhasil dibuatnya dan lain-lain.
Seringkali teknologi yang dibuat manusia untuk membantu manusia tidak lagi
dikuasai oleh manusia tetapi sebaliknya manusia yang dikuasai oleh kemajuan
teknologi.Manusia tidak lagi bebas menumbuhkembangkan dirinya menjadi manusia
seutuhnya dengan segala aspeknya. Keberadaan manusia pada jaman ini seringkali
dinilai dari to have ( apa saja materi yang dimilikinya ) dan to do ( apa saja yang telah
berhasil / tidaka berhasil dilakukannya ) daripada keberadaan pribadi yang
bersngkutan ( to be ). Dalam pendidikan perlu ditanamkan sejak dini bahwa
keberadaan seorang pribadi, jauh lebih penting dan tentu tidak persis sama dengan
apa yang menjadi miliknya dan apa yang telah dilakukannya. Sebab manusia tidak
sekedar pemilik kekayaan dan juga menjalankan suatu fungsi tertentu. Pendidikan
yang humanis menekankan pentingnya pelestarian eksistensi manusia, dalam arti
membantu manusia lebih manusiawi, lebih berbudaya sebagai manusia yang utuh
berkembang ( menurut ki Hajar Dewantara menyangkut daya cipta ( kognitif ), daya
rasa ( afektif ) dan data karsa ( konatif )). Pendek katam educate the head, the heart
and the hand.
Di tengah-tengah maraknya globalisasi komunikasi dan teknologi, manusia
makin bersikap individualis.Mereka gandrung teknologi, asyik dan terpesona dengan
penemuan-penemuan / barang-barang baru dalam bidang iptek yang serba canggih

12

sehingga cenderung melupakan kesejahteraan dirinya sendiri sebagai pribadi


manusia dan semakin melupakan aspek sosialitas dirinya.Oleh karena itu,
pendidikan dan pembelajaran hendaknya diperbaiki sehingga memberikan
keseimbangan pada aspek individualitas ke aspek sosialitas atau kehidupan bersama
sebagai masyarakat manusia.Pendidikan dan pembelajaran hendaknya juga
dikembalikan kepada aspek-aspek kemanusia yang perlu ditumbuhkembangkan
pada diri peserta didik.
Ki Hajar Dewantara, pendidik asli Indonesia, melihat manusia lebih pada sisi
kehidupan psikologinya. Menurutnya manusia memiliki daya jiwa, yaitu : cipta, karsa
dan karya. Pengembangan manusia seutuhnya menuntut pengembangan semua
daya secara seimbang. Pengembangan yang terlalu menitikberatkan pada satu daya
saja akan menghasilkan ketidakutuhan perkembangan sebagai manusia. Beliau
mengatakan bahwa pendidikan yang menekankan pada aspek intelektual belaka
hanya akan menjauhkan peserta didik dari masyarakatnya. Dan ternyata pendidikan
sampai sekarang ini hanya menekankan pada pengembangan daya cipta dan kurang
memperhatikan pengembangan olah rasa dan karsa. Jika berlanjut terus akan
menjadikan manusia kurang humanis atau manusiawi.
Dari titik pandang sosio-antropologis, kekhasan manusia yang membedakan
dengan makhluk lain adalah bahwa manusia itu berbudaya, sedangkan makhluk
lainnya tidak berbudaya. Maka salah satu cara yang efektif untuk menjadikan
manusia lebih manusiawi adalah dengan mengembangkan kebudayaanya.
Persoalnnya budaya dalam masyarakat itu berbeda-beda. Dalam masalah
kebudayaan berlaku pepatath : lain ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya.
Manusia akan benar-benar menjadi manusia kalau ia hidup dalam budayanya
sendiri. Manusia yang utuh antara lain dimengerti sebagai manusia itu sendiri
ditambah dengan budaya masyarakat yang melingkupinya.

13

Ki Hajar Dewantaraaa sendiri dengan menubah namanya ingin menunjukkan


perubahan sikapnya dalam melaksanakan pendidikan, yaitu dari satria pinadhita ke
pinadhita satria, yaitu dari pahlawan yang berwatak guru spiritual ke guru spiritual
yang berjiwa ksatria, yang mempersiapkan diri dan peserta didik untuk melindungi
bangsa dan negara. Bagi Ki Hajar Dewantara, para guru hendaknya menjadi pribadi
yang bermutu dalam kepribadian dan kerohaniaan, baru kemudian menyediakan diri
untuk menjadi pahalawan dan juga menyiapkan para peserta didik untuk menjadi
pembela nusa dan bangsa. Dengan kata lain, yang diutamakan sebagai pendidik
pertama-tama adalah fungsinya sebagai model atau figur keteladanan, baru
kemudian sebagai fasilitator atau pengajar. Oleh karena itu, nama Hajar Dewantara
sendiri memiliki makna sebagai guru yang mengajarkan kebaikan, keluhuran,
keutamaan. Pendidik atau sang Hajar adalah seorang yang memilki kelebihan di
bidang keagamaan dan keimanan sekaligus masalah sosial kemasyarakatan.
Modelnya adalah Kyai Semar ( menjadi perantara antara Tuhan dan manusia,
mewujudkan kehendak Tuhan di dunia ini ). Sebagai pendidik yang merupakan
perantara Tuhan, maka guru sejati sebenarnya adalah berwatak pandita juga, yaitu
mampu menyampaikan kehendak Tuhan dan pembawa keselamatan.
Manusia merdeka adalah tujuan pendidikan Taman Siswa.Merdeka baik
secara fisik, mental dan kerohanian.Namun kemerdekaan pribadi ini dibatasi oleh
tertib damainya kehidupan bersama dan ini mendukung sikap-sikap seperti
keselarasan,

kekeluargaan,

musyawarah,

toleransi,

kebersama,

demokrasi,

tanggungjawan dan disiplin.Sedangkan maksud pendirian Taman Siswa adalah


membangun budayanya sendiri, jalani hidup sendiri dengan mengembangkan rasa
merdeka dalam hati setiap orang melalui media pendidikan yang berlandaskan pada
aspek

aspek

nasional.Landasan

filosofisnya

adalah

nasionalistik

dan

universalistik.Nasionalistik maksudnya adalaha budaya nasional, bangsa yang

14

merdeka dan independen baik secara politis, ekonomis maupun spiritual.Universal


artinya berdasarkan pada hukum alam, segala sesuatu merupakan perwujudan dari
kehendak Tuhan.Prinsip dasarnnya adalah kemerdekaan, merdeka dari segala
hambatan.Cinta, kebahagiaan, keadilan dan kedamain tumbuh dalam diri
manusia.Suasana yang dibutuhkan dalam dunia pendidikan adalah suasana yang
berprinsip pada kekeluargaan, kebaikan hati, empati, cinta kasih dan penghargaan
terhadap masing-masing anggotanya. Maka, hak setiap individu hendaknya
dihormati ; pendidikan hendaknya membantu peserta didik untuk menjadi merdaka
dan independen secara fisik mental dan spiritual ; pendidikan hendaknya tidak
hanya mengembangkan aspek intelektual sebab akan memisahkan dari orang
kebanyakan; pendidikan hendaknya memperkaya setiap individu tetapi perbedaan
antara masing-masing pribadi harus tetap dipertimbangkan; pendidikan hendaknya
memperkuat rasa percaya diri, mengembangkan harga diri; setiap orang harus hidup
sederhana dan guru hendaknya rela mengorbankan kepentingan-kepentingan
pribadinya demi kebahagiaan peserta didiknya. Peserta didik yang dihasilkan adalha
peserta didik yang berkepribadian merdaka, sehat fisik, sehat mental, cerdas,
menjadi anggota masyarakat yang berguna dan bertanggungjawab atas kebahagiaan
dirinya dan kesejahteraan orang lain. Metode yang sesuai dengan sistem pendidikan
ini adalah sistem among, yaitu : metode pengajaran dan pendidikan yang
mendasarkan pada asih, asah dan asuh. Yang dimaksud dengan manusia merdeka
adalah seorang yang mampu berkembang secara uth dan selaras dari segala aspek
kemanusiaanya dan yang mampu menghargai dan menghormati kemanusiaan setiap
orang. Oleh karena itu, bagi Ki Hajar Dewantara pepatah in sangat tepat, yaitu
educate the head, the heart and the hand
Guru yang efektif memiliki keunggulan dalam mengajar; dalam hubungannya
dengan peserta didik dan anggota komunitas sekolah; dan juga relasa dan

15

komunikasinya dengan pihak lain; segi administrasi sebagai guru dan sikap
profesionalitasnya. Sikap-sikap profesional itu meliputi antara lain : keinginan untuk
memperbaiki diri dan keingina untuk mengikuti perkembangan zaman. Maka,
penting pula membangun suatu etos kerja yang positif, yaitu menjunjung tinggi
pekerjaan, menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerja dan keinginan untuk
melayani masyarakat.Dalam kaitan ini penting juga penampilan seorang profesional
secara fisik, intelektual, relasi sosial, kepribadian, nilai-nilai dan kerohanian serta
mampu menjadi motivator.Singkatnya perlu adanya peningkatan mutu kinerja yang
profesional, produktif dan klaboratif demi pemanusiaan secara utuh setiap peserta
didik.
Akhirnya,

kita

perlu

menyadari bahwa

tujuan

pendidikan

adalah

memanusiakan manusia muda.Pendidikan hendaknya menghasilkan pribadi-pribadi


yang lebih manusia, berguna dan berpengaruh di masyarakatnya, yang
bertanggungjawab atas hidupnya sendiri dan orang lain, yang berwatak luhur dan
berkeahlian.

16

Teori Dan Konsep Pendidikan Ikhwanu Al Shafa (Pendidikan Islam )


Kaitannya Dengan Teknologi Pendidikan
A.

Pendahuluan

Ikhwanu Al Shafa adalah sebuah perkumulan politik bahwa tanah yang


berpusat di kota Bashrah dalam masa pertengahan kedua abad 4 hijrah (abad 10
M).Mereka membahas berbagai cabang ilmu, termasuk pendidikan dan pengajaran.
Dengan kegiatan pendidikan mereka maksudnya untuk membina generasi muda
yang cakap, berilmu, berakhlak mulia, memiliki pandangan luas dan tajam sehingga
mampu bekerja dan bertanggung jawab di dalam suatu negara yang akan dibangun
nanti. Pendidikan Islam merupakan sebuah pendidikan yang harus dilakukan secara
sadar untuk mencapai tujuan yang jelas melalui syariat Islam. Pendidikan Islam
adalah universal dan hendaknya diarahkan untuk menyadarkan manusia bahwa diri
mereka adalah hamba tuhan yang berfungsi mengahambakan diri kepadanya
B.Sumber Ajaran Islam
1).Al-quran,Firman Allah yang disampaikan kepada Nabi Muhammad Melalui
malaikat Jibril
2) sunnah adalah perkataan, perbuatan, dan takrir nabi
C.Dasar Pendidikan
Dasar pendidikan adalah Islam yang dijabarkan dalam pengenalan tentang
(1) Allah, alam dan manusia, (2) Akhlak manusia dan ilmu, (3) masyarakat yang
makmur dan pemerintah yang adil. Allah telan menciptakan alam semesta bukanlah
tanpa tujuan.Dan manusia, secara khusus, dimuliakan-Nya dan dibebani-Nya tugas
untuk menjadi khalifahnya di muka bumi dan bertugas memakmurkannya serta
memanfaatkan alam semesta seoptimal mungkin tanpa melupakan Allah.
Kemakmuran tersebut tidak mungkin akan tercapai tanpa akhlak mulia dan ilmu
pengetahuan. Yang pertama akan tercapai dengan mengamalkan ajaran Allah dan
Rasul-Nya mengenai akhlak mulia. Sedang yang kedua diperoleh melalui sumber
ajaran Allah, pengenalan dengan indra dan penalaran dengan akal. Semuanya

17

diarahkan kepada pencapaian cita cita mendirikan suatu pemerintahan yang adil
dan bewibawa berdasarkan nilai keutamaan Islam
D.Tujuan Pendidikan
Ikhwanu Al Shafa menjabarkan tujuan pendidikan sebagai berikut :
1)Mengenal Allah dan Ke-Esaan-Nya. Tujuan ini adalah yang terpenting.
Semua tujuan lain dari kagiatan pendidikan adalah sekedar wasilah (jalan) untuk
mencapai tujuan utama itu.
2)Mengenal dan mendidik diri. Pengenalan akan Allah tidak akan tercapai
oleh manusia kecuali apabila ia telah mengenal dengan baik dirinya. Pengenalan
yang benar tentang hakikat diri akan membimbing ke arah iman kepada hari
berbangkit di akhirat, pahala dan siksaan yang pada gilirannya, akan menumbuhkan
gairah untuk berakidah benar, beramal saleh, berakhlak mulia dan tabah
menghadapi segala kemelut hidup.
3)Membesarkan ruh dari jasad dan mengutamakan nikmat akhirat. Tugas
hakiki manusia di dunia adalah meningkatkan dirinya untuk mencapai insan kamil
(manusia seuntuhnya) dan dengan ilmunya berhasil mencapai bashirah (penalaran
tinggi). Dengan begitu ia akan dapat terbebas dari alam jasad dan kekelaman
kebodohan (dalam masa hidupnya) dan menerobos alam angkasa (alam langit) serta
menerawang ke alam abadi, alam sorgawi.
4)meningkatkan kesejahteraan manusia di dunia. Ilmu harus diaplikasikan
dalam rangka mencapai kesejahteraan hidup.Manusia yang layak mendapat
penghormatan adalah yang dapat menerapkan ilmunya ke dalam realitas kehidupan
yang sebenarnya.
E.Asas asas Pendidikan
Ikhwanu al Shafa mengemukakan asas pendidikan sebagai berikut :
1)Asas perbedaaan individu (individual differences)
Pengajar harus menyesuaikan materi pelajaran dengan kondisi pribadi atau
potensi intelejensi anak anak, karena mereka berbeda antara satu dengan yang
lainnya, baik perbedaan itu karena berlainan fisis, psikis dan intelejensi maupun

18

karena keberagaman faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Perbedaan


tersebut tidak hanya dalam kalangan individu melainkan juga dalam kalangan
kelompok sosial dan antar bangsa dan termanifestasi yang atau terkonfigurasi dalam
berbagai prilaku kehidupan sosial, misalnya tingkah laku, watak, cara berpikir,
bahasa dan sebagainya yang bermura kepada nuansa nuansa penampilan diri dan
ciri karakteristik individual yang sukar diukur secara tepat.
2)Asas Umum dan Khusus
Ke dalam asas umum termasuk anak anak, wanita, anak terbelakang
(retarded chidren), banci, cacat tubuh (physically retarded) dan yang semacamnya.
Ke dalam asas khusus terkategori para ulama, ilmuwan, cedekiawan, filosof dan
yang semacamnya.Ilmu pengetahuan yang dimiliki Ikhwanu al Shafa tidak akan
diberi kecuali kepada kelompok khusus saja. Oleh karena itu, maka yang dapat
bergabung ke dalam kelompok mereka adalah dari kalangan khusus dan terseleksi
serta telah berhasil menempuh tingatan tingkatan ilmu, sesuai dengan jenjang
jenjang yang mereka tentukan.
3)Asas Menolak taqlid
Setiap orang harus berpegang teguh kepada dirinya dlam berusaha
menemukan hakikat dan tidak boleh menjadi pengikut setia (taqlid) saja kepada
pendapat orang lain. Masing - masing harus berusaha menemukan sendiri sesuatu
ilmu dan jika mungkin mencari sendiri proposisi proposisi penunjangnya.
Kelompok yang terbebas dari keharusan itu hanyalah anak anak, wanita dan
mereka yang lemah akal (feeable minded). Oleh karena itu, setiap peserta didik
harus diarahkan kepada berpikir dan menemukan sendiri natijah logik daripada
kegiatan berpikirnya.
4)Asas Ilmu Inherent pada Amal
Pengajaran tidak hanya sekedar mengisi otak anak dengan berbagai ilmu
pengetahuan, tetapi lebih dari itu, ilmu tersebut harus termanifestasi dan
terealisasikan dalam amal perbuatan nyata. Selanjutnya, orang orang yang
beramal (berbuat) tanpa ilmu pengetahuan pasti akan sesat dan malah mungkin
sekali berakibat tidak baik terhadap dirinya. Oleh karena itu, pendidikan adaah

19

membimbing anak kearah


menuntut ilmu dengan tujuan untuk
diwujudkan/diamalka.Ilmu yang diperoleh anak seharusnya membimbingnya ke
arah
peningkatan
kemamuan
konseptualisasi
konsepsi,
kemampuan
operasionalisasi, aplikasi dan keterampilan yang akurat.
5)Asas bakat dan kecenderungan
Perbedaan bakat menyatakan keinginan dan kecederungan berlainan, baik
dalam hal ilmu maupun profesi atau pekerjaan.Ada manusia yang berbakat dagang,
pertukangan atau lainnya dan ada yang berbakat ilmiah, tetapi berlainan ilmu yang
menduduki pusat minatnya, di samping berbeda pula kemampuan intelejensi (IQ)
dan kesempatan memperolehnya. Anak harus terlebih dahulu mengerti atau kenal
akan berbagai ilmu yang akan dipelajarinya sehingga ia dapat menentukan altenarif
pemilihan ilmu yang sesuai dengan bakat dan minatnya atau mana di antara ilmu
ilmu itu yang terkategori pokok baginya sehingga ia merasa wajib mendalaminya.
Hal ini perlu karena ilmu telah berkembang sedemikian banyaknya sehingga tidak
mungkin semuanya dipelajari secara mendalam oleh setiap orang.
F.Sistem Belajar
Sesuai dengan sifat perkumpulannya yang rahasia, maka belajar tidak
dilakukan secara klasikal. Mereka tidak mendaftarkan Peserta didik dalam jumlah
dan absen tertentu tetapi berusaha memilih orang orang yang setelah dengan cara
rahasia diberi informasi tertentu, diperkirakan akan bersedia bergabung kedalam
jamaah mereka. Setelah calon baru diperoleh mulailah mereka mendidik dengan
cara-cara sebagai berikut :
1)Membina kegairahan ilmiah
Kepada calon dijelaskan tentang keutamaan dan kebajikan melalui
pembacaan beberapa bagian dari Risalah Ikhwanu al Shafa. Masalah masalah yang
terasa sulit oleh calon, tidak diberikan jawaban yang memuaskan sehingga ia merasa
bergairah untuk mempelajarinya lebih jauh. Di samping itu, kepada calon diajukan
beberapa topik yang digambarkan sebagai sangat penting, tetapi pembahasan dan
penyelesaiannya akan diperoleh hanya melalui penelahan mendalam Risalah
Risalah Ikhwanu al Shafa, terutama dengan menemui ahlinya (baca : pemimpinnya).

20

Itulah sebabnya, mengapa kepada calon hanya diajarkan ilmu yang sifatnya hanya
pendahuluan atau pengantar.
2)Latihan Jiwa
Jika calon siswa sudah terlihat senang akan dan gairah kepada ilmu, maka
Pengajar (Ikhwanu al Shafa) harus bersikap sebagai dokter yang benar benar
lembut dan bahkan berbuat sebagai perawat pasien yang baik. Ia harus menghadapi
calon dengan sopan serta menghajarnya secara berangsur sesuai dengan tingkat
kemampuannya. Jika setelah belajar terlihat tanda tanda jiwa calon sudah suci dan
akhlaknya sudah baik, maka Pengajar sudah dapat memuali latiah latihan
intelejensinya dengan mengajarkan ilmu ilmu pasti alam, mencoba dengan ujian
ujian mentalitas dan loyalitas sebelum mengajarnya ilmu ilmu hikmat yang sifatnya
rahasia. Pengajar dilarang membuka rahasia dan ilmu dan hikmat sebelum mengenal
calon dengan amat baik, terutama loyalitasnya.Ia akan mendapat hukuman
meskipun tidak pernah dilakukan jika melanggar ketentuan itu. Setelah latihan dan
ujian itu selesai maka calon akan diajar dalam majlis majlis khusus.
3)Membaca dan Mendiskusikan isi Risalah
Risalah rislah Ikhwanu al Shafa yang berjumlah 51 buah itu, dijadikan buku
pegangan dalam semua majlis pengajaran mereka.Untuk lebih menolong para
penggemar mereka telah menyusun daftar isi dari semua Risalah secara
berurutan.Dengan penyusunan itu mereka maksudkan tidak saja untuk
memudahkan menemukan masalah melainkan juga menolong bagi mempelajarinya
secara bertingkat.
Peserta didik Peserta didik yang sudah dapat menyelesaikan pendalaman
semua Risalah berarti sudah meningkat menjadi ilmuwan muttaqin.Ia dibenarkan
melanjutkan studynya ketingkat lebih tinggi, yakni mendalami kitab kitab
terhormat yang dipelihara secaha khusus dan dirahasiakan yang amat dalam di
dalam Risalah Al Jamiah (Risalah tertinggi) dan rahasia rahasia (asrar) lainnya yang
diketahui hanya oleh mereka. Orang yang sudah memahami rahasia rahasia itu
berarti sudah cukup tinggi ilmunya sehingga sudah dapat bergabung dengan
mereka.

21

4)Menyebarkan Risalah dan Dai


Risalah dan Dai (Pengajar) disebarkan oleh mereka kewilayah wilayah yang
jauh. Para Dai mengajarkan Risalah dengan cara memulai dari membina mental
cinta ilmu dan, secara berangsur, menggiring ke arah menanyakan masalah
masalah yang sukar di dalamnya. Mereka lantar membisikan bahwa Risalah
mengandung isi tersurat dan tersirat serta hikmah penting yang sangat perlu
didalami darn karenanya, perlu menemui ahlinya.
5)Mengajar secara Berangsur-angsur
Setiap Pengajar (dai) harus mengajarkan isi Risalah secara berangsur, mulai
dari yang mahsus (concrete) menuju yang maqul (abstract). Dengan lebih dahulu
mengajarkan yang mahsus berarti mempersiapkan Peserta didik untuk mempelajari
ilmu yang maqul.
G.Asas umum Metode Mengajar
Ikhwanu Al Shafa merumuskan metode mengajar atas asas - asas sebagai
berikut :
1)Asas Cinta
Semua ilmu harus dicintai. Asas ini akan mendorong Peserta didik untuk
mempelajari dan mengajarkan ilmu.
2)Asas Terampil
Ilmu yang sudah dimiliki harus dengan terampil diaplikasikan (diamalkan)
dalam realitas kehidupan.
3)Asas Terbuka
Seorang ilmuwan tidak boleh fanatik kepada satu atau beberapa ilmu saja,
apalagi taqlid buta kepada sesuatu madzhab ilmiah.
4)Asas reformatif dan Inovatif
Setiap Peserta didik harus dirangsang untuk belajar secara kritis, analisis dan
berinisitatif (berijtihad) guna menemukan ilmu pengetahuan baru
5)Asas Isyarat dan Hikayat.

22

Pelajaran dapat diberikan teknik isyarat melalui ceritera ceritera burung


atau hewan hewan lainya, misalnya : hewan hewan bertengkar dalam hal
mengadukan kepada jin tentang kejahatan manusia. Cara ini, menurut mereka, lebih
berkesan ke dalam hati anak dan tidak membosankan.
6)Asas Jelas
Bahan pelajaran harus jelas, tidak sukar atau membingungkan.Pengajaran
harus dimulai dari yang mudah dan secara berangsur beranjak kepada yang sukar.
7)Asa Keberhasilan.
Keberhasilan belajar menumbuhkan kesan positif dalam diri anak. Dengan
rasa berhasil itu anak akan terdorong menambah ilmunya. Pengajar diharuskan
berusaha sekuatnya untuk membuat anak merasa berhasil dalam kegiatan
belajarnya.
H.Pemikiran Tentang Peserta didik dan Pengajar
1)Persyaratan Peserta didik
Pemilihan Peserta didik terlihat ditetapkan berdasarkan test kepribadian
(personality test) yang melalui hasilnya calon Peserta didik diperkirakan dapat
diterima atau ditolak. Test kepribadian tersebut dilakukan secara berhati hati oleh
Pengajarnya yang akan memilih Peserta didiknya. Di samping itu ada beberapa
syarat yang menentukan bagi diterimanya calon Peserta didik, yaitu : (1)
berkelakuan baik, (2) berkebiasaan terpuji, (3) bersikap jujur, (4) amanah terhadap
kawan dan lawan, (5) benar terhadap diri dan Tuhan, (6) mencintai tetangga dan
karib kerabat, (7) ikhlas dalam mencintai orang, (8) tidak tamak akan harta dunia, (9)
menginginkan untuk orang lain apa yang ia inginkan untuk dirinya, (10) tidak fanatik
kepada hanya satu madzhab, (11) tidak muda tergod dengan masalah duniawi.
2)Persyaratan Pengajar
Setiap manusia tidak bebas daripada kewajiban belajar kepada Pengajar.
Ayah dan ibu adalah sekedar saja bagi lahirnya anak kedalam dunia. Dengan
berPengajar anak akan menjadi manusia yang baik dan dapat diharapkan akan
mampu mencapai tingkat insan kamil. Oleh karena itu, setiap Pengajar harus
memiliki persyaratan (1) menjadi teladan yang baik, tidak hanya dalam hal agama

23

dan ilmu saja melainkan jug adalam penampilan (performance), pakaian dan sikap,
(2) menghargai serta bersikap serta bersikap rendah hati kepada Peserta didik, tidak
boleh memungut upah atas jerih payahnya, apalagi menjangkit jangkit jasanya
berkenaan dengan ilmu yang diajarkannya, (3) bersikap kasih sayang dan sabar,
tidak boleh marah, apalagi menggertak Peserta didik, misalnya : karena bodoh atau
lambat memahami pelajaran, (4) membina hubungan batin melalui kasih sayang
yang intim antaranya dengan Peserta didik-Peserta didiknya sedangkan mereka
mengenal dan mencitainya.
Setiap Pengajar Ikhwanu al Shafa wajib menghindarkan diri dari sifat tercela,
seperti : (1) takabur, angkuh, (2) senang mujadalah (mempertengkarkan) berbagai
masalah ilmiah dan selalu ingin menang, (3) mencampuri banyak masa lalunya dan
memandang hal hal syubhat (diragukan halal atau haramnya) dan suka
meninggalkan yang wajib wajib, (4) cinta dunia dan senang menimbun harta
kekayaan.
I.Kaitan dengan Teknologi Pendidikan
Untuk membahas Makalah ini penulis menggunakan defenisi tahun 2004,
Defenisi tahun 1994 Teknologi Pendidikan adalah studi dan praktek etis dalam
memudahkan orang dalam belajar dan meperbaiki kinerja dengan menciptakan,
menggunakan, dan mengelola proses dan sumber teknologi yang tepat guna.
(AECT,2004)
Dasar Pendidikan adalah Islam dijabarkan dalam pengenalan pada Allah,
alam dan manusia, (2) Akhlak manusia dan ilmu, (3) masyarakat yang makmur dan
pemerintah yang adil, bila kita perhatikan dasar ini menjadi pondasi buat pendidik
dalam melakukan aktivits yang etis. Etis tidak hanya berdasarkan pada perasaan
manusia, tapi harus didasarkan pada prinsip yang diajarkan oleh Tuhan.Tujuan
Pendidikan memandu setiap aktivitas fokus pada tujuan, jika tujan dari TP adalah
memudahkan dan meningkatkan kinerja,maka dengan adanya tujuan Pendidikan
ini pengajar dan peserta didik akan dimudahkan oleh Allah yang memiliki dan
pengatur segala urusan dan dengan mengenal dan mendidik diri akan dengan
mudah mengenal kharakter peserta didik.Dengan membesarkan ruh dari pada jasad
dan mengutamakan nikmat akhirat, pengajar dan peserta didik dapat mengikuti

24

proses pembelajara dengan hati yang tulus, semangat yang tinggi dan menjadi nilai
ibadah.
Lebih lanjut kaitan dengan asas-asas pendidikan.Asas perbedaaan individu
(Pengajar harus menyesuaikan materi pelajaran dengan kondisi pribadi atau potensi
intelejensi anak anak, karena mereka berbeda antara satu dengan yang lainnya,
baik perbedaan itu karena berlainan fisis, psikis dan intelejensi maupun karena
keberagaman faktor lingkungan yang mempengaruhinya, ini memenuhi fasilitating
learning. Asas Umum dan Khusus, asas umum anak anak, wanita, anak terbelakang
(retarded chidren), banci, cacat tubuh (physically retarded) dan yang
semacamnya.Ke dalam asas khusus terkategori para ulama, ilmuwan, cedekiawan,
filosof dan yang semacamnya. Pembedaan ini memudahkan Pengajar dalam
menentukan tujuan instruksional dan mendesain pembelajaran, sehingga siswa
mendapat perlakuan yang cocok dengan kondisi mereka dengan demikian mereka
mudah untuk belajar , Asas Menolak taqlid (tidak menerima sesuatu tanpa ilmu
tentangnya),ini dimaksudkan agar orang memperbaiki kinerja pikirannya, sehigga
akan memperbaiki amal sholeh,ibadahnya dan ketaqwaan kepada Allah ( Allah
mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat). Asas Ilmu
Inherent pada Amal yaitu ilmu harus diamalkan, ilmu tanpa amal ibaratkan pohon
yang tidak berbuah, azas ini berkaitan erat dengan teknologi pendidikan bahwa
kinerja tidak akan berubah atau tidak terlihat, bila ilmu hanya disimpan,tapi
diamalkan sehingga dapat membantu orang lain atau pemiliki ilmu itu sendiri untuk
memperbaiki kinerja hidup pelakuknya atau orang lain, bisa juga dalam kontek
mengajarkan sesuatu kepada anak didik sehingga anak lebih meningkat
pengetahuan, ketrampilan dan aklaknya. Asas bakat dan kecenderungan, azas ini
memberikan ruangan kepada anak untuk mendapatkan pengajaran yang sesuai
dengan bakat,minat dan kemampuannya. Dengan demikian anak akan mudah untuk
menyerap pengetahun dan ketrampilan yang diajarkan kepadanya, tidaklah etis bila
kita mamaksa anak mempelajari sesuatu yang tidak disenangi dan tidak
diminatinya,hal ini juga akan memicu prustasi mereka dalam belajar,bukan prestasi.
Pada Point Sistem Belajar. Bila kita lihat Prinsip Belajar, ketika seorang
Pengajar hendak memulai suatu pembelajaran dalam kelas, Pengajar terlebih dahulu
menjelaskan manfaat apa yang akan didapatkan ketika selesai mengikuti suatu
pokok bahasan (Membina kegairahan ilmiah). Latihan jiwa memberikan gambaran

25

bahwa adanya pembinaan yang bertahap terhadap anak dalam belajar.mula-mula


anak didekati dengan sangat lembut, dibina hatinya. Dengan demikian anak akan
mudah berkosentrasi dan mengikuti pelajaran sebab hati dan pikirannya sudah satu
(flow). Membaca dan Mendiskusikan isi Risalah. Dalam TP kita mengenal kata
menggunakan, sumber dan lingkungan teknologi tepat guna, dengan demikian
kegiatan membaca dan mendiskusikan isi risalah ini adalah termasuk kategori ini.
Menyebarkan Risalah dan Dai, merupakan praktek yang sangat etis karena aktivitas
ini dapat memudahkan (facilitating ) orang mempelajari islam, mengetahui islam
secara benar, sehingga tidak memahami islam itu dari sumber yang benar. Mengajar
secara Berangsur. Pengajar harus mengajarkan isi Risalah secara berangsur, mulai
dari yang mahsus (concrete) menuju yang maqul (abstract), dengan demikian anak
didik dengan mudah menangkap isi ajaran islam.
Asas umum Metode Mengajar, dalam TP dalam pembelejaran akan dapat
berlangsung dengan baik dan menyenangkan jika Pengajar mencintai Peserta didik
seperti anaknya sendiri (Asas Cinta), Siswa mesti mempraktekkan pengetahuan atau
keterampilan yang sudah didapatkannya (Asas Terampil), Asas Terbuka (tidak mesti
hanya mempelajari satu cabang pengetahuan atau satu orang Pengajar saja), Asas
reformatif dan Inovatif, hal sangat ditekan dapal TP, ketika seseorang berbicara
mengenai TP maka yang ditanya mana inovasinya. Asas Isyarat dan Hikayat(
memberikan dengan contoh yang menaraik sehingga anak memberikan perhatian
pada pelajaran) , Asas Jelas (penjelasan Pengajar harus jelas, tidak samar dan
bertele-tele), Asas Keberhasilan (Pengajar harus berupaya dengan sungguh-sungguh
sehingga anak didik berhasil menguasai pelajaran yang diajarkan kepadanya)
Dalam desain instruksional ketika kita hendak menentukan tujuan
instruksioanl umum, kita harus dipertimbangkan karakteristik awal siswa.
Persyaratan calon Peserta didik sebanyak 11 macam dapat diasosiasikan dengan
karakteristik awal siswa sebagaimana dapat dilihat pada halaman sebelumnya
Demikian pula halnya dengan Persyaratan Pengajar dapat dijadikan sebagai
acuan bahwa seorang pendidik harus memiliki karakter yang baik, karena anak akan
meniru apa yang diperbuat oleh Pengajarnya,itulah sebabnya dalam islam untuk
menjadi seorang Pengajar berat sekali, sebagaimana dapat dilihat pada halaman di
atas

26

REFERENSI
Adi Sasono, Solusi Islam atas problematika umat: ekonomi, pendidikan, dan
dakwah, Jakarta:Gema Insani Press, 1999
Umar Al Dasuqi, Ikhwanu Al Shafa, Mesir, Daru IhyaI Al Kutubi Al Arabiyyah,
Isa Al Babi Al Halabi wa Syarkahu, tt.
B. Lewis, V.L. Menage, Ch. Pellat, eds. The Ensyclopedia of Islam , Vol. III,
Leiden, E.J. Brill London, Luzac & Co., 1971
Barbara B Seels dan Rita C Richey. Teknologi Pembelajaran:defenisi dan
kawasannya,1994
Barnadib, Imam. Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode, Andi Offset,
Yogyakarta, 2001
Darsiti Soeratman, Ki Hajar Dewantara, Depdikbud, Jakarta, 1989
Harun Hadiwijoyono, Sari Filsafat Barat. Yogyakarta: Kanisius, 1980.
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Raja Grafinfo Persada, Jakarta:2009
Iwan Setiawan, Pendidikan Humanistik, Kompas ( 19 April 2007)
W. Yolton, John Locke and The Way of Ideas. Oxford: The Oxford
University Press, 1968
James Gordon Clapp, Locke, John, The Encyclopedia of Philosophy, edited
by Paul Edwards (ed.),
Volume III and IV. New York: Simon and Schuster and Prencite Hall International,
1996.
M.Atwi Suparman,Desain Instruksional Modern.panduan para pengajar dan
Innovator Pendidikan,Jakarta: Erlangga,2014
Nadiyah jamalu al din, Falsafatu al-tarbiyah inda ikhwani al-shafa, samir Abu
Daud, al Markazu al Arabi li Al Shahafah, Beirut: dar Al-fikir, 1983
Scott, Richman. Successful Teaching,New York: Rowman & Littlefield
Publishers, 2013.

27

Syed Ameer Ali, The Spirit of Islam , Idarah I Adabyati Delli, Reprint 1978
Tengku Ramly,Refleksi Motivasi Pendidikan Ki Hajar Dewantara
(http://www.antaranews.com )
Thomas Hidya, Mencari Orientasi Pendidikan, Cahaya, Jakarta, 2004
2005.

Yusufhadi Miarso, Menyemai Benih Teknologi Pendidikan, Jakarta :Kencana,


http://wilderdom.com diakses pada 16 April 2015
http://www.iep.utm.edu diakses pada 16 April 2015
https://www.boundless.com diakses pada 16 April 2015

28

Anda mungkin juga menyukai