Rinawaty
Sri Rahayu S.
Thomas Sutana
Dwiana A.A
DAFTAR ISI
Judul Makalah Teori Dan Konsep Pendidikan Dan Kaitannya Dengan
Teknologi Pendidikan
Pendahuluan
Daftara Isi
Dalam Pandangan John Locke............................................................2
Dalam Pandangan John Dewey..........................................................6
Dalam Pandangan Ki Hajar Dewantara ..............................................12
Dalam Pandangan Ikhwanu Al Shafa (Pendidikan Islam )..................17
Referensi ............................................................................................27
PENDAHULUAN
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya
dan masyarakat. Melalui pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di
dalam relasinya yang tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya.Itu
berarti, pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri
dan sadar lingkungan.Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri dan
lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian dan tidak tercerabut dari akar
tradisinya.
Dalam makalah ini kami mengetengahkan teori dan konsep pendidikan yang
cukup beragam. Belajar dari teori dan konsep pendidikan dari John Locke di Eropa
sampai John Dewey di Amerika.Lalu menggali kekayaan buah pemikiran dari tanah
pertiwi oleh Sang Bapak Pendidikan Indonesia Ki Hajar Dewantara serta ditutup
dengan teori dan konsep pendidikan Islam.
Teori dan konsep yang dikemukakan dikemas dalam kaitannya dengan
teknologi pendidikan.Besar harapannya, pemaparan yang sederhana ini dapat
dilengkapi dan diperkaya dengan masukan-masukan yang bermanfaat.
kontak dengan lingkungan sekitarnya dan membentuk dalam dirinya pengalamanpengalaman akan setiap obyek yang dihadapinya. Konsekuensinya, akal budi
manusia mulai terisi dan ia menjadi person yang rasional.
Penolakan Locke atas ide bawaan mendukung usaha individu dalam
kebutuhannya untuk mendapatkan pengetahuan dari pengalaman.Menurutnya,
seorang dapat menjadi budak atau bebas ditentukan oleh hak-hak kodrati seperti
hak hidup, kebebasan dan hak milik. Dengan demikian, Locke menampilkan karakter
dasar manusia sebagai makhluk rasional dan moral.[3] Menurut Locke, secara
kodrati manusia itu baik dan tanpa cela. Dalam kondisi alamiahnya itu, ia menjadi
person yang bebas untuk menentukan dirinya dan menggunakan hak miliknya tanpa
tergantung pada kehendak orang lain. Namun dalam kebebasannya tersebut,
manusia harus tinggal dan membentuk satu masyarakat politis, di mana seluruh
anggotanya memiliki hak dan kebebasan yang sama. Serentak juga ia sadar bahwa
semua manusia sama. Dalam kebersamaan tersebut, mereka mempercayakan
kekuasaan kepada penguasa dengan syarat bahwa hak-hak kodrati itu dihormati
oleh penguasa-penguasa tersebut dengan tujuan untuk mencapai kebahagiaan
hidup.
1.2. Pandangan John Locke Tentang Pendidikan
A. Tujuan Pendidikan
Dalam pandangannya tentang filsafat ilmu pengetahuan, Locke
mengemukakan tentang beberapa tujuan dari pendidikan, yakni pertama,
pendidikan bertujuan untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran setiap
manusia (bangsa). Oleh sebab itu, sebagai bagian akhir dari pendidikan,
pengetahuan hendaknya membantu menusia untuk memperoleh kebenaran,
keutamaan dan kebijaksanaan hidup.[4] Kedua, pendidikan juga bertujuan untuk
mencapai kecerdasan setiap individu dalam menguasai ilmu pengetahuan sesuai
dengan tingkatannya. Dalam konteks itu, Locke melihat pengetahuan sebagai usaha
untuk memberantas kebodohan dalam hidup masyarakat.Setiap manusia diarahkan
pada usaha untuk mengembangkan potensi-potensi yang ada dalam dirinya.Ketiga,
pendidikan juga menyediakan karakter dasar dari kebutuhan manusia untuk menjadi
pribadi yang dewasa dan bertanggungjawab.Dalam arti ini, pengetahuan dilihat oleh
John Locke sebagai sarana untuk membentuk manusia menjadi pribadi yang
bermoral.Seluruh tingkah laku diarahkan pada usaha untuk membentuk pribadi
manusia yang baik, sesuai dengan karakter dasar sendiri sejak diciptakan.Keempat,
pendidikan menjadi sarana dan usaha untuk memelihara dan membaharui sistem
pemerintahan yang ada.
B. Hakekat Pendidikan
Menurut Locke, seluruh pengetahuan pada hakekatnya berasal dari
pengalaman. Apa yang kita ketahui melalui pengalaman itu bukanlah obyek atau
benda yang hendak kita ketahui itu sendiri, melainkan hanya kesan-kesan pada
pancaindra kita. Dalam bukunya An Essay Concerning Human Understanding, Locke
berpendapat bahwa ide datang dari dua sumber pengalaman, yaitu pengalaman
lahiria (sensation) dan pengalaman badaniah (reflektion).Kedua pengalaman ini
saling menjalin.Locke melukiskan bahwa pikiran sebagai sesuatu lembaran kosong
yang menerima segala sesuatu dari pengalaman.Materi-materi diperoleh secara
pasif melalui pancaindra dan dengan aktivitas pikiran materi-materi itu disusun
menjadi suatu jaringan pengetahuan yang disebutnya sebagai reflection.Materimateri yang berada di luar kita menimbulkan di dalam diri kita gagasan-gagasan dari
pengalaman lahiriah. Oleh Locke, gagasan-gagasan ini diberdakan atas gagasangagasan tunggal (simple ideas) dan gagasan-gagasan majemuk (complex ideas).
Gagasan-gagasan tunggal muncul kepada kita melalui pengalaman, tanpa
pengolahan secara logis sedangkan gagasan-gagasan majemuk timbul dari
perpaduan gagasan-gagasan tunggal.
C. Metode Pendidikan
Pada dasarnya Locke menolak metode pangajaran yang biasa disertai dengan
hukuman.Baginya, tata krama dipelajari melalui teladan dan bahasa dipelajari
melalui kecakapan.Dengan demikian metode yang ditawarkan Locke adalah
pelajaran melalui praktek.Metode harus membawa para murid kepada praktek
aktivitas-aktivitas kesopanan yang ideal sampai mereka menjadi terbiasa. Anak-anak
pertama-tama belajar melalui aktivitas-aktivitas yang dilakukan, baru kemudian tiba
pada pengertian atau pengetahuan atas apa yang ia lakukan.
D. Kurikulum Inti
John Locke menegaskan kurikulum harus diarahkan demi kecerdasan
individual, kemampuan dan keistimewaan anak-anak dalam menguasai
pengetahuan dan bukan pada pengetahuan yang biasa diajarkan dengan hukuman
yang sewenang-wenang. Kurikulum bagi kaum miskin hendaknya difokuskan pada
ibadat yang teratur demi memperbaiki kehidupan religius dan moral, pada kerajinan
tangan dan ketrampilan pertanian, pada pendidikan kesenian, dengan suatu maksud
bahwa para murid harus belajar membaca, menulis dan mengerjakan ilmu pasti.
Menurut Locke perkembangan kepribadian yang baik terdiri dari tiga bagian:
kebajikan, kebijaksanaan dan pendidikan. Pendidikan ini mencakup membaca,
menulis dan ilmu menghitung, bahasa dan kesusastraan, pengetahuan alam,
pengetahuan sosial dan kesenian.Ia juga menekankan studi geografi, aritmatika,
astronomi, geometri, sejarah, etika, dan hukum sipil.
1.3 Kaitannya dengan Teknologi Pendidikan
John Locke menekankan pendidikan harus praktis, berguna, berarti,
menyenangkan, anak harus dihormati, diperlakukan seperti orang dewasa,
dibiarkan untuk mengeluarkan pendapatnya, belajar dari pengalaman, dan
memperoleh berbagai kemampuan yang akan berguna baginya.
Ide John Locke ini memberi jalan bagi Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif,
Efektif, dan Menyenangkan (PAIKEM). Dalam hal ini Guru diharapkan menghindari
memakai metode ceramah, satu arah semata-mata. Guru dapat memanfaatkan
media/multimedia yang dikenal oleh siswanya. Guru dapat membawa peserta
didiknya untuk belajar di luar ruangan kelas dan menyisipkan permainan untuk
memperkuat ide pembelajaran.
Tentu saja sebagaimana disampaikan Scott D Richman, kesenangan (dalam
fun teaching) itu bukan tujuan pada dirinya sendiri, melainkan agar murid bisa
menikmati pendidikan sehingga mendongkrak prestasi belajar mereka .[5]
Catatan:
[1] Innatisme merupakan paham yang mengatakan bahwa konsep-konsep
merupakan bawaan lahir.
pemecahan
masalah
yang
berlangsung
secara
reflektif
(Reflective
Thinking).Dewey dan Peirce memiliki pemikiran bahwa suatu ide itu benar apabila
berakibat memberi kepuasan jika diuji secara objektif dan ilmiah.Untuk
memecahkan masalah-masalah sosial dan perorangan yang paling penting,
diharapkan menerapkan logika sains pada pengalaman yang problematis. John
Dewey dalam menerapkan konsep pragmatisme secara eksperimental dalam
memecahkan masalah dengan 5 langkah utama yaitu:
memikirkan
dan
merumuskan
penyelesaian
masalah
dengan
dengan
memunculkan
hipotesis
penyelesaian
masalah.Melakukan
Dari langkah di atas, Dewey berusaha menyusun suatu teori yang logis dan
tepat berdasarkan konsep, pertimbangan, penyimpulan dalam bentuknya yang
beraneka ragam, dalam arti alternatif. Menurutnya apa yang dikatakan benar adalah
apa yang pada akhirnya disetujui oleh semua orang yang menyelidikinya. Jadi
menurut Dewey, kesimpulan penelitian yang dihasilkan haruslah berlaku secara
umum tidak hanya untuk kasus tertentu saja. Kegiatan berpikir timbul karena
adanya gangguan terhadap situasi yang menimbulkan masalah bagi manusia
(langkah 1,2) untuk memecahkannya disusun hipotesis sebagai bimbingan bagi
tindakan berikutnya. Dewey menegaskan bahwa berpikir ilmiah merupakan alat
untuk memecahkan masalah, yang kemudian disebut metode ilmiah.Metode ilmiah
tersebut oleh Dewey disebut dengan reflective thinking.
2.3 Aplikasi Dalam Teknologi Pendidikan
Project-Based Learning
Project-based learning adalah metode pedagogis dimana para siswa bekerja
sebagai tim kemudian diberikan pertanyaan untuk dijawab, kemudian diarahkan
untuk membuat sebuah artefak untuk menyajikan pengetahuan yang mereka
peroleh. (e-book: Instructional Technology Philosophy). Artefak mungkin termasuk
berbagai media seperti tulisan, gambar, representasi tiga dimensi, video, fotografi,
atau presentasi berbasis teknologi.Dasar dari project-based learning terletak pada
keaslian atau kehidupan nyata aplikasi penelitian dan dianggap alternatif dari
pembelajaran yang berbasis kertas, menghafal, serta pembelajaran dalam ruang
kelas yang dibimbing oleh guru.
Para pendukung project-based learning menyebutkan banyak manfaat dari
strategi ini, misalnya siswa dapat memahami lebih mendalam mengenai konsep,
basis pengetahuan yang lebih luas, meningkatkan komunikasi dan keterampilan
10
air,
membuat
pupuk
kompos,
meneliti
statistik
sampah,
diri
untuk
menempuh
pendidikan
yang
lebih
tinggi.
sumbangan
yang
besar
dalam
(http:www.boundless.com)
Pemikiran
Dewey
telah
memberi
11
12
13
kekeluargaan,
musyawarah,
toleransi,
kebersama,
demokrasi,
aspek
nasional.Landasan
filosofisnya
adalah
nasionalistik
dan
14
15
komunikasinya dengan pihak lain; segi administrasi sebagai guru dan sikap
profesionalitasnya. Sikap-sikap profesional itu meliputi antara lain : keinginan untuk
memperbaiki diri dan keingina untuk mengikuti perkembangan zaman. Maka,
penting pula membangun suatu etos kerja yang positif, yaitu menjunjung tinggi
pekerjaan, menjaga harga diri dalam melaksanakan pekerja dan keinginan untuk
melayani masyarakat.Dalam kaitan ini penting juga penampilan seorang profesional
secara fisik, intelektual, relasi sosial, kepribadian, nilai-nilai dan kerohanian serta
mampu menjadi motivator.Singkatnya perlu adanya peningkatan mutu kinerja yang
profesional, produktif dan klaboratif demi pemanusiaan secara utuh setiap peserta
didik.
Akhirnya,
kita
perlu
menyadari bahwa
tujuan
pendidikan
adalah
16
Pendahuluan
17
diarahkan kepada pencapaian cita cita mendirikan suatu pemerintahan yang adil
dan bewibawa berdasarkan nilai keutamaan Islam
D.Tujuan Pendidikan
Ikhwanu Al Shafa menjabarkan tujuan pendidikan sebagai berikut :
1)Mengenal Allah dan Ke-Esaan-Nya. Tujuan ini adalah yang terpenting.
Semua tujuan lain dari kagiatan pendidikan adalah sekedar wasilah (jalan) untuk
mencapai tujuan utama itu.
2)Mengenal dan mendidik diri. Pengenalan akan Allah tidak akan tercapai
oleh manusia kecuali apabila ia telah mengenal dengan baik dirinya. Pengenalan
yang benar tentang hakikat diri akan membimbing ke arah iman kepada hari
berbangkit di akhirat, pahala dan siksaan yang pada gilirannya, akan menumbuhkan
gairah untuk berakidah benar, beramal saleh, berakhlak mulia dan tabah
menghadapi segala kemelut hidup.
3)Membesarkan ruh dari jasad dan mengutamakan nikmat akhirat. Tugas
hakiki manusia di dunia adalah meningkatkan dirinya untuk mencapai insan kamil
(manusia seuntuhnya) dan dengan ilmunya berhasil mencapai bashirah (penalaran
tinggi). Dengan begitu ia akan dapat terbebas dari alam jasad dan kekelaman
kebodohan (dalam masa hidupnya) dan menerobos alam angkasa (alam langit) serta
menerawang ke alam abadi, alam sorgawi.
4)meningkatkan kesejahteraan manusia di dunia. Ilmu harus diaplikasikan
dalam rangka mencapai kesejahteraan hidup.Manusia yang layak mendapat
penghormatan adalah yang dapat menerapkan ilmunya ke dalam realitas kehidupan
yang sebenarnya.
E.Asas asas Pendidikan
Ikhwanu al Shafa mengemukakan asas pendidikan sebagai berikut :
1)Asas perbedaaan individu (individual differences)
Pengajar harus menyesuaikan materi pelajaran dengan kondisi pribadi atau
potensi intelejensi anak anak, karena mereka berbeda antara satu dengan yang
lainnya, baik perbedaan itu karena berlainan fisis, psikis dan intelejensi maupun
18
19
20
Itulah sebabnya, mengapa kepada calon hanya diajarkan ilmu yang sifatnya hanya
pendahuluan atau pengantar.
2)Latihan Jiwa
Jika calon siswa sudah terlihat senang akan dan gairah kepada ilmu, maka
Pengajar (Ikhwanu al Shafa) harus bersikap sebagai dokter yang benar benar
lembut dan bahkan berbuat sebagai perawat pasien yang baik. Ia harus menghadapi
calon dengan sopan serta menghajarnya secara berangsur sesuai dengan tingkat
kemampuannya. Jika setelah belajar terlihat tanda tanda jiwa calon sudah suci dan
akhlaknya sudah baik, maka Pengajar sudah dapat memuali latiah latihan
intelejensinya dengan mengajarkan ilmu ilmu pasti alam, mencoba dengan ujian
ujian mentalitas dan loyalitas sebelum mengajarnya ilmu ilmu hikmat yang sifatnya
rahasia. Pengajar dilarang membuka rahasia dan ilmu dan hikmat sebelum mengenal
calon dengan amat baik, terutama loyalitasnya.Ia akan mendapat hukuman
meskipun tidak pernah dilakukan jika melanggar ketentuan itu. Setelah latihan dan
ujian itu selesai maka calon akan diajar dalam majlis majlis khusus.
3)Membaca dan Mendiskusikan isi Risalah
Risalah rislah Ikhwanu al Shafa yang berjumlah 51 buah itu, dijadikan buku
pegangan dalam semua majlis pengajaran mereka.Untuk lebih menolong para
penggemar mereka telah menyusun daftar isi dari semua Risalah secara
berurutan.Dengan penyusunan itu mereka maksudkan tidak saja untuk
memudahkan menemukan masalah melainkan juga menolong bagi mempelajarinya
secara bertingkat.
Peserta didik Peserta didik yang sudah dapat menyelesaikan pendalaman
semua Risalah berarti sudah meningkat menjadi ilmuwan muttaqin.Ia dibenarkan
melanjutkan studynya ketingkat lebih tinggi, yakni mendalami kitab kitab
terhormat yang dipelihara secaha khusus dan dirahasiakan yang amat dalam di
dalam Risalah Al Jamiah (Risalah tertinggi) dan rahasia rahasia (asrar) lainnya yang
diketahui hanya oleh mereka. Orang yang sudah memahami rahasia rahasia itu
berarti sudah cukup tinggi ilmunya sehingga sudah dapat bergabung dengan
mereka.
21
22
23
dan ilmu saja melainkan jug adalam penampilan (performance), pakaian dan sikap,
(2) menghargai serta bersikap serta bersikap rendah hati kepada Peserta didik, tidak
boleh memungut upah atas jerih payahnya, apalagi menjangkit jangkit jasanya
berkenaan dengan ilmu yang diajarkannya, (3) bersikap kasih sayang dan sabar,
tidak boleh marah, apalagi menggertak Peserta didik, misalnya : karena bodoh atau
lambat memahami pelajaran, (4) membina hubungan batin melalui kasih sayang
yang intim antaranya dengan Peserta didik-Peserta didiknya sedangkan mereka
mengenal dan mencitainya.
Setiap Pengajar Ikhwanu al Shafa wajib menghindarkan diri dari sifat tercela,
seperti : (1) takabur, angkuh, (2) senang mujadalah (mempertengkarkan) berbagai
masalah ilmiah dan selalu ingin menang, (3) mencampuri banyak masa lalunya dan
memandang hal hal syubhat (diragukan halal atau haramnya) dan suka
meninggalkan yang wajib wajib, (4) cinta dunia dan senang menimbun harta
kekayaan.
I.Kaitan dengan Teknologi Pendidikan
Untuk membahas Makalah ini penulis menggunakan defenisi tahun 2004,
Defenisi tahun 1994 Teknologi Pendidikan adalah studi dan praktek etis dalam
memudahkan orang dalam belajar dan meperbaiki kinerja dengan menciptakan,
menggunakan, dan mengelola proses dan sumber teknologi yang tepat guna.
(AECT,2004)
Dasar Pendidikan adalah Islam dijabarkan dalam pengenalan pada Allah,
alam dan manusia, (2) Akhlak manusia dan ilmu, (3) masyarakat yang makmur dan
pemerintah yang adil, bila kita perhatikan dasar ini menjadi pondasi buat pendidik
dalam melakukan aktivits yang etis. Etis tidak hanya berdasarkan pada perasaan
manusia, tapi harus didasarkan pada prinsip yang diajarkan oleh Tuhan.Tujuan
Pendidikan memandu setiap aktivitas fokus pada tujuan, jika tujan dari TP adalah
memudahkan dan meningkatkan kinerja,maka dengan adanya tujuan Pendidikan
ini pengajar dan peserta didik akan dimudahkan oleh Allah yang memiliki dan
pengatur segala urusan dan dengan mengenal dan mendidik diri akan dengan
mudah mengenal kharakter peserta didik.Dengan membesarkan ruh dari pada jasad
dan mengutamakan nikmat akhirat, pengajar dan peserta didik dapat mengikuti
24
proses pembelajara dengan hati yang tulus, semangat yang tinggi dan menjadi nilai
ibadah.
Lebih lanjut kaitan dengan asas-asas pendidikan.Asas perbedaaan individu
(Pengajar harus menyesuaikan materi pelajaran dengan kondisi pribadi atau potensi
intelejensi anak anak, karena mereka berbeda antara satu dengan yang lainnya,
baik perbedaan itu karena berlainan fisis, psikis dan intelejensi maupun karena
keberagaman faktor lingkungan yang mempengaruhinya, ini memenuhi fasilitating
learning. Asas Umum dan Khusus, asas umum anak anak, wanita, anak terbelakang
(retarded chidren), banci, cacat tubuh (physically retarded) dan yang
semacamnya.Ke dalam asas khusus terkategori para ulama, ilmuwan, cedekiawan,
filosof dan yang semacamnya. Pembedaan ini memudahkan Pengajar dalam
menentukan tujuan instruksional dan mendesain pembelajaran, sehingga siswa
mendapat perlakuan yang cocok dengan kondisi mereka dengan demikian mereka
mudah untuk belajar , Asas Menolak taqlid (tidak menerima sesuatu tanpa ilmu
tentangnya),ini dimaksudkan agar orang memperbaiki kinerja pikirannya, sehigga
akan memperbaiki amal sholeh,ibadahnya dan ketaqwaan kepada Allah ( Allah
mengangkat derajat orang yang beriman dan berilmu beberapa derajat). Asas Ilmu
Inherent pada Amal yaitu ilmu harus diamalkan, ilmu tanpa amal ibaratkan pohon
yang tidak berbuah, azas ini berkaitan erat dengan teknologi pendidikan bahwa
kinerja tidak akan berubah atau tidak terlihat, bila ilmu hanya disimpan,tapi
diamalkan sehingga dapat membantu orang lain atau pemiliki ilmu itu sendiri untuk
memperbaiki kinerja hidup pelakuknya atau orang lain, bisa juga dalam kontek
mengajarkan sesuatu kepada anak didik sehingga anak lebih meningkat
pengetahuan, ketrampilan dan aklaknya. Asas bakat dan kecenderungan, azas ini
memberikan ruangan kepada anak untuk mendapatkan pengajaran yang sesuai
dengan bakat,minat dan kemampuannya. Dengan demikian anak akan mudah untuk
menyerap pengetahun dan ketrampilan yang diajarkan kepadanya, tidaklah etis bila
kita mamaksa anak mempelajari sesuatu yang tidak disenangi dan tidak
diminatinya,hal ini juga akan memicu prustasi mereka dalam belajar,bukan prestasi.
Pada Point Sistem Belajar. Bila kita lihat Prinsip Belajar, ketika seorang
Pengajar hendak memulai suatu pembelajaran dalam kelas, Pengajar terlebih dahulu
menjelaskan manfaat apa yang akan didapatkan ketika selesai mengikuti suatu
pokok bahasan (Membina kegairahan ilmiah). Latihan jiwa memberikan gambaran
25
26
REFERENSI
Adi Sasono, Solusi Islam atas problematika umat: ekonomi, pendidikan, dan
dakwah, Jakarta:Gema Insani Press, 1999
Umar Al Dasuqi, Ikhwanu Al Shafa, Mesir, Daru IhyaI Al Kutubi Al Arabiyyah,
Isa Al Babi Al Halabi wa Syarkahu, tt.
B. Lewis, V.L. Menage, Ch. Pellat, eds. The Ensyclopedia of Islam , Vol. III,
Leiden, E.J. Brill London, Luzac & Co., 1971
Barbara B Seels dan Rita C Richey. Teknologi Pembelajaran:defenisi dan
kawasannya,1994
Barnadib, Imam. Filsafat Pendidikan, Sistem dan Metode, Andi Offset,
Yogyakarta, 2001
Darsiti Soeratman, Ki Hajar Dewantara, Depdikbud, Jakarta, 1989
Harun Hadiwijoyono, Sari Filsafat Barat. Yogyakarta: Kanisius, 1980.
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Raja Grafinfo Persada, Jakarta:2009
Iwan Setiawan, Pendidikan Humanistik, Kompas ( 19 April 2007)
W. Yolton, John Locke and The Way of Ideas. Oxford: The Oxford
University Press, 1968
James Gordon Clapp, Locke, John, The Encyclopedia of Philosophy, edited
by Paul Edwards (ed.),
Volume III and IV. New York: Simon and Schuster and Prencite Hall International,
1996.
M.Atwi Suparman,Desain Instruksional Modern.panduan para pengajar dan
Innovator Pendidikan,Jakarta: Erlangga,2014
Nadiyah jamalu al din, Falsafatu al-tarbiyah inda ikhwani al-shafa, samir Abu
Daud, al Markazu al Arabi li Al Shahafah, Beirut: dar Al-fikir, 1983
Scott, Richman. Successful Teaching,New York: Rowman & Littlefield
Publishers, 2013.
27
Syed Ameer Ali, The Spirit of Islam , Idarah I Adabyati Delli, Reprint 1978
Tengku Ramly,Refleksi Motivasi Pendidikan Ki Hajar Dewantara
(http://www.antaranews.com )
Thomas Hidya, Mencari Orientasi Pendidikan, Cahaya, Jakarta, 2004
2005.
28