NPM
Kelompok
Di anterior, konjungtiva akan berlanjut dari sklera ke bagian bawah kelopak mata atas
dan bawah. Satu lapis jaringan ikat (kapsul tenon) memisahkan konjungtiva dari sklera dan
memanjang ke belakang sebagai satu penutup di sekitar otot-otot rektus.
Orbita
Mata terletak dalam ruang orbita yang memiliki bentuk seperti piramida berisi empat.
Pada apeks posterior terletak kanal optik yang merupakan tempat lewatnya saraf optik ke
otak. Fissura orbita superior dan inferior merupakan tempat lewatnya pembuluh darah dan
saraf kranialis yang memberikan persarafan pada struktur orbita. Pada dinding anterior media
terdapat fossa untuk sakus lakrimalis. Kelenjar lakrimal terletak di anterior pada aspek
superolateral orbita.
Kelopak Mata
Fungsi :
Otot levator berjalan ke arah kelopak mata atas dan berinsersi pada lempeng tarsal.
Otot ini dipersarafi oleh saraf ketiga. Kerusakan pada saraf ini atau perubahan-perubahan
pada usia tua menyebabkan jatuhnya kelopak mata (ptosis). Suatu otot polos datar yang
muncul dari permukaan profunda levator berinsersi pada lempeng tarsal. Otot ini dipersarafi
oleh sistem saraf simpatis. Jika persarafan simpatis rusak (seperti pada sindrom Horner) akan
terjadi ptosis ringan.
Tepi kelopak mata adalah letak sambungan mukokutan. Sambungan ini mengandung
muara kelenjar minyak Meibomm yang terletak di lempeng tarsal. Kelenjar ini
mensekresikan komponen lipid dari film air mata. Di medial, pada kelopak mata atas dan
bawah, dua pungta kecil membentuk bagian awal sistem drainase lakrimal.
Sistem Drainase Lakrimal
Air mata mengalir ke dalam pungta atas dan bawah dan kemudian ke dalam sakus
lakrimalis melalui kanalikuli atas dan bawah. Kanalikuli-kanalikuli membentuk kanalikulus
komunis sebelum memasuki sakus lakrimalis. Duktus nasolakrimalis berjalan dari sakus ke
hidung. Kegagalan bagian distal duktus nasolakrimalis untuk membentuk saluran sempurna
pada saat lahir biasanya merupakan penyebab mata berair dan lengket pada bayi. Drainase air
mata melalui sistem ini.
Perdarahan
Mata mendapat pasokan darah dari arteri oftalmika (cabang dari arteri karotis interna)
melalui arteri retina, arteri siliaris, dan arteri muskularis. Sirkulasi konjungtiva
beranastomosis di anterior dengan cabang-cabang dari arteri karotis eksterna.
Saraf optik anterior mendapat pasokan darah dari cabang-cabang dari arteri siliaris.
Retina mendapat pasokan darah dari cabang arteriol dari arteri retina sentral. Fovea sangat
tipis sehingga tidak membutuhkan pasokan dari sirkulasi retina. Fovea mendapat darah secara
tidak langsung, seperti juga lapisan luar retina, oleh difusi oksigen dan metabolit dari koroid
melewati epitel pigmen retina.
Persarafan
Nervus III
Saraf ini memasuki sinus kavernosus pada dinding lateral dan memasuki orbita melalui
fissura orbita superior. Nukleusnya terletak di tengah.
Nervus IV
Saraf keempat memasuki orbita melalui fissura orbita superior. Nukleusnya terletak di otak
tengah.
Nervus VI
Saraf ini memasuki orbita melalui fissura orbita superior. Nukleusnya terletak di pons.
Media Refraksi
Yang termasuk media refraksi antara lain kornea, pupil, lensa, dan vitreous. Media refraksi
targetnya di retina sentral (macula). Gangguan media refraksi menyebabkan visus turun (baik
mendadak aupun perlahan).
Bagian berpigmen pada mata: uvea bagian iris, warna yang tampak tergantung pada pigmen
melanin di lapisan anterior iris.
-banyak pigmen
= coklat.
-sedikit pigmen
= biru.
-tidak ada pigmen
= merah / pada albino.
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang terdiri atas
kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan kaca), dan panjangnya
bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media penglihatan dan panjang bola
mata sedemikian seimbang sehingga bayangan benda setelah melalui media penglihatan
dibiaskan tepat di daerah makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia
dan akan menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak
melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.
Kornea
Kornea (Latin cornum=seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian selaput mata yang
tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang menutupi bola mata sebelah depan
dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:
1. Epitel
Tebalnya 50 m, terdiri atas 5 lapis selepitel tidak bertanduk yang saling tumpang tindih; satu
lapis sel basal, sel poligonal dan sel gepeng.
5
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke depan menjadi lapis
sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel gepeng, sel basal berikatan erat berikatan
erat dengan sel basal di sampingnya dan sel poligonal di depannya melalui desmosom dan
makula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air, eliktrolit, dan glukosa yang
merupakan barrier.Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren. Epitel berasal dari ektoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang tersusun tidak
teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma. Lapisan ini tidak mempunyai
daya regenerasi.
3. Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu dengan lainnya, pada
permukaan terlihat anyaman yang teratur sadangkan dibagian perifer serat kolagen ini
bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen memakan waktu lama yang kadang-kadang
sampai 15 bulan. Keratosit merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak
di antara serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
Merupakan membran aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea dihasilkan sel
endotel dan merupakan membran basalnya.Bersifat sangat elastis dan berkembang terus
seumur hidup, mempunyai tebal 40 m.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu,bentuk heksagonal, besar 20-40 m. Endotel melekat
pada membran descement melalui hemi desmosom dan zonula okluden.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar longus,
saraf nasosiliar, saraf V. saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke dalam stroma
kornea, menembus membran Boeman melepaskan selubung Schwannya. Seluruh lapis epitel
dipersarafi samapai kepada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf. Bulbus Krause untuk
sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf sesudah dipotong di daerah
limbus terjadi dalam waktu 3 bulan. Trauma atau panyakit yang merusak endotel akan
mengakibatkan sistem pompa endotel terganggu sehingga dekompresi endotel dan terjadi
edema kornea. Endotel tidak mempunya daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata
yang tembus cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat
dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea
dilakukan oleh kornea.
Aqueous Humor (Cairan Mata)
Aqueous humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa, keduanya tidak
memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua struktur ini akan mengganggu
lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Aqueous humor dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh
jaringan kapiler di dalam korpus siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior.
Cairan ini mengalir ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah.
Lapisan Mata
Lapisan mata dari luar ke dalam adalah: (1) tunika fibrosa, terdiri dari sklera di bagian
belakang dan kornea di bagian depan; (2) tunika vascular berpigmen, di bagian belakang
terdapat koroid, dan di bagian depan terdapat badan siliaris dan iris; dan (3) tunika nervosa,
retina.
Tunika fibrosa (tunica fibrosa oculi)
Sklera dan kornea membentuk tunika fibrosa bola mata; sklera berada di lima
perenam bagian posterior dan opak; kornea membentuk seperenam bagian anterior dan
transparan.Sklera memiliki densitas yang tinggi dan sangat keras, merupakan membran solid
yang berfungsi mempertahankan bentuk bola mata. Sklera lebih tebal di bagian belakang
daripada di depan; ketebalan di bagian belakang 1 mm. Permukaan eksternal sklera berwarna
putiih, dan menempel pada permukaan dalam fascia bulbi; bagian anterior sklera dilapisi
membran konjungtiva bulbi.
Di bagian depan, sklera berhubungan langsung dengan kornea, garis persatuannya
dinamakan sclero-corneal junction atau limbus. Pada bagian dalam sklera dekat
dengan junction terdapat kanal sirkular, sinus venosus sclera (canal of Schlemm). Pada
potongan meridional dari bagian ini, sinus tampak seperti cekungan (cleft), dinding luarnya
terdiri dari jaringan solid sklera dan dinding dalamnya dibentuk oleh massa triangular
jaringan trabekular.
Aqueous humor direasorbsi menuju sinus skleral oleh jalur pectinate villi yang analog
dengan struktur dan fungsi arachnoid villi pada meninges serebral menuju pleksus vena
sklera. Kornea merupakan bagian proyeksi transparan dari tunika eksternal, dan membentuk
seperenam permukaan anterior bola mata. Kornea berbentuk konveks di bagian anterior dan
seperti kubah di depan sklera. Derajat kelengkungannya berbeda pada setiap individu.
Tunika vaskular (tunica vasculosa oculi)
Tunika vaskular mata terdiri dari koroid di bagian belakang, badan siliaris serta iris di
bagian depan. Koroid berada di lima perenam bagian posterior bola mata, dan memanjang
sepanjang ora serrata. Badan siliaris menghubungkan koroid dengan lingkaran iris. Iris adalah
diafragma sirkular di belakang kornea, dan tampak di sekeliling pusat, apertura bundar, pupil.
Koroid merupakan membran tipis, vaskular, warna coklat tua atau muda. Di bagian belakang
ditembus oleh nervus optikus. Lapisan ini lebih tebal di bagian belakang daripada di bagian
depan. Salah satu fungsi koroid adalah memberikan nutrisi untuk retina serta menyalurkan
pembuluh darah dan saraf menuju badan siliaris dan iris.
Badan siliaris (corpus ciliare) merupakan terusan koroid ke anterior yang terdapat
processus ciliaris serta musculus ciliaris. Iris dinamakan berdasarkan warnanya yang beragam
pada individu berbeda. Iris adalah lempeng (disk) kontraktil, tipis, sirkular, berada di aqueous
humorantara kornea dan lensa, dan berlubang di tengah yang disebut pupil. Di bagian
perifernya, iris menempel dengan badan siliaris, dan juga terkait dengan; permukaannya rata,
bagian anterior menghadap ke kornea, bagian posterior menghadap prosesus siliaris dan
lensa.
Iris membagi ruangan antara lensa dan kornea sebagai ruang anterior dan posterior.
Ruang anterior mata dibentuk di bagian depan oleh permukaan posterior kornea; di bagian
belakang oleh permukaan anterior iris dan bagian tengah lensa. Ruang posterior adalah celah
sempit di belakang bagian perifer iris, dan di depan ligamen suspensori lensa dan prosesus
siliaris.
9
10
a. Lapisan koriokapiler
terletak di bagian dalam.banyak mengandung pembuluh darah kecil. berfungsi penting untuk
nutrisi retina.
b. Membrana Bruch
membrane amorf tipis (3-4 mikrometer). memisahkan lapisan koriokapiler ini dari retina.dari
papila optikus sampai ora serrata. dibentuk oleh 5 lapisan. lapisan tengah serat elastin.
dilapisi serat kolagen pada kedua permukaan. ditutupi lapisan lamina basal dari kapiler
lapisan koriokapiler satu sisi. lamina basal epitel pigmen sisi lain.
c. Diskus optikus = papila optikus
tempat nervus optikus memasuki bola mata.
d. Lamina suprakoroidal
lapisan jaringan ikat longgar. banyak melanosit. perikatan koroid dengan sklera.
Korpus siliaris
sebuah perluasan koroid ke anterior setinggi lensa. merupakan cincin tebal utuh pada
permukaan dalam anterior sklera. pada potongan melintang berbentuk segitiga, satu
permukaan berkontak dengan korpus vitreus, satu dengan sclera, dengan lensa dan kamera
okuli posterior.
Struktur histologik:
dasarnya jaringan ikat longgar, banyak serat elastin pembuluh darah dan melanosit. muskulus
siliaris dikelilingi struktur dasar, terdiri dari: dua berkas otot polos: insersi dianterior pada
sclera dan insersi posterior pada berbagai derah korpus siliaris berkas ini berfungsi
meregangkan koroid dan mengendurkan ketegangan lensa.
permukaan korpus siliaris yang menghadap korpus vitreus, bilik posterior dan lensa ditutupi
oleh perluasan retina ke anterior.
Prosesus siliaris
merupakan juluran mirip rabung dari korpus siliaris.pusatnya jaringan ikat longgar
dan banyak kapiler bertingkap. ditutupi dua lapisan epitel. zonula (serat-serat oksitalan) dari
prosesus siliaris, berinsersi dalam capsula lentis dan tertanam disini, berorigo di membrana
basal sel-sel dalam. membrana basal sel-sel berpigmen luar, bersebelahan dengan massa
utama korpus siliaris. sel ini secara aktif mentransport unsur plasma kedalam bilik posterior
dengan demikian membentuk humor akueus, cairan yang komposisi serupa plasma kadar
protein kurang dari 0,1 % (plasma 7%).
Iris
Bagian anterior dari uvea. Merupakan perluasan koroid yang sebagian menutup lensa.
Pupil lubang bulat dipusat, sisa bentukan iris.
11
Permukaan anterior iris tidak teratur dan kasar dengan rabung dan alur, dibentuk oleh sel
pigmen tidak utuh dan fibroblast.Di bawah lapisan ini ditemui jaringan ikat, sedikit pembuluh
darah, serat, fibroblast dan melanosit.
Lapisan berikutnya, jaringan ikat longgar yang sangat vaskular permukaan posterior,
rata, juga badan siliar dan prosesusnya, dilapisi dua lapisan epitel: epitel dalam berhubungan
dengan bilik posterior, penuh granul melanin; epitel luar, memiliki juluran mirip lidah,
bagian basal radier, dipenuhi miofilamen yang overlapping membentuk muskulus dilator
pupil dari iris. Banyaknya pigmen mencegah masuknya cahaya. Melanosit stroma iris
menentukan warna mata. Iris mengandung berkas otot polos yang tersusun melingkari pupil
dan membentuk muskulus konstriktor pupil di iris.
1. Epitel kornea
berlapis squamous tanpa tanduk.
terdiri 5-6 lapisan sel. pada bagian basal banyak gambaran mitosis (mencerminkan
kemampuan regenerasi yang hebat). mikrovili pada permukaan sel terjulur kedalam ruang
yang diisi lapisan tipis air mata prakornea. jaringan epitel ditutupi lapisan lipid dan
glikoprotein pelindung ,tebalnya lebih kurang 7 mikrometer. kornea mempunyai suplai saraf
sensoris paling besar.
2. Membrana Bowman
membantu stabilitas dan kekuatan kornea. dibawah epitel,lapisan homogen. tebal antara 7-12
mikrometer. terdiri atas serat kolagen yang bersilangan secara acak, substansi antar sel yang
padat tak mengandung sel. berakhir pada limbus.
3. Stroma (substansia propria)
terdiri atas banyak lapisan kolagen paralel, saling menyilang tegak lurus. serabut kolagen
setiap lamel saling berjajar paralel, melintasi seluruh kornea. juluran sitoplasma fibroblast
terjepit diantara lapisan, terlihat gepeng mirip sayap kupu-kupu. sel dan serat dari stroma
terendam dalam substansi glikoprotein amorf, metakromatik, banyak mengandung kondroitin
sulfat. stroma avaskular, tetapi terdapat limphoid migrating.
4. Membrana Descemet
struktur homogen. tebal 5-10 mikrometer (di tengah 5-7, di tepi 8-10 um) terdiri atas filamen
kolagen halus tersusun berupa jaringan 3 dimensi.
5. Endotel
epitel selapis squamos. memiliki organel yang aktif mentranspor dan membuat protein untuk
sekresi. endotel dan epitel kornea berfungsi mempertahankan kejernihan kornea.
12
C. Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci,
staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh
ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis.
Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal, penyebaran
dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah (Rapuano, 2008).
Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab
perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik.Mekanisme
pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi konjungtiva
sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari
perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata,
mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau kerusakan pada
mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva (Amadi, 2009).
D. Gejala Klinis
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi
konjungtiva baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis
bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan
sering dijumpai edema pada kelopak mata (AOA, 2010).
Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis
bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata,
sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang
saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun tidur. (James, 2005).
E. Diagnosis
Pada saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin saja
penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih tua. Pada
pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit menular seksual dan
riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga ditanyakan durasi lamanya penyakit,
riwayat penyakit yang sama sebelumnya, riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan
obat-obat kemoterapi, riwayat pekerjaan yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit,
riwayat alergi dan alergi terhadap obat-obatan, dan riwayat pengguna lensa kontak.
F. Komplikasi
Blefaritis marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri, kecuali pada pasien yang
sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling sering terjadi dan
dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan duktulus kelenjar lakrimal.
Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam film air mata prakornea secara drastis
dan juga komponen mukosa karena kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga dapat
mengubah bentuk palpebra superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu
mata dapat menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada kornea
(Vaughan, 2010).
G. Penatalaksanaan
Terapi
spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen
mikrobiologiknya. Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas. Pada
15
setiap konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-negatif harus
segera dimulai terapi topical dan sistemik .
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas dengan
larutan saline untuk menghilangkan sekret konjungtiva.
1. Konjungtivitis vernal
A. Definisi
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai
jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi
ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada konjungtivitis
bakteri (Vaughan, 2010).
B. Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus yang
paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex virus yang paling
membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus Varicella zoster,
picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan human immunodeficiency virus
(Scott, 2010).
Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat
menular melali di droplet pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus
(fomites) dan berada di kolam renang yang terkontaminasi.
C. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada setiap jenis
konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya (Hurwitz, 2009). Mikroorganisme yang
dapat menyebabkan penyakit ini dijelaskan pada etiologi.
D. Gejala Klinis
Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan etiologinya. Pada
keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus biasanya dijumpai demam
dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran. Selain
itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan
selama lebih dari 2 bulan (Vaughan & Asbury, 2010). Pada konjungtivitis ini biasanya pasien
juga mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya
seperti sakit kepala dan demam (Senaratne & Gilbert, 2005).
Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang
biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri,
fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes.
Konjungtivitis hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan
coxsackie virus memiliki gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi
airmata, kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang
terjadi kimosis.
E. Diagnosis
Diagnosis pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya, karena itu
diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang membedakan tipetipe menurut
penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik maupun
ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktor-faktor resiko dan keadaan lingkungan sekitar
untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus (AOA, 2010). Pada anamnesis penting juga
untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi
(Gleadle, 2007).
16
Konjungtivitis virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri berdasarkan gejala
klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan, tetapi pemeriksaan lanjutan
jarang dilakukan karena menghabiskan waktu dan biaya (Hurwitz, 2009).
F. Komplikasi
Konjungtivitis virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti blefarokonjungtivitis.
Komplikasi lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran, dan timbul parut linear halus
atau parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit (Vaughan, 2010).
G. Penatalaksanaan
Konjungtivitis virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa
umumnya sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun antivirus topikal atau
sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea (Scott, 2010). Pasien
konjungtivitis juga diberikan instruksi hygine untuk meminimalkan penyebaran infeksi.
2. Konjungtivitis alergi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan disebabkan
oleh rekasi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun. Reaksi
hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di konjungtiva adalah reaksi
hipersensitivitas tipe 1.
B. Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi
musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam
satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis papilar
raksasa (Vaughan, 2010).
Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan
subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh-tumbuhan biasanya
disebabkan oleh alergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi
serta timbul pada waktu-waktu tertentu.
Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis alergi
musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien dengan riwayat dermatitis atopic,
sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensakontak atau mata buatan dari
plastik (Asokan, 2007).
C. Gejala Klinis
Gejala klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Pada
konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah gatal,
kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan kemosis berat. Pasien
dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan mata sangat gatal dengan kotoran
mata yang berserat, konjungtiva tampak putih susu dan banyak papila halus di konjungtiva
tarsalis inferior. Sensasi terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia
merupakan keluhan yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik.
Ditemukan jupa tepian palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu.
Pada kasus yang berat ketajaman penglihtan menurun sedangkan pada konjungtivitas papilar
raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip konjungtiva viral.
17
D. Diagnosis
Diperlukan riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi
pada gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang paling
penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata, yang mungkin saja
disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia (Weissman, 2010).
E. Komplikasi
Komplikasi pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi
sekunder (Jatla, 2009).
F. Penatalaksanaan
Penyakit ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal dan
kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek untuk
meredakan gejala lainnya.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31458/4/Chapter%20II.pdf
Skleritis
Pterygium
Pterigium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir atau konjungtiva yang
bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di di arah kornea.
Timbunan atau benjolan ini bikin penderitanya agak kurang nyaman karena biasanya akan
berkembang dan semakin membesar dan mengarak ke daerah kornea, sehingga bisa jadi
menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika sampai menutup pupil maka
penglihatan kita akan terganggu.
Keluhan yang sering terjadi adalah mata sering merah dan sangat terasa sekali saat kena debu
luar.
2.2 Menjelaskan dan Memahami tentang Keratitis (penurunan visus mata gangguan)
Definisi
Keratitis ialah peradangan pada kornea (Dorland, 1998). Gejala patognomik dari
keratitis ialah terdapatnya infiltrat di kornea. Infiltrat dapat ada di seluruh lapisan kornea, dan
menetapkan diagnosis dan pengobatan keratitis.
Etiologi dan Klasifikasi
18
A. Keratitis Infeksi
1. Keratitis Bakterial
Streptoccoccus alpha hemolyticus, Staphloccoccus aureus, Staphyloccoccus
epidermydis
Bersifat indolen (menyebar secara perlahan dan superfisial), hipopion (pus di
bilik mata) sering ditemukan pada pasien yang mendapat pengobatan steroid topikal.
19
20
2. Keratitis Jamur
Sering dijumpai pada pekerja pertanian, pemaikaian kortokosteroid dalam
pengobatan mata, atau pemakaian soft lens. Ulkus jamur bersifat indolen dengan
infiltrat kelabu sering dengan hipopion, ulserasi superfisial. Kebanyakan ulkus jamur
disebebkan ileh organisme oportunis seperti candida, fusarium, aspergillus ,
penicilium, cephalosporium. Belum diketahui ciri khas yang membedakan macammacam ulkus jamur ini (Riordan, 2010)
gbr. A
gbr. B
21
Gbr A. Keratitis Herpes Simpleks, dan Gbr B. Parut kornea akibat keratitis HSV
rekuren (Riordan, 2010)
Keratitis Varicella Zoster
Banyak mengenai orang dengan status imun lemah seperti pada orang lanjut
usia,pasien mendapat imunosupresan, bisa karena infeksi primer saat di kandungan
atau infeksi saat awal kehidupan. Pada keratitis kornea varicella jarang ditemukan dan
umumnya jinak smenetara pada keratitis zoster lebih banyak ditemukan kadang
ditemukan bersama keratouveitis (Riordan, 2010)
Herpes zoster of talmikus dibagi menjadi3 fase, yakni:
Fase akut
Ditandai dengan penyakit seperti infuenza, demam, malaise, sakit kepala hingga
seminggu sebelum tanda kemerahan muncul, neuralgia preherpetik, kemerahan pada
kulit, timbulnya keratitis dalam 2 hari setelah kemerahan muncul, keratitis nummular
yang muncul sekitar 10 harisetelah kemerahan muncul, dan keratitis disciform yang
dapat terjadi setelah 3 minggu
Fase kronik
Ditandai dengan keratitis nummular selama berbulan-bulan, keratitis
disiciform dengan jaringan parut, keratitis neutrofik yang dapat menyebabkan infeksi
bakteri sekunder dan keratitis plak mukus yang dapat timbulsetelah bulan ketiga
hingga ke enam
Fase relaps
Dapat dijumpai bahkan hingga sepuluh tahun setelah fase akut..Hal ini dapat
diakibatkan oleh peghentian tiba-tiba dari steroid topikal. Lesi yang paling umum
adalah episkleritis, skeleritis, iritis, glaukoma, keratitisnumular, disciform atau plak
mukus
22
d. Xeroftalmia
Adalah suatu keadaan dimana kornea kering karena kekurangan vitamin A
baik dari asupan maupun karena gangguan absorpsi saluran cerna, terdapat bercak
bitot, yaitu daerah berbuih, pada konjungtiva biasanya pada sisi temporal (Riordan,
2010)
Xeroftalmia
C. Keratitis Neurotropik
Disfungsi ervus trigeminus karena trauma, tindakan bedah, tumor, peradangan.
Pada tahap awal keratitis neurotropik, terdapat edam epitel bebercakdifus. Kemudian,
terdapat daerah-daerah tanpa epitel (ulkus nerotropik) yang daopat meluas mencakup
sebagaian besar kornea.
D. Keratitis pajanan
Keratitis pajanan timbul pada situasi apapun dengan kornea yang tidak cukup
dibasahi dan dilindungi oleh palpebra. Contohnya eksoftalmos karena sebab apapun,
ektrapion, trauma, bells palsy.
E. Keratitis adenovirus
Keratitis yang timbul setelah 5-7 hari mulainya konjungtivitis oleh karena adenovirus.
F. Keratitis Pungtata Superfisial
Keratitis Pungtata Superfisialis adalah suatu keadaan dimana sel-sel pada
permukaan kornea mati. Dapat terjadi sekunder akibat trauma, hipoksia,
kekeringanKeratopati puntat epitel bentuk dendrit terjadi akibat toksisitas dan
hipersensitif larutan lensa kontak yang berat. Lesi bentuk dendrit ini sedikit
mengangkat plak epitel yang terwarnai dengan fluoresens.
G. Keratitis Interstisial
Keratitis interstisial termasuk keratitis profunda, yaitu keratitis yang mengenai
stroma lapisan dalam dan endotel kornea. Keratitis yang ditemukan pada jaringan
kornea yang lebih dalam. Keratitis interstisial (KI) dapat terjadi akibat alergi atau
infeksi spiroket ke dalam stroma kornea, dan tuberkulosis. Pada keratitis interstisial
akibat lues kongenital didapatkan neovaskularisasi dalam, yang terlihat pada usia 5-20
tahun pada 80% pasien lues. KI merupakan keratitis nonsupuratif profunda disertai
dengan neovaskularisasi. Biasanya akan memberikan keluhan fotofobia, lakrimasi,
24
dan penurunan visus. Pada keratitis intertisial maka keluhan bertahan seumur hidup.
Seluruh kornea keruh sehingga iris sukar dilihat, permukaan kornea seperti
permukaan kaca.
H. Keratitis sika
Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar lakrimale atau
sel goblet yang berada di konjungtiva, yang dapat disebabkan karena: Defisiensi
komponen lemak, seperti pada blefaritis kronik, distikiasis, danakibat pembedahan
kelopak mata. Defisiensi kelenjar air mata, seperti padasjogren syndrome, sindrom
relayday dan sarkoidosis. Defisiensi komponen musin, seperti pada avitaminosis A,
trauma kimia, St. Even-Johnson syndrome. Akibat penguapan yang berlebihan.
Akibat sikatrik di kornea.
Patofisiologi
Hipoksia dan Hiperkapni
Akibat kondisi kornea yang avaskular, untuk metabolisme aerobik kornea
bergantung pada pertukaran gas pada air mata. Mata tiap individu memiliki kondisi
oksigenasi yang bervariasi untuk menghindari komplikasi hipoksia. Baik dengan
menutup mata maupun memakai lensa kontak keduanya dapat mengurangi proses
pertukaran oksigen dan karbon dioksida pada permukaan kornea.
Hipoksia dan hiperkapnia sedikit pengaruhnya pada lapisan stroma bagian
dalam dan endotelium, dimana mereka memperoleh oksigen dan menghasilkan
karbon dioksida ke dalam humor aquous.
Akibat oksigenasi yang tidak memadai, proses mitosis epitel kornea yang
menurun, menyebabkan ketebalannya berkurang, mikrosis, dan peningkatan fragilitas.
Akibat pada sel-sel epitel ini dapat menyebabkan keratopati pungtat epitel, abrasi
epitel, dan meningkatkan resiko keratitis mikroba. Akumulasi asam laktat pada stroma
akibat metabolisme anaerob menyebabkan meningkatnya ketebalan stroma dan
mengganggu pola teratur dari lamellae kolagen, menyebabkan striae, lipatan pada
posterior stroma, dan meningkatnya hamburan balik cahaya. Hipoksia dan
hiperkapnia stroma yang lama mengakibatkan asidosis stroma, yang dalam waktu
singkat akan menimbulkan edema endotel dan blebs dan dalam waktu yang lama akan
mengakibatkan polymegethism sel endotel. Efek lebih lanjut dari hipoksia adalah
hypoesthesia kornea dan neovaskularisasi baik pada epitel dan stroma. Vaskularisasi
25
stroma dapat berevolusi menjadi keratitis interstisial, kekeruhan yang dalam, atau
kadang-kadang perdarahan intrastromal.
Pada beberapa kasus pemakaian lensa kontak yang lama, kornea menjadi
terbiasa dengan tegangan oksigen baru, dan edema stroma berubah menjadi lapisan
stroma
yang
tipis.
Alergi
Dan
Toksisitas
Para pemakai lensa kontak menghadapi berbagai potensial alergen. Lensa kontak
mendorong adhesi dari debris, sehingga tetap bersentuhan dengan jaringan okular.
Larutan lensa kontak dan terutama pengawet di dalamnya menginduksi respon alergi
pada individu-individu yang sensitif. Hipersensitifitas thimerosal khususnya dapat
menyebabkan konjungtivitis, infiltrat epitel kornea, dan superior limbus
keratokonjunktivitis. Reaksi terhadap deposit protein pada lensa kontak ini dapat
mengakibatkan konjungtivitis giant papiler. Toksisitas yang dicetus oleh lensa kontak
yang tidak bergerak berhubungan dengan akumulasi yang cepat dari metabolik pada
lapisan kornea anterior, yang dapat mengakibatkan hiperemis pada limbus, infiltrat
kornea perifer, dan keratik presipitat. Komplikasi yang lebih berat akibat toksisitas
larutan mengakibatkan keratopati pungtat epitel.
KekuatanMekanik
Kekuatan mekanik memicu komplikasi pada pengguna lensa kontak termasuk abrasi
akibat pemakaian atau pelepasan lensa yang tidak tepat, atau akibat fitting dan
pemakaian lensa kontak. Lensa kontak kaku yang tajam dapat menyebabkan distorsi
kornea atau abrasi. Pada kasus yang berat, permukaan kornea menjadi bengkok.
Keratokonus dapat timbul akibat kekuatan mekanik kronis dari pemakaian lensa
kontak. Permukaan yang terlipat dapat diakibatkan oleh lensa kontak lunak yang
terlalu ketat. Kerusakan epitel dapat terjadi secara sekunder akibat debris yang
terperangkap di bawah lensa. Komplikasi ini sangat penting mengingat dominannya
pemakaian lensa kontak kosmetik pada perempuan.
EfekOsmotik
Lensa kontak meningkatkan penguapan air mata dan menurunkan refleks air mata,
sehingga kejadian keratopati pungtat epitel meningkat. Permukaan yang kering akibat
rusaknya lubrikasi mata oleh lapisan air mata, sehingga epitel beresiko terjadi cedera
mekanis seperti abrasi dan erosi (Gross, 2003).
Manifestasi Klinis
Gejala patognomik dari keratitis adalah terdapatnya infitrat di kornea. Infiltrat dapat
ada di segala lapisan kornea, dan menetapkan diagnosis dan pengobatan keratitis. Dua tanda
subyektif lain yang dapat mendukung keratitis adalah fotofobia, lakrimasi, blefarospasme,
dan gangguan visus. Injeksi perikornea di limbus merupakan tanda objektif yang dapat timbul
pada keratitis, selain dapat pula terjadinya edema kornea. Mata biasanya terasa nyeri, berair,
merah, peka terhadap cahaya (fotofobia) dan penglihatan menjadi sedikit kabur. Jika
penyebabnya adalah sinar ultraviolet, maka gejala-gejala biasanya munculnya agak lambat
dan berlangsung selama 1-2 hari. Jika penyebabnya adalah virus, maka kelenjar getah bening
di depan telinga akan membengkak dan nyeri bila ditekan. Gejala lainnya yang mungkin
ditemukan adalah mata terasa perih, gatal dan mengeluarkan kotoran.
Diagnosis dan Pemeriksaan
Pada Varicella zooster Temuan karakteristik di daerah yang terlibat meliputi:
26
Pada infeksi herpes zoster kronis, reaksi granulomatosa (sel raksasa berinti banyak
dan epithelioid) dapat ditemukan intraocularly (misalnya, badan, ciliary koroid, retina).
Dilakukan pula pemeriksaan ketajaman visus untuk mengetahui adanya kelainan penurunan
visus. Pada jamur, mengandung pseudohifa. Pada virus HSV, kerokan dari lesi epitel dan
cairan dari lesi kulit mengandung sel0sel raksasa multinuklear, bisa juga dilakukan PCR.
Pada P. Aeroginosa terdapat infiltrant dan eksudat berwarna hijau-kebiruan, pada
kerokan di dapat gram negatif halus panjang. Pada Streptoccoccus pneumoniae, kornea di
sekeliling ulkus jernih, terdapat hipopion, hasil kerokan terdapat gram positif berbntuk lancet.
Pada Morazella liquefaciens hasil kerokan menampilkan diplobacili gram negatif besar
dengan ujung persegi.
Pada Streptoccoccus Grup A stroma infiltrat dan sembab biasanya disertai hipopion
berukuran sedang, kerokan mengandung kokus gram positif. Pada Mycobacterium fortuitum
kerokan mengandung bakteri tahan asam dan gram positif berfilamen pada Nocardia.
Pada Acanthamoeba diagnosis ditegakkan dengan biakan di atas media khuss (agar
nonnutrien yang dilapisai E.coli) pengambilan sebaiknya dulakukan dengan biopsi kornea
dan kerokan kornea karena kemungkinan diperlukan untuk pemeriksaaan histopatologik
untuk menemukan bentuk-bentuk amuba.
Pemeriksaan slit lamp sebagai salah satu alat yang membantu pemeriksaan guna
mendiagnosis keratitis.
Oftalmoskop merupakan alat untuk melihat bagian dalam mata atau fundus okuli.
Pemeriksaan dengan menggunakan oftalmoskop di namakan oftalmoskopi. Oftalmoskopi
27
Konjungtivitis
Sakit
Kesat
Kotoran
Sering purulen
Fotofobia
Kornea
Iris
Ringan
Jernih
Normal
Penglihatan
Sekret
Suar/fler
Pupil
fixed
oval
Tekanan
N
(+)
(-)
N
<N< (pegal)
Vaskularisasi
Injeksi
Pengobatan
Uji
A. Konjungtiva Siliar
posterior
Konjungtival
Siliar
Antibiotika
Antibiotika
sikloplegik
Bakteri
Sensibilitas
Pleksus siliar
Episkleral
Siliar
Episkleral
Miotika diamox
Steroid+skiloplegik + bedah
Infeksi fokal
Tonometri
Menurut infeksi
Kondisi
Sakit
Fotofobia
Visus
Infeksi okular
Infeksi bakteri/jamur
Tak ada sampai hebat
Bervariasi
Biasanya
menurun
mencolok
Difus
Infeksi virus
Rasa benda asing
Sedang
Menurun ringan
Ringan - sedang
29
Keratitis Bakterial
30
Komplikasi
Pencegahan
Pemakai lensa kontak harus menggunakan cairan desinfektan pembersih yang steril untk
membersihkan lensa kontak. Air keran tidak steril dan tidak boleh digunakan untuk
membersih- kan lensa kontak. Pemeriksaan mata rutin ke dokter mata disarankan karena
kerusakan kecil di kornea dapat terjadi tanpa sepengetahuan kita. Jangan terlalu sering
memakai lensa kontak. Lepas lensa kontak bila mata menjadi merah atau iritasi. Ganti lensa
kontak bila sudah waktunya untuk diganti. Cuci tempat lensa kontak dengan air panas, dan
ganti tempat lensa kontak tiap 3 bulan karena organisme dapat terbentuk di tempat kontak
lensa itu.Makan makanan bergizi dan memakai kacamata pelindung ketika bekerja atau
bermain di tempat yang potensial berbahaya bagi mata dapat mengurangi resiko terjadinya
keratitis. Kacamata dengan lapisan anti ultraviolet dapat membantu menahan kerusakan mata
dari sinar ultraviolet.
Prognosis
Prognosis tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya mendapat
pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi yang timbul.
Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena jaringan kornea
bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya mendapat pertolongan
serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk. Penyembuhan yang
lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal ini, apabila tidak ada
ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka dapat menimbulkan
resistensi.
3. Memahami dan menjelaskan tentang Memelihara Kesehatan dan Fungsi Mata
Sesuai dengan Ajaran Agama Islam
Perintah menjaga dan menundukkan pandangan dengan sangat jelas terungkap pula dalam
Al-Quran. Mata sesungguhnya adalah gerbang maksiat, apabila tidak digunakan dengan baik
sesuai tuntunan Islam. Barang siapa yang tidak dapat menahan pandangan mata sangat
mungkin akan menjerumuskan nya pada zina dan maksiat.
Rasulullah sangat berhati-hati dalam memandang yang dilarang Islam. Diantarannya dari
melihat wanita yang bukan mahramnya. Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasulullah saw
suri teladan yang baik bagi kamu (yaitu) bagi siapa yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kebahagiaan) hari akhir dan banyak menyebut nama Allah. (QS.Al-Ahzab [33]: 21)
Allah Swt berfirman, Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman, Hendaklah
mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah
31
lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.
(QS An-Nr [24]: 30)
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2006. Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/SMF Ilmu Penyakit Mata RSU Dr.
Soetomo. Surabaya: RSU Dr. Soetomo.
Bonini, dkk. 2003. Keratitis Neurotrophic. Diunduh pada 14 Februari 2015, melalui
http://www.nature.com/uidfinder/10.1038/sj.eye.6700616.
Diaz, Maria. 2011. Herpes Zoster Oftalmikus. Diunduh pada 14 Februari 2015, melalui
http://emedicine.medscape.com/article/783223-overview.
Dorland. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25. Jakarta: EGC.
Gross, EB. 2003. Complications of Contact Lenses, In: Duanes Clinical Ophthalmology, 4th
Volume. USA: Lippincott Williams & Wilkins.
Ilyas, Sidarta. 2008. Penuntun Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI.
James, Bruce, dkk. 2006. Lecture Notes: Oftalmologi Edisi Kesembilan. Jakarta: Erlangga.
Lesson, Roland. 1996. Buku Ajar Histologi. Jakarta: EGC.
Radjiman, dkk. 1984. Ilmu Penyakit Mata. Surabaya: Penerbit Airlangga.
Riordan, Paul dkk. 2010. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi Ke-17. Jakarta: EGC.
Sherwood, Laralee. 2001. Human Physiology: From Cell to Body. Jakarta: EGC.
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: EGC.
Snell, Richard. 1997. Anatomi Klinik Bagian 3 Edisi Ketiga. Jakarta: EGC.
Suharjo, Fatah. 2007. Tingkat keparahan Ulkus Kornea di RS Sarjito Sebagai Tempat
Pelayanan Mata Tertier. Yogyakarta.
Vaughan, Daniel, dkk. 1996. Oftalmologi Umum Edisi Ke-14. Jakarta: Widya Medika.
Ventocilla. 2010. Contact Lens Complications, In: eMedicine Ophthalmology. Diunduh pada
14 Februari 2015, melalui http://www.emedicine.com.
Wijaya. 1989. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata Cetakan Ke-4.
32