Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Uji toksisitas merupakan uji pendahuluan untuk mengamati aktivitas farmakologi suatu senyawa.
Prinsip uji toksisitas adalah bahwa komponen bioaktif selalu bersifat toksik jika diberikan dengan
dosis tinggi dan menjadi obat pada dosis rendah. Larva udang memiliki kulit yang tipis dan peka
terhadap lingkungannya sehingga banyak digunakan dalam uji toksisitas. Zat atau senyawa asing
yang ada di lingkungan akan terserap ke dalam tubuh secara difusi dan langsung memengaruhi
kehidupannya. Larva udang yang sensitif ini akan mati apabila zat atau senyawa asing tersebut
bersifat toksik. Uji toksisitas digunakan untuk mengetahui pengaruh racun yang dihasilkan oleh
dosis tunggal dari suatu campuran zat kimia pada hewan coba sebagai uji pra skrining senyawa
bioaktif antikanker
Salah satu metode yang digunakan untuk menguji senyawa yang memiliki bioaktivitas sebagai
antikanker dari senyawa yang diisolasi adalah Brine shrimp lethality test (BSLT), dimana tujuan
dari penggunaan metode ini adalah sebagai uji pendahuluan yang dapat mendukung penemuan
senyawa-senyawa antikanker. Senyawa yang diduga memiliki aktivitas anti kanker, harus diujikan
terlebih
dahulu pada hewan percobaan. Penelitian ini menerapkan metode Brine ShrimpLethality Test
(BST) dengan menggunakan larva udang Artemia salina leach sebagai hewan uji. Metode ini
merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk pencarian senyawa anti kanker baru
yang berasal dari tanaman.
Hasil uji toksisitas dengan metode ini telah terbukti memiliki korelasi dengan daya sitotoksis
senyawa anti kanker. Selain itu, metode ini juga mudah dikerjakan, murah, cepat dan cukup
akurat. Bentuk ekstrak dipilih dengan harapan akan didapatkan kandungan senyawa aktif yang ada
dalam tanaman talas.
Maksud Percobaan
Maksud percobaan ini adalah untuk mengetahui dan menentukan efek toksisitas dari ektrak etanol
daun talas (Colocasia esculenta) terhadap hevan coba larva udang Artemia salina leach
Tujuan Percobaan
Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan toksisitas ekstrak etanol talas (Colocasia esculenta)
dengan menggunakan metode BSLT dan menentukan kandungan senyawa tanaman talas
(Colocasia esculenta).
Prinsip Percobaan
Penentuan efek toksisitas suatu senyawa bahan alam terhadap larva udang (Artemia Salina L)
dengan menggunakan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT), dimana dimasukkan 10 ekor
larva udang (Artemia Salina L) ke dalam vial yang telah berisi ekstrak etanol talas (Colocasia

esculenta) dan air laut dengan konsentrasi masing masing 1, 10, 100, dan
1000 g.
Kemudian diberikan 1 tetes ekstrak ragi sebagai sumber nutrisi. Vial-vial tersebut disimpan
ditempat yang cukup mendapat sinar lampu. Setelah 24 jam dilakukan pengamatan dengan
melihat banyaknya jumlah larva udang (Artemia Salina L) yang mati.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Teori Umum

Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya
termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek terapeutis obat berhubungan erat
dengan efek toksisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja
sebagai racun dan merusak organisme (Sola dosis facit venenum: hanya dosis membuat
racun, Paracelsus) (Tjay, 2002).
Setiap zat kimia pada dasarnya bersifat racun dan terjadinya keracunan ditentukan oleh dosis dan
cara pemberian. Paracelcus pada tahun 1564 telah meletakkan dasar penilaian toksikologis dengan
mengatakan bahwa dosis menentukan apakah suatu zat kimia adalah racun (dosis sola facit
venenum). Sekarang dikenal banyak faktor yang menentukan apakah suatu zat kimia bersifat
racun, namun dosis tepat merupakan faktor utama yang terpenting. Untuk setiap zat kimia,
termasuk air, dapat ditentukan dosis kecil yang tidak berefek sama sekali, atau suatu dosis besar
sekali yang dapat menimbulkan keracunan dan kematian. Untuk zat kimia dengan efek terapi,
maka dosis yang adekuat dapat menimbulkan efek farmakoterapeutik (Ganiswarna, 1995).
Untuk obat yang struktur kimianya belum diketahui dan untuk sediaan tak murni atau campuran
dari beberapa zat aktif , metode spektrofotometer ultraviolet/ infrared, dan polarograf tidak dapat
dilakukan. Obat-obat ini diukur dengan metode biologis, yaitu dengan bio-assay, dimana aktivitas
ditentukan oleh organisme hidup (hewan, kuman) dengan membandingkan efek obat tersebut
dengan efek suatu standar internasional (Tjay, 2002).
Efek toksik, atau toksisitas suatu obat dapat diidentifikasi melalui pemantauan batas terapeutik
obat tersebut dalam plasma (serum). Tetapi, untuk obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik
yang lebar, batas terapeutik jarang diberikan. Untuk obat-obat yang mempunyai indeks terapeutik
sempit, seperti antibiotika aminoglikosida dan antikonvulsi, batas terapeutik dipantau dengan
ketat. Jika kadar obat melebihi batas terapeutik, maka efek toksik kemungkinan besar akan terjadi
akibat dosis yang berlebih atau penumpukan obat (Kee, 1996).
Ada beberapa kemungkinan untuk menggolongkan toksikologi diantaranya : (Mustchler, 1991)
Efek toksis akut, yang langsung berhubungan dengan pengambilan zat toksik.
Efek toksik kronik, yang pada umumnya zat dalam jumlah sedikit diterima tubuh dalam jangka
waktu yang lama sehingga akan terakumulasi mencapai konsentrasi toksik dan dengan demikian
menyebabkan terjadinya gejala keracunan.
Sintesis zat kimia yang diperkirakan berjumlah 1000 per tahun, menyebabkan toksikologi tidak
hanya meliputi sifat-sifat racun, tetapi lebih penting lagi mempelajari keamanan setiap zat kimia
yang dapat masuk ke dalam tubuh. Zat-zat kimia itu disebut xenobiotik (xeno = asing). Setiap zat
kimia baru harus diteliti sifat-sifat toksiknya sebelum diperbolehkan penggunaannya secara luas
(Ganiswarna, 1995).
Sebelum calon obat baru ini dapat dicobakan pada manusia, dibutuhkan waktu beberapa tahun
untuk meneliti sifat farmakodinamik, farmakokinetik, dan efek toksisnya pada hewan coba. Dalam
studi farmakokinetik ini tercakup juga pengembangan teknik analisis untuk mengukur kadar
senyawa tersebut dan metabolitnya dalam cairan biologik. Semuanya ini diperlukan untuk

memperkirakan dosis efektif dan memperkecil resiko penelitian pada manusia (Gunawan, 2007).
Salah satu metode untuk menguji bahan-bahan yang bersifat sitotoksik adalah dengan uji toksisitas
terhadap larva udang dari Artemia Salina Leach (Brine Shrimp Lethality Test). Metode ini sering
digunakan untuk praskrining terhadap senyawa aktif yang terkandung di dalam ekstrak tanaman
karena murah, cepat, mudah (tidak perlu kondisi aseptis) dan dapat dipercaya (Meyer, 1982).
Suatu senyawa dinyatakan mempunyai potensi toksisitas akut jika mempunyai harga LC50 kurang
dari 1000 g/mL (ppm). LC50 (Lethal Concentration 50) merupakan konsentrasi zat yang
menyebabkan terjadinya kematian pada 50 % hewan percobaan yaitu larva Artemia salina Leach.
Pengujian terhadap ekstrak metanol daun kesum (Polygonum minus Huds) menunjukkan harga
LC50 sebesar 137,465 g/mL atau ppm. Berdasarkan nilai LC50 yang diperoleh dapat dikatakan
ekstrak metanol daun kesum (Polygonum minus Huds) pada percobaan ini bersifat toksik terhadap
Artemia salina Leach sehingga memiliki potensi toksisitas akut menurut metode BSLT yaitu pada
perlakuan dengan hewan coba larva Artemia salina Leach. Penelitian Meyer (1982), melaporkan
bahwa suatu ekstrak menunjukkan aktivitas ketoksikan dalam BSLT jika ekstrak dapat
menyebabkan kematian 50% hewan uji pada konsentrasi kurang dari 1000 ppm. Nilai LC50 dari
ekstrak metanol yang lebih kecil dari 1000 ppm menunjukkan bahwa ekstrak tersebut mempunyai
potensi sitotoksik yang dapat dikembangkan sebagai sebagai antikanker. Uji toksisitas terhadap
larva udang Artemia salina Leach atau Brine Shrimp Lethallity Test (BSLT) dapat digunakan
sebagai uji pendahuluan pada penelitian yang mengarah pada uji sitotoksik (Meyer, 1982).
Angka kematian hewan coba dihitung sebagai Median Lethal Dose (LD50) atau Median Lathal
Concentration (LC50). Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk pengujian ketoksikan dengan
perlakuan terhadap hewan coba secara inhalasi atau menggunakan media air. Kematian pada
hewan percobaan digunakan sebagai pedoman untuk memperkirakan dosis kematian pada manusia
(Cassaret, 1975).
Uraian Bahan
Ekstrak ragi (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi
: Ekstrak ragi
Sinonim

: Sari ragi

Pemerian

: Kuning kemerahan sampai coklat, bau khas tidak busuk

Kelarutan
asam lemah

: Larut dalam air, membentuk larutan kuning sampai coklat, bereaksi

Penyimpanan

: Dalam wadah tertrutup baik.

Kegunaan

: Sebagai sumber makanan Artemia salina

Etanol (Ditjen POM, 1979)

Nama Resmi

: AETHANOLUM

Nama Lain

: Etanol, etil alkohol

Rumus molekul

: CH5OH

Pemerian
: Cairan tidak berwarna, jernih, dan mudah menguap, bau khas, rasa
panas mudah terbakar dan memberikan nyala biru.
Kelarutan

: Sangat mudah larut dalam air, dan eter serta dalam kloroform.

Penyimpanan

: dalam wadah tertutup rapat, terlindungi dari

Kegunaan

: Sebagai Pelarut

Air Suling (Ditjen POM,1979)


Nama resmi
: Aqua destillata
Sinonim
RM/BM
Rumus bangun
Pemerian

: Air suling, aquadest


: H2O / 18,02
: H-O-H
: Cairan jernih; tidak berwarna; tidak berbau; tidak mempunyai rasa.

Penyimpanan

: Dalam wadah tertrutup baik.

Kegunaan

: Sebagai pelarut

air Laut ( Pramayudi, 2009)


Komposisi :

Rata-rata konsentrasi garam-garam terlarut di air laut berkisar 3.5%, namun konsentrasi tersebut
tergantung pada lokasi dan laju evaporasi
Tabel 1. Rata-rata konsentrasi ion pada air laut (Brown et al 1989)
Ion Parts per thousand by weight
Chloride, Cl- 18.98
Sodium, Na+ 10.556
Sulphate, SO42- 2.649
Magnesium, Mg2+ 1.272

Calcium, Ca2+
0.400
Potassium, K+ 0.380
Bicarbonate, HCO30.140
Bromide, Br- 0.065
Borate, H2BO3- 0.026
Srontium, Sr2+
0.013
Fluoride, F- 0.001

Uraian Tanaman
1 Ekstrak Talas (Dalimarta,1999)
regnum
Subregnum
Division
class
Order
Famili
Genus
Spesies

: Plantae
: Tracheobionta
: Magnoliophyta
: Liliopsida
: Arales
: Araceae
: Colocasia
: Colocasia esculenta Schott

2 Morfologi Talas (Steenis, 1975)


Talasan adalah tanaman herba monokotil tahunan. Kecuali spesies Amorphophallus, daun yang
muncul dari tunas apikal komus berupa gulungan dengan tangkai daun panjang dan tegak yang
menopang lembar daun yang lebar dan besar, berbentuk tameng. Tangkai daunnya lembut panjang
padat berisi, tetapi memiliki banyak rongga udara yang memungkinkan tanaman beradaptasi
terhadap kondisi tergenang. Sifat umum talasan adalah terdapatnya cairan getah menggigit yang
ditemukan di seluruh jaringan.
Tinggi tanaman ini antara 0,5 1,5 m dan memiliki daun berjumlah 2 sampai dengan 5 helai.
Daun merupakan daun lengkap, yaitu memiliki helaian daun, tangkai daun dan pelepah serta
termasuk daun tunggal. Tangkai daun berwarna hijau, bergaris-garis tua dengan panjang 20 60
cm. Daun berbentuk perisai, berwarna hijau dan terkadang agak kekuning-kuningan. Pangkal daun
berlekuk dan ujungnya meruncing. Ibu tulang daun daun besar dan dapat dibedakan dengan jelas

dengan anak-anak tulang daun lainnya. Tepi daun rata, dengan pertulangan daun menjari dan tipe
peruratan daun memata jala. Bagian bawah daun berlapis lilin, sedangkan bagian atas daun
berwarna lebih cerah dari bagian bawahnya dan memiliki tekstur yang kasap. Batang sangat
pendek, biasanya terbungkus oleh pelepah daun dan berbentuk umbi (bongkol) yang seringkali
kita konsumsi. Batang berada di dalam tanah, berwarna coklat agak kehitaman dan terkadang
diseliputi oleh bulu-bulu yang halus. Batang berbentuk bulat dan jarak antar ruas batang sangat
sempit atau pendek. Arah tumbuh batang tegak, sehingga berdasarkan arah tumbuhnya cabang
maka talas memiliki model arsitektur Chamberlain. Akar tanaman ini termasuk sistem perakaran
serabut, dimana akar berasal atau tersusun atas sekelompok akar adventif yang terletak pada
batang yang sangat pendek dan berbentuk filiformis.
Pada pengamatan kami, tidak ditemukan organ repoduktif seksualnya.
dsekripsi organ reproduktivum tanaman ini adalah sebagai berikut: tongkol 2-3, dai ketiak daun,
tangkai 15-60 cm. Seludang 10-30 cm panjangnya, oleh suatu penyempitan melintang dibagi
menjadi 2 yang tidak sama besarnya; bagian bawah hijau, menggulung, tetap tinggal; bagian atas
lebih panjang, kuning oranye, rontok. Bagian tongkol betina hijau, tercampur dengan bunga yang
berkembang tak sempurna dan berwarna mentega, 1-4,5 kali lk 1 cm; di atasnya menyempit,
warna mentega, dengan hanya bunga steril, bagian jantan berwarna mentega, panjang 3-6,5 cm,
dengan kepala sari bersatu dalam kelompok; bagian ujung telanjang, panjang 2-5 cm. Bunga yang
tumbuh tidak sempurna berbentuk gada persegi 3-5. Buah buni hijau, diameter lk 0,5 cm. Biji
berbentuk spul, beralur membujur .
Kandungan Kimia dan Kegunaan (Siti h, 2010)
Umbi C. esculenta berkhasiat sebagai obat scrofula, radang kulit bernanah, psoriasis, tumor di
rongga perut, berak darah, keseleo, ketombe, bisul, dan luka bakar. Sementara tangkai dan
daunnya digunakan untuk pengobatan urticaria, diare, dan pembalut luka. Hal tersebut
dikarenakan tanaman talas mengandung senyawa-senyawa polifenol dan saponin
Dalam jurnal penelitian disebutkan bahwa C. esculanta mengandung 6-C-glikosilflavonoid dan Oglikosilflavonoid, diantaranya schaftoside, isoschaftoside, orientin, isovitexin, isoorientin, vitexin
dan luteolin 7- O sophoroside. Dalam penelitian lain disebutkan pula kandungan daun talas
diantaranya saponin, terpen, tanin, flavonoid, flobatanin, antraquinon, glikosida jantung, dan
alkaloid. Kandungan tanin ini yang berkhasiat sebagai obat luka karena aktivitas hemostatiknya
dengan cara mengendapkan protein sehingga membentuk gumpalan pada luka.
Tanin merupakan merupakan senyawa polifenol tanaman. Tanin secara luas digunakan untuk
aplikasi di bidang pengobatan. Tanin mempunyai banyak aktivitas farmakologi antara lain sebagai
hemostatik, pembalut luka bakar, antimikroba, antidiare, antiinflamsi, antikanker, antioksidan,
atheroprotektif, dan, Aktivitas tanin sebagai hemostatik, yaitu menghentikan pendarahan dari
pembuluh darah yang terluka. Tanin akan mengendapkan protein darah sehingga terjadi gumpalan
yang dapat menghambat aliran darah. Tanin dapat mengobati luka karena dapat meningkatkan
proses granuloma, memecah kekuatan granulasi jaringan, dan mempercepat masa epitelisasi.
Proses penyembuhan luka oleh tanin juga berkaitan dengan proses terbentuknya kolagen. Tanin
dapat mempercepat terbentuknya kolagen sehingga mempercepat penyembuhan luka

Uraian Hewan Coba


Klasifikasi (Mudjiman, 1998)
Filum
: Arthopoda
Divisio

: Crustaceae

Subdivisio

: Branchiopoda

Ordo

: Anostraca

Famili

: Artemiidae

Genus

: Artemia

Species

: Artemia salina

Morfologi (Mudjiman, 1998)


Udang (Artemia salina) mengalami beberapa fase hidup, tetapi secara jelas dapat dilihat dalam
tiga bentuk yang sangat berlainan, yaitu bentuk telur, larva (nauplii) dan artemia dewasa. Telur
yang baru dipanen dari alam berbentuk bulat dengan ukuran 0,2-0,3 mm. Telur yang menetas akan
berubah menjadi larva. Telur yang baru menetas ini berukuran kurang lebih 300 . Dalam
pertumbuhannya larva mengalami 15 kali perubahan bentuk yang merupakan satu tingkatan hidup,
setelah itu berubah menjadi artemia dewasa.
Waktu yang diperlukan sampai menjadi artemia dewasa umumnya sekitar 2 minggu. Berbentuk
silinder dengan panjang 12-15 mm. Tubuh terbagi atasl bagian kepala, dada dan perut. Pada
bagian kepala terdapat 2 tangkai mata, 2 antena dan dua antenula. Dada terbagi atas 12 segmen
yang masing-masing mempunyai sepasang kaki renang. Perut ternagi atas 8 segmen. Dapat hidup
dalam air dengan suhu 25o-30oC dan pH sekitar 8-9.
Uraian Tentang Larva (Mudjiman, 1998)
Telur-telur yang kering direndam dalam air laut yang bersuhu 25oC akan menetas dalam waktu
24-36 jam. Dari dalam cangkangnya keluarlah burayak (larva) yang juga dikenal dengan istilah
nauplius. Dalam perkembangan selanjutnya, burayak akan mengalami 15 kali perubahan bentuk
(metamorfosis). Burayak tingkat I dinamakan instar, tingkat II instar II, tingkat III Instar III,
demikian seterusnya sampai Instar XV. Setelah itu berubahlah mereka menjadi artemia dewasa.
Burayak yang baru saja menetas masih dalam tingkat Instar I bentuknya bulat lonjong dengan
panjang sekitar 400 mikron (0,4 mm) dan beratnya 15 mikrogram. Warnanya kemerah-merahan
karena masih banyak mengandung makanan cadangan. Oleh karena itu, mereka masih belum perlu
makanan.
Anggota badannya terdiri dari sungut kecil (antenula atau antena I dan sepasang sungut besar

(antenna II). Dibagian depan diantara kedua sungut kecilnya terdapat bintik merah yang tidak lain
adalah mata naupliusnya (oselus). Dibelakang sungut besar terdapat sepasang mandibula (rahang)
dan rudimenter kecil. Sedangkan dibagian perur (ventral) sebelah depan terdapatlah labrum.
Pada pangkal sungut besar (antena II) terdapat bangunan seperti duri yang menghadap ke
belakang (gnotobasen seta) bangunan ini merupakan cirri khusus untuk membedakan burayak
instar I, instar II dan instar III. Pada burayak instar I (baru menetas) gnotobasen setanya masih
belum berbulu dan juga belum bercabang.
Sekitar 24 jam setelah menetas, burayak akan berubah menjadi instar II. Lebih lama lagi akan
berubah menjadi instar III.Pada tingkatan II, gnotobasen setanya sudah berbulu tapi masih belum
bercabang. Sedangkan pada instar III, selain berbulu gnotobasen seta tersebut sudah bercabang II.
Pada tingkatan instar II, burayak mulai mempunyai mulut, saluran pencernaan dan dubur. Oleh
karena itu, mereka mulai mencari makan, bersamaan dengan itu, cadangan makanannya juga
sudah mulai habis. Pengumpulan makanannya dengan cara menggerak-gerakkan antena II-nya.
Selain itu untuk mengumpulkan makanan antena II juga berfungsi untuk bergerak. Tubuh instar II
dan instar III sudah lebih panjang dari instar I.
Pada tingkatan selanjutnya, disebelah kanan dan kiri mata nauplius mulai terbentuk sepasang mata
majemuk. Mula-mula masih belum bertangkai. Kemudian secara berangsur-angsur berubah
menjadi bertangkai. Selain itu, dibagian samping badannya (kanan dan kiri) juga berangsur-angsur
tumbuh tunas kakinya (torakopada). Mula-mula tumbuh dibagian depan kemudian berturut-turut
disusul oleh bagian-bagian yang lebih ke belakang. Setelah menjadi instar XV, kakinya sudah
lengkap sebanyak 11 pasang, maka berakhirlah masa burayak, dan berubah menjadi artemia
dewasa.

BAB III
METODE KERJA
Alat yang Digunakan
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah Aerator, batang pengaduk, corong, spoit
10ml, neraca analitik, spoit 1 ml, seperangkat alat penetsan telur dan Vial.
Bahan Yang Digunakan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah Air laut, air suling, ekstrak ragi, dan
Etanol
Hewan Coba
Adapun hewan coba yang di guankan pada praktikum ini adalah Larva udang (Artemia salina).
Cara Kerja
Penyiapan Larva
Sebanyak mg telur Artemia salina Leach direndam dalam wadah yang berisi 250 ml air laut pada
pH 8-9
Kemudian diletakkan di bawah cahaya lampu yang telah dilengkapi dengan aerator pada suhu
25oC.
Setelah didiamkan selama 24 jam sambil terus diamati, telur udang tersebut akan menetap dan
menjadi larva.
Larva yang telah berumur 48 jam, digunakan sebagai hewan uji aktivitas ketoksikan.

Penyiapan Bahan
Pembuatan suspensi ragi
Disiapkan alat dan bahan

Ditimbang ragi 0,1 mg


Ditambahkan dengan 10 ml air laut lalu diaduk lagi hingga homogen
Disimpan ragi tersebut dalam vial dan siap digunakan
Pembuatan Ekstrak etanol talas
Disiapkan alat dan bahan
Ditimbang ekstrak talas 100 mg
Dimasukkan ekstrak yang telah ditimbang ke dalam vial
Ditambahkan etanol sampai 10 ml
Dihomogenkan
Perlakuan Hewan Coba
Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
Dipipet 1 ml ke dalam ekstrak talas dengan menggunakan spoit, kemudian masukkan kedalam
masing-masing vial yang berisi sesuai konsentrasi yang telah ditetapkan yaitu 1 g/ml, 10 g/ml,
100 g/ml dan 1000 g/ml lalu dicukupkan volumenya hingga 10 ml
Diambil 1ml dari masing-masing konsentrasi, kemudian dimasukkan dalam 9 vial dengan urutan 3
buah vial dengan konsentrasi 1 g/ml, 3 buah vial dengan konsentrasi 10 g/ml, 3 buah vial
dengan konsentrasi 100 g/ml dan 3 buah vial dengan konsentrasi 1000 g/ml, kemudian
diuapkan dengan cara dihadrayer
Kedalam tiap vial dimasukkan 10 ekor larva udang (Artemia salina Leach) dan ditambahkan
dengan ragi.
Dicukupkan 5 ml air laut, kemudian ditambahkan 1 tetes suspensi ragi, ditutup dengan alvol dan
dilubangi
Diletakkan dibawah sinar lampu selama 124 jam
Diamati

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Pengamatan
Tabel Pengamatan
Jenis Sampel

Replikasi
Jumlah larva yang mati pada setiap konsentrasi (kg/ml)
1
10 100 1000
Ekstrak Etanol Daun Talas
(Colocasia esculenta)
1
0
3
8
2
4
2
10
3
3
2
10
Total kematian% kematian -

10
9
10
7
7
21 29
23,33% 23,33% 93,33% 96,66%

Untuk konsentrasi 1g/ml:


% kematian

= 23,33%
Untuk konsentrasi 10 g/ml:
% kematian

= 23,33%
Untuk konsentrasi 100 g/ml:
% kematian

= 93,33%
Untuk konsentrasi 100 g/ml:
% kematian

= 96,66%
Tabel 2 ( Persamaan garis)
Log/Konsentrasi Probit
XY
X X2 Y Y2 1
1
5,08 25,80
5,08
2
4
5,52 30,47
11,04
3
9
6,48 41,99
19,44
6 14

a=
=
=
=
= 3,25
b=
=
=

17,08 98,26 35,56

=
= 1,31
Untuk LC50
Nilai a = 1,288
= 1,988
y= a + bx
y = 3,25+1,31x
= 1,33
X= Log LC50
LC50

= antilog x

LC50

= antilog 1,33

= 21,37 g/ml
Tabel 3 (penentuan standar deviasi)
X N Y W N.W
1

30

4,56

0,601

18,03
2
3

30 5,87 0,471
30 7,18 0,092

14,13
2,76

= 34,92

Untuk x1 Y = a+bx
= 3,25 + 1,31 (1)
= 4,56
Untuk x2 Y = a+bx
= 3,25 + 1,31 (2)
= 5,87
Untuk x3 Y = a+bx
= 3,25 + 1,31 (3)
= 7,18
Untuk SE log LC50
=
=
= 0,76
SE log LC50 =
=
SE log LC50 = 0,12
SE LC50 = LC50 x Log e 10 x SE log LC50
= 21,37x 2,303x 0,12
= 5,90 g/ml
Jadi LC 50 = 21,375,90 g/ml
PEMBAHASAN

Toksikologi adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya
termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek terapeutis obat berhubungan erat
dengan efek toksisnya. Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja
sebagai racun dan merusak organisme (Sola dosis facit venenum: hanya dosis membuat
racun, Paracelsus)
Salah satu metode yang digunakan untuk menguji senyawa yang memiliki bioaktivitas sebagai
antikanker dari senyawa yang diisolasi adalah Brine shrimp lethality test (BSLT), dimana tujuan
dari penggunaan metode ini adalah sebagai uji pendahuluan yang dapat mendukung penemuan
senyawa-senyawa antikanker. Senyawa yang diduga memiliki aktivitas anti kanker, harus diujikan
terlebih dahulu pada hewan percobaan. Penelitian ini menerapkan metode Brine ShrimpLethality
Test (BST) dengan menggunakan larva udang Artemia salina leach sebagai hewan uji. Metode ini
merupakan salah satu metode yang banyak digunakan untuk pencarian senyawa anti kanker baru
yang berasal dari tanaman.
LC50 adalah konsentrasi dari suatu senyawa kimia di udara atau dalam air yang dapat
menyebabkan 50% kematian pada suatu populasi hewan uji atau makhluk hidup tertentu.
Penggunaan LC50 dimaksudkan untuk pengujian ketoksikan dengan perlakuan terhadap hewan uji
secara berkelompok yaitu pada saat hewan uji dipaparkan suatu bahan kimia melalui udara maka
hewan uji tersebut akan menghirupnya atau percobaan toksisitas dengan media air. Nilai LC50
dapat digunakan untuk menentukan tingkat efek toksik suatu senyawa sehingga dapat juga untuk
memprediksi potensinya sebagai antikanker.
Pada percobaan ini dilakukan konsentrasi yang berbeda masing-masing yaitu konsentrasi 1, 10,
100, dan 1000 g/ml untuk membandingkan toksisitas dan efek toksik yang ditimbulkan masingmasing konsentrasi tersebut. Juga untuk melihat pada konsentrasi berapakah larva udang
mengalami LC50. air laut sebagai kontrol dimaksudkan untuk melihat apakah respon kematian
dari sampel dan bukan dari laut. digunakan karena tanaman tersebut memiliki khasiat sebagai obat
antikanker, dan Alasan digunakannya larva udang dalam percobaan ini adalah karena larva udang
merupakan general biossay sehingga semua zat dapat menembus masuk melalui dinding sel larva
tersebut.
Pada percobaan ini pertama-tama dilakukan adalah pra perlakuan yakni menetaskan larva udang
Atemia salina leach, kemudian dibuat ekstrak talas dengan menimbang ekstrak talas sebanyak 100
mg, kemudian larutkan dengan etanol 10 ml, homogenkan, kemudian ambil larutan tersebut
sebanyak 1 ml dan masukkan dalam vial yang telah ditarer dengan konsentrasi 1, 10, 100, dan
1000 g/ml kemudian dicukupkan dengan air laut 10 ml, setelah itu diambil 1 ml dan dimasukkan
dalam 9 vial dengan pembagian 3 buah vial dengan konsentrasi 1 g/ml, 3 buah vial dengan
konsentrasi 10 g/ml, 3 buah vial dengan konsentrasi 100 g/ml dan 3 buah vial dengan
konsentrasi 1000 g/ml, kemudian diuapkan, kemudian diuapkan dengan cara dihadrayer
dimasukkan 10 ekor larva udang dan dimasukkan 5 ml air laut tambahkan 1 tetes suspensi ragi,
tutup dengan alumunium voil dan lubangi kemudian letakkan dibawah cahaya lampu selama 124
jam dan amati berapa larva yang mati.

dari Pengujian terhadap ekstrak etanol talas diperoleh hasil, bahwa konsentrasi untuk mematikan
50% larva udang (Artemia salina) adalah21,375,90 g/ml sehingga dapat dikatakan ekstrak talas
pada percobaan ini memiliki potensi toksisitas akut menurut metode BSLT yaitu pada perlakuan
dengan hewan coba larva Artemia salina Leach.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan diperoleh hasil konsentrasi untuk mematikan 50% larva
udang (Artemia salina) adalah21,375,90 g/ml sehingga dapat dikatakan ekstrak talas pada
percobaan ini memiliki potensi toksisitas akut menurut metode BSLT yaitu pada perlakuan dengan
hewan coba larva Artemia salina Leach.
Saran
Sebaiknya hasil data pengamatan (berupa gambar) tiap kelompok dan cara kerja di paparkan ke
kelompok lain agar mempermudah proses pembuatan laporan.

Anda mungkin juga menyukai