Oleh:
Pangeran Erickson, 0706259652
Narasumber:
dr. Fauzi Mahfuhz, Sp.A
BAB I
ILUSTRASI KASUS
1.1
Anamnesis
No. RM
Usia
: 132.58.15
: 9 tahun 5 bulan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Alamat
Pendidikan
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
Kesadaran
: kompos mentis
Nadi
Pernapasan
Suhu
: 36,90C
Tekanan darah
: 100/70 mmHg
Kepala
Mata
anemis -/-,
sklera ikterik -/Telinga
Hidung
di tengah,
Jantung
Abdomen
: datar, supel, BU (+) N, NT (+) daerah umbilikal, hati & limpa tidak
teraba,
Ekstremitas : akral hangat, edema (-), petekiae (-) di keempat ekstremitas, CRT
< 2 dtk
Status Gizi:
BB = 31kg, TB= 135 cm
BB/U =31/29 =66%
TB/U = 135/133 = 85%
BB/TB =31/31=100%
Gizi baik
1.3
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksa
an Lab
17/11/201
1
18/11/2011 20/11/201
1
21/11/201
1
Pemeriksa
an Lab
18/1/2011
Hb (g/dL)
15.5
15.0
13.1
12,3
Ht (%)
50
45
40
38
Warna
kuning
Leukosit
(sel/L)
3.740
4.100
5.470
6.150
Kejernihan
jernih
Trombosit
(sel/L)
29.000
51.000
125.000
217.000
Sedimen
Eritrosit
(juta sel/L)
5.57
5.40
4.89
4.62
Leukosit
(/LPB)
23
Netrofil
32.3
34.4
52.8
56.8
Eritrosit
(/LPB)
(-)
Limfosit
44.7
42.0
36.4
30.1
Silinder
(-)
Monosit
20.9
18.2
8.8
9.8
Sel Epitel
(-)
Eosinofil
0.0
1.1
2.0
3.1
Kristal
(-)
Basofil
2.1
1.9
0.0
0.2
Bakteri
(-)
MCV
78.3
79
81
82
Lain-lain
(-)
MCH
26.9
26.8
26.6
Urinalisis
Berat jenis
1,015
pH
7.0
Protein
(-)
MCHC
34.3
34.0
33.1
32.5
Glukosa
(-)
RDW-CV
13.5
13.5
13.6
13.5
Keton
(-)
LED
Darah
(-)
GDS
130
146
Bilirubin
(-)
Na
121.0
128
Urobilinoge
n
1.0
3.80
3.10
Nitrit
(-)
Cl
92
100
Leukosit
esterase
(-)
Anti S.TyphiH
Negatif
Anti S. H
Paratyhphi A
Negatif
Anti S. H
Paratyhphi B
Negatif
Anti S. H
Paratyhphi C
Negatif
Anti S Typhi
C
Negatif
Anti S. O
Paratyphi A
Negatif
Anti S. O
Paratyphi B
Negatif
Anti S.O
Paratyphi C
Negatif
1.4 Diagnosis
1.4
Hasil follow up
Tanggal 18/11/2011
S : Kepala masih pusing, nyeri perut (+), mual (-), mulut masih terasa pahit,
belum BAB dari kemarin
O : N 90x/menit, reguler, isi cukup
S 36 0 C
P 23x/menit
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Virus Dengue
Demam Dengue (DD) dan Demam berdarah Dengue (DBD) disebabkan virus
dengue yang termasuk kelompok Arbovirus yang sekarang dikenal sebagai
genus Flavivirus, famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4. Infeksi salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi terhadap serotipe yang bersangkutan, sedangkan antibodi yang
terbentuk
terhadap
seropelain
sangat
kurang,
sehingga
tidak
dapat
yang tidak terencana dan tidak terkendali, 3) tidak adanya kontrol vektor
nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan 4) peningkatan sarana
transportasi.
Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi berbagai faktor
antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi
virus dengue, keganasan (virulensi) virus dengue, dan kondisi geografis
setempat. Dalam kurun waktu 30 tahun sejak ditemukan virus dengue di
Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita maupun daerah
penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang pesat. Pada suhu yang panas,
dengan kelembaban yang tinggi, nyamuk Aedes akan tetap bertahan hidup
untuk jangka waktu lama. Di Indonesia, karena suhu udara dan kelembaban
tidak sama di setiap tempat, maka pola waktu terjadinya penyakit agak
berbeda untuk setiap tempat. DI Jawa pada umumnya infeksi virus dengue
terjadi mulai awal Januari, meningkat terus sehingga kasus terbanyak
terdapat pada sekitar bulan April-Mei setiap tahun.
Patogenesis
Virus merupakan mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel
hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, birus harus bersaing dengan sel
manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi kebutuhan akan
protein. Persaingan tersebut sangat bergantung pada daya tahan pejamu,
bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan timbul antibodi,
namun bila daya tahan rendah maka perjalanan penyakit menjadi makin
berat dan bahkan dapat menimbulkan kematian.
Patogenesis DBD dan SSD (Sindrom Syok Dengue) masuh merupakan
masalah yang kontroversial. Dua teori yang banyak dianut pada DBD dan
SSD adalah hipotesis infeksi sekunder atau hipotesis immune enhancement.
Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang
mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue yang
heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk menderita DBD
berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya akan mengenai virus
lain yang akan menginfeksi dan kemudian membentuk kompleks antigen
antibodi yang kemudian berikatan dengan Fc reseptor dari membran sel
leukosit terutama makrofag.
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berlainan pada
seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang akan terjadi dalam waktu
7
plasma
ini
terbukti
dengan
adanya
peningkatan
kadar
mengaktivasi
sistem
komplemen,
juga
menyebabkan
agregasi
trombositopenia.
pengeluaran
konsumtif,
platelet
ditandai
Agregasi
faktor
dengan
III
trombosit
ini
mengakibatkan
peningkatan
FDP
akan
menyebabkan
terjadinya
koagulopati
(Fibrinogen
Degradation
sehingga
terjadi
aktivasi
sistem
kinin
sehingga
memacu
Infeksi virus dengue tergantung dari faktor yang mempengaruhi daya tahan
tubuh dengan faktor-faktor yang mempengaruhi virulensi virus. Dengan
demikian infeksi virus dengue dapat menyebabkan keadaan yang bermacammacam, mulai dari tanpa gejala (asimtomatik), demam ringan yang tidak
spesifik, demam dengue, atau bentuk yang lebih berat yaitu Demam
Berdarah Dengue (DBD) dan Sindrom Syok Dengue (SSD)
Demam Dengue
Gejala klasik dari demam dengue ialah gejala demam tinggi mendadak,
kadang-kadang bifasik (Saddle back fever), nyeri kepala berat, nyeri
belakang bola mata, nyeri otot, tulang, atau sendi, mual, muntah, dan
timbulnya ruam. Ruam berbentuk makulopapular yang bisa timbul pada awal
penyakit (1-2 hari) kemudian menghilang tanpa bekas dan selanjutnya timbul
ruam merah halus pada hari ke 6 atau ke 7 terutama di daerah kaki, telapak
kaki dan tangan. Selain itu, dapat juga ditemukan petekia. Hasil pemeriksaan
darah menunjukkan leukopenia kadang-kadang dijumpai trombositopenia.
Masa penyembuhan dapat disertai rasa lesu yang berkepanjangan, terutama
pada dewasa. Pada keadaan wabah telah dilaporkan adanya demam dengue
yang disertai dengan perdarahan seperti epistaksis, perdarahan gusi,
perdarahan saluran cerna, hematuri, dan menoragi. Demam Dengue (DD)
yang disertai dengan perdarahan harus dibedakan dengan Demam Berdarah
Dengue(DBD). Pada penderita Demam Dengue tidak dijumpai kebocoran
plasma sedangkan pada penderita DBD dijumpai kebocoran plasma yang
dibuktikan dengan adanya hemokonsentrasi, pleural efusi dan asites.
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Bentuk klasik dari DBD ditandai dengan demam tinggi, mendadak 2-7 hari,
disertai dengan muka kemerahan. Keluhan seperti anoreksia, sakit kepala,
nyeri otot, tulang, sendi, mual, dan muntah sering ditemukan. Beberapa
penderita mengeluh nyeri menelan dengan faring hiperemis ditemukan pada
pemeriksaan, namun jarang ditemukan batuk pilek. Biasanya ditemukan juga
nyeri perut dirasakan di epigastrium dan dibawah tulang iga. Demam tinggi
dapat menimbulkan kejang demam terutama pada bayi.
Bentuk perdarahan yang paling sering adalah uji tourniquet (Rumple Leede)
positif, kulit mudah memar dan perdarahan pada bekas suntikan intravena
atau pada bekas pengambilan darah. Kebanyakan kasus, petekia halus
ditemukan tersebar di daerah ekstremitas, aksila, wajah, palatum mole, yang
9
biasanya ditemukan pada fase awal dari demam. Epistaksis dan perdarahan
gusi lebih jarang ditemukan. Perdarahan saluran cerna ringan dapat
ditemukan pada fase demam. Hati biasanya membesar dengan variasi dari
just palpable sampai 2-4 cm di bawah arcus costae. Sekalipun pembesaran
hati
tidak
berhubungan
dengan
berat
ringannya
penyakit
namun
juga
terganggu.
Asidosis
metabolik
dan
peningkatan
BUN
terutama
berhubungan
dengan
sebelah
berat
kanan.
ringannya
Berat
ringannya efusi
penyakit.
10
Pada
pasien
pleura
yang
11
normal
berupa
bercak
keputihan,
kadang-kadang
dirasa
gatal.
Perdarahan kulit pada Demam Dengue terbanyak adalah uji torniquet positif
dengan atau tanpa petekie. Derajat penyakit sangat bervariasi berbeda
untuk tiap individu dan pada daerah epidemi. Perjalanan penyakit biasanya
penek 5 hari, tetapi dapat memanjang terutama pada dewasa sampai
beberapa minggu. Pada dewasa seringkali disertai lemah, depresi, dan
brakikardia. Perdarahan seperti mimisan, perdarahan gusi, hematuria, dan
menorrhagia sering terjadi pada saat epidemi DD. Walaupun jarang, kadangkadang terjadi perdarahan hebat walaupun jarang menyebabkan kematian.
DD yang disertai dengan manifestasi perdarahan harus dibedakan dengan
DBD.
Secara laboratoris pada fase akut (awal demam) akan dijumpai jumlah
leukosit normal, kemudian menjadi leukopenia selama fase demam. Jumlah
trombosit pada umumnya normal, demikian pula semua faktor pembekuan;
tetapi pada saat epidemi, dapat dijumpai trombositopenia. Serum biokimia
pada umumnya normal, namun enzim hati dapat meningkat.
Manifestasi klinis DD menyerupai berbagai penyakit, misalnya infeksi virus
chikungunya, demam tifoid, leptospirosis, dan malaria. Diagnosis dapat
dibantu dengan pemeriksaan serologis atau isolasi virus.
Demam Berdarah Dengue (DBD)
Perubahan
patofisiologi
pada
infeksi
dengue
menentukan
perbedaan
berdarah
dengue
dapat
menyerang
semua
golongan
umur,
walaupun sampai saat ini DBD lebih banyak menyerang anak-anak, tetapi
12
Efusi
pleura
dan
atau
hipoalbuminemia
dapat
memperkuat
Tatalaksana
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas
kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan
14
15
berlangsung 2-4 hari dan setelah itu timbul ruam pada muka lalu diikuti bagian
leher,ekstremitas.
DBD harus dibedakan dengan demam chikungunya (DC). Pada DC biasanya
seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip influenza. Bila
dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan demam mendadak,
masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam
makulopapular, injeksi konjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi.
Proporsi uji tourniquet positif, petekie dan epistaksis hampir sama dengan DBD.
Pada DC tidak ditemukan perdarahan gastrointestinal dan syok.
Perdarahan seperti petekie dan ekimosis ditemukan pada beberapa penyakit
infeksi, misalnya sepsis, meningitis meningokokus. Pada sepsis, sejak semula
pasien tampak sakit berat, demam naik turun dan ditemukan tanda-tanda
infeksi.
Disamping
itu
jelas
terdapat
leukositosis
disertai
dominasi
sel
16
17
BAB III
PEMBAHASAN
Seorang pasien anak perempuan berusia 9 tahun datang ke RS Persahabatan
dengan keluhan utama demam tinggi sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit.
Gejala lain adalah adanya nyeri kepala, pusing, tanpa adanya tanda infeksi lokal.
Dengan begitu diagnosis banding yang mungkin pada pasien ini adalah penyakit
demam tanpa disertai tanda lokal seperti infeksi virus dengue (demam dengue,
demam berdarah dengue) lalu malaria, demam tifoid, dan infeksi saluran kemih.
Penyakit campak tidak merupakan diagnosis banding pada pasien ini karena
seteleh 2-4 hari demam, tidak terdapat tanda patognomonik yaitu timbulnya
enantema mukosa di pipi dan tidak timbul ruam makulopapular.
Demam tifoid
suhunya cenderung naik dari hari ke hari dan bertahan selama lebih dari 7 hari,
sedangkan pada pasien ini demam dirasakan tinggi terus menerus sepanjang
hari, mulai menurun pada hari ke 4 dan terbukti pada tes widal didapatkan hasil
negatif. Diagnosis malaria disingkirkan dikarenakan pada penyakit ini meskipun
mempunyai gejala demam tinggi namun bersifat intermitten, sedangkan pada
pasien demam yang dirasakan tidak pernah sampai kepada suhu normal dan
juga pasien tidak mempunyai riwayat bepergian atau menetap di daerah
endemis malaria. Infeksi saluran kemih disingkirkan dikarenakan pada pasien
terdapat nyeri ketika berkemih, nyeri pada pinggang, tidak terdapat peningkatan
frekuensi berkemih, warna urin jernih dan pada pemeriksaan urinalisis tidak
didapatkan tanda-tanda infeksi.
Dugaan diagnosis mengarah kepada infeksi virus dengue dikarenakan sesuai
dengan tipe demamnya yaitu demam yang mendadak tinggi selama 2- 7 hari.
Pada pasien demam dirasakan mendadak tinggi selama 3 hari dan mulai
menurun pada hari ke 4, lalu disertai gejala penyerta yaitu adanya nyeri kepala,
pusing, nyeri pada otot. Pada anamnesis juga ditemukan bahwa tetangga pasien
ada yang menderita penyakit Demam Berdarah Dengue juga yang menandakan
kemungkinan adanya risiko tertular. Meskipun pada pemeriksaan kulit tidak
ditemukan adanya ruam kulit, namun pada uji Rumple Leed (uji tourniquet)
ditemukan hasil positif yaitu terdapat lebih dari 10 petekie pada jarak 2,8 cm.
18
Pada
pemeriksaan
laboratorium
ditemukan
adanya
trombositopenia
dan
100/70 mmHg
Pronosis quo ad sanactionam pada pasien ini adalah dubia ad bonam sebab ada
kemungkinan suatu saat pasien dapat mengalami penyakit ini lagi jika status
imun pasien sedang turun dan keadaan lingkungan rumah pasien yang
19
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB, editor. Nelson textbook of pediatrics.
Ed 17. Philadelphia: Saunders, 2003.
2. Andjaparidze AG. Guidelines for Treatment
of
Dengue
Fever/Dengue
21