Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
WHO 1972, mendefinisikan kebutaan sebagai tajam penglihatan dibawah 3/60.
Kebutaan adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius bagi setiap negara. Berdasarkan
WHO (1979), prevalensi kebutaan lebih besar pada negara berkembang. Kebutaan ini sendiri
akan berdampak secara sosial dan ekonomi bagi orang yang menderitanya. Ironisnya, 75%
dari kebutaan yang terjadi dapat dicegah atau diobati.6
Indonesia sebagai negara berkembang, tidak luput dari masalah kebutaan. Disebutkan,
saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia 60% diantaranya berada di negara miskin
atau berkembang. Indonesia, dalam catatan WHO berada diurutan ketiga dengan terdapat
angka kebutaan sebesar 1,47%.8
Di dunia ini 48% kebutaan yang terjadi disebabkan oleh katarak. Untuk Indonesia,
survei pada 1995/1996 menunjukkan prevalensi kebutaan mencapai 1,5% dengan 0,78% di
antaranya disebabkan oleh katarak , dan yang terbesar karena katarak senilis.8
Katarak adalah perubahan lensa mata yang semula jernih dan tembus cahaya menjadi
keruh, sehingga cahaya sulit mencapai retina akibatnya penglihatan menjadi kabur. Katarak
terjadi secara perlahan-lahan sehingga penglihatan penderita terganggu secara berangsur.
Perubahan ini dapat terjadi karena proses degenerasi atau ketuaan trauma mata, komplikasi
penyakit tertentu, maupun bawaan lahir.3,8

I.

ANATOMI DAN FISIOLOGI MATA

Anatomi dan fisiologi mata sangat rumit dan mengaggumkan. Secara konstan mata
menyesuaikan jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat
dan jauh serta menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera dihantarkan ke
otak.3,7,8
Mata memiliki struktur sebagai berikut :

Sklera (bagian putih mata) : merupakan lapisan luar mata yang bewarna putih dan

relatif kuat.
Konjungtiva : selaput tipis yang melapisi bagian dalam kelopak mata dan bagian

sclera.
Kornea : struktur transparan yang menyerupai kubah, merupakan pembungkus

dari iris, pupil dan bilik anterior serta membantu memfokuskan cahaya.
Pupil : daerah hitam ditengah-tengah iris.
Iris : jaringan bewarna yag berbentuk cincin, menggantung di belakang kornea
dan di depan lensa, berfungsi mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata

dengan cara merubah ukuran pupil.


Lensa : struktur cembung ganda yang tergantung diantara humor aquos dan

vitreus, berfungsi membantu memfokuskan cahaya ke retina.


Retina : lapisan jaringan peka cahaya yang terletak dibagian belakang bola mata,

berfungsi mengirimkan pesan visual melalui saraf optikus ke otak.


Saraf optikus : kumpulan jutaan serat saraf yang membawa pesan visual ke otak.
Humor aqueus : caian jernih dan encer yang mengalir diantara lensa dan kornea
(mengisi segmen anterior bola mata) serta merupakan sumber makanan bagi lensa

dan kornea, dihasilkan oleh processus ciliaris.


Humor vitreus : gel transparan yang terdapat di belakang lensa dan di depan retina
(mengisi segmen posterior mata)

Gambar 1. Anatomi mata


A. ANATOMI LENSA
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah (avaskular),
tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm yang memiliki fungsi untuk
mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan memberikan akomodasi.. Ke depan
berhubungan dengan cairan bilik mata, ke belakang berhubungan dengan badan kaca.
Digantung

oleh

Zunula

zinii

(Ligamentum

suspensorium

lentis),

yang

menghubungkannya dengan korpus siliaris. Permukaan posterior lebih cembung daripada


permukaan anterior. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran
yang sempermiabel, yang akan memperoleh air dan elektrolit untuk masuk.3,7,8
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras
daripada korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus
diproduksi, sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik.
Nukleus dan korteks terbentuk dengan persambungan lamellae ini ujung ke ujung
berbentuk ( Y ) bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk ( Y ) ini tegak di anterior dan terbalik
di posterior. Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamen yang dikenal zonula zinii, yang
tersusun dari banyak fibril dari permukaan korpus siliaris dan menyisip ke dalam ekuator
lensa.3,7,8
Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi diantara jaringanjaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa berada di dalam jaringan tubuh
2

lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada dikebanyakan jaringan lain.
Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak
ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.3,7,8

Gambar 2. Anatomi lensa

B. FISIOLOGI LENSA
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. UNtuk
memfokuskan cahaya datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi, menegangkan serat
zonula zinii dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai ukurannya yang
terkecil, dalam posisi ini daya refraksi lensa diperkecil sehingga berkas cahaya paralel
akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari benda dekat, otot siliaris
berkontraksi sehingga tegangan zonula berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian
mempengaruhi lensa menjadi lebih sferis diiringi oleh peningkatan daya biasnya.
Kerjasama fisiologis antar zonula, korpus siliaris, dan lensa untuk memfokuskan benda
dekat ke retina dikenal sebagai akomodasi.2,7
Pada orang dewasa lensanya lebih padat dan bagaian posterior lebih konveks. Proses
sklerosis bagian sentral lensa, dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung
perlahan-perlahan sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat, dimana nukleus
menjadi besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa lebih besar, lebih
gepeng, warnanya kekuningan, kurang jernih dan tampak seperti gray reflek atau
senil reflek, yang sering disangka katarak. Karna proses sklerosis ini lensa menjadi
3

kurang elastis dan daya akomodasinya berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, dimana
pada orang Indonesia dimulai pada usia 40 tahun.2,7
C. PEMERIKSAAN LENSA
Pemeriksaan yang dilakukan pada enyakit lensa adalah pemeriksaan tajam
penglihatan dan dengan melihat lensa melalui slit lamp, oftalmoskop, penlight, loop,
sebaiknya dengan pupil dilatasi.8
D. METABOLISME LENSA NORMAL
Transparansi lensa dipertahankan oleh keseimbangan air dan kation (sodium dan
kalium). Kedua kation berasal dari humor aqueus dan vitreus. Kadar kalium dibagian
anterior lensa lebih tinggi dibandingkan posterior, sedangkan kadar Natrium lebih tinggi
dibagian posterior lensa. Ion kalium bergerak ke bagian posterior dan keluar ke humor
aqueus, dari luar ion natrium masuk secara difusi bergerak ke bagian anterior untuk
menggantikan ion kalium dan keluar melalui pompa aktif Na-K ATPase, sedangkan kadar
kalsium tetap dipertahankan didalam oleh Ca-ATPase.7
Metabolisme lensa melalui glikolisis anaerob (95%) dan HMP-shunt (5%). Jalur
HMP-shunt menghasilkan NADPH untuk biosintesis asam lemak dan ribose, juga untuk
aktivitas glutation reduktase dan aldose reduktase. Aldose reduktase adalah enzim yang
merubah glukosa menjadi sorbitol, dan sorbitol dirubah menjadi fruktosa oleh enzim
sorbitol dehidrogenase.7
II.

DEFINISI
Katarak merupakan abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak lebih sering dijumpai pada
orang tua, dan merupakan penyebab kebutaan nomor 1 di seluruh dunia. Penuaan
merupakan penyebab katarak yang terbanyak, tetapi banyak juga factor lain yang
mungkin terlibat, antara lain : trauma, toksin, penyakit sistemik (mis; diabetes), merokok,
dan herediter. Kata katarak berasal dari Yunani katarraktes yang berarti air terjun.
Dalam bahasa Indonesia disebut bular dimana seperti tertutup air terjun akibat lensa yang
keruh. Katarak sendiri sebenarnya merupakan kekeruhan pada lensa akibat hidrasi,
denaturasi protein, dan proses penuaan.sehingga memberikan gambaran area berawan
atau putih.3,8
4

Kekeuruhan ini menyebabkan sulitnya cahaya untuk mencapai retina, sehingga


penderita katarak mengalami gangguan penglihatan dimana objek terlihat kabur. Mereka
mengidap kelainan ini mungkin tidak menyadari telah mengalami gangguan katarak
apabila kekeruhan tidak terletak dibagian tengah lensanya.3,8

Gambar 3. Lensa normal dan lensa katarak


Gangguan penglihatan yang dirasakan oleh penderita katarak tidak terjadi
secara instan, melainkan terjadi berangsur-angsur, sehingga penglihatan penderita
terganggu secara tetap atau penderita mengalami kebutaan. Katarak tidak menular dari
satu mata ke mata yang lain, namun dapat terjadi pada kedua mata secara
bersamaan.3,8
Katarak biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasen
mungkin

meninggal

sebelum

diperlukan

pembedahan.

Apabila

diperlukan

pembedahan maka pengangkatan lensa akan memperbaii ketajaman penglihtan pada >
90% kasus.sisanya mungkin mengalami kerusakan retina atau mengalami penyulit
pasca bedah serius misalnya glaukoma, ablasio retina, atau infesi yang menghambat
pemulihan daya pandang.3,8

Gambar 4. Perbandingan lensa normal dan katarak


III.

EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia 60
tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa.
Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi katarak
kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi katarak lakilaki dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan
akibat katarak.5

IV.

ETIOLOGI DAN FAKTOR RISIKO


Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang menyebabkan lensa

mata menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat dipercepat oleh faktor risiko
seperti merokok, paparan sinar UV yang tinggi, alkohol, defisiensi vit E, radang menahun
dalam bola mata, dan polusi asap motor/pabrik yang mengandung timbal.3,8
Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi, dan
trauma kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti katarak.8
Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak
kongenital. Katarak kongenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika hamil,
atau penyebab lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi dan
metabolik lainnya seperti diabetes mellitus.3

V.

PATOFISIOLOGI
Perubahan fisik dan kimia dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparansi.

Perubahan dalam serabut halus multipel (zonula) yang memanjang dari badan siliar ke
sekitar daerah di luar lensa. Perubahan kimia dalam protein lensa dapat menyebabkan
koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan menghambat jalannya cahaya ke
retina. Salah satu teori menyebutkan terputusnya protein lensa normal disertai influks air
ke dalam lensa. Proses ini mematahkan serabut lensa yang tegang dan mengganggu
transmisi sinar. Teori lain mengatakan bahwa suatu enzim mempunyai peran dalam
melindungi lensa dari degenerasi. Jumlah enzim akan menurun dengan bertambahnya
usia dan tidak ada pada kebanyakan pasien yang menderita katarak.3,8
Terdapat 2 teori yang menyebabkan terjadinya katarak yaitu teori hidrasi dan sklerosis:
1. Teori hidrasi terjadi kegagalan mekanisme pompa aktif pada epitellensa yang berada
di subkapsular anterior, sehingga air tidak dapatdikeluarkan dari lensa. Air yang
banyak ini akan menimbulkan bertambahnya tekanan osmotik yangmenyebabkan
kekeruhan lensa.6
2. Teori sklerosis lebih banyak terjadi pada lensa manula dimana serabutkolagen terus
bertambah sehingga terjadi pemadatan serabut kolagendi tengah. Makin lama serabut
tersebut semakin bertambah banyak sehingga terjadilah sklerosis nukleus lensa.6
Perubahan yang terjadi pada lensa usia lanjut:8
1. Kapsula
a. Menebal dan kurang elastic (1/4 dibanding anak)
b. Mulai presbiopiac
c. Bentuk lamel kapsul berkurang atau kabur
d. Terlihat bahan granular
2. Epitel-makin tipis
a. Sel epitel (germinatif pada ekuator bertambah besar dan berat)
b. Bengkak dan vakuolisasi mitokondria yang nyata
3. Serat lensa
a. Serat irregular
b. Pada korteks jelas kerusakan serat sel

c. Brown sclerotic nucleus, sinar UV lama kelamaan merubah proteinnukelus


lensa, sedang warna coklat protein lensa nucleusmengandung histidin dan
triptofan disbanding normal
d. Korteks

tidak

berwarna karenai

kadar

asam

askorbat tinggi

dan

menghalangi foto oksidasi.


Sinar tidak banyak mengubah protein pada serat muda. Perubahan fisik dan kimia
dalam lensa mengakibatkan hilangnya transparasi, akibat perubahan pada serabut
halus multipel yang memanjang dari badan siliar ke sekitar daerah di luar lensa,
misalnya menyebabkan penglihatan mengalami distorsi. Pada protein lensa
menyebabkan koagulasi, sehingga mengakibatkan pandangan dengan penghambatan
jalannya cahaya ke retina.8

Gambar 5. Perbandingan penglihatan normal dan penglihatan katarak


VI.

KLASIFIKASI

Morfologi

Maturitas

Onset

Kapsular

Insipien

Kongenital

Subkapsular

Intumesen

Infantile

Kortikal

Immatur

Juvenile

Supranuklear

Matur

Presenile

Nuklear

Hipermatur

Senile

Polar

Morgagni
8

KATARAK SENILIS
1. Definisi dan Epidimiologi
Katarak senilis merupakan tipe katarak didapat yang timbul karena proses degeneratif dan
umum terjadi pada pasien di atas 50 tahun. Pada usia 70 tahun, lebih dair 90% individu
mengalami katarak senilis. Umumnya mengenai kedua mata dengan salah satu mata
terkena lebih dulu.3
Faktor-faktor yang mempengaruhi onset, tipe, dan maturasi katarak senilis antara lain:3
1. Herediter
2. Radiasi sinar UV
3. Faktor makanan
4. Krisis dehidrasional
5. Merokok
2. Patofisiologi
Komposisi lensa sebagian besar berupa air dan protein yaitu kristalin. Kristalin dan
adalah chaperon, yang merupakan heat shock protein. Heat shock protein berguna untuk
menjaga keadaan normal dan mempertahankan molekul protein agar tetap inaktif sehingga
lensa tetap jernih. Lensa orang dewasa tidak dapat lagi mensintesis kristalin untuk
menggantikan kristalin yang rusak, sehingga dapat menyebabkan terjadinya kekeruhan
lensa.6,8
Mekanisme terjadi kekeruhan lensa
pada katarak senilis yaitu:
1. Katarak senilis kortikal
Terjadi

proses

protein

total

dimana
berkurang,

jumlah
diikuti

dengan penurunan asam amino dan


kalium, yang mengakibatkan kadar
natrium

meningkat.

menyebabkan

lensa

Hal

ini

memasuki

keadaan hidrasi yang diikuti oleh


koagulasi protein.5
Pada katarak senilis kortikal terjadi derajat maturasi sebagai berikut:
9

Derajat separasi lamelar


Terjadi demarkasi dari serat kortikal akibat hidrasi. Tahap ini hanya dapat
diperhatikan menggunakan slitlamp dan masih bersifat reversibel.8

Katarak insipien
Merupakan tahap dimana kekeruhan lensa dapat
terdeteksi dengan adanya area yang jernih diantaranya.
Kekeruhan dapat dimulai dari ekuator ke arah sentral
(kuneiform) atau dapat dimulai dari sentral (kupuliform). 3,5

Gambar 6

Katarak imatur
Kekeruhan pada katarak imatur belum mengenai seluruh bagian lensa.
Volume lensa dapat bertambah akibat meningkatnya tekanan osmotik, bahan
lensa yang degeneratif, dan dapat terjadi glaukoma sekunder.3

,5

Gambar 7
-

Katarak matur
Kekeruhan pada katarak matur sudah mengenai seluruh bagian
lensa. Deposisi ion Ca dapat menyebabkan kekeruhan menyeluruh
pada derajat maturasi ini. Bila terus berlanjut, dapat menyebabkan
kalsifikasi lensa.3,5

Gambar 8

Katarak hipermatur
Pada stadium ini protein-protein di bagian korteks
lensa sudah mencair. Cairan keluar dari kapsul dan
menyebabkan lensa menjadi mengerut.3,5

Gambar 9

Katarak Morgagni
Merupakan kelanjutan dari katarak hipermatur, di mana nukleus lensa menggenang
bebas di dalam kantung kapsul. Pengeretuan dapat berjalan terus dan menyebabkan
hubungan dengan zonula Zinii menjadi longgar.3,5

Perbedaan stadium katarak


10

Insipien

Imatur

Matur

Hipermatu
r

Kekeruhan

Ringan

Sebagian

Seluruh

Masif

Cairan lensa

Normal

Bertambah

Normal

Berkurang

(air masuk)

(air keluar)

Iris

Normal

Terdorong

Normal

Tremulans

Bilik mata depan

Normal

Dangkal

Normal

Dalam

Sudut bilik mata

Normal

Sempit

Normal

Terbuka

Shadow test

Pseudops

Penyulit

Glaukoma

Uveitis +
Glaukoma

2. Katarak senilis nuklear


Terjadi proses sklerotik dari nukleus lensa. hal ini menyebabkan lensa menjadi keras
dan kehilangan daya akomodasi.
Maturasi pada katarak senilis nuklear terjadi melalui proses sklerotik, dimana lensa
kehilangan daya elastisitas dan keras, yang mengakibatkan menurunnya kemampuan
akomodasi lensa, dan terjadi obtruksi sinar cahaya yang melewati lensa mata. Maturasi
dimulai dari sentral menuju perifer. Perubahan warna terjadi akibat adanya deposit
pigmen. Sering terlihat gambaran nukleus berwarna coklat (katarak brunesens) atau
hitam (katarak nigra) akibat deposit pigmen dan jarang berwarna merah (katarak
rubra).5,6

Gambar 10. (a) katarak brunesens (b) katarak nigra (c) katarak rubra

11

3. Manifestasi Klinis
Manifestasi dari gejala yang dirasakan oleh pasien penderita katarak terjadi secara
progresif dan merupakan proses yang kronis. Gangguan penglihatan bervariasi, tergantung
pada jenis dari katarak yang diderita pasien.3,5
Gejala pada penderita katarak adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus
2. Silau
3. Perubahan miopik
4. Diplopia monocular
5. Halo bewarna
6. Bintik hitam di depan mata
Tanda pada penderita katarak adalah sebagai berikut:3
1. Pemeriksaan visus berkisar antara 6/9 sampai hanya persepsi cahaya
2. Pemeriksaan iluminasi oblik
3. Shadow test
4. Oftalmoskopi direk
5. Pemeriksaan sit lamp
Derajat kekerasan nukleus dapat dilihat pada slit lamp sebagai berikut.

4. Diagnosa

12

Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakitpenyakit yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.6,8
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui
kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler posterior dapat
membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler dapat
memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.6
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa tetapi dapat
juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan. Ketebalan
kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus dicatat dengan teliti
sebelum dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan intergritas dari serat zonular
juga dapat diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata
sebelumnya, kelainan metabolik,

atau katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test

dilakukan untuk menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan
ofthalmoskopi direk dan indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus
dinilai.8
5. Diagnosis Banding
Katarak kongenital yang bermanifestasi sebagai leukokoria perlu dibedakan
dengan kondisi lain yang menyebabkan leukokoria, seperti retinoblastoma, retinopathy of
prematurity, atau persistent hyperplastic primary vitreus (PHPV).5
6. Tatalaksana
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Bergantung pada
integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract
ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE).8
Indikasi
Indikasi penatalaksanaan bedah pada kasus katarak mencakup indikasi visus,medis, dan
kosmetik.8

13

1. Indikasi visus; merupakan indikasi paling sering. Indikasi ini berbeda pada tiap
individu, tergantung dari gangguan yang ditimbulkan oleh katarak terhadap aktivitas
sehari-harinya.
2. Indikasi medis; pasien bisa saja merasa tidak terganggu dengan kekeruhan pada lensa
matanya, namun beberapa indikasi medis dilakukan operasi katarak seperti glaukoma
imbas lensa (lens-induced glaucoma), endoftalmitis fakoanafilaktik, dan kelainan
pada retina misalnya retiopati diabetik atau ablasio retina.
3. Indikasi kosmetik; kadang-kadang pasien dengan katarak matur meminta ekstraksi
katarak (meskipun kecil harapan untuk mengembalikan visus) untuk memperoleh
pupil yang hitam.
Persiapan Pre-Operasi6
1. Pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit semalam sebelum operasi
2. Pemberian informed consent
3. Bulu mata dipotong dan mata dibersihkan dengan larutan Povidone-Iodine 5%
4. Pemberian tetes antibiotik tiap 6 jam
5. Pemberian sedatif ringan (Diazepam 5 mg) pada malam harinya bila pasien cemas
6. Pada hari operasi, pasien dipuasakan.
7. Pupil dilebarkan dengan midriatika tetes sekitar 2 jam sebelum operasi. Tetesan
diberikan tiap 15 menit
8. Obat-obat yang diperlukan dapat diberikan, misalnya obat asma, antihipertensi, atau
anti glaukoma. Tetapi untuk pemberian obat antidiabetik sebaiknya tidak diberikan
pada hari operasi untuk mencegah hipoglikemia, dan obat antidiabetik dapat
diteruskan sehari setelah operasi.
Anestesi8
1. Anestesi Umum
Digunakan pada orang dengan kecemasan yang tinggi, tuna rungu, atau
retardasi mental, juga diindikasikan pada pasien dengan penyakit Parkinson, dan
reumatik yang tidak mampu berbaring tanpa rasa nyeri.
2. Anestesi Lokal :

Peribulbar block

14

Paling sering digunakan. Diberikan melalui kulit atau konjungtiva


dengan jarum 25 mm. Efek : analgesia, akinesia, midriasis, peningkatan TIO,
hilangnya refleks Oculo-cardiac (stimulasi pada n.vagus yang diakibatkan
stimulus rasa sakit pada bola mata, yang mengakibatkan bradikardia dan bisa
menyebabkan cardiac arrest)
Komplikasi :
o Perdarahan retrobulbar
o Rusaknya saraf optik
o Perforasi bola mata
o Injeksi nervus opticus
o Infeksi

Subtenon Block
Memasukkan kanula tumpul melalui insisi pada konjungtiva dan kapsul
tenon 5 mm dari limbus dan sepanjang area subtenon. Anestesi diinjeksikan
diantar ekuator bola mata.

Topical-intracameral anesthesia
Anestesi permukaan dengan obat tetes atau gel (proxymetacaine 0.5%,
lidocaine 2%) yang dapat ditambah dengan injeksi intrakamera atau infusa
larutan lidokain 1%, biasanya selama hidrodiseksi.

Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada ekstraksi
katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi, SICS.
1. Intra Capsular Cataract Extraction (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul. Seluruh
lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari mata
melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya
pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak
sekunder dan merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer.ICCE tidak
boleh dilakukan atau kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang

15

masih mempunyai ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada
pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan.3,6,8

Gambar 11. Teknik ICCE


2. Extra Capsular Cataract Extraction ( ECCE )
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa
dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan kortek
lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak
muda, pasien dengan kelainan endotel, implantasi lensa intra ocular posterior,
perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan
bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca, mata
sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, ada riwayat mengalami ablasi retina,
mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada
saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat
timbul pada pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.3,6,8

16

Gambar 12. Teknik ECCE

Gamabar 13. ECCE dengan pemasangan IOL


3. Phacoemulsification

17

Phakoemulsifikasi (phaco) adalah


teknik untuk membongkar dan memindahkan
kristal lensa. Pada teknik ini diperlukan irisan yang
sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea.
Getaran ultrasonic akan digunakan untuk
menghancurkan katarak, selanjutnya mesin
PHACO akan menyedot massa katarak yang
telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa
Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan
melalui irisan tersebut. Karena incisi yang kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan
pulih dengan sendirinya, yang memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali
melakukan aktivitas sehari-hari.Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital,
traumatik, dan kebanyakan katarak senilis.3,6,8
4. Small Incision Cataract Surgery (SICS)
Insisi dilakukan pada sklera dengan ukuran insisi bervariasi dari 5-8 mm. Namun
tetap dikatakan SICS sejak design arsiteknya tanpa jahitan, Penutupan luka insisi
terjadi dengan sendirinya (self-sealing). Teknik operasi ini dapat dilakukan pada
stadium katarak immature, mature, dan hypermature. Teknik ini juga telah dilakukan
pada kasus glaukoma fakolitik dan dapat dikombinasikan dengan operasi
trabekulektomi.6
Jenis tehnik bedah

Keuntungan

katarak
Extra capsular

cataract extraction
(ECCE)

Kerugian

Incisi kecil

Tidak ada komplikasi

vitreus
Kejadian
endophtalmodonesis lebih
sedikit
Edema sistoid makula
lebih jarang
Trauma terhadap
endotelium kornea lebih
sedikit
Retinal detachment lebih
sedikit
Lebih mudah dilakukan
18

Kekeruhan pada
kapsul posterior
Dapat terjadi
perlengketan iris dengan
kapsul

Intra capsular

Semua komponen lensa


diangkat

cataract extraction
(ICCE)

Fakoemulsifikasi

Incisi lebih besar


Edema cistoid pada
makula

Komplikasi pada
vitreus

Sulit pada usia < 40


tahun

Endopthalmitis
Incisi paling kecil
Memerlukan dilatasi pupil
yang baik
Astigmatisma jarang terjadi
Pelebaran luka jika ada
Pendarahan lebih sedikit
IOL
Teknik paling cepat

KOMPLIKASI
Komplikasi operasi dapat berupa komplikasi preoperatif, intraoperatif, postoperatif
awal, postoperatif lanjut, dan komplikasi yang berkaitan dengan lensa intra okular (intra
ocular lens, IOL).6
A. Komplikasi preoperatif
a) Ansietas; beberapa pasien dapat mengalami kecemasan (ansietas) akibat ketakutan
akan operasi. Agen anxiolytic seperti diazepam 2-5 mg dapat memperbaiki
keadaan.
b) Nausea dan gastritis; akibat efek obat preoperasi seperti asetazolamid dan/atau
gliserol. Kasus ini dapat ditangani dengan pemberian antasida oral untuk
mengurangi gejala.
c) Konjungtivitis iritatif atau alergi; disebabkan oleh tetes antibiotik topical
preoperatif, ditangani dengan penundaan operasi selama 2 hari.
d) Abrasi kornea; akibat cedera saat pemeriksaan tekanan bola mata dengan
menggunakan tonometer Schiotz. Penanganannya berupa pemberian salep
antibiotik selama satu hari dan diperlukan penundaan operasi selama 2 hari.
B. Komplikasi intraoperatif
a) Laserasi m. rectus superior; dapat terjadi selama proses penjahitan.
b) Perdarahan hebat; dapat terjadi selama persiapan conjunctival flap atau selama
insisi ke bilik mata depan.
c) Cedera pada kornea (robekan membrane Descemet), iris, dan lensa; dapat terjadi
akibat instrumen operasi yang tajam seperti keratom.
d) Cedera iris dan iridodialisis (terlepasnya iris dari akarnya)
19

e) Lepas/ hilangnya vitreous; merupakan komplikasi serius yang dapat terjadi akibat
ruptur kapsul posterior (accidental rupture) selama teknik ECCE.
C. Komplikasi postoperatif awal
Komplikasi yang dapat terjadi segera setelah operasi termasuk hifema, prolaps iris,
keratopati striata, uveitis anterior postoperatif, dan endoftalmitis bakterial.
D. Komplikasi postoperatif lanjut
Cystoid Macular Edema (CME), delayed chronic postoperative endophtalmitis,
Pseudophakic Bullous Keratopathy (PBK), ablasio retina, dan katarak sekunder
merupakan komplikasi yang dapat terjadi setelah beberapa waktu post operasi.
E. Komplikasi yang berkaitan dengan IOL
Implantasi IOL dapat menyebabkan komplikasi seperti uveitis-glaucoma-hyphema
syndrome (UGH syndrome), malposisi IOL, dan sindrom lensa toksik (toxic lens
syndrome).
PREVENTIF DAN PROMOTIF
Katarak senilis tidak dapat dicegah karena penyebab terjadinya katarak senilis ialah
oleh karena faktor usia, namun dapat dilakukan pencegahan terhadap hal-hal yang
memperberat seperti mengontrol penyakit metabolik, mencegah paparan langsung terhatap
sinar ultraviolet dengan menggunakan kaca mata gelap dan sebagainya. Pemberian intake
antioksidan (seperti asam vitamin A, C dan E) secara teori bermanfaat.5
Bagi perokok, diusahakan berhenti merokok, karena rokok memproduksi radikal
bebas yang meningkatkan risiko katarak. Selanjutnya, juga dapat mengkonsumsi makanan
bergizi yang seimbang. Memperbanyak porsi buah dan sayuran. Lindungilah mata dari sinar
ultraviolet. Selalu menggunakan kaca mata gelap ketika berada di bawah sinar matahari.
Lindungi juga diri dari penyakit seperti diabetes.6
PROGNOSIS
Tindakan pembedahan secara defenitif

pada katarak senilis dapat memperbaiki

ketajaman penglihatan pada lebih dari 90% kasus. Sedangkan prognosis penglihatan untuk
pasien anak-anak yang memerlukan pembedahan tidak sebaik prognosis untuk pasien katarak
senilis. Adanya ambliopia dan kadang-kadang anomali saraf optikus atau retina membatasi
tingkat pencapaian pengelihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan
ketajaman pengelihatan setelah operasi paling buruk pada katarak kongenital unilateral dan
paling baik pada katarak kongenital bilateral inkomplit yang proresif lambat.4
20

BAB III
KESIMPULAN
Katarak adalah abnormalitas pada lensa mata berupa kekeruhan lensa yang
menyebabkan tajam penglihatan penderita berkurang. Katarak merupakan penyebab kebutaan
nomor 1 di seluruh dunia. Hal ini didukung oleh factor usia, radiasi dari sinar ultraviolet,
kurangnya gizi dan vitamin serta factor tingkat kesehatan dan penyakit yang diderita.
Penderita katarak akan mengalami gejala-gejala umum seperti penglihatan mulai kabur,
kurang peka dalam menangkap cahaya (fotofobia) sehingga cahaya yang dilihat hanya
berbentuk lingkaran semu, lambut laun akan terlihat seperti noda keruh berwarna putih di
21

bagian tengah lensa kemudian penderita katarak akan sulit menerima cahaya untuk mencapai
retina dan akan menghasilkan bayangan yang kabur pada retina.
Katarak ada beberapa jenis menurut etiologinya yautu katarak senile,
congenital, traumatic, toksis, asosiasi, dan komplikata. Katarak hanya dapat diatasi melalui
prosedur operasi. Ada 4 jenis teknik operasi katarak yaitu ICCE, ECCE, Phacoemulsification,
SICS. Akan tetapi jika gejala tidak mengganggu tindakan operasi tidak diperlukan, kadang
kala hanya dengan mengganti/menggunakan kacamata. Karena kekeruhan (opasitas) sering
terjadi akibat bertambahnya usia sehingga tidak diketahui pencegahan yang efektif untuk
katarak yang paling sering terjadi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Eva PR, Whitcher JP. Vaughan & Asburys General Ophthalmology. 17th ed. USA : Mc Graw-Hill;
2007.
2. Guyton AC, Hall EH. Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Philadelphia : W.B. Saunders
Company ; 2006.
3. Ilyas S. Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI; 2010.
4. Kanski JJ, Bowling B. Clinical Ophthalmology : A Systemic Approach. 7 th ed. China: Elsevier :
2011. (e-book)
5. Ocampo VVD. Cataract, Senile : Differential Diagnosis and Workup. 2009. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1210914-overview, tanggal 08 Februari 2014.
6. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol. 2011.

22

7. Scanlon VC, Sanders T. Indra. In. : Komalasari R, Subekti NB, Hani A, editors. Buku Ajar Anatomi
dan Fisiologi. 3rd ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2007.
8. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta: Widya
Medika, 2000.

23

Anda mungkin juga menyukai