Anda di halaman 1dari 4

PEMBAHASAN

Pada keadaan normal katak yang digunakan memiliki denyut


jantung 92 kali/menit, kekuatan kontraksi kuat dan ritme teratur.
Sebelum diberi tetesan NaCl fisiologis, katak dideserebrasi terlehih
dahulu sehingga jantung mengalami shock dan frekuensi denyut
jantung menurun drastis menjadi 84 kali/menit. Tetapi katak masih
dalam keadaan hidup dan jantung berdenyut dengan normal.
Jantung katak ditetesi dengan kafein sebanyak 2 tetes, setelah 5
menit terlihat perubahan denyut jantung katak menjadi 80 kali/menit.
Jantung katak mengalami kenaikan denyut, hal ini membuktikan kafein
sebagai obat kardioanaleptika yang dapat meningkatkan kekuatan dan
frekuensi denyut jantung
Setelah 5 menit jantung ditetesi dengan kafein sebanyak 2
tetes, didapatkan kekuatan dan frekuensi jantung meningkat dari 72
kali/menit menjadi 78 kali/menit. Hal ini membuktikan kafein sebagai
kardioanaleptika yang dapat meningkatkan kekuatan dan frekuensi
denyut jantung. Kafein bekerja pada sistem syaraf pusat, otot jantung
dan ginjal. Pada sel syaraf, senyawa kafein memacu produksi hormon
Adrenalin yang menyebabkan detak jantung lebih cepat, tekanan
darah meningkat, sekresi asam lambung meningkat, hati dirangsang
melepaskan senyawa gula pada aliran darah untuk menghasilkan
ekstra energi dan kontraksi otot. Pada dosis yang lebih tinggi kafein
akan menstimulasi pusat vasomotor dan pusat pernafasan.
Kafein juga menyebabkan tremor yang muncul pada menit ke
15-20. Sedangkan pada penetesan selanjutnya kekuatan dan frekuensi
denyut jantung mulai menurun hingga akhirnya mati pada menit ke24. Penurunan kekuatan dan frekuensi jantung ini disebabkan jantung
lelah akibat stimulan dari kafein hingga akhirnya mati.
Digitalis merupakan sediaan obat yang berfungsi sebagai
kardiotonika, yaitu sediaan yang berfungsi memperkuat denyut
jantung tanpa mempengaruhi frekuensi denyutnya. Digitalis juga
memiliki mekanisme kerja inotropik positif (menaikkan kekuatan

kontraksi otot jantung), kronotropik negatif (memperlambat frekuensi


denyut jantung) dan mempersulit penghantaran rangsang (dromotrop
negatif). Sediaan digitalis ini diberikan secara langsung yaitu dengan
cara meneteskannya ke jantung tanpa melalui injeksi, sehingga
mekanisme kerjanya menjadi lebih cepat jika dibandingkan dengan
pemberian secara injeksi (subkutan). Pada kondisi normal (tanpa
pemberian digitalis) frekuensi jantungnya adalah 80 kali/menit dengan
kekuatan jantungnya cukup kuat (+++). Pada menit ke-5 dan ke-10
kekuatan kontraksi meningkat (++++), hal ini dikarenakan efek
digitallis dalam meningkatkan kekuatan denyut jantung. Digitalis dapat
menyebabkan
peningkatan
kekuatan
denyut
dengan
cara
meningkatkan aktivitas sistolik, sehingga pengosongan ventrikel
(diastol) lebih kuat dan sempurna.
Efek lain dari digitalis adalah meningkatkan aktivitas nervus
vagus, sehingga secara tidak langsung memperlambat frekuensi
denyut jantung. Hal ini terlihat dari frekuensi jantung yang terus
menurun hingga katak mati. Penurunan frekuensi jantung juga
disebabkan oleh perpanjangan waktu sistol akibat pengaruh digitalis.
Sesuai dengan aktivitas sistol dan diastol, jantung berwarna merah
saat sistol dan berwarna pucat saat diatole. Sebab pada saat sistol
jantung terisi darah dan saat diastol darah dipompa keluar dari
jantung.
Pada percobaan pemberian digitalis dengan dosis bertingkat
hingga katak mati menunjukkan toksisitas digitalis terhadap kerja
jantung dalam peranannya menjaga sirkulasi darah ke seluruh tubuh.
Prinsip kerja digitalis terhadap jantung adalah memperkuat denyut
jantung tanpa menambah frekuensi denyut jantung bila diberiakn pada
dosis terapi. Namun, ketika pemberian diberikan dengan dosis yang
bertingkat maka frekuensi denyut jantung akan meningkat hingga titik
tertentu. Hal ini terjadi pada saat pemberian digitalis yang ketiga
sebanyak 0,8 ml pada percobaan, yaitu frekuensi denyut jantung
menjadi 132 kali/menit. Takikardia merupakan konsekuensi dari
peningkatan
aktivitas
simpatis
yang
mendorong
terjadinya
penurunan cardiac output. Berbeda dengan penetesan digitalis pada
jantung secara langsung dengan volume yang tidak ditentukan

sebanyak dua tetes dengan menghitung denyut jantung secara


berulang setiap lima menit sekali. Frekuensi denyut jantung semakin
menurun walaupun membutuhkan waktu yang lebih lama. Terlihat
pada data yang diperoleh.
Keracunan digitalis umumnya terjadi pada kasus klinik dalam
dosis tertentu. Beberapa efek yang terlihat lebih dulu pada kasus
keracunan digitalis adalah gangguan dalam penglihatan dan
pencernaan. Hal ini ditunjukkan dalam hasil percobaan berupa
berkurangnya refleks pada penyuntikan digitalis yang ketiga.
Perubahan denyut jantung dan iramanya juga terjadi pada beberapa
kasus overdosis. Efek paling dominan adalah makin menurunnya
frekuensi denyut jantung dan dianjurkan dalam terapi untuk
melakukan perhitungan frekuensi denyut jantung selama 1 menit
sebelum melanjutkan pemberian obat digitalis dalam dosis tertentu.
Jika frekuensi denyut jantung yang diperoleh berada di bawah 60 atau
terdapat perubahan yang besar pada frekuensi denyut jantung, maka
sebaiknya pemberian digitalis ditunda. Toksisitas digitalis juga ditandai
dengan adanya kelemahan kontraksi otot dan mudah lelahnya hewan.
Berkurangnya kontraksi otot juga terjadi pada saat penyuntikan
digitalis yang ketiga kalinya.
Denyut jantung makin menurun frekuensinya pada penyuntikan
digitalis ketiga sebanyak 0.06 ml yaitu sebanyak 132 kali/menit,
sedangkan pada penetesan digitalis kemampuan jantung dalam
memompa darah terlihat semakin menurun. Jeda waktu antara
pengisian atrium dan pengosongan ventrikel semakin lambat. Hal ini
disebabkan adanya efek digitalis yang menghambat periode refraktori
dan durasi dari aksi potensial. Seperti telah dijelaskan di atas,
takikardia akan menyebabkan terjadinya penurunan kardiak output.
Saat digitalis meningkatkan cardiac output, sistem simpatis
mendorong penurunan nodus sinoatrial. Digitalis tidak berguna dalam
perawatan sinus takikardia yang disebabkan oleh demam dan kondisi
lainnya karena digitalis tidak memiliki efek dalam S-A node. Hal lain
yang mungkin menyebabkan penurunan denyut jantung antara lain
perpanjangan periode refraktori AV node ketika denyut atrium cepat,

konduksi A-V node melambat, dan memperkuat stimulasi refleks vagal


yang menyebabkan frekuensi jantung menurun.

Anda mungkin juga menyukai