Anda di halaman 1dari 26

Latar Belakang

Usaha menekan rasa nyeri pada tindakan operasi dengan menggunakan obat telah
dilakukan sejak zaman dahulu, termasuk pemberian alkohol dan opioidum secara oral. Pada
masa kini, usaha menekan rasa nyeri (anaestesi) dibahagikan menjadi dua; anaestesi umum
dan anaestesi regional.Anestesi umum (general anesthesia) adalah keadaan yang dihasilkan
ketika pasien menerima obat untuk amnesia, analgesia, kelumpuhan otot, dan sedasi. Seorang
pasien yang teranestesi umumakan berada dalam keadaan tidak sadar yang terkontrol dan
reversibel. Anestesi memungkinkan pasien untuk mentolerir prosedur bedah yang dapat
menimbulkan rasa sakit tak tertahankan, mempotensiasi eksaserbasi fisiologis yang ekstrim,
dan menghasilkan perasaan yang tidak menyenangkan.
Stadium anestesi umum meliputi analgesia, amnesia, hilangnya kesadaran,
terhambatnya sensorik dan reflex otonom, dan relaksasi otot rangka. Untuk menimbulkan
efek ini, setiap obat anestesi mempunyai variasi tersendiri bergantung pada jenis obat, dosis
yang diberikan dan keadaan secara klinis. Anestetik yang ideal akan bekerja secara tepat dan
baik serta mengembalikan kesadaran dengan cepat segera sesudah pemberian dihentikan.
Dalam mengadministrasikan serta menjalankan anaestesi umum ini, seroang perlu melakukan
pemeriksaan preoperatif terlebih dahulu untuk melihat dan mengantisipasi komplikasi yang
dapat terjadi pada saat operasi berjalan. Seorang ahli anaestesi perlu mengetahui daripada
saat anamnesis hingga saat operasi selesai dalam menjamn kesehatan dan keselamatan pasien
yang dibawah tanggungjawabnya.

Tujuan
a
b
c
d

Memahami tentang anestesi umum


Memahami persiapan pre anestesi umum
Memahami proses dan teknik anestesi
Memahami obat obat yang diberikan dalam anestesi umum

Pengenalan Anaestesi Umum


General anaesthesia atau anaestesi umum adalah keadaan melakukan tindakan
meniadakan nyeri secara sentral disertai dengan hilangnya kesadaran yang bersifat pulih

Anaestesi Umum
kembali (reversibel) menggunakan administrasi satu atau lebih agen anaestesi umum.
Komponen anaestesi yang ideal terdiri daripada keadaan hipnotik, analgesia dan relaksasi
otot. Anaestesi umum ditandai oleh tujuannya yang termasuk:

Analgesia loss of response to pain


Amnesia loss of memory
Immobility loss of motor reflexes
Unconsciouness loss of consciousness
Skeletal muscle relaxation

Keadaan anaestesi biasanya disebut sebagai anaestesi umum, ditandai oleh tahap tidak
sedar yang diinduksi, yang selama itu rangsang operasi hanya menimbulkan respons
autonom. Oleh karena itu, pasien tidak boleh diberikan gerak volunteer, namun masih terjadi
perubahan di dalam gerak pernafasan dan kardiovaskular yang dapat terlihat dengan mesin
anaestesi. Keadaan anaestesi berbeda dengan keadaan analgesia, yang didefinisikan sebagai
hilangnya deria nyeri. Banyak teori telah dikemukan, tetapi sampai sekarang belum ada
keterangan yang memuaskan tentang jalan kerja obat anaestesi. Ditinjau dari aspek
vaskularisasi, obat anaestetika yang diadministrasikan akan menyebar ke jaringan terutama
pada jaringan yang kaya pembuluh darah seperti otak sehingga kesadaran menurun atau
hilang di samping menghilangkan rasa sakit.
Berdasarkan teori neurofisiologis, diyakini bahawa anaestesi terjadi karena perubahan
neurotransmisi di berbagai bahagian SSP. Kerja neurotransmiter di pascasinaps akan diikuti
dengan pembentukan second-messenger yang selanjutnya mengubah transmisi di neuron. Di
samping acetylcholine sebagai neurotransmitter klasik, dikenal juga cathecolamine,
serotonin, GABA, adenosine, serta berbagai asam amino dan petida endogen yang bertindak
sebagai neurotransmitter atau yang memodulasi neurotransmiter di SSP, misalnya asam
glutamat dengan mekanisme hambatan pada reseptor NMDA. Opiat, kalsium dan NO diduga
berperan dalam mekanisme kerja anaestetik ini. Kalsium dikenal sebagai neuroregulator
karena anaestesi inhalasi dapat mengubah kadar kalsium intrasel dan ini mempengaruhi
keterangsangan neuron. NO pula dikenal sebagai neuromodulator yang diduga berperan
dalam mengatur tingkat kesadaran. NO terlibat dalam komunikasi intrasel melalui produksi
cGMP dan melalui beberapa jalur neurotransmisi lainnya. NO ini mengaktfkan adenilat
siklase untuk menghasilkan cGMP, suatu pengatur proses intrasel yang berperanan penting
dalam neurotransmisi. Akhir ini terbukti bahawa sasaran kerja anaestetik inhalasi maupun
intravena adalah GABAAreceptor-chloride channel, suatu komponen membran neuron yan
berperan dalam transmisi sinaps penghambat (inhibitory sinatic transmission).
Anaestetik inhalasi terbukti mengubah ambang rangsang neuron di beberapa bagian
SSP yang sangat peka terhadap anaestetik. Letupan impulse pada neuron ini dapat dihambat
secara total oleh kadar anestetik minimum halothane, sementara neuron tetangganya hanya
mengalami sedikit perubahan. Dulu diyakin bahawa anaestesi merupakan proses supraspinal,
tetapi beberapa bukti memperlihatkan bahawa hilangnya respons motorik pada anaestesia
lebih disebabkan oleh kerja anaestetika di medula spinalis. Di otak, anaestetika inhalasi
menghambat transmisi sinaps di sistem retikularis asendens, korteks serebri dan hipokampus.
Penyampaian informasi sensoris dari talamus ke bahagian tertentu di korteks, sangat peka
terhadap anaestetik. Di medula spinalis, anaestetik mengubah respons sensoris dari kornu
dorsalis terhadap rangsangan nyeri maupun rangsangan lainnya yang tidak menimbulkan
nyeri. Beberapa anaestetika yang menguap dapat menekan neuron motorik spinalis. Selain
Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan
Universitas Kristen Krida Wacana

Page 2

Anaestesi Umum
itu, anaestetik inhalasi mempengaruhi aktivitas neuron spinalis secara tidak langsung dengan
mengubah masukan dari otak melalui sistem modulasi desendens. Walaupun tempat kerja
anaestetik di SSP beragam, terdapat ciri kerja yang unik di tingkat molekul. Misalnya,
diambatnya penglepasan neurotransmiter di presinaps dan dihambatnya arus neurotransmitter
di pasca sinaps ternyata terjadi akibat gangguan anaestetik pada situs molekuler. Konsep yang
menyatakan persamaan cara kerja anaestetik pada struktur molekul ini dikenal sebagai
unitary theory of narcosis.

Stadium Anestesia Umum


Semua zat anaestetik menghambat SSP secara bertahap yang pada awalnya dihambat
adalah fungsi yang kompleks, dan yang paling akhir di hambat adalah medula oblongata
tempat pusat vasomotor dan pernafasan. Guedel membagi anaestesia umum dalam 4
stadium: Stadium I (Analgesia)
Dimulai sejak saat pemberian anaestetik sampai hilangnya kesadaran. Pada stadium
ini, pasien tidak lagi merasakan nyeri, tetapi masih tetap sadar dan dapat mengikuti
perintah. Pada stadium ini dapat dilakukan tindakan pembedahan ringan
Stadium II (Eksitasi)
Dimulai seja hilangnya kesadaran sampai munculnya pernafasan yang teratur yang
merupakan tanda dimulainya stadium pembedahan. Pada stadium ini pasien tampak
mengalami delirium dan eksitasi dengan gerakan di luar kehendak. Pernafasan tidak
teratur, kadang apnea dan hiperpnea, tonus otot rangka meninggi, pasien meronta,
kadang sampai mengalami inkontinensia, dan muntah. Ini terjadi karena hambatan
pada pusat inhibisi
Stadium III (Pembedahan)
Dimulai dengan timbulnya kembali pernafasan yang teratur dan berlangsung sampai
pernafasan spontan hilang. Keempat tingkat dalam stadium pembedahan ini
dibedakan dari perubahan pada gerakan bola mata, refleks bulu mata dan konjungtiva,
tonus otot, dan lebar pupil yang mengambarkan semakin dalamnya pembiusan.
o Tingkat I Pernafasan teratur, spontan, dan seimbang antara pernafasan dada
dan perut, gerakan bola mata terjadi di luar kehendak, miosis sedangkan tonus
otot rangka masih ada.
o Tingkat II pernafasan teratur tetapi frekuensinya lebih kecil, bola mata tidak
bergerak, pupil mata melebar, otot rangka mulai melemas, dan refleks laring
hilang sehingga pada tingkat ini dapat dilakukan intubasi
o Tingkat III Pernafasan perut lebih nyata daripada pernafasan dada karena
otot interkostal mulai lumpuh, relaksasi otot rangka sempurna, pupil lebih
lebar tetapi bulum maksimal
o Tingkat IV pernafasan perut sempurna karena otot interkostal lumpuh total,
tekanan darah mulai menurun, pupil sangat lebar dan refleks cahaya hilang.
Pembiusan dielakkan mencapai tingkat ini karena pernafasan spontan
melemah.
Stadium IV(Depresi Medula Oblongata)
Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan
Universitas Kristen Krida Wacana

Page 3

Anaestesi Umum
Dimulai dengan melemahnya pernafasan perut dibanding stadium III tingkat IV,
tekanan darah tidak dapat diukur karena pembuluh darah kolaps, dan jantung berhenti
berdenyut. Keadaan ini segera disusul kematian, kelumpuhan nafas di sini tidak dapat
diatasi dengan pernafasan buatan, bila tidak didukung oleh alat bantu nafas dan
sirkulasi.
Selain derajat kesadaran, relaksasi otot, dan tanda depresi medula oblongata, ahli
anaestesi menilai dalamnya anaestesia dari respons terhadap rangsangan nyeri yang
ringan sampai kuat. Rangsangan yang kuat terjadi sewaktu pemotongan kulit,
manipulasi peritoneum, kornea, mukosa uretra terutama bila ada peradangan. Nyeri
sedang terasa ketika terjadi manipulasi pada fascia, otot dan jaringan lemak,
sedangkan nyeri ringan terasa ketika terjadi pemotongan dan penjahitan usus, atau
pemotongan jaringan otak.

Jenis Anaestetika Umum


Pada dasarnya, anaestetika umum dibedakan atas dua cara, yaitu secara inhalasi dan
intravena. Walaupun demikian, secara tradisional, anaestetik umum dapat diberikan dengan
menggunakan berbagai jenis sistem anaestetika, yakni dengan sistem tetes terbuka, tetes
setengah terbuka, semi-tertutup Mappleson dan tertutup. Eter Halothane, enfluran,
metoksifluran, ethylchloride dan fluroksen merupakan cairan yang mudah menguap sehingga
dulu di kelompokkan dalam anestetik yang menguap teteapi semuanya digunakan secara
inhalasi setelah diuapkan dengan vaporizer dan biasanya dicampur dengan anaestetik gas,
yakni nitrogen monoksida atau siklopropan. Berbeda dengan yang lain, eter, thylchloride dan
fluroksen sangat mudah terbakar sehingga kini tidak banyak digunakan. Terlepas daripada
cara penggunaannya suatu anaestetik yang ideal sebenarnya harus memperlihatkan tiga efek
utama yang dikenal sebagai Trias Anaestesia yaitu efek hipnotik, efek analgesia dan efek
relaksasi otot.
A. Anaestetik Inhalasi
Semua anaestetik inhalasi adalah deriat eter kecuali halotan dan nitrogen. Anaestetik
inhalasi yang sempurna adalah yang; masa induksi dan masa pemulihannya singkat dan
aman; peralihan stadium anaestesi terjadi cepat; relaksasi ototnya sempurna; berlangsung
cukup aman; dan tidak menimbulkan efek toksik atau efek samping berat dalam dosis
anaestetik yang lazim. Dengan penggunaan anaestetik intravena kerja singkat dan obat
pelemas otot, tiga hal pertama dapat dicapai. Sementara itu, teknik anaestetik kombinasi telah
memungkinkan penggunaan dosis yang lebih kecil dan lebih aman, maka toksisitas anaestetik
menjadi satu-satunya penentu diterimanya suatu anaestetik inhalasi baru.
Dalamnya anaestesia bergantung kepada kadar anaestetik di SSP, dan kadar ini
ditentukan oleh berbagai faktor yang mempengaruhi transfer anaestetik dari alveoli paru ke
darah dan dari darah ke jaringan otak, begitu pula masa pemulihan setelah pemberiannya
dihentikan. Membran alveoli dengan mudah dapat dilewati zat anaestetik secara difusi dari
alveoli ke aliran darah dan sebaliknya. Faktor yang menentukan kecepatan transfer anaestetik
di jaringan otak ditentukan oleh: Kelarutan anaestetik dalam darah
Kelarutan ini dinyatak sebagai koefisien partisi darah/gas yaitu perbandingan anatara
kadar anestetik dalam darah dengan kadarnya dalam udara inspirasi pada saat dicapai
keseimbangan. Anaestetik yang sukar larut mempunyai koefisien yang sangat rendah.
Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan
Universitas Kristen Krida Wacana

Page 4

Anaestesi Umum

Ketika berdifusi ke dalam darah, anaestetik yang sukar larut, hanya memerlukan
sedikit molekul untuk menaikkan tekanan parsialnya sehingga tekanan parsial gas di
dalam darah segera naik dan induksi anaestesia terjadi lebih cepat. Sebaliknya untuk
anaestetik yang mudah larut, diperlukan jumlah yang lebih banyak untuk menaikkan
tekanan parsial di daerah sehingga timbulnya induksi lebih lama.
Kadar anaestetik dalam udara inspirasi
Kadar anaestetik dalam campuran gas yang dihirup menentukan tekanan maksimum
yang dicapai di alveoli maupun kecepatan naiknya tekanan parsial di arteri. Kadar
anaestetik yang tinggi akan mempercepat transfer anaestetik ke darah sehingga akan
meningkatkan kecepatan induksi anaestesia. Tekanan parsial N 2O dalam arteri
mencapai 90% tekanan parsial dalam udara yang dihirup sesudah 20 menit, sedangkan
eter mencapai sesudah 20 jam. Untuk mempercepat induksi, anaestetik yang tingkat
kelarutannya sedang dikombinasikan dengan anaetetik yang sukar larut dengan cara
meninggikan dulu tekanan parsial dalam udara yang dihirup. Setelah induksi dicapai,
tekanan parsial dalam udara inspirasi diturunkan untuk mempertahankan anaestesia.
Ventilasi Paru
Hiperventilasi mempercepat masuknya anaestetik gas ke sirkulasi dan jaringan, tetapi
hal ini hanya nyata pada anaestetik yang larut baik dalam darah seperti halotan dan
dietileter. Untuk anaestetik yang sukar larut dalam darah, pengaruh ventilasi ini tidak
begitu nyata karena kadar di darah ateri cepat mendekati kadar alveoli.
Kecepatan aliran darah paru
bertambah cepat aliran darah paru, bertambah cepat pemindahan anaestetik dari udara
inspirasi ke darah. Namun, hal itu akan memperlambat peningkatan tekanan darah
arteri sehingga induksi anaestesia akan lebih lambat khususnya oleh anaestetik dengan
tingkat kelarutan sedang dan tinggi.
Perbedaan tekanan parsial anestetik dalam arteri dan vena
Perbedaan ini terutama bergantung pada ambilan anestetik oleh jaringan. Darah vena
yang kembali ke paru mengandung anaestetik yang lebih sedikit daripada darah arteri.
Semakin besar perbedaan kadar anaestetik, maka keseimbangan dalam jaringan otak
akan semakin lama tercapai.
Ambilan anaestetik oleh jaringan ditentukan oleh faktor yang sama dengan yang
mempengaruhi transfer anaestetik dari paru ke darah, terutama koefisien partisi
darah:jaringan. Tekanan parsial dalam jaringan juga meningkat bertahap sampai
dicapai keseimbangan. Pada fase induksi, perbedaan kadar arteri-vena ini sangat
dipengaruhi oleh banyaknya perfusi suatu jaringan. Di otak, jantung, hati dan ginjal
yang perfusinya sangat baik, kadar anaestetik awal dalam darah vena rendah sekali
sehingga perbedaan kadar anaestetik dalam arteri-vena sangat besar, maka
keseimbangan kadar anaestetik dalam darah arteri akan tercapai dengan lambat. Pada
fase pemeliharaan, anaestetik akan terus didistribusikan ke berbagai jaringan dan
umumnya tergantung dari kelarutan anaestetik dalam darah.
Farmakodinamik

Dasar terjadinya stadium anaestesi adalah adanya perbedaan kepekaan berbagai bagian SSP
terhadap anestetik. Sel-sel substansia gelatinosa di kornu dorsalis medula spinalis peka sekali
terhadap anaestetik. Penurunan aktivitas neuron di daerah ini menghambat transmisi sensorik
dari rangsang nosispetik, inilah yang menyebabkan terjadinya tahap analgesia. Stadium II
terjadi akibat aktivitas neuron yang kompleks pada kadar anestetik yang lebih tinggi di otak.
Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan
Universitas Kristen Krida Wacana

Page 5

Anaestesi Umum
Aktivitas ini antara lain berupa penghambatan berbagai neuron inhibisi bersamaan dengan
dipermudahnya penglepasan neurotransmitter eksitasi. Selanjutnya, depresi hebat pada jalur
naik di sistem aktivasi retikuler dan penekanan aktivitas refleks spinal menyebabkan pasien
masuk ke stadium III. Neuron di pusat napas dan pusat vasomotor relatif tidak peka terhadap
anaestetik kecuali pada kadar yang sangat tinggi. Apa yang menyebabkan perbedaan
kepekaan berbagai bagian SSP ini masih perlu diteliti.
Efek samping dan toksisitas
Delirium dapat terjadi selama induksi dan pada masa pemulihan dengan anaestesia inhalasi
walaupun telah diberikan medikasi praanaestetik. Muntah dapat menyebabkan aspirasi bila
terjadi sewaktu induksi atau sesudah operasi. Enfluran dan halotan menyebabkan depresi
miokard yang dose-related, sedangkan isofluran dan desfluran tidak. Isofluran dan N2O dapat
menyebabkan takikardia, sedangkan enfluran tidak banyak mempengaruhi frekuensi jantung.
Halotan dapat menyebabkan bradikardia melalui stimulasi vagal. Aritmia supraventrikel
biasanya dapat diatasi kecuali bila curah jantung dan tekanan arteri menurun.aritmia ventrikel
jarang terjadi, kecuali bila timbul hipoksia atau hiperkapnea. Halotan menimbulkan
sensitisasi jantung terhadap katekolamin, sehingga penggunaan adrenalin, noradrenalin, atau
isoproterenol bersama halotan akan menyebabkan aritmia ventrikel. Halotan berbahaya
diberikan pada pasien yang merasa khawatir berlebihan, karena keadaan tersebut disertai
kadar katekolamin yang tinggi.
Depresi napas dapat timbul pada semua stadium selama anaestesia inhalasi. Oleh karena itu
keadaan pernafasan pasien perlu diperhatikan selama pemberian anaestetik inhalasi.
Anaestetik inhalasi juga menekan fungsi mukosilier saluran napas, sehingga anaestesia yang
berlama-lama dapat menimbulkan penumpukan lendir. Namun, anaestetik inhalasi bersifat
bronkodilator. Dengan sifat ini, halotan dan sevofluran menjadi pilhan untuk induksi
anaestesia pada pasien yang menderita sumbatan jalan napas. Anaestetik inhalasi juga bersifat
iritatif bagi jalan nafas, tetapi ini hanya menimbulkan masalah pada desfluran.
Gangguan fungsi hati ringan sering timbul pada penggunaan anaestetik inhalsi, tetapi jarang
terjadi gangguan yang serius. Sebagian kecil pasien dapat mengalami hepatitis oleh halotan.
Mekanisme terjadinya hepatotoksisitas oleh halotan ini belum jelas benar, tetapi diduga
berdasarkan pembentukan radikal bebas menimbulkan kerusakan sel hati atau respons imun.
Dapat terjadi pemekatan urin dan oliguria reversibel karena menurunnya aliran darah ginjal
dan filtrasi glomerulus, dan ini dapat dicegah dengan pemberian cairan yang cukup dan
menghindari anaestesia yang dalam. Metoksifluran secara langsung dapat menimbulkan
kerusakan tubuli ginjal dan gagal ginjal, sehingga tidak boleh digunakan pada pasien
gangguan fungsi ginjal atau pasien yang mendapat obat nefrotoksik seperti streptomisisn dan
tetrasiklin. Nefrotoksisitas metoksifluran terjadi karena metabolismenya oleh enzim hat dan
ginal menghasilkan ion fluor, jadi bergantng pada dosis. Maka dianjurkan penggunaan dosis
minimal pada pemberian metoksifluran yang lama. Isofluran, enfluran, dan sevofluran
melepaskan lebih sedikit fluor, sedangkan halotan sama sekali tidak membebaskan fluor.
Sevofluran tidak dimetabolisme melainkan dihancurkan oleh CO2 yang terdapat pada
penjerap di alat anaestesia.
Suhu badan menurun karena vasodilatasi dan penekanan mekanisme termoregulasi;
menggigil pascabedah bisa timbul akibat anaestetik inhalasi kuat. Hipertermia maligna jarang
terjadi, tetapi sering fatal pada orang tertentu yang mendapat anaestetik inhalasi kuat.
Sindroma hipertermia maligna dapat memicu terjadinya takikardia, dan hipertensi, kekakuan
Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan
Universitas Kristen Krida Wacana

Page 6

Anaestesi Umum
otot hebat, hiperkalemia, dan gangguan asam basa sampai asidosis. Sindroma ini tampaknya
dipengaruhi oleh faktor genetik. Patologi yang terjadi pada sindroma ini adalah meningkatnya
kalsium bebas di sel otot oleh karena itu pengobatannya adalah dantrolen dan tindakan
suportif lain untuk menurunkan suhu serta menjaga keseimbangan asam basa. Anaestetik
inhalasi meningkatkan aliran darah ke otak dan ini dapat berbahaya bagi pasien tumor otak,
atau mereka yang memang mengalami tekanan tinggi intrakranial.
Hipokapnia yang iinduksi oleh hiperventilasi akan menghentikan peningkatan tekanan
intrakranial tersebut. Karena itu, halotan baru bisa diberikan pada pasien dengan kerosakan
intrakranial setelah dilakukan hiperventilasi. Sedangkan isofluran dapat diberikan bersamaan
dengan tindakan hiperventilasi. Pemberian enfluran pada pasien seperti ini harus hati-hati,
sebab keadaan hipokapnia dapat menimbulkan kejang. Kejang jarang terjadi bila kadar
enfluran dipertahankan pada 1.5%-2%. Tiopental menimbulkan vasokonstriksi serebral
sehingga dapat digunakan untuk mengurangi peningkatan tekanan intrakranial selama
penggunaan anaestetik inhalasi. Enfluran halotan dan N 2O terbukti teratogenik pada hewan
coba. Efeknya pada manusia belum diketahui maka penggunaannya tidak dianjurkan pada
kehamilan trimester pertama. Pemberian anaestetik inhalsi dosis tinggi pada partus lama
menyebabkan depresi neonatus. Wanita yang melahirkan normal pervaginam tidak
memerlukan anaestesia umum, cukup dilakukan anaestesia lokal. Pada operasi Caesar,
pajanan anaestetik inhalasi terhadap fetus relatif singkat, tetapi kadar yang tinggi dapat
merelaksasikan otot uterus sehingga meningkatkan perdarahan pascasalin.
Pemakaian Nitrogen Monoksida
Nitogen monoksida merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa
dan lebih berat daripada udara. Gas ini tidak mudah terbakar, tetapi apabila dikombinasi
dengan zat anaestetik yang mudah terbakar akan memudahkan terjadinya ledakan, misalnya
campuran eter dan N2O. Nitrogen monoksida sukar larut dalam darah dan merupakan
anaestetik yang kurang kuat sehingga kini hanya digunakan sebagai adjuvan untuk atau
sebagai pembawa anaestetik inhalasi lainnya. Karena kelarutannya yang buruk, masa induksi
dengan N2O segera dicapai, tetapi dengan KAM yang >100 diperlukan tekanan parsial yang
tinggi. Dengan perbandingan N2O:O2 stadium induksi akan cepat dilewati, tetapi
pemberiannya tidak boleh terlalu lama karena mudah terjadi hipoksia yang dapat dicegah
dengan memberikan O2 100% setelah N2O dihentikan. Relaksasi otot kurang baik sehingga
untuk mendapatkan relaksasi yang cukup, sering ditambahkan obat pelumpuh otot. Kadar
N2O 80% hanya sedikit mendepresi kontraktilitas otot jantung sehingga peredaran darah tidak
terganggu. Efeknya terhadap pernafasan tidak begitu besar, dikatakan induksi dengan pentotal
dan inhalasi N2O menyebabkan berkurangnya respons pernafasan terhadap CO 2. Pada
anaestesia yang lama N2O dapat menyebabkan mual, muntah dan lambat sadar. Gejala sisa
hanya terjadi apabila ada hipoksia atau alkalosis jarena hiperventilasi. Nitrogen monoksida
mempunyai efek analgesik yang baik, dengan inhalasi 20% N 2O dalam oksigen efeknya
seperti efek 15 mg morfin kadar optimum untuk mendapatkan efek analgesik maksimum
kurang lebih 35% N2O dieksresi dalam bentuk utuh melalui paru-paru dan sebagian kecil
melalui kulit.
Pemakaian Siklopropan
Siklopropan merupakan anaestetik inhalasi yang kuat, berbentuk gas, berbau spesifik,
tidak berwarna, dan disimpan dalam bentuk cairan bertekanan tinggi. Gas ini mudah terbakar
dan meledak, karena itu hanya digunakan dengan sistem lingkar tertutup. Siklopropan relatif
Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan
Universitas Kristen Krida Wacana

Page 7

Anaestesi Umum
tidak larut dalam darah sehingga dalam 2-3 menit induksi dilalui. Pemberian dengan kadar
1% volume dapat menimbulkan analgesia tanpa hilangnya kesadaran. Siklopropan
menimbulkan relaksasi otot cukup baik dan sedikit sekali mengiritasi saluran nafas. Namun,
depresi pernafasan ringan dapat terjadi pada anaestesia dengan siklopropan. Siklopropan
tidak menghambat kontraktilitas otot jantung; curah jantung dan tekanan arteri tetap atau
sedikit meningkat sehingga siklopropan merupakan anaestesi terpilh pada pasien syok.
Siklopropan dapat menimbulkan fibrilasi atrium, bradikardia sinus, ekstrasistol atrium,
aritmia atrioventrikular, ekstrasistol ventrikel dan ritme bigemini. Pemberian atropin IV dapat
menimbulkan ekstrasistol ventrikel karena efek katekolamin menjadi lebih dominan.
Aliran darah kulit ditingkatkan oleh siklopropan sehingga mudah terjadi perdarahan
waktu operasi. Siklopropan tidak menimbulkan hambatan terhadap sambungan saraf otot.
Pada masa pemulihan sering timbul mual, muntah dan delirium. Siklopropan diekskresi
melalui paru, hanya 0.5% yang dimetabolisme dalam tubuh dan diekskresi dalam bentuk CO 2
dan air.
Pemakaian Eter (Dietileter)
Eter merupakan cairan tidak berwarna yang mudah menguap, berbau tidka enak,
mengiritasi saluran nafas, mudah terbakar, dan mudah meledak. Di udara terbuka eter
teroksidasi menjadi peroksida dan bereaksi dengan alkohol membentuk asetaldehid, maka
eter yang sudah terguna beberapa hari sebaiknya tidak digunakan lagi. Kerana sifatnya ini,
eter tidak digunakan lagi di negara maju. Eter merupakan anaestetik yang kuat dengan kadar
darah arteri 10-15 mg% sudah terjadi analgesia tetapi pasien masih sadar. Eter pada kadar
tinggi dan sedang menimbulkan relaksasi otot dan hambatan neuromuskular yang tidak dapat
dilawan oleh neostigmin. Zat ini meningkatkan hambatan neuromuskular oleh antibiotik
seperti neomisin, streptomisin, polimiksin dan kanamisin. Eter menyebabkan iritasi pada
saluran nafas dan merangsang sekresi kelenjar bronkus. Pada induksi dan waktu pemulihan,
eter menimbulkan salivasi, tetapi pada stadium yang lebih dalam, salivasi akan dihambat dan
terjadi depresi nafas. Eter menekan kontraktilitas otot jantung, tetapi in vivo efek ini dilawan
oleh meningkatnya aktivitas simpatis sehingga curah jantung tidak berubah atau meninggi
sedikit. Eter tidak menyebabkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin. Pada anaestesi
ringan, seperti halnya anaestetik lain, eter menyebabkan dilatasi pembuluh darah kulit
sehingga timbul kemerahan terutama di daerah muka, pada anaestesi yang lebih dalam kulit
menjadi lembek, pucat, dingin dan basah. Terhadap pembuluh darah ginjal, eter menyebabkan
vasokonstriksi sehingga terjadi penurunan laju filtrasi glomerulus dan produksi urin menurun
secara reversibel. Sebaliknya pada pembuluh darah otak, eter menyebabkan vasodilatasi. Eter
menyebabkan mual dan muntah terutama pada masa pemulihan tetapi ini dapat pula terjadi
pada waktu induksi. Ini disebabkan oleh efek sentral atau akibat iritasi lambung oleh eter
yang tertelan. Aktivitas saluran cerna dihambat selama dan sesudah anaestesi.
Eter diekskresikan melalui paru; sebagian kecil melalui urin, laktasi dan keringat serta
difusi kulit utuh. Penggunaan eter pada sistem semi tertutup dalam kombinasi dengan oksigen
atau N2O tidak dianjurkan pada pembedahan dengan tindakan kauterisasi sebab ada bahaya
timbulnya ledakan, dan bila api mencapai paru pasien akan mati akibat jaringan yang terbakar
atau paru-parunya yang pecah.
Pemakaian Halotan
Halotan merupakan anaestetik golongan idrokarbon yang berhalogen. Halotan
menjadi standar bagi anaestetik lain yang kini banyak dipakai karena dari zat inilah semua itu
Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan
Universitas Kristen Krida Wacana

Page 8

Anaestesi Umum
berkembang. Halotan berbentuk cairan tidak berwarna, berbau enak, tidak mudah terbakar
dan tidak mudah meledak meskipunn dicampur dengan oksigen. Halotan merupakan
anaestetik yang kuat dengan efek analgesia yang lemah. Induksi dan tahapan anaestesi dilalui
dengan mulus, dan pasien segera bangun setelah anaestetik dihentikan. Halotan diberikan
dengan alat khusus dan penentuan kadar harus dapat dilakukan dengan cepat. Halotan secara
langsung menghambat otot jantung dan otot polos pembuluh darah serta menurunkan
aktivitas saraf simpatis. Penurunan tekanan darah terjadi akibat dua hal, yaitu; depresi
langsung pada miokard dan dihambatnya refleks baroreseptor terhadap hipotensi. Namun,
respons simptoadrenal tidak dihilangkan oleh halotan. Rangsangan yang sesuai, misalnya
peningkatan PCO2 atau adanya rangsangan pembedahan akan memicu respons simpatis. Makin
dalam anaestesi, makin jelas turunnya kekuatan kontraksi otot jantung, curah jantung,
tekanan darah, dan resistensi perifer. Bila kadar halotan ditingkatkan dengan cepat, maka
tekanan darah akan tidak terukur dan dapat terjadi henti jantung. Halotan juga menyebabkan
bradikardia, karena aktivitas vagal yang meningkat. Halotan menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah di otot rangka dan otak sehingga aliran darah ke otak dan otot bertambah.
Halotan meningkatkan automatisitas miokard yang akan diperkuat dengan pemberian
agonis adrenergik dan dapat menimbulkan aritmia jantung. Oleh karena itu, suntikan
epinefrin untuk hemostasis pada pembiusan dengan halotan hanya boleh diberikan dengan
syarat; ventilasi memadai; kadar epinefrin tidak lebih daripada 1:100.000; dan dosis orang
dewasa tidak lebih daripada 10 ml larutan 1:100,000 dalam 10 menit atau 30 ml dalam satu
jam. Depresi napas terjadi pada kadar halotan yang menimbulkan anaestesia. Halotan dapat
mencegah spasme laring dan bronkus, batuk serta menghambat salivasi, sedangkan relaksasi
otot maseter cukup baik, sehingga intubasi mudah dilakukan. Napas buatan harus dilakukan
dengan hati-hati karena dapat menyebabkan dosis berlebihan. Penggunaan halotan berulang
kali dapat menyebabkan nekrosis hati sentrolobular yang bersifat alergi. Gejalanya berupa
anoreksia, mual, muntah, kadang kemerahan pada kulit dengan eosinofilia. Walaupun angka
kejadian rendah, kerusakannya dapat berkembang menjadi gagal hati yang fatal dan
kemungkinan kejadian yang sukar diramalkan. Hal ini, dan tersedianya anaestetik lain yang
lebih aman seperti enfluran, isofluran dan desfluran menyebabkan halotan tidak popular lagi.
Ekskresi halotan utamanya melalui paru, hanya 20% yang dimetabolisme dalam tubuh badan
untuk kemudian dibuang melalui urin dalam bentuk asam trifluoroasetat, trifluoroetanol dan
bromida.
Pemakaian Enfluran
Enfluran adalah anaestetik eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Enfluran
menyebabkan fase induksi anaestetik yang relatif lambat. Sekresi kelenjar saliva dan bronkus
hanya sedikit meningkat sehingga tidak perlu menggunakan atropin sebagai medikasi praanaestetik. Kadar yang tinggi menyebabkan depresi kardiovaskular dan perangsangan SSP;
untuk menghindari hal ini enfluran diberikan dengan kadar rendah bersama N 2O. Enfluran
menyebabkan relaksasi otot rangka lebih baik daripada halotan, sehingga dosis obat
pelumpuh otot non-depolarisasi harus diturunkan. Enfluran kadar rendahtidak banyak
mempengaruhi sistem kardiovaskular. Enfluran tidak banyak mempengaruhi frekuensi nadi.
Sensitisasi jantung terhadap katekolamin oleh enflura ebih lemah dibandingkan dengan
halotan. Pemberian enfluran 1% bersama N2O dan O2 dengan ventilasi yang terkendali, akan
menurunkan tekanan intraokular dan berguna untuk operasi mata. Enfluran menyebabkan
relaksasi otot rahim sehingga dapat terjadi perdarahan pasca salin. Kadar 0.25-1.25% sudah
Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan
Universitas Kristen Krida Wacana

Page 9

Anaestesi Umum
menimbulkan analgesia dan tidak menyebabkan perdarahan berat pasca salin. Pemulihan
terjadi relatif lambat.
Sebagian bsar enfluran diekskresi dalam bentuk utuh melalui paru-paru, 2-10%
dimetabolisme di hati menghasilkan ion fluor. Jumlah ion F - hasil metabolisme enfluran
ternyata tidak membahayakan ginjal sehingga enfluran masih dipandang aman untuk pasien
yang juga mendapat isoniazid. Ekskresi F- meningkat pada urin basa
Pemakaian Isofluran
Isofluran ialah eter berhalogen yang tidak mudah terbakar. Secara kimiawi isofluran
mirip enfluran, tetapi secara farmakologis sangat berbeda. Isofluran berbau tajam, kadar obat
yang tinggi dalam udara inspirasi membuat pasien menahan nafas dan terbatuk. Setelah
pemberian medikasi pra anaestetik, stadium induksi dilalui kurang dari 10 menit dengan
lancar dan sedikit eksitasi bila diberikan bersama N2O-O2. Umumnya digunakan anaestetik
IV barbiturat untuk mempercepat induksi. Tanda yang digunakan untuk mengamati
kedalaman anaestesia adalah penurunan tekanan darah, volume dan frekuensi napas, dan
meningkatnya frekuensi denyut jantung. Isofluran merelaksasikan otot rangka lebih bak dan
meningkatkan efek pelumpuh otot depolarisasi maupun nondepolarisasi lebih dari yang
ditimbulkan oleh enfluran. Dengan demikian dosis isofluran maupun pelumpuh ototnya dapat
dikurangi. Selain itu, meningkatnya aliran darah ke otot rangka dapat mempercepat eliminasi
pelumpuh otot.
Tekanan darah turun cepat dengan makin dalamnya anaestesi tetapi berbeda dengan
efek enfluran, curah jantung dipertahankan oleh isofluran. Hipotensi lebih disebabkan oleh
vasodilatasi di otot. Pembuluh koroner juga berdilatasi dan aliran koroner dipertahankan
walaupun kosumsi O2 berkurang. Dengan kerjanya yang demikian isofluran dipandang lebih
aman untuk pasien dengan penyakit jantung dibandingkan dengan halotan atau enfluran.
Tetapi ternyata, isofluran dapat menyebabkan iskemia miokardium melalui fenomena
coronary steal, yaitu pengalihan aliran darah dari daerah yang perfusinya buruk ke perfusi
yang lebih baik. Kecenderungan timbulnya aritia pun amat kecil, sebab isofluran tdak
menyebabkan sensitisasi jantung terhadap katekolamin.
Pada anaestesia yang dalam dengan isofluran tidak terjadi perangsangan SSP seperti pada
pemerian enfluran. Isofluran meningkatkan aliran darah otak sementara metabolisme otak
hanya menurun sedikit. Sirkulasi otak tetap responsif terhadap CO2 maka hiperventilasi bisa
menurunkan aliran darah, metabolisme otak dan tekanan intrakranial. Keamanan isofluran
pada wanita hamil, atau waktu partus, belum terbukti. Isofluran dapat merelaksasikan otot
uterus sehingga tidak dianjurkan untuk analgesik pada saat persalinan. Penurunan
kewaspadaan mental terjadi 2-3 jam sesudah anaestesi tetapi tidak terjadi mual muntah atau
aksitasi sesudah operasi. Isofluran yang mengalami biotransformasi jauh lebih sedikit. Asam
trifluoroasetat dan ion fluor yang terbentuk jauh di bawah batas yang merusak sel. Belum
pernah dilaporkan gangguan fungsi ginjal dan hati sesudah penggunaan isofluran.
Pemakaian Desfluran
Desfluran adalah cairan yang mudah terbakar tetapi tidak mudah meledak, bersifat
absorben, dan tidak korosif untuk logam berbeda dengan kelompoknya, desfluran relatif lebih
sukar menguap sehingga dibutuhkan vaporizer khusus dalam penggunaannya. Gugus klorin
pada isofluran diganti dengan fluorin pada desfluran, dan ini membuat kelarutannya menjadi
lebih rendah, mendekati kelarutan N2O dengan potensi yang lebih rendah daripada isofluran
dan memberikan induksi dan pemulihan yang cepat dibandingkan dengan isofluran. Setelah
Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan
Universitas Kristen Krida Wacana

Page 10

Anaestesi Umum
5-10 menit obat dihentikan pasien sudah dapat memberi tanggapan terhadap rangsangan
verbal. Oleh karena itu, desfluran lebih disukai untuk prosedur bedah singkat atau pada bedah
rawat jalan. Desfluran bersifat iritatif sehingga menimbulkan batuk, sesak nafas, atau bahkan
spasme laring sehingga biasanya desfluran tidak digunakan untuk induksi dan diganti dengan
anaestetik intravena.
Pemakaian Sevofluran
Sevofluran adalah anaestetik inhalasi yang baru yang memberikan induksi dan
pemulihan yang lebih cepat. Sayangnya zat ini tidak stabil secara kimiawi. Bila terpajan
absorben CO2, sevofluran akan terurai menghasilkan zat yang bersifat nefrotoksik.
Metabolismenya di hati pun menghasilkan ion fluor yang juga merusak ginjal. Oleh karena
itu, kedudukan zat ini sebagai anaestetik inhalasi belum jelas.
Pemakaian Fluroksen
Fluroksen merupakan eter berhalogen dengan sifat seperti eter, mudah terbakar, tetapi
tidak mudah meledak. Fluroksen menimbulkan analgesia yang baik, tetapi relaksasi otot
sangat kurang baik.
Pemakaian Xenon
Xenon ditemukan sebagai gas anaestetik tetapi tidak banyak dipakai karena sulit
didapatkan dan mahal. Namun xenon adalah gas anaestetik yang ideal untuk kondisi krits
karena mempunyai efek samping yang minimal. Xenon sangat tidak larut di dalam darah dan
jaringan, sehingga induksi dan masa pemulihannya sangat cepat. Biasanya diberikan bersama
O2 30%.
B. Anaestetik Intravena
Beberapa obat digunakan secara intravena dalam anaestesia atau untuk membuat tidur
pasien yang menggunakan respirator. Obat ini meliputi kelompok barbiturat (tiopental,
tiomilal, metoheksital) propofol, etomidat, ketamin, droperidol, benzodiazepine (midazolam,
diazepam, lorazepam) dan beberapa anaestetik intravena yang lebih berefek analgesik
misalnya phentanyl, remiphentanyl, meperidin dan morfin. Dalam teknik yang disebut
sebagai anaestesia berimbang, obat-obat ini mungkin digunakan tunggal atau dalam
kombinasi sebagai adjuvant untuk anaestesia inhalasi, yaitu agar induksi anaestesia segera
dicapai. Untuk tindak bedah tertentu, anaestetika intravena saja sudah cukup memadai dan
pemulihan terjadi cepat sehingga dapat digunakan pada rawat jalan. Fentanyl digunakan
sebagai adjuvant untuk anaestetik inhalasi karena sifat sedatifnya, menimbulkan analgesia
kuat, dan menstabilkan kardiovaskular, sedangkan benzodiazepine digunakan untuk
menidurkan pasien dan membuatnya tidak ingat akan apa yang dialami sebeum anaestesia.
Anaestetik intravena lebih banyak digunakan dalam tahun terakhir ini baik sebagai adjuvant
maupun sebagai anaestetik tunggal karena tidak dperlukan peralatan yang rumit dalam
penggunaannya. Tujuan pemberiannya adalah untuk; induksi anaestesia; induksi dan
pemeliharaan anaestesia pada tindak bedah singkat; menambah efek hipnosis pada anaestesia
atau analgesika lokal dan; menimbulkan sedasi pada tindak medik. Anaestesi intravena ideal
adalah yang; cepat menghasilkan hipnosis; mempunyai efek analgesia; menimbulkan amnesia
pasca anaestesia; dampak buruknya mudah dihilangkan oleh antagonisnya; cepat dieliminasi
oleh tubuh; tidak atau sedikit mendepresi fungsi respirasinya, dan kardiovaskular; dan
pengaruh farmakokinetiknya tidak bergantung pada disfungsi organ. Kriteria ini sulit dicapai
oleh satu macam obat, maka umumnya digunakan kombinasi beberapa obat atau digunakan
Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan
Universitas Kristen Krida Wacana

Page 11

Anaestesi Umum
cara anaestesia lain. Kebanyakan anaestetik intravena digunakan untuk pemeliharaan
anaestesia atau dalam dikombinasi dengan anaestetik inhalasi sehingga dimungkinkan
pengguanaan dosis anaestetik inhalasi yang lebih kecil dan efek anaestetik lebih mudah
menghasikan potensiasi atau salah satu obat dapat mengurangi efek buruk obat lainnya.
Pemakaian Barbiturat
Seperti anaestesi inhalasi, barbiturat menghilangkan kesadaran dengan cara
menfasiitasi pengikatan GABA pada reseptor GABA A di membran neuron SSP. Bersifat
GABA=mimetik dengan langsung merangsang kanal klorida. Barbiturat juga menekan kerja
neurotransmitter sistem stimulasi. Kerjanya pada berbagai sistem ini membuat berbiturat
lebih kuat sebagi anaestetik, tetapi lebih tidak aman karena sangat kuat menekan SSP.
Berbiturat yang digunakan untuk anaestesia ialah yang termasuk barbiturat kerja sangat
singkat, yaitu tiopental, metoheksital dan tiamilal yang diberikan secara bolus intravena atau
secara infus. Penyuntikan IV harus dilakukan secara hati-hati agar tidak terjadi ekstravasasi
atau penyuntikan ke dalam arteri.
Pada penyuntikan tipental, mula-mula timbul hiperalgesia diikuti analgesia bila dosis
terus ditingkatkan, tetapi barbiturat bukan analgesik yang kuat. Ekstravasasi larutan tiopental
yang lebih pekat dari 2.5% menyebabkan nekrosis jarngan dan gangren. Pasien yang
mendapat tiopental kadang menggigil pascabedah karena pemulihan suhu tubuh setelah
anaestesi. Hipotensi postural juga dapat terjadi. Dengan dosis yang memadai untuk induksi,
pasien segera akan merasakan rasa bawang putih di lidahnya, diikuti dengan igauan halus
yang menandakan ngantuk, kemudian langsung tertidur pulas. Pemulihan terjadi secara mulus
dan pasien segera sedar. Agar pemulihan tidak terlalu lama, dosis jangan sampai lebih dari 1
gram. Untuk tindakan bedah yang singkat, dan tidak terlalu menyakitkan, tiopental dapat
digunakan secaa berjeda bersamaan dengan N2O.
Pemakaian Benzodiazepine
Benzodiazepine yang digunakan sebagai anaestetik ialah diazepam, lorazepam dan
midazolam. Dengan dosis untuk induksi anaestetik, kelompok obat ini menyebabkan tidur,
mengurangi cemas, dan menimbulkan amnesia retrograd, tetapi tidak berefek analgesik. Efek
pada SSP ini dapat diatasi dengan antagonisnya, flumazenil. Benzodiazepin digunakan untuk
menimbulkan sedasi untuk tindakan yang tidak memerlukan analgesia seperti endoskopi,
kateterisasi, kardioversi atau tindakan radiodiagnostik. Benzodiazepine juga digunakan untuk
medikasi pre-anaestetik dan untuk mengatasi knvulsi yang disebabkan oleh anaestetik lokal
dalam anaestetik regional. Bersama dengan tiopental dan obat pra-anaestetik, benzodiazepine
digunakan dalam anaestetika berimbang. Penggunaan benzodiazepine ini menyebabkan
pemulihan lebih lama, tetapi amnesia anterograd yang ditimbulkannya bermanfaat
mengurangi kecemasan pasca bedah.
Diazepam IV segera didistribusikan ke otak, tetapi efeknya baru tampak setetlah
beberapa menit. Kadarnya segera turun karena adanya redistribusi, tetapi sedasi sering
muncul lagi setelah 6-8 jam akibat adanya penyerapan ulang diazepam yang dibuang melalui
empedu. Masa paruh diazepam memanjang dengan meningkatnya usia, kira-kira 20 jam pada
usia 20 tahun, dan kira-kira 90 jam pada usia 80 tahun. Klirens plasma hampir konstan,
karena itu pemberian diazepam janka lama tidak memerlukan koreksi dosis. Sedasi lebih
cepat timbul oleh midazolam dan lebih lambat dari lorazepam. Mula kerja midazolam lebih
cepat dan potensinya lebih besar dengan metabolit yang aktif sehingga midazolam lebih
Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan
Universitas Kristen Krida Wacana

Page 12

Anaestesi Umum
disukai untuk induksi dan mempertahankan anaestesia. Waktu paruh redistribusi midazolam
lebih panjang daripada diazepam.
Sistem kardiovaskular relatif stabil pada penggunaan benzodiazepin karena itu obat
ini banyak dipakai untuk pasien gangguan jantung. Tetapi, depresi kardiovaskular dapat
terjadi dalam kombinasi dengan opioid. Begitu juga dengan pernafasan, dapat terjadi depresi
apabila digunakan bersama opioid sebagai medikasi pra-anaestetik. Untuk mencegah rasa
terbakar nyeri pada penyuntikan IV dan mengurangi kemungkinan flebitis dan trombosis,
benzodiazepin harus disuntikkan perlahan. Dosis diazepam untuk induksi adalah 0,1-0,5
mg/kgBB. Pada orang sehat, dosis diazepam 0,2 mg/kgBB sebagai medikasi pra anaestetik
yang diberikan bersama narkotik analgesik sudah menyebabkan tidur. Pada pasien dengan
resiko tinggi hanya dibutuhkan 0,1-0,2 mg/kgBB. Untuk menimbulkan sedasi, penambahan
2,5 mg diazepam tiap 30 detik diberikan sampai pasien tidur ringan atau terjadi nistagmus,
ptosis atau gangguan bicara. Umumnya dibutuhkan 5-30 mg untuk sedasi ini.
Pemakaian Opioid
Fentanyl, sulfentanyl, alfentanyl dan remifentanyl adalah opioid yang lebih banyak
digunakan dibandingkan morfian karena menimbulkan analgesia anaestesia yang lebih kuat
dengan depresi nafas yang lebih ringan. Walaupun dosisnya besar, kesadaran tidak
sepenuhnya hilang dan amnesia pascabedahnya tidak lengkap. Biasanya digunakan pada
pembedahan jantung atau pada pasien dengan cadangan sirkulasinya terbatas. Opioid juga di
gunakan sebagai tambahan pada anaestesia dengan anaestetik nhalasi atau anaestetik
intravena lainnya sehingga dosis anaestetik lain ini dapat lebih kecil. Bila opioid diberikan
dengan dosis besar atau berulang selama pembedahan, sedasi dan depresi napas dapat
berlangsung lebih lama, ini dpaat diatasi dengan nalokson.
Fentanyl yang lama kerjanya sekitar 30 menit segara didistribusi, tetapi pada pemberian
berulang atau dosis besar akan terjadi akumulasi. Dengan dosis besar (50-100
mg/kgBB),fentanyl menimbulkan analgesia dan hilang kesadaran yang lebih kuat daripada
morfin, tetapi amnesianya tidka lengkap, instabilitas tekanan darah, dan depresi napas lebih
singkat. Oleh karena itu, fentanyl lebih disukai daripada morfin, khususnya untuk
dikombinasi dengan anaestetik inhalasi. Alfentanil dan sulfentanil potensinya lebih besar
daripada potensi fentanyl dengan lama kerja yang lebih singkat. Keduanya lebih populer
karena kardiovaskularnya sangat menonjol.
Pemakaian Ketamin
Ketamin ialah larutan yang tidak berwarna, stabil pada suhu kamar dan relatif aman
(batas keamanan lebar). Ketamin mempunyai sifat analgesik, anaestetik dan kataleptik
dengan kerja singkat. Efek anaestetiknya ditimbulkan oleh penghambatan efek membran dan
neurotransmiter eksitasi asam glutamat pada reseptor N-methyl-D-aspartate. Sifat
analgesiknya sangat kuat untuk sistem somatik, tetapi lemah untuk sistem viseral. Ketamin
tidak menyebabkan relaksasi otot lurik, bahkan kadang tonusnya sedikit meninggi. Anaestesia
dengan ketamin diawali dengan terjadinya disosiasi mental pada 15 detik pertama, kadang
mencapai halusinasi. Keadaan ini dikenal sebagai anaestesi disosiatf. Disosiasi ini sering
disertai keadaan kataleptik. Kesadaran segera pulih setelah 10-15 menit, analgesia bertahan
sampai 40 menit, sedangkan amnesia berlangsung sampai 1-2 jam. Pada masa pemulihan,
dapat terjadi emergence phenomenon yang merupakan kelainan psikis berupa disorientasi,
ilusi sensoris, ilusi perspektif dan mimpi buruk. Kejadian fenomena ini dapat dikurangi
dengan pemberian diazepam 0,2-0,3 mg/kgBB 5 menit sebelum pemberian ketamin.
Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan
Universitas Kristen Krida Wacana

Page 13

Anaestesi Umum
Ketamin adalah satu-satunya anaestetik intravena yang merangsang kardiovaskular
karena efek perangsangnya pada pusat saraf simpatis, dan mungkin juga karena hambatan
ambilan norepinefrin. Tekanan darah, frekuensi nadi, dan curah jantung naik samapai kurang
lebih 25% sehingga ketamin bermanfaat untuk pasien dengan resiko hipotensi dan asma.
Refleks faring dan laring tetap normal atau sedikit meninggi pada anaestesi dengan ketamin,
pada dosis anaestesia, ketamin bersifat merangsang; sedangkan dengan dosis berlebihan akan
menekan pernafasan. Sebagian besar ketamin mengalami dealkilasi dan hidrolisis dalam hati,
kemudian diekskresi terutama dalam bentuk metabolit dan sedikit dalam bentuk utuh. Dosis
induksi ketamin adalah 1-2 mg/kbBB IV atau 3-5 mg/kgBB IM. Stadium depresi dicapai
dalam 5-10 menit. Untuk mempertahankan anaestesia dapat diberikan dosis 25-100
mg/kgBB/menit. Stadium operasi terjadi dalam 12-25 menit.
Pemakaian Etomidat
Etomidat ialah sedatif kerja sangat singkat nonbarbiturat yang terutama digunakan
untuk induksi anaestesia. Obat ini tidak berefek analgesik tetapi dapat digunakan untuk
anaestesia dengan teknik anaestesia berimbang. Etomidat mempunyai efek minimal terhadap
sistem kardiovaskular dan pernafasan. Dengan dosis induksi, kesadaran hilang dalam
beberapa detik tanpa efek ke jantung dengan tekanan darah yang sedikit turun dan frekuensi
apnea yang rendah. Selama induksi dengan etomidat tanpa medikasi pra anaestetik dapat
terjadi gerakan otot spontan pada 60% pasien. Efek ini dihilangkan dengan pemberian
narkotik, sehingga narkotik dianjurkan untuk diberikan sebagai medikasi pra anaestetik.
Apnea ringan selama 15-20 menit dapat terjadi pada induksi dengan etomidat, terutama pada
orang usia lanjut. Apnea ini memanjang apabila etomidat diberikan bersama analgesik atau
benzodiazepin
Pemakaian Propofol
Secara kimiawi, propofol tidak ada hubungannya dengan anaestetik IV lainnya. Zat
yang berupa minyak pada suhu kamar ini tersedia sebagai emulsi 1%. Propofol IV 1,5-2,5
mh/kgBB menimbulkan induksi anaestesia secepat tiopental, tetapi dengan pemulihan yang
lebih cepat dan pasien segera pulih dibanding setelah penggunaan anaestetik lain, propofol
dapat digunakan dalam day surgery. Nyeri kadang terasa terjadi di tempat suntikan, tetapi
jarang disertai flebitis atau trombosis. Anaestesia kemudian dipertahankan dengan infus
propofol dikombinasi dengan opiat, N2O, dan/atau anaestetik inhalasi lainnya.
Propofol menurunkan tekanan arteri sistemik kira-kira 30% tetapi efek ini lebih
disebabkan oleh vasodilatasi perifer dibandingkan penurunan curah jantung. Tekanan darah
sistemik kembali normal dengan intubasi trakea. Propofol tidak menimbulkan aritmia atau
iskemia otot jantung tetapi terjadi sensitisasi jantung terhadap pernafasan mirip dengan efek
tiopental sesudah pemberian IV yakni terjadi depresi nafas sampai apnea selama 30 detik hal
ini diperkuat apabila digunakan opioid sebagai medikasi pra anaestetik.
Propofol segera dimetabolisme di hati tetapi klirens totalnya ternyata lebih besar dari aliran
darah hati yang menunjukkan bahawa ada eliminasi ekstrahepatik. Sifat ini menguntungkan
untuk pasien dengan gangguan metabolisme hati. Dilaporkan adanya kejang atau gerakan
involunter selama induksi. Kelebihan propofol ialah bekerja lebih cepat daripada tiopental,
konfusi pascabedah minimal dan kurang mengakibatkan mual-muntah pascabedah.

Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan


Universitas Kristen Krida Wacana

Page 14

Anaestesi Umum
Evaluasi Preanaestetik
i.

Overview

Evaluasi preanaestetik mempunyai beberapa objektif spesifik, termasuk


membentukkan hubungan dokter-pasien, mengenali penyakit bedah yang akan dilakukan dan
keadaan medis yang sedia ada, membentuk sttategi manajemen untuk layanan anaestesi
perioperatif, dan mendapatkan informed consent untuk rancangan anaestesi. Konsultasi ini
dituliskan di dalam rekam pasien dan dimasukkan pilihan anaestesi dan resiko serta
kebaikannya. Matlamat keseluruhan daripada assessmen preoperative adalah untuk
mengurangkan morbiditas dan mortalitas perioperatif dan mengurangkan ansietas pasien.
ii.

History

maklumat yang berkaitan didapatkan daripada carta pasien diikuti dengan temuramah
pasien. Pengetahuan mengenai riwayat pasien apabila memulai pembicaraan dapat
mengurangkan ansietas pasen. Apabila rekam medis tidak dapat, riwayat didapatkan
daripada pasien dapat dibekalkan daripada diskusi langsung dengan staf medis dan
staf bedah. Walaupun usia pasien dan American Society of Anesthesiologists Physical
Status Classification adalah peramal yang lebih tepat untuk hasil samping,
pengetahuan mengenai aktivitas pasien, temasuk tahap aktivitas yang maksimum dapa
membatu meramal hasil keseluruhan di dalam periode perioperatif.
a. Anesthetist perlu mengenali gejala daripada penyakit bedah yang terkini,
pemeriksaan diagnostik yang dijalankan, diagnosis presumptif, pengobatan awal,
dan respons. Tanda vital perlu diperiksa dan keseimbangan cairan perlu
dianggarkan.
b. Coexisting medical illnesses dapat merumitkan perjalanan bedah dan anaestetik.
Ini perlu dievaluasikan di dalam pendekatan sistem organ dengan menekankan
perubahan terkini dalam gejala klinis, tanda klinis dan pengobatan. Dalam
keadaan tertentu, konsultasi khusus preoperatif amatlah dinasihatkan. Konsultasi
tersebut adalah berguna apabila menjawab soalan spesifik mengenai interpretasi
hasil laboratorium yang berkelainan, terapi obat yang tidak dikenali dan
perubahan dalam status dasar pasien. Konsulen tidak boleh ditanyakan mengenai
general clearance anaestesia karena ini adalah tanggungjawab spesifik daripada
anaesthesiologist
c. Medikasi yang digunaka untuk mengobati penyakit sekarang dan yang sedia ada,
dosis dan jadwalnya perlu diperhatikan. Yang penting untuk diperlihatkan adalah
obat anti-hipertensi, anti-angina, anti-aritmia, antikoagulasi, antikonvulsi dan
medikasi endokrin yang spesifik. Keputusan untuk meneruskan medikasi sewaktu
periode preanaestesi tergantung kepada keparahan penyakit yang sedia ada,
keadaan sekiranya memutuskan pengobatan, waktu paruh medikasi dan
kemungkinan interaksi dengan agen anaestesi yang akan digunakan. Sebagai
general rule, medikasi dapat digunakan sehingga waktu pembedahan.
d. Allergies and Drug Reactions. Reaksi yang tidak dikenali, tdak terjangka atau
tidak selesa terhadap medikasi perioperatif dan reaksi samping non allergic, efek
samping dan interaksi obat sering kali terjadi. Reaksi alergi yang sebenar jarang
terjadi. Tugas dalam menentukan bentuk semulajadi reaksi spesifik boleh menjadi
sukar. Oleh itu, adalah penting untuk mendapatkan deskripsi yang penuh terhadap
pengalaman reaksi alerdi daripada pasien.
Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan
Universitas Kristen Krida Wacana

Page 15

Anaestesi Umum
a. True allergic reactions. Setiap obat yang mengarah kepada manifestasi
klinis, pembengkakan oral dan muka, sukar bernafas, wheezing dan
pembuluh darah kolaps perlu diperhatikan untuk menentukan reaksi alergi
yang sebenar.
b. Reaksi samping dan efek samping. Banyak medikasi perioperatif dapat
menghasilkan efek samping yang tidak selesa pada pasien yang sedar.
c. Certain rare but important drug interactions perlu diantisipasikan karena
kondisi mereka yang membahayakan jiwa.
e. Anaesthesia records
Rekam anaestesi yang lama perlu dilihat kembali untuk maklumat seperti
Respons terhadap sedatif/analgesia dan agen anaestetik
Memperlihatkan ventilasi sungkup, direct laryngoscopy dan saiz serta jenis
laryngoscope blade dan endotracheal tube yang digunakan.
Akses vaskuler dan monitor invasif yang digunakan serta kesulitan yang
didapatkan

Administration of General Anaesthesia


Tujuan utama anaestesi umum adalah untuk mengekalkan kesehatan dan keselamatan pasien
sementara mengekalkan amnesia, analgesia dan kondisi bedah yang optimal. Matlamat kedua
daat berbagai, tergantung kepada kondisi medis pasien, prosedur pedah dan setting bedah.
Perencanaan perioperatif termasuk intergrasi layanan pre- intra- dan postoperative.
Fleksibilitas adalah komponen penting di dalam perencanaan ini; pendekatan multipel dalam
induksi, maintenance dan emergen perlu ditekankan. Tambahan pula, perubahan intraoperatif
dalam prosedur bedah atau kondisi pasien yang mungkin terjadi, memerlukan modifikasi
tujuan dan perencanaan anaestesi.
I.

Preparasi preoperatif. Ahli anaestesi akan mengambil tanggungjawab terhadap


pasien apabila medikasi preoperatif diadministrasikan. Seorang ahli anaestesi
perlu mengikuti pasien yang tidak stabil sewaktu penghantaran ke ruang bedah.
a. Preoperative evaluations dapat dilakukan beberapa menit hingga minggu
sebelum administrasi anaestetik dan kadang tidak oleh ahli anaestesi yang
terkini. Ahli anaestesi yang mengadministrasi perlu melakukan pemeriksaan
jalan nafas dan memeriksa perubahan interim dalam kondisi pasien, medikasi,
data laboratorium dan nota konsulen. Waktu intake oral yang terakhir perlu
dipastikan, rencana anaestesi direncanakan bersama pasien dan informed
consent yang sesuai terhadap administrasi anaestesi perlu didapatkan.
b. Intravascular volume. Pasien dapat sampai di ruang bedah dengan
hipovolemia intravaskular atau total body hypovolemia yang diakibatkan oleh
intake oral yang berkurang berpanjangan, kelainan peradangan yang parah,
hemorrhage, demam, muntah dan penggunaan diuretik. Status volume pasien
dievaluasikan samada melalui klinis atau dengan monitor yang sesuai.
Sekiranya terdapat fluiddeficit, pasien perlu dihidrasikan dengan sesuai
sebelum induksi anestesi. Defisit cairan untuk dewasa yang berpuasa di
anggarkan sekitar 60ml per jam ditambahkan dengan 1 ml/kgBB/jam untuk
setiap kg melebihi 20kg. Secara umumnya, lebih kurang setengah daripada
defisit diperbetulkan sebelum induksi; bakinya dapat dikoreksi secara
intraoperatif.

Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan


Universitas Kristen Krida Wacana

Page 16

Anaestesi Umum

II.

c. Intravenous access. Saiz dan nomor kateter IV yang dipakai tergantung dpada
prosedur, anggaran darah yang hilang dan keperluan infusi obat yang
berterusan. Sekurang-kurangnya 14-/16-gauge catheter perlu diletakkan
apabila cairan cepat atau infusi darah diantisipasi. Apabila infusi darah yang
berterusan perlu diberikan bersamaan dengan infusi cairan yang cepat, kateter
IV tambahan seringkali digunakan untuk tujuan ini. Beberapa medikasi
digunakan untuk sokongan kardiovaskular sangat baik diberikan melalui
central venous catheter.
d. Preoperative medications
i. Ansietas. Periode preoperatife adalah satu periode dengan ansietas
yang tinggi, terutama pada pasien yang tidak mempunyai wawancara
sebelumnya dengan ahli anaestesi. Ansietas dapat dikendalikan secara
benar dengan meyakinkan dan menenangkan pasein. Apabila
diperlukan, benzodazepine dengan atau tanpa dosis rendah opioid
dapat diberikan. Diazepam oral atau lorazepam dapat diberikan dengan
sejumlah kecil air 30 hingga 60 menit sebelum prosedur. Pasien yang
mengeluh sakit pada ketibaan di ruang operasi dapat diberikan opioid
dengan jumlah yang sedikit untuk meringankan gejala. Dosis adalah
berdasarkan usia, kondisi medis dan waktu yang dianggarkan pasien
pulang. Monitor yang sesuai perlu digunakan dan alat resusitasi perlu
disediakan.
ii. Drugs to neutralize gastric acid and decrease gastric volume. Obat ini
digunakan apabila pasien berada dalam resiko aspirasi kandungan
lambungan.
e. Monitoring. Monitor standar dilakukan sebelum induksi anestesi. Monitor
invasif perlu diberikan sebelum induksi anaestesi apabila diindikasi oleh
kondisi medis pasien. Monitor invasif dapat diletakkan setelah induksi
anaestesi apabila diindikasikan dengan prosedur bedah.
f. Trauma and cardiac, thoracic, aortic, neurologic and carotid surgery
memberikan resiko yang bermakna pada pasien sehingga memerlukan monitor
yang penuh perhatian dan pelayanan yang sangat baik. Sekiranya diperlukan,
availabilitas katil intensive care unit perlu dikonfirmasikan sebelum kasus
elektif dan direncanakan sebelum pembedahan darurat.
Induction of anaestesi menghasilkan pasien yang tidak sedar dengan refleks yang
tertekan yang secara keseluruhan bergantung pada ahli anaestesi untuk mekanisme
dan keselamatan homeostatik
a. Keadaan di dalam ruang operasi perlu hangat, dengan bising yang minim dan
perhatian penuh pada pasien
b. Posisi pasien untuk induksi seringkali supine dengan ekstremitas berada dala
posisi anatomis neutral dengan selesa. Kepala pasien perlu berada dalam
keadaan rehat, dimana diangkatkan dalam posisi sniff. Administrasi oksigen
preinduksi rutin meminimalisasi resiko hipoksia yang terjadi sewaktu induksi
anaestesi. Aliran yang tinggi (8 hingga 10 L/min) perlu diberikan melalui
sungkup muka yang diletakkan dengan baik pada muka pasien. Pasien dapat
diarahkan untuk mengambil nafas dalam dan mengeluarkan sepenuhnya untuk
meningkatkan perubahan oksigen.

Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan


Universitas Kristen Krida Wacana

Page 17

Anaestesi Umum

III.

c. Teknik induksi dibimbing dengan kondisi medis pasien, managemen jalan


nafas yang dianggarkan dan rujukan pasien.
i. Induksi IV bermula dengan administrasi potent short acting hypnotic
drug. Setelah hilang kesadaran, inhalasi dan agen IV tambahan
diadministrasikan untuk mengekalkan anaestesi. Pasien dapat terus
bernafas secara spontan atau dengan bantuan.
ii. Induksi dengan hanya menggunakan anaestesi inhalasi dapat
digunakan untuk mengekalkan ventilasi spontan apabila terdapat jalan
nafas yang terganggu atau untuk mengelakkan penggunaan kateter IV.
Stadium kalsik anaestesi perlu diperhatikan. Setelah preoksigenasi,
anaestesi inhalasi dapat ditambahkan dengan konsentrasi rendah dan
kemudian ditingkatkan lagi dengan0.3 hingga 0.5 MAC setiap tiga
hingga empat nafas sehingga kedalaman anaestesi adalah sesuai untuk
pemasangan IV atau manipulasi jalan nafas. Secara alternatifnya, satu
induksi inhalasi single vital capacity breath dapat dicapai dengan
menggunakan konsentrasi tinggi agen yang kurang enak seperti halotan
atau sevofluran
iii. Injeksi intramuskular ketamin, rektal metoheksital, oral transmukosal
fentanyl dan oral midazolam adalah teknik induksi yang lebih sering
digunakan pada pasien yang kurang bekerjasama atau pada anak kecil
d. Manajemen jalan nafas. Keadaan jalan nafas pasien sangat penting sewaktu
induksi anaestesi. Pasien dengan jalan nafas yang sukar atau tidak stabil dapat
diintubasikan secara endotrakeal sebelum induksi anaestesi. Pasien yang telah
dianaestesi dapat dikekalkan jalan nafasnya dengan sungkup muka, oral or
nasopharyngeal airway, cuffed oropharyngeal airway, laryngeal mask airway,
atau endotracheal tube. Sekiranya intubasi trakeal direncanakan, pelumpuh
otot dapat diberikan untuk membantu laryngoscopy dan intubasi, tetapi
kemampuan untuk ventilasi pasien melalui sungkup muka perlu diperhatikan
sebelum administrasi pelumpuh otot. Pengecualian pada aturan ini dalah rapid
sequence induction untuk pasien dengan resiko aspirasi pumoner.
e. Laryngoscopy dan intubation dapat mengakibatkan respons simpatis seperti
hipertensi dan takikardia; ini dapat dibantu dengan administrasi hipnotik
tambahan, anaestesi volatil, opioid atau beta bloker sebelumnya.
f. Posisi untuk pembedahan seringkalu terjadi setelah induksi anaestesi umum.
Pasien dengan resiko untuk kecederaan neurologis sewaktu diposisi dapat
mengalami awake intubation dan kemudiannya dibantu memasuki posisi
bedah sebelum induksi anestesi. Pergerakan pasien yang dianaestesi supine
kepada posisi lain dapat mengakibatkan hipotensi karena kurangnya refleks
hemodinamis kompensasi yang utuh. Posisi perlu dilakukan dalam kawasan
terkontrl dengan assesmen berterusan terhadap status kardiovaskular dan
dengan pemerhatian teliti terhadap ventilasi dan jalan nafas pasien. Ahli
anaestesi perlu memastikan bahawa kepala dan tungkai pasien dilindungi dan
diposisi dengan benar untuk mengelakkan iskemi kompresif dan kerosakan
neurologis. Hiperekstensi dan rotasi berlebihan leher dan tungkai pasien
sebaiknya dielakkan
Maintenance bermula apabila pasien telah dianaestesikan dengan benar sehingga
membekalkan analgesia, ketidaksadaran dan relaksasi otot untuk pembedahan.

Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan


Universitas Kristen Krida Wacana

Page 18

Anaestesi Umum
Tanggungjawab pada pihak anaestesi diperlukan untuk mengekalkan homeostasis,
dan meregulasikan kedalaman anaestesi.
a. Memastikan ketidaksadaran dan amnesia adalah tujuan samingan anaestesi
umum. Kesadara intraoperatif dengan ingatan dianggarkan terjadi dalam 0.1%
hingga 0.2% anaestesi umum dan sering terjad pada populasi beresiko tinggi.
Faktor yang meningkatkan resiko kesadaran termasuk penggunaan pelumpuh
otot dan nitrous oxide-opioid atau konsentrasi rendah anaestesi volatil.
Kedalaman anaestesi perlu diperhatikan secara berterusan daripada induksi
sehingga emergens. Perubahan dalam intensitas stimulasi bedah dapat
mengakibatkan perubahan cepat dalam kedalaman anaestesi, di mana ia perlu
difikirkan. Respons yang mencadangkan kedalaman anaestesi yang tidak
adekuat adalah tidak spesifik secara relatif. Ini dapat terjadi somatis atau
autonomis. Tujuan pergerakan dalam respons terhadap stimulasi bedah atau
arahan suara adalah bukti keasadaran perseptif tetapi dapat terjadi tanpa
diingati. Ini perlu dikendalikan dengan pada awal memastikan hipnosis yang
adekuat dan analgesia, kemudiannya, sekiranya diindikasikan, oleh
administrasi pelumpuh otot. Perubahan dalam tanda fisiologis daat
mengindikasi anaestesi yang tidak adekuat dalam pasien yang lumpuh, tetapi
kesadaran telah dilaporkan terjadi tanpa tanda autonomis. Aktivasi simpatetik
dapat diakibatkan oleh stimuli selain kesaran atau nyeri dan dapat dikawal
dengan peningkatan konsentrasi anaestesi volatile, analgesia IV, anaestesia
regional dan antagonis adrenergik. Koheren pada kortikal encephalogram dan
mid latency auditory evoked potential telah diperhatikan berkolerasi dengan
keadaan hipnotik dala pelbagai jenis anaestesi umum dan dapayt membantu
monitor kedalaman anaestesi
b. Metode
i. Penggunaan agen volatil dengan opioid minima seringkali
membenarkan ventilasi spontan. Konsentrasi anaestetik volatile
dititrasikan pada pergerakan pasien, tekanan darah, dan ventilas.
Nitrous oxide, sekiranya digunakan, di atur untuk memastikan
oksigenasi yang adekuat. Konsentrasi tinggi gas ini dapat
dikontraindikasikan pada pasien dengan closed air filled compartment.
ii. Dalam teknik pelumpuh nitrous oxie-opioid, gabungan gas dengan
65% hingga 70% nitour oxide dikombinasikan dengan opioid IV,
dimana ia dititrasikan kepada denyut nadi pasen dan tekanan darah
dalam respons terhadap stimulasi bedah. Ventilasi dikawal sewaktu
prosedur untuk mengeakkan hipoventilasi karena kombinasi pelumpuh
otot dan opioid. Tergantung pada konsentrasi nitour oxide, usia pasien
dan status fisik, kesadaran sewaktu pembedahan perlu diperhatikan.
iii. Anaestesi IV menggunakan infusi yang berterusan atau bolus yang
berulang dengan menggunakan short-acting hypnotic drug dengan atau
tanpa opioid dan pelumpuh otot. Teknik ini dangat berguna dalam
situasi dimana ventilasi sering terganggu dan membenarkan emergens
yang cepat.
iv. Kombinasi daripada metode di atas seringkali digunakan.anaestetik
multipel menurunkan penggunaan dan toksisitas potesial dosis besar

Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan


Universitas Kristen Krida Wacana

Page 19

Anaestesi Umum
agen anaestetik tunggal. Namun, reaksi medikasi samping dan interaksi
akan meningkat dengan jumlah administrasi yang diberikan.
v. Anaestesi umum yang digabungkan dengan anaestesi regional.
Kedalam yang diperlukan untuk anaestesi umum menurun dengan
bermakna dengan blokade stimulasi pembedahan tetapi masih
diperlukan untuk memastikan ketidaksadaran.
c. Ventilasi
i. Ventilasi spontan atau dibantu membenaran kemampuan untuk
memerhatikan kedalaman anaestesi dengan memerhatikan kadar dan
pola respirasi. Seorang pasien dapat bernafas spontan dengan atau
tanpa bantuan melalui sungkup, LMA atau ETT. Intraoperatif, fungsi
respirasi dapat terganggu karena kondisi pasien, posisi, tekanan
eksternal pada toraks dan abdomen, tindakan bedah dan medikasi.
Kebanyakan anaestesi inhalasi dan IV menekan respirasi dalam bentuk
dose-dependant dengan peningkatan sedang pada tekanan parsial
arterial karbon dioksida.
ii. Ventilasi terkontrol. Walaupun sungkup atau LMA digunakan, ETT dan
ventilator mekanik secaraumumnya digunakan sekiranya ventilasi
perlu dikawal untuk periode waktu yang bermakna. Ventilator awal
seringkali terdiri dairpada tidal volume sebanyak 10-12 ml/kgBBdan
kadar respirasi sebanyak 8 hingga 10 kali/menit. Tidal volume yang
rendah dan positibe end-expiratory pressure menurunkan kejadian
barotrauma pada pasien dengan patologi pulmoner. Tekanan jalan nafas
yang tinggi atau perubahan pada peak inspiratory pressure perlu
disiasat dengan cepat dan dapat menunjukkan breathing circuit leak,
obstruksi ETT atau pergerakan, kompliens paru yang berubah atau
resistensi, perubahan dalam relaksas otot atau kompresi bedah.
iii. Ventilasi yang adekuat dipastikan dengan observasi berterusan pada
pasien, auskultasi suara nafas, inspeksi mesin anaestesi dan monitor
pasien. Analisis gas darah dan pengawalan ventilasi pasien mungkin
diperlukan saat intraoperatif.
d. Cairan IV
i. Keperluan cairan IV intraoperatif
1. Keperluan cairan maintenance peprlu dilanjutkan secara
intraoperatif. Dalam beberapa keadaan, ini dapat menjadi
komponen besar dalam keperluan cairan.
2. Third space lossess yang diakibatkan oleh edema jaringan
daripada trauma bedah, manakala insensible lossess adalah
disebabkan oleh evaporasi jalan nafas dan luka bedah
3. Kehilangan darah sangat sukar untuk dianggarkan. Jumlah yang
ada pada kanister suction perlu dimonitor, mengambil kira
kehadiran cairan lain. Penggunaan kasa bedah perlu diperiksa
untuk meningkatkan anggaran kehilangan cairan.
ii. Cairan IV diadministrasikan untuk mengkoreksi defisit preoperatif dan
kehilangan intraoperatif.
1. Cairan kristaloid digunakan untuk membaiki keperluan cairan,
kehilangan evaporasi dan third space losses. Kehilangan darah
Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan
Universitas Kristen Krida Wacana

Page 20

Anaestesi Umum

IV.

juga dapat digantikan dengan cairan garam seimbang,


diadministrasikan dengan ratio 3:1 Terhadap volume cairan
darah yang hilang. Dengan berlanjutnya kehilangan cairan,
rasio ini dapat meningkat.
2. Cairan koloid dapat digunakan untuk menggantikan hilangnya
darah atau mengebalikan volume intravaskular. Untuk
menggantikan
darah
yang
hilang,
cairan
koloid
diadministrasikan dengan anggaran 1:1 terhadap vlume yang
hilang
3. Transfusi darah
iii. Assessment. Pola pada denyut nadi, tekanan darah dan output urin
dapat bertindak sebagai pembimbing dalam status intravaskular dan
kesesuaian terapi cairan. Pengukuran terhadap CVP, pulmonary artery
occlusion pressure, right and left end-diastolic volumes dan cardiac
output membekalkan data yang lebih untuk membimbing administrasi
cairan apabila kehilangan intraoperatif adalah besar dan apabila
kelainan kardiopulmoner memerlukan pengawasan terhadap tekanan
sentral pasien.
Emergence from General Anesthesia. Sewaktu periode ini pasien melalui transisi
daripada keadaan tidak sadar kepada keadaan sedar dengan refleks protektif yang
utuh.
a. Tujuan. Pasien perlu terjada dan responsif dengan tenaga otot yang penuh. Ini
meminimalisasi resiko obstruksi jalan nafas atau aspirasi pulmoner terhadap
ekstubasi dan membanti assessment neurologis. Dalam pasien dengan kelainan
kardiovaskular, hemodinamik perlu dikawal.
b. Teknik. Stimulasi bedah menurun apabila prosedurnya mendekati akhir dan
kedalaman anaestesi diturunkan, membantu rapid emergence. Relaksasi otot
yang residual dibaikkan dan pasien mula bernafas spontan. Keperluan analgesi
perlu diperkirakan dan diberikan sebelum dibangunkan,
c. Suasana. Ruang operasi peru hangat, selimut diletakkan di atas pasien
danbising dan perbualan diminimal.
d. Posisi. Pasien seringkali dibaringkan dalam posisi supine sebelum ekstubasi.
Pasien dapat diekstubasikan dalam posisi lateral atau prone position sekiranya
ahli anaestesi yakin jalan nafas dapat dilndungi. Metode untuk mengembalikan
pasien pada posisi supine dengan cepat perlu ada.
e. Ventilasi sungkup. Pasien yang telah diberikan ventilasi sungkup perlu
diteruskan untuk menginspirasi 100% oksigen dengan sungkup pada saat
emergens. Satu periode anaestesia ringan, seringkai terjadi sebeum mencapai
kesadaran. Stimulasi pada saat ini dapat meningkatkan laryngospasm dan
perlu dielakkan. Pasien dapat digerakkan apabila telah sadar sepenuhnya,
mengikuti arahan suara, bernafas spontan dan mendapat oksigen yang adekuat.
f. Ekstubasi. Pembuangan ETT daripada trakea pada pasien yang diintubasi
adalah satu keadaan yang kritikal. Pasien dengan kegagalan nafas,
hypothermia, kelainan sensoris, instabilitas hemodinamik yang bermakna, atau
pada jalan nafas yang secara bermakna terganggu kadang perlu dikekalkan
intubasi postoperatif sehingga kondisi ini membaik.

Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan


Universitas Kristen Krida Wacana

Page 21

Anaestesi Umum
g. Agitasi. Agitasi berat kadang terlihat pada saat emergens daripada anaestesi
umum, terutama pada anak remaja. Penyebab fisiologis perlu disingkirkan.
Nyeri, satu penyebab umum agitasi, dapat diobati dengan titrasi opioid yang
penuh hati-hati.
h. Delayed awakening. Pada beberapa kejadian, pasien tidak akan dikejutkan
sebaik setelah administrasi anaestesi umum. Penyokong ventilasi dan
pelindung jalan nafas perlu dilanjutkan dan etiologi spesifik perlu diperiksa.
i. Pengangkutan. Anaestesist perlu menemani pasien daripada ruang bedah ke
ruangan PACU (postanaesthesia care unit) atau ICU. Monitor tekanan darah,
saturasi hemoglobin, dan EKG dilanjutkan sewaktu penghantaran ke ICU
tetapi secara umumnya tidak perlu pada saat dihantarnya pasien stabil ke
PACU. Oksigen tambhan perlu ada dan kondisi umum pasien, jalan nafas dan
ventilasinya perlu diobservasi secara berterusan. Meletakkan pasien dalam
posisi lateral dapat membantu mengelakkan aspirasi dan obstruksi jalan nafas
atas. Medikasi dan peralatan jalan nafas perlu ada sewaktu oenghantaran
sekiranya pasien tidak stabil atau penghantaran mempunyai jarak yang jauh.
Sewaktu penghantaran taggungjawab pelayanan pasien di dalam PACU atau
ICU, ahli anaestesi perlu membekalkan satu rumusan tetapi teliti mengenai
riwayat penyakit medis pasien, perjalanan intraoperatif, kondisi postoperatif
dan terapi kini.
j. Postoperatif visite. Satu evaluasi postoperatif pasien perlu dilakukan oleh ahli
anaestesi dalam waktu 24-48 jam pembedhan dan didokumentasikan pada
rekam medis pasien. Visite perlu termasuk review rekam medis, pemeriksaan
pasien dan diskusi pengalaman pasien secara perioperatif. Komplikasi spesifik
seperti mual, sakit tenggorokan, kerosakan gigi, saraf, mata, pneumonia atau
perubahan status mental perlu ditelitikan. Komplikasi yang memerlukan terapi
lanjut atau konsultasi perlu dikenalpasti.

Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan


Universitas Kristen Krida Wacana

Page 22

Anaestesi Umum

Laporan Kasus
1

Identitas Pasien
Nama : Nn. A
Umur : 71 tahun
Jenis Kelamin: Perempuan
No Register: 01126xxx
Berat Badan : 65 kg
Diagnosis Properatif: Non Union Fraktur Humerus Dextra
Jenis pembedahan : Open Reduction Internal Fixation + Bone Graft
Rencana anestesi : General Anesthesia

Persiapan preoperasi
2.1 Anamnesis
A: Tidak ada riwayat alergi obat-obatan, makanan, dan penyakit
M: Telah mendapat pengobatan Meropenem injeksi 1 x 1 gram
P : Riwayat DM(-), HT(-), Asma (-)
L : Puasa mulai 8 jam sebelum operasi
E : Terjadi trauma yang lama di daerah lengan atas kanan yang tidak diobati
2.2 Pemeriksaan fisik pre-operasi
Kesadaran Compos Mentis, Airway lancar, nafas spontan, RR 24x/menit, Rhonki
( - ), Wheezing ( - ), leher bebas jarak tiromental >6 cm, buka mulut >3 jari, gigi
goyang (-), gigi palsu (-), akral hangat, merah, nadi 86x/menit, TD 160/80.
2.3 Pemeriksaan Laboratorium
Haemoglobin
: 14.3 g/dl
Hematokrit
: 43.4%
Eritrosit
: 4,69 juta/uL
Lekosit
: 12,800/mm3
Trombosit
: 356,000/mm3
BT/CT
: 2/12
GDS
: 118 mg/dL

Laporan Anesthesi Durante Operasi


Jenis anestesi : GA Intubasi
Teknik intubasi : CCS Induksi IV, LMA #7.0 , cuff (+), guedel (+)
Lama anestesi :13:30 - 15:50
Lama operasi : 14:00 15:40
Tindakan anestesi umum dengan intubasi

Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan


Universitas Kristen Krida Wacana

Page 23

Anaestesi Umum
Pasien diposisikan pada posisi supine, memastikan kondisi pasien stabil dengan vital
sign dalam batas normal. Obat midazolam 1mg dan fentanyl 50 microgram diberi
intravena untuk tujuan premedikasi.
Obat berikut dimasukkan secara intravena:
Propofol 150 mg
Tramus 30mg
Ketamin 50mg
Asam Traneksamat 1g
Ondansetron 8mg
Ketorolac 30mg
Cara Pemberian
Pasien diberi oksigen 100% 1.5 liter dengan metode over face mask.
Dipastikan apakah airway pasien paten.
Dimasukkan muscle relaxant atracurium 30mg intravenous dan diberi bantuan nafas
dengan ventilasi mekanik.
Dipastikan pasien dalam keadaan tidak sadar dan stabil untuk dilakukan intubasi
LMA.
Dilakukan ventilasi dengan oksigenasi. Cuff dikembangkan lalu cek suara nafas pada
semua lapang paru, lambung dengan stetoskop, dipastikan suara nafas dan dada
mengembang secara simetris.
LMA difiksasi agar tidak lepas dan disambungkan dengan ventilator. Maintenance
dengan inhalasi oksigen 1.5 lpm dan sevoflurane 1%.
Monitor tanda-tanda vital pasien, produksi urin, saturasi oksigen, tanda-tanda
komplikasi.
Dilakukan ekstubasi apabila pasien mulai sadar, bernafas spontan, dan ada reflekreflek jalan nafas atas, dan dapat menuruti perintah sederhana.
Cairan Masuk:
Ring As 1000 ml
Hes
500 ml
Cairan Keluar
Perdarahan kurang lebih 200ml
Urin kurang lebih 400 ml
4

Pasca bedah di ruang pulih sadar


Keluhan pasien: mual (-), muntah (-), pusing (-), nyeri (-)
Pemeriksaan Fisik :
Kesadaran : 2 (sadar penuh)
Respirasi : 2 (dapat bernafas dalam)
Sirkulasi : 2 (Tekanan darah naik/turun berkisar 20%)
Warna kulit: 2 (merah muda, capirally refill <3 detik)

Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan


Universitas Kristen Krida Wacana

Page 24

Anaestesi Umum
Aktivitas : 2 (4 anggota tubuh bergerak aktif/diperintah)
Terpasang cateter no 16, BAK spontan (+), urin warna kuning (+)
Tekanan darah 150/70, CRT <3dtk.
5

Terapi pasca bedah


Infus :
RL I & Dextrose 5% I (dalam 24 jam)
Cefepine inj
2x1 gr
Ranitidine
2x1 gr
Ketorolac
3x1 gr
Bila kesakitan inj ketorolac 3x1/MO sesuai SOP KU.

Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan


Universitas Kristen Krida Wacana

Page 25

Anaestesi Umum

Penutup
Anestesi umum adalah suatu tindakan meniadakan nyeri secara sentral, disertai
hilangnya kesadaran dan bersifat reversible yang terdiri dari hipnotik, analgesia dan relaksasi.
Terdapat beberapa stadium termasuk analgesia, eksitasi, pembedahan dan depresi medula
oblongata yang perlu diperlihatkan di dalam anaestesi. Anaestesi umum itu sendiri terbahagi
kepada dua, anaestesi inhalasi dan anaestesi intravena dan dapat dikombinasikan keduanya
atau dengan anaestesi regional.
Sebelum dilakukan anestesi umum, harus dilakukan penilaian pada pasien yang
mencakup beberapa hal yaitu status kesehatan pasien, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
laboratorium serta menentukan klasifikasi status fisik menurut The American Society of
Anaesthesiologist (ASA).
Selama proses anestesi sehingga pemulihan anaestesi, dilakukan pemantauan keadaan
umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, pernafasan, suhu dan perdarahan. Jika terdapat
kesulitan selama melaksanakan anestesi umum, seperti jalan nafas dan intubasi, harus
ditangani dengan benar.

Daftar Pustaka
1

Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi 2. Jakarta:
Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;

2002.
William H.E, Michael T.B, Davison J.K, Kenneth L.H, Carl Rosow et al. Clinical
anesthesia of the Massachusetts General Hospital 6th edition: Lippicott Williams and

Wilkins: 2002
Zunilda D.S, Elysabeth. Anestetik umum. Dalam Farmakologi dan terapi edisi 5:
Departemen Farmakologi Dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;
2007.

Bahagian Anaestesi Rumah Sakit Umum Daerah Tarakan


Universitas Kristen Krida Wacana

Page 26

Anda mungkin juga menyukai