FAKULTAS KEDOKTERAN
REFERAT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
AGUSTUS 2013
Oleh :
Nurul Fajri Syamsuri
1102090104
A. Fajar Apriani
1102090106
Pembimbing :
dr. Yulistiowati Purwoningsih
Supervisor :
Dr. dr. Hasmawati Basir, Sp.S
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :
Nama / NIM : Nurul Fajri Syamsuri
A. Fajar Apriani
1102090104
1102090106
Makassar,
Agustus 2013
Mengetahui,
Supervisor
Pembimbing
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas Rahmat dan
Karunia-Nya serta salam dan shalawat kepada Rasulullah Muhammad SAW
beserta sahabat dan keluarganya, sehingga penulis dapat menyelesaikan referat ini
dengan judul Nyeri Post Herpetikum sebagai salah satu syarat dalam
menyelesaikan Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Saraf.
Selama persiapan dan penyusunan referat ini rampung, penulis mengalami
kesulitan dalam mencari referensi. Namun berkat bantuan, saran, dan kritik dari
berbagai pihak akhirnya referat ini dapat terselesaikan serta tak lupa penulis
mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian referat ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan referat ini terdapat banyak
kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan penelitian yang serupa
dimasa yang akan datang. Saya berharap sekiranya laporan kasus dan referat ini
dapat bermanfaat untuk kita semua. Amin.
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman Judul .
Halaman Pengesahan ..
ii
Kata Pengantar
iii
Daftar Isi .
iv
BAB I PENDAHULUAN ..
A. Definisi .
D. Patofisiologi .
E. Manifestasi Klinis
10
F. Diagnosis .
13
..
14
18
.....
19
20
DAFTAR PUSTAKA
21
BAB II ISI
B. Prevalensi
C. Etiologi
G. Penatalaksanaan
H. Pencegahan
I.
Prognosis
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
Nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan
emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan jaringan
yang sudah atau berpotensi terjadi, atau dijelaskan berdasarkan kerusakan
tersebut. Definisi ini menghindari pengkorelasian nyeri dengan suatu rangsangan
(stimulus). Definisi ini juga menekankan bahwa nyeri bersifat subjektif dan
merupakan suatu sensasi sekaligus emosi.1,2,3
Secara patologik nyeri dikelompokkan pada nyeri adaptif atau nyeri akut
atau nyeri nosiseptif, dan nyeri maladaptif sebagai nyeri kronik juga disebut
sebagai nyeri neuropatik serta nyeri psikologik atau nyeri idiopatik. Nyeri akut
atau nosiseptif yang diakibatkan oleh kerusakan jaringan, merupakan salah satu
sinyal untuk mempercepat perbaikan dari jaringan yang rusak. Sedangkan nyeri
neuropatik disebut sebagai nyeri fungsional merupakan proses sensorik abnormal
yang disebut juga sebagai gangguan sistem alarm. Nyeri idiopatik yang tidak
berhubungan
dengan
patologi
baik
neuropatik
maupun
nosiseptif
dan
BAB II
ISI
A. Definisi
Nyeri post herpetikum (Neuralgia Post Herpetik = NPH / Post Herpetic
Neuralgia = PHN) merupakan nyeri persisten yang muncul setelah ruam Herpes
Zoster telah sembuh (biasanya dalam 1 bulan). Nyeri ini terjadi disepanjang
serabut saraf yang mengikuti pola ruam segmental dari Herpes Zoster.3
Neuralgia ini dikarakteristikan sebagai nyeri seperti terbakar, teriris atau
nyeri disetetik yang bertahan selama berbulan-bulan bahkan dapat sampai
tahunan. Burgoon, 1957, mendefinisikan neuralgia paska herpetika sebagai nyeri
yang menetap setelah fase akut infeksi. Rogers, 1981, mendefinisikan sebagai
nyeri yang menetap satu bulan setelah onset ruam herpes zoster. Tahun 1989,
Rowbotham mendefinisikan sebagai nyeri yang menetap atau berulang setidaknya
selama tiga bulan setelah penyembuhan ruam herpes zoster. Dworkin, 1994,
mendefinisikan neuralgia paska herpetika sebagai nyeri neuropatik yang menetap
setelah onset ruam (atau 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster). Tahun
1999, Browsher mendefinisikan sebagai nyeri neuropatik yang menetap atau
timbul pada daerah herpes zoster lebih atau sama dengan tiga bulan setelah onset
ruam kulit. Dari berbagai definisi yang paling tersering digunakan adalah definisi
menurut Dworkin. Sesuai dengan definisi sebelumnya maka The International
Association for Study of Pain (IASP) menggolongkan neuralgia post herpetika
sebagai nyeri kronik yaitu nyeri yang timbul setelah penyembuhan usai atau nyeri
yang berlangsung lebih dari tiga bulan tanpa adanya malignitas.4
NPH umumnya didefinisikan sebagai nyeri yang timbul lebih dari 3 bulan
setelah onset (gejala awal) erupsi zoster terjadi. Nyeri umumnya diekspresikan
sebagai sensasi terbakar (burning) atau tertusuk-tusuk (shooting) atau gatal
(itching). Nyeri ini juga dihubungkan dengan gejala yang lebih berat lagi seperti
disestesia, parestesia, hiperstesia, allodinia dan hiperalgesia. Pada pasien dengan
NPH, biasanya terjadi perubahan fungsi sensorik pada area yang terkena. Pada
satu penelitian, hampir seluruh penderita memiliki area erupsi yang sangat sensitif
terhadap nyeri, dengan sensasi abnormal terhadap sentuhan ringan, nyeri atau
temperature pada area kulit yang terkena. Nyeri umumnya dipresipitasi oleh
gerakan (allodinia mekanik) atau perubahan suhu (allodinia termal). Sementara
pada penelitian lainnya dinyatakan bahwa derajat defisit sensorik berhubungan
dengan beratnya nyeri. Selain itu, pasien dengan NPH lebih cenderung mengalami
perubahan sensorik dibanding penderita dengan zoster yang sembuh tanpa
neuralgia.5
B. Prevalensi
Di Amerika Serikat, frekuensi PHN yang terjadi 1 bulan setelah onset
dilaporkan sebanyak 9-14,3 % dan 3 bulan setelah onset sebanyak 5 %, sedangkan
dalam waktu 1 tahun, 3 % akan mengalami nyeri yang lebih berat.6
Insiden bervariasi berdasarkan umur dan status imunologis, dari range 0,4
hingga 1,6 kasus per 1.000 populasi normal pada usia dibawah 20 tahun, dan 4,5
hingga 11 kasus per 1.000 populasi normal pada usia 80 tahun atau lebih.7 Sebuah
penelitian di Islandia menunjukkan bahwa variasi resiko PNH ini dihubungkan
dengan kelompok umur tertentu. Dari sampel penelitian didapatkan bahwa tidak
ada sampel yang berusia dibawah 50 tahun dilaporkan menderita nyeri hebat, dan
pasien yang berumur lebih dari 60 tahun dilaporkan mengalami nyeri yang lebih
hebat : 6% 1 bulan setelah onset dan sebanyak 4% 3 bulan setelah onset.6
Resiko serangan kedua sama tingginya dengan resiko yang terjadi pada
serangan yang pertama. Angka kejadiannya beberapa kali lebih tinggi pada orang
dewasa penderita infeksi HIV atau pada pasien penderita keganasan dan 50
hingga 100 kali lebih tinggi pada anak-anak dengan Leukemia dibandingkan
dengan orang-orang sehat dengan usia yang sama. Resiko nyeri post herpetik
meningkat sesuai pertambahan umur. Insidens nyeri post herpetik meningkat pada
pasien-pasien dengan Ophtalmic Zoster dan kemungkinan lebih tinggi pada
wanita dibandingkan pada pria.7
C. Etiologi
Neuralgia post herpetik disebabkan oleh infeksi virus herpes zoster. Virus
varisella zoster merupakan salah satu dari delapan virus herpes yang menginfeksi
manusia. Virus ini termasuk dalam famili herpesviridae. Struktur virus terdiri dari
sebuah icosahedral nucleocapsid yang dikelilingi oleh selubung lipid.
Ditengahnya terdapat DNA untai ganda. Virus varisella zoster memiliki diameter
sekitar 150-200 nm. Infeksi primernya secara klinis dikenal dengan Varicella
(chicken pox), umumnya terjadi pada anak-anak. Tipe Virus yang bersifat patogen
pada manusia adalah herpes virus-3 (HHV-3), biasa juga disebut dengan varisella
zoster virus (VZV).8 Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi
dan ganglion kranialis terutama nervus kranialis V (trigeminus) pada ganglion
gasseri cabang oftalmik dan vervus kranialis VII (fasialis) pada ganglion
genikulatum.6
D. Patofisiologi
Infeksi primer virus varisella zoster dikenal sebagai varicella atau cacar
air. Pajanan pertama biasanya terjadi pada usia kanak-kanak. Virus ini masuk ke
tubuh melalui sistem respiratorik. Pada nasofaring, virus varisella zoster
bereplikasi dan menyebar melalui aliran darah sehingga terjadi viremia dengan
manifestasi lesi kulit yang tersebar di seluruh tubuh. Periode inkubasi sekitar 1416 hari setelah paparan awal. Setelah infeksi primer dilalui, virus ini bersarang di
ganglia akar dorsal, hidup secara dorman selama bertahun-tahun.2,3,8
Patogenesis terjadinya herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi dari virus
varisella zoster yang hidup secara dorman di ganglion. Imunitas seluler berperan
dalam pencegahan pemunculan klinis berulang virus varicella zoster dengan
mekanisme tidak diketahui. Hilangnya imunitas seluler terhadap virus dengan
bertambahnya usia atau status imunokompromis dihubungkan dengan reaktivasi
klinis. Saat terjadi reaktivasi, virus berjalan di sepanjang akson menuju ke kulit.
Pada kulit terjadi proses peradangan dan telah mengalami denervasi secara
parsial. Di sel-sel epidermal, virus ini bereplikasi menyebabkan pembengkakan,
vakuolisasi dan lisis sel sehingga hasil dari proses ini terbentuk vesikel yang
dikenal dengan nama Lipschutz inclusion body.2,3,8
neuropatik yang dihasilkan dari kombinasi inflamasi dan kerusakan akibat virus
pada serat aferen primer saraf sensorik. Setelah resolusi infeksi primer varicella,
virus tetap aktif di ganglia sensorik. Virus ini diaktifkan kembali atau mengalami
reaktivasi, bermanifestasi sebagai herpes zoster akut, dan berhubungan dengan
kerusakan pada ganglion, saraf aferen primer, dan kulit. Studi histopatologi telah
menunjukkan fibrosis dan hilangnya neuron (dalam ganglion dorsal), jaringan
parut, serta kehilangan akson dan mielin (pada saraf perifer yang terlibat), atrofi
(dari tanduk dorsal sumsum tulang belakang), dan peradangan (sekitar saraf
tulang belakang) dengan infiltrasi dan akumulasi limfosit. Selain itu, ada
pengurangan saraf inhibitor berdiameter besar dan peningkatan neuron eksitasi
kecil, pada saraf perifer.9,10
Mekanisme terjadinya neuralgia pasca herpetika dapat berlainan pada
setiap individu sehingga manifestasi nyeri yang berhubungan dengan neuralgia
pascaherpetika juga berlainan. Replikasi virus di dalam ganglion dorsalis
menyebabkan respon inflamasi berupa pembengkakan, perdarahan, nekrosis dan
kematian sel neuron. Proses perjalanan virus ini menyebabkan kerusakan pada
saraf. Inflamasi pada saraf perifer dapat berlangsung beberapa minggu sampai
beberapa bulan dan dapat menimbulkan demielinisasi, degenerasi wallerian dan
proses sklerosis.7,8
Kemudian virus akan menyebar secara sentrifugal sepanjang saraf menuju
ke kulit, menyebabkan inflamasi dan kerusakan saraf perifer. Kadang-kadang
virus menyebar secara sentripetal ke arah medula spinalis (mengenai area sensorik
dan motorik) serta batang otak. Hal ini menyebabkan sensitisasi ataupun
deaferenisasi elemen saraf perifer dan sentral.11
Pada otopsi pasien yang pernah mengalami herpes zoster dan neuralgia
paska herpetika ditemukan atrofi kornu dorsalis, sedangkan pada pasien yang
mengalami herpes zoster tetapi tidak mengalami neuralgia paska herpetika tidak
ditemukan atrofi kornu dorsalis.3,10
E. Manifestasi Klinis
Tanda khas dari herpes zooster pada fase prodromal adalah nyeri dan
parasthesia pada daerah dermatom yang terkena. Dworkin membagi neuralgia
post herpetik ke dalam tiga fase:1,9,12
1. Fase akut: fase nyeri timbul bersamaan/ menyertai lesi kulit. Biasanya
berlangsung < 4 minggu
2. Fase subakut: fase nyeri menetap > 30 hari setelah onset lesi kulit tetapi < 4
bulan
3. Neuralgia post herpetik: dimana nyeri menetap > 4 bulan setelah onset lesi
kulit atau 3 bulan setelah penyembuhan lesi herpes zoster.
Pada umumnya penderita dengan herpes zoster berkunjung ke dokter ahli
penyakit kulit oleh karena terdapatnya gelembung-gelembung herpesnya. Keluhan
penderita disertai dengan rasa demam, sakit kepala, mual, lemah tubuh. 48-72 jam
neuralgia, justru tempat tempat bekas herpes yang anestetik itu yang dirasakan
sebagai tempat yang paling nyeri. Neuralgia post herpatik sering terjadi di wajah
dan kepala. Jika terdapat di dahi dinamakan neuralgia postherpatikum oftalmikum
dan yang di daun telinga neuralgia postherpatikum otikum.1,9,12
Manifestasi klinis klasik yang terjadi pada herpes zoster adalah gejala
prodromal rasa terbakar, gatal dengan derajat ringan sampai sedang pada kulit
sesuai dengan dermatom yang terkena. Biasanya keluhan penderita disertai
dengan rasa demam, sakit kepala, mual, lemah tubuh. 48-72 jam kemudian,
setelah gejala prodromal timbul lesi makulopapular eritematosa unilateral
mengikuti dermatom kulit dan dengan cepat berubah bentuk menjadi lesi
vesikular. Nyeri yang timbul mempunyai intensitas bervariasi dari ringan sampai
berat sehingga sentuhan ringan saja menimbulkan nyeri yang begitu mengganggu
penderitanya. Setelah 3-5 hari dari awal lesi kulit, biasanya lesi akan mulai
mengering. Durasi penyakit biasanya 7-10 hari, tetapi biasanya untuk lesi kulit
kembali normal dibutuhkan waktu sampai berminggu-minggu. Intensitas dan
durasi dari erupsi kulit oleh karena infeksi herpes zoster dapat dikurangi dengan
pemberian acyclovir (5x800mg/hari) atau dengan famciclovir atau valacyclovir.
Manifestasi klinis neuralgia paska herpetika adalah penyakit yang dapat sangat
mengganggu penderitanya. Gangguan sensorik yang ditimbulkan diperberat oleh
rangsangan pada kulit dengan hasil hiperestesia, allodinia dan hiperalgesia. Nyeri
yang dirasakan dapat mengacaukan pekerjaan si penderita, tidur bahkan sampai
mood sehingga nyeri ini dapat mempengaruhi kualitas hidup jangka pendek
maupun jangka panjang pasien. Nyeri dapat dirasakan beberapa hari atau
beberapa minggu sebelum timbulnya erupsi kulit. Keluhan yang paling sering
dilaporkan adalah nyeri seperti rasa terbakar, parestesi yang dapat disertai dengan
rasa sakit (disestesi), hiperestesia yang merupakan respon nyeri berlebihan
terhadap stimulus, atau nyeri seperti terkena/ tersetrum listrik. Nyeri sendiri dapat
diprovokasi antara lain dengan stimulus ringan/ normal (allodinia), rasa gata-gatal
yang tidak tertahankan dan nyeri yang terus bertambah dalam menanggapi
rangsang yang berulang.1,9,12
F. Diagnosis
a. Anamnesis
Nyeri erupsi vesikuler sesuai dengan area dermatom merupakan gejala
tipikal herpes zoster. Seiring dengan terjadinya resolusi pada erupsi kulit,
nyeri yang timbul berlanjut hingga 3 bulan atau lebih, atau yang dikenal
sebagai nyeri post herpetik. Nyeri ini sering digambarkan sebagai rasa
terbakar, tertusuk-tusuk, gatal atau tersengat listrik.8,13,14,15
b. Pemeriksaan Fisik8,13,14,15
1. Nyeri kepala, yang timbul sebagai respon dari viremia
2. Munculnya area kemerahan pada kulit 2-3 hari setelahnya
3. Daerah terinfeksi herpes zoster sebelumnya mungkin terdapat skar
kutaneus
4. Sensasi yang ditimbulkan dapat berupa hipersensitivitas terhadap
sentuhan maupun suhu, yang sering misdiagnosis sebagai miositis,
pleuritik, maupun iskemia jantung, serta rasa gatal dan baal yang
misdiagnosis sebagai urtikaria
5. Muncul blister yang berisi pus, yang akan menjadi krusta (2-3 minggu
kemudian)
6. Krusta yang sembuh dan menghilangnya rasa gatal, namun nyeri yang
muncul tidak hilang dan menetap sesuai distribusi saraf (3-4 minggu
setelahnya).
7. Alodinia, yang ditimbulkan oleh stimulus non-noxius, seperti sentuhan
ringan
8. Perubahan pada fungsi anatomi, seperti meningkatnya keringat pada
area yang terkena nyeri ini.
c. Pemeriksaan Penujang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, yaitu: 8,13,14,15
1. Pemeriksaan neurologis pada nervus trigeminus dan pemeriksaan
neurologis lainnya.
2. Elektromiografi (EMG) untuk melihat aktivitas elektrik pada nervus
3. Cairan cerebrospinal (CSF) abnormal dlm 61% kasus
G. Penatalaksanaan
Secara umum terapi yang dapat kita lakukan terhadap kasus penderita
dengan neuralgia paska herpetika dibagi menjadi dua jenis, yaitu terapi
farmakologis dan terapi non farmakologis.1,16,17
a. Terapi farmakologis:1,16,17
1. Antivirus
Intensitas dan durasi erupsi kutaneus serta nyeri akut pada herpes zoster
yang timbul akibat dari replikasi virus dapat dikurangi dengan pemberian
asiklovir, Valacyclovir, Famciclovir. Asiklovir diberikan dengan dosis
anjuran 5 x 800 mg/hari selama 7 10 hari diberikan pada 3 hari pertama
sejak lesi muncul.Efek samping yang dapat ditemukan dalam penggunaan
obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala, diare, pusing, lemah,
anoreksia, edema, dan radang tenggorokan. Valasiklovir diberikan dengan
dosis anjuran 1 mg/hari selama 7 hari secara oral. Efek samping yang
dapat ditemukan da;lam penggunaan obat ini adalah mual, muntah, sakit
kepala, dan nyeri perut. Famsiklovir diberikan dengan dosis anjuran 500
mg/hari selama 7 hari selama 7 hari. Efek samping dalam penggunaan
opbat ini adalah mual, muntah, sakit kepala, pusing, nyeri.
2. Analgesik
Terapi sistemik umumnya bersifat simptomatik, untuk nyerinya diberikan
analgetik. Jika diserta infeksi sekunder deberikan antibiotic. Analgesik non
opioid seperti NSAID dan parasetamol mempunyai efek analgesik perifer
maupun sentral walaupun efektifitasnya kecil terhadap nyeri neuropatik.
terminal
dengan
4. Anti depressan
Anti depressan trisiklik menunjukkan peran penting pada kasus neuralgia
paska herpetika. Obat golongan ini mempunyai mekanisme memblok
reuptake (pengambilan kembali) norepinefrin dan serotonin. Obat ini dapat
mengurangi nyeri melalui jalur inhibisi saraf spinal yang terlibat dalam
persepsi nyeri. Pada beberapa uji klinik obat antidepressan trisiklik
amitriptilin, dilaporkan 47-67% pasien mengalami pengurangan nyeri
tingkat sedang hingga sangat baik. Amitriptilin menurunkan reuptake saraf
baik norepinefrin maupun serotonin. dengan pemberian tricyclic
antidepressant seperti amiitriptyline dengan dosis, 25-150 mg/d secara
oral. Obat ini akan lebih efektif bila dikombinasikan dengan phenitiazine.
TCA telah terbukti efektif dalam pengobatan nyeri neuropatik dibanding
SSRI (selective serotonine reuptake inhibitor) seperti fluoxetine,
paroxetine, sertraline, dan citalopram. Alasannya mungkin dikarenakan
TCA menghambat reuptake baik serotonin maupun norepinefrin,
sedangkan SSRI hanya menghambat reuptake serotonin. Efek samping
TCA berupa sedasi, konfusi, konstipasi, dan efek kardiovaskular seperti
blok konduksi, takikardi, dan aritmia ventrikel. Obat ini juga dapat
meningkatkan berat badan, menurunkan ambang rangsang kejang, dan
hipotensi ortostatik. Anti depressan yang biasa digunakan untuk kasus
neuralgia pot herpetika adalah amitriptilin, nortriptiline, imipramine,
desipramine dan lainnya.
5. Terapi topikal
Anestesi lokal memodifikasi konduksi aksonal dengan menghambat
voltage-gated sodium channels. Inaktivasi menyebabkan hambatan
terhadap terjadinya impuls ektopik spontan. Obat ini bekerja lebih baik
jika kerusakan pada neuron hanya terjadi sebagian, fungsi nosiseptor tetap
ada, dan adanya jumlah kanal sodium yang berlebih. Mekanisme lainnya
adalah dengan memodifikasi aktivitas NMDA.
Lidokain topikal merupakan obat yang sering diteliti dengan hasil yang
baik dalam mengobati nyeri neuropatik. Sebuah studi menunjukkan efek yang
baik dengan penggunaan lidocaine patch 5% untuk pengobatan NPH. Obat ini
ditempatkan pada daerah simtomatik selama 12 jam dan dilepas untuk 12 jam
kemudian. Obat ini dapat digunakan selama bertahun-tahun dan dipakai sebagai
pilihan terapi tambahan pada pasien orang tua. Penggunaan krim topikal seperti
capsaicin cukup banyak dilaporkan. Krim capsaicin sampai saat ini adalah satusatunya obat yang disetujui FDA untuk neuralgia paska herpetika. Capsaicin
berefek pada neuron sensorik serat C (C-fiber). Telah diketahui bahwa neuron ini
melepaskan neuropeptida inflamatorik seperti substansia P yang menginisiasi
nyeri. Dengan dosis tinggi, capsaicin mendesensitisasi neuron ini. Tetapi
sayangnya capsaicin mempunyai efek sensasi rasa terbakar yang sering tidak bisa
ditoleransi pemakainya (1/3 pasien pada uji klinik ini).
b. Terapi non farmakologis1,16,17
1. Akupunktur
Akupunktur banyak digunakan sebagai terapi untuk menghilangkan nyeri.
Terdapat beberapa penelitian mengenai terapi akupunktur untuk kasus
neuralgia paska herpetika. Namun penelitian-penelitian tersebut masih
menggunakan jumlah kasus tidak terlalu banyak dan terapi tersebut
dikombinasi pula dengan terapi farmakologis.
2. TENS (stimulasi saraf elektris transkutan)
Penggunaan TENS dilaporkan dapat mengurangi nyeri secara parsial
hingga komplit pada beberapa pasien neuralgia paska herpetik. Tetapi
penggunaan TENS-pun dianjurkan hanya sebagai terapi adjuvan/
tambahan disamping terapi farmakologis.
3. Vaksin
Penggunaan vaksin untuk mencegah timbulnya Neuralgia Postherpertika
pada orang lanjut usia yaitu umur 60 tahun keatas dengan dosis 1 ml
diberikan secara sub kutan ternyata efektif. Dari 107 orang yang menderita
H. Pencegahan
Cara mencegah Nyeri Post Herpetikum ini adalah dengan mencegah
terinfeksinya virus Zoster itu sendiri.7 Pencegahan neuralgia pascaherpetika dapat
diusahakan dengan kombinasi agen antiviral dan usaha agresif mengurangi nyeri
akut pada pasien herpes zoster. Kombinasi ini diharapkan akan mengurangi
kerusakan saraf dan nyeri akut. Terapi antiviral harus dimulai segera setelah
diagnosis ditegakkan, dan lebih baik jika dimulai pada tiga atau empat hari
pertama. Terapi antiviral diharapkan dapat menghentikan replikasi virus, sehingga
durasi penyakit akan lebih singkat, dan menurunkan kejadian neuralgia
pascaherpetika. Antiviral yang dapat digunakan adalah asiklovir, valasiklovir,
atau famsiklovir. Terapi analgetika akan mengurangi nyeri yang merupakan faktor
risiko utama neuralgia pascaherpetika.10,11
Telah
dikembangkan
vaksin
pencegahan
herpes
zoster
yang
direkomendasikan oleh Centers for Disease Control and Prevention (CDC) bagi
mereka yang berusia 60 tahun atau lebih. Dalam penelitian klinis yang melibatkan
ribuan lansia berusia 60 tahun atau lebih, vaksin ini mengurangi risiko herpes
zoster sebesar 51% dan risiko neuralgia pascaherpetika sebesar 67%. Efek
proteksi vaksin ini dilaporkan dapat mencapai 6 tahun atau bahkan lebih.9,11
Selain itu, The United States Advisory Committee on Immunization Practices
(ACIP) juga telah merekomendasikan lansia diatasumur 60 tahun untuk
memperoleh vaksin herpes zoster ini sebagai bagian dari perawatan kesehatan
rutin.18 Vaksin Oka-strain hidup baru-baru ini telah disetujui oleh Food and Drug
Administration untuk mencegah Varicella.7,19
I. Prognosis
Sindrom nyeri yang timbul pada PNH ini cenderung beresolusi denagn
lambat. Pada pasien-pasien dengan PNH, kebanyakan berespon dengan baik
terhadap obat-obatan analgesik, seperti pada antidepressan trisiklik, namun pada
sebagian kasus, nyeri yang dirasakan semakin memburuk dan tidak berespon
terhadap terapi yang diberikan.20
Umumnya prognosisnya baik, di mana ini bergantung pada tindakan
perawatan sejak dini. pada umumnya pasien dengan neuralgia post herpetika
respon terhadap analgesik seperti antidepressan trisiklik. Jika terdapat pasien
dengan nyeri yang menetap dan lama dan tidak respon terhadap terapi medikasi
maka diperlukan pencarian lanjutan untuk mencari terapi yang sesuai.20
Prognosis ad vitam dikatakan bonam karena neuralgia paska herpetik tidak
menyebabkan kematian. Kerusakan yang terjadi bersifat lokal dan hanya
mengganggu fungsi sensorik. Prognosis ad functionam dikatakan bonam karena
setelah terapi didapatkan perbaikan nyata, dan pasien dapat beraktivitas baik
seperti biasa.20
Prognosis ad sanactionam bonam karena walaupun risiko berulangnya HZ
masih mungkin terjadi sebagaimana disebutkan dari literatur, selama pasien
mempunyai daya tahan tubuh baik kemungkinan timbul kembali kecil.20
BAB III
PENUTUP
Nyeri Post Herpetikum adalah suatu kondisi nyeri yang dirasakan di
bagian tubuh yang pernah terserang infeksi herpes zoster. Herpes zoster sendiri
merupakan suatu reaktivasi virus Varicella yang berdiam di dalam jaringan saraf.
NPH dapat diklasifikasikan menjadi neuralgia herpetik akut (30 hari setelah
timbulnya ruam pada kulit), neuralgia herpetik subakut (30-120 hari
setelah timbulnya ruam pada kulit) dan NPH (rasa sakit yang terjadi setidakn
ya 120 hari setelah timbulnya ruam pada kulit).
NPH lebih banyak menyerang lansia dan orang dengan kekebalan tubuh
yang rendah. Ketika telah berumur tua, terutama pada usia 60 tahun ke atas, atau
dalam keadaan imunokmpromise maka virus herpes ini akan mengalami
reaktivasi.
NPH terjadi oleh karena cedera neuron yang mengenai sistem saraf baik
perifer maupun pusat. Cedera ini mengakibatkan neuron sentral dan perifer
mengadakan discharge spontan sementara juga menurunkan ambang aktivasi
untuk menghasilkan nyeri yang tidak sesuai pada stimulus yang tidak
menyebabkan nyeri.
Manifestasi klinis yang sering di jumpai adalah nyeri seperti rasa terbakar,
parestesi yang dapat disertai dengan rasa sakit (disestesi), hiperestesia yang
merupakan respon nyeri berlebihan terhadap stimulus, atau nyeri seperti terkena/
tersetrum listrik. Penatalaksanaan penyakit ini dapat dilakukan dengan terapi
farmakologi dan non farmakologi. Pemeriksaan penunjang pada penyakit ini tidak
terlalu berarti, cukup dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis, diagnosa penyakit
ini sudah dapat ditegakkan. Prognosisnya tidak buruk, pada umumnya dapat
sembuh dengan terapi yang teratur.
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
LAMPIRAN