Terletak di lokasi yang strategis, di antara Mesir, Suriah dan Jazirah Arab,
dan tempar lahirnya Agama Yahudi dan Kekristenan, wilayah ini mempunyai
sejarah yang panjang dan riuh sebagai persimpangan untuk agama, budaya,
peradagangan dan politik.
Wilayah ini telah dikuasai oleh berbagai bangsa, yaitu: Orang Mesir Kuno,
Orang Kanaan, Bani Israil, Orang Assyiria, Orang Babilonia, Orang Farsi,
Orang Yunani Kuno, Orang Romawi, Orang Romawi Timur, Kekhalifahan
Arab Sunni, Kekhalifahan Fatimiyah Syi'ah, Orang Salibi, Ayyubiyyah,
Mamluk, Turki Utsmani, Orang Britania, Orang Israel modern dan Bangsa
Palestina.
Batas-batas dari wilayah ini selalu berubah sepanjang sejarah, dan terakhir
kali ditetapkan pada zaman modern oleh Persetujuan batas PerancisBritania (1920) dan Nota Transyordania (tanggal 16 September 1922), selama
periode Mandat Palestina. Sekarang, wilayah ini terdiri dari Negara Israel
dan Negara Palestina.
Palestina terletak di bagian barat benua Asia yang membentang antara garis
lintang meridian 15-34 dan 40-35 ke arah timur, dan antara garis lintang
meridian 30-29 dan 15-33 ke arah utara.
Palestina membentuk bagian tenggara dari kesatuan geografis yang besar di
belahan timur dunia Arab yang disebut dengan negeri Syam. Selain
Palestina, negeri Syam terdiri dari Lebanon, Suriah dan Yordania. Pada
awalnya negara-negara ini punya perbatasan yang kolektif di luar
perbatasannya dengan Mesir.
Perbatasan Palestina dimulai dari Lebanon di Ras El-Nakoura di wilayah
Laut Tengah (Laut Mediterania) dan dengan garis lurus mengarah ke timur
sampai ke daerah di dekat kota kecil Lebanon yaitu kota Bent Jubayel, di
mana garis pemisah antara kedua negara ini miring ke Utara dengan sudut
yang hampir lurus.
Pada titik ini, perbatasan berada mengitari mata air Sungai Yordan yang
menjadi bagian dari Palestina dalam jalan kecil yang membatasinya dari
wilayah Timur dengan wilayah Suriah dan danau Al Hola, Lout dan
Tabariyya.
Perbatasan dengan Yordania dimulai di wilayah selatan danau Tabariyya
pada pembuangan sungai Al Yarmouk. Terus sepanjang Sungai Yordan. Dari
mata air Sungai Yordan, perbatasan ini ke arah Selatan membelah
pertengahan Laut Mati secara geometrikal dan lembah Araba, hingga sampai
pada daerah Aqaba.
Perbatasan dengan Mesir dapat digambarkan dengan garis yang hampir
membentuk garis lurus yang membelah antara daerah semi-pulau Seena dan
padang pasir Al Naqab. Perbatasan ini dimulai di Rafah di Laut Tengah
hingga sampai ke daerah Taba di Teluk Aqaba.
Di bagian Barat, Palestina terletak di sebelah perairan lepas internasional
dari Laut Tengah dengan jarak sekitar 250 km dari Ras El-Nakoura di belah
selatan hingga Rafah di bagian selatan.
Karena lokasinya terletak di pertengahan negara-negara Arab, Palestina
membentuk kombinasi geografis yang natural dan humanistik bagi medan
terestrial yang luas yang memuat kehidupan orang-orang asli Badui di
wilayah selatan dan gaya pendudukan yang sudah lama di bagian utara.
Tanah Palestina punya keistimewaan dibanding dengan daerah lain karena
merupakan bagian dari tempat diturunkannya semua agama samawi, tempat
di mana peradaban kuno muncul, menjadi jembatan aktivitas komersial dan
tempat penyusupan ekspedisi militer di sepanjang era bersejarah yang
berbeda.
Lokasi strategis yang dinikmati Palestina memungkinkannya untuk menjadi
faktor penghubung antara berbagai benua bagi dunia kuno Asia, Afrika dan
Eropa. Palestina juga menjadi tempat yang dijadikan pintu masuk bagi
perjalanan ke negara-negara tetangga. Ia menjadi jembatan penghubung
bagi manusia sejak dahulu kala, sebagaimana ia juga menikmati lokasi
sentral (Pusat) yang memikat sebagian orang yang mau bermukim dan hidup
dalam kemakmuran.
Konflik Israel-Palestina
Surat itu menyatakan posisi yang disetujui pada rapat Kabinet Inggris pada
31 Oktober 1917, bahwa pemerintah Inggris mendukung rencana-rencana
Zionis buat tanah air bagi Yahudi di Palestina, dengan syarat bahwa tak
ada hal-hal yang boleh dilakukan yang mungkin merugikan hak-hak dari
komunitas-komunitas yang ada di sana.
Saat itu, sebagian besar wilayah Palestina berada di bawah kekuasaan
Khilafah Turki Utsmani. Batas-batas yang akan menjadi Palestina telah
dibuat sebagai bagian dari Persetujuan Sykes-Picot 16 Mei 1916 antara
Inggris dan Prancis. Sebagai balasan untuk komitmen dalam deklarasi itu,
komunitas Yahudi akan berusaha meyakinkan Amerika Serikat untuk ikut
dalam Perang Dunia I.
Itu bukanlah alasan satu-satunya, karena sudah lama di Inggris telah ada
dukungan bagi gagasan mengenai tanah air Yahudi, dan waktunya
tergantung pada kemungkinannya.
Kata-kata Deklarasi ini kemudian digabungkan ke dalam perjanjian damai
Svres dengan Turki Utsmani dan Mandat untuk Palestina. Deklarasi (surat
ketikan yang ditandatangani dengan tinta oleh Balfour) ialah sebagai
berikut:
Foreign Office
November 2nd, 1917
Dear Lord Rothschild,
I have much pleasure in conveying to you, on behalf of His Majesty's
Government, the following declaration of sympathy with Jewish Zionist
aspirations which has been submitted to, and approved by, the Cabinet.
"His Majesty's Government view with favour the establishment in Palestine of a
national home for the Jewish people, and will use their best endeavours to
facilitate the achievement of this object, it being clearly understood that nothing
shall be done which may prejudice the civil and religious rights of existing nonJewish communities in Palestine, or the rights and political status enjoyed by
Jews in any other country."
I should be grateful if you would bring this declaration to the knowledge of the
Zionist Federation.
Yours sincerelys,
Inggris masa lalu atas banyak masalah politik modern, termasuk konflik
Arab-Israel.
"Deklarasi Balfour dan jaminan-jaminan yang bertentangan yang diberikan
pada orang-orang Palestina secara pribadi, sementara pada saat yang sama
diberikan pula kepada orang-orang Israel, merupakan sejarah yang menarik
buat kami, namun bukan sesuatu yang terhormat," katanya.
Rujukan Sejarah
TANAH Israel, yang dikenal dalam bahasa Ibrani sebagai Eretz Yisrael,
merupakan tanah suci orang Yahudi. Menurut kitab Taurat, Tanah Israel
dijanjikan kepada tiga Patriark Yahudi oleh Tuhan sebagai tanah air mereka.
Pada cendekiawan memperkirakan periode ini ada pada milenium ke-2 SM.
Menurut pandangan tradisional, sekitar abad ke-11 SM, beberapa kerajaan
dan negara Israel didirikan disekitar Tanah Israel; Kerajaan-kerajaan dan
negara-negara ini memerintah selama seribu tahun ke depan.
Antara periode Kerajaan-kerajaan Israel dan penaklukan Muslim abad ke-7,
Tanah Israel jatuh di bawah pemerintahan Asiria, Babilonia, Persia, Yunani,
Romawi, Sassania, dan Bizantium.
gerakan bawah tanah yang dikenal sebagai Aliyah Bet yang bertujuan untuk
membawa orang-orang Yahudi ke Palestina.
Pada akhir Perang Dunia II, jumlah populasi orang Yahudi telah mencapai
33% populasi Palestina, meningkat drastis dari sebelumnya yang hanya 11%
pada tahun 1922.
Revolusi Arab
KONFLIK terbesar dalam sejarah Mandat Palestina adalah apa yang
disebut dengan Revolusi Arab (1936-1939). Revolusi ini dipimpin Imam Besar
Jerusalem Mohammad Amin al-Husayni.
Merujuk artikel kompas, Jumat, 23 November 2012 lalu, konflik ini
dituliskan berawal dari terbunuhnya seorang ulama asal Suriah, Izz al-Din
al-Qassam, pada November 1935. Al-Qassam memang dikenal sebagai
seorang ulama yang anti-Inggris dan anti-Zionisme. Dia merekrut para
petani dan memberi mereka latihan militer.
Pada November 1935, dua anak buah al-Qassam terlibat bentrok dengan
polisi Inggris dan menewaskan seorang polisi. Akibatnya, polisi memburu
dan menewaskan Al-Qassam di sebuah gua dekat Ya'bad, Tepi Barat.
Kematian ini dengan cepat menyulut kemarahan warga Arab di Palestina.
Faktor lain pemicu Revolusi Arab adalah penemuan kiriman senjata dalam
jumlah besar di pelabuhan Jaffa yang ditujukan untuk Haganah, pasukan
paramiliter Yahudi. Fakta ini memunculkan ketakutan bahwa Yahudi akan
mengambil alih Palestina semakin meningkat.
Pada 1935, angka imigrasi Yahudi ke Palestina juga meningkat, hanya
beberapa bulan sebelum Revolusi Arab Pecah. Antara 1933-1936 lebih dari
164.000 imigran Yahudi tiba di Palestina. Pada 1936, populasi warga Yahudi
mencapai 370.000 orang membuat hubungan antara warga Arab dan Yahudi
semakin panas.
Revolusi Arab benar-benar dimulai pada 15 April 1936, ketika konvoi truk
dari Nablus menuju Tulkarm diserang dan menewaskan dua warga Yahudi.
Sehari setelah serangan itu, kelompok bersenjata Yahudi balas menyerang
dan membunuh dua pekerja Arab di dekat Petah Tikva. Aksi saling balas
terus meluas dan sejumlah jenderal Arab menyatakan perang.
Pemerintah Inggris akhirnya harus turun tangan untuk mengatasi keadaan.
Pasukan Inggris di Palestina mendapat bantuan dari Haganah akhirnya bisa
mengakhiri Revolusi Arab pada 1939. Akibat revolusi ini, 5.000 warga Arab,
lebih dari 300 warga Yahudi, dan 262 tentara Inggris tewas. Selain itu,
sedikitnya 15.000 warga Arab terluka.
Imam Besar Amin al-Husayni yang menjadi pemimpin revolusi berhasil
mendapatkan suaka di Lebanon, Irak, Italia, dan akhirnya Nazi Jerman.
Apa dampak Revolusi Arab yang gagal ini dalam perkembangan Palestina?
Selama upaya dan seusai memadamkan Revolusi Arab, Inggris menggelar
sejumlah investigasi soal penyebab pertumpahan darah selama tiga tahun itu.
Salah satu hasil penyelidikan yang cukup signifikan adalah Komisi Peel
(1936-1937). Komisi ini adalah yang pertama kali mengajukan solusi dua
negara. Komisi ini mengusulkan agar Palestina dibagi dua, satu bagian untuk
bangsa Yahudi dan satu bagian lainnya diberikan bagi bangsa Arab.
Negara Yahudi, sesuai rekomendasi komisi, meliputi kawasan pantai,
Lembah Jezreel, Beit She'an, dan Galilea. Sementara Negara Arab akan
meliputi Transjordania, Yudea, Samaria, Lembah Jordania, dan Negev.
Para pemimpin Yahudi di Palestina terbelah pendapatnya menanggapi
rekomendasi ini. Sementara para pemimpin Arab dengan tegas menolak
usulan solusi dua negara ini.
Pada Mei 1939beberapa bulan sebelum Perang Dunia II pecahInggris
kembali mencoba memberikan solusi di tanah Palestina.
Kali ini adalah solusi satu negara Palestina. Di mana dalam jangka pendek
Pemerintah Inggris akan menentukan kuota jumlah imigran Yahudi yang
bisa memasuki Palestina. Di masa depan, jumlah kuota ini akan ditentukan
pemimpin Arab.
Selain kuota, Inggris juga melarang imigran Yahudi membeli tanah dari
warga Arab demi mencegah gesekan sosial antara kedua kubu. Aturanaturan ini berlaku hingga masa mandat Inggris di Palestina berakhir yang
hampir bersamaan dengan pecahnya Perang Dunia II.
Perang Dunia II yang diikuti holocaust alias pemusnahan massal bangsa
Yahudi di Eropa membuat semakin banyak bangsa Yahudi yang mencoba
meninggalkan Eropa. Akibatnya, para pemimpin Yahudi di Palestina
merancang imigrasi ilegal ke Palestina yang menciptakan ketegangan lebih
besar di kawasan tersebut.
Penolakan
Pada 14 Mei 1948, sehari sebelum akhir Mandat Britania, Agensi Yahudi
memproklamasikan kemerdekaan dan menamakan negara yang didirikan
tersebut sebagai "Israel". Sehari kemudian, gabungan lima negara Arab
Mesir, Suriah, Yordania, Lebanon dan Irak menyerang Israel, menimbulkan
Perang Arab-Israel 1948.
Maroko, Sudan, Yemen dan Arab Saudi juga membantu mengirimkan
pasukan. Setelah satu tahun pertempuran, genjatan senjata dideklarasikan
dan batas wilayah sementara yang dikenal sebagai Garis Hijau ditentukan.
Yordania kemudian menganeksasi wilayah yang dikenal sebagai Tepi Barat
dan Yerusalem Timur, sedangkan Mesir mengontrol Jalur Gaza. Israel
kemudian diterima sebagai anggota PBB pada tanggal 11 Mei 1949.
Selama konflik ini, sekitar 711.000 orang Arab Palestina (80% populasi Arab)
mengungsi keluar Palestina.
Pada masa-masa awal kemerdekannya, gerakan Zionisme buruh yang
dipimpin oleh Perdana Menteri David Ben-Gurion mendominasi politik
Israel. Tahun-tahun ini ditandai dengan imigrasi massal para korban yang
selamat dari Holocaust dan orang-orang Yahudi yang diusir dari tanah Arab.
Populasi Israel meningkat dari 800.000 menjadi 2.000.000 dalam jangka
waktu sepuluh tahun antara 1948 sampai dengan 1958.
Kebanyakan pengungsi tersebut ditempatkan di perkemahan-perkemahan
yang dikenal sebagai ma'abarot. Sampai tahun 1952, 200.000 imigran
bertempat tingal di kota kemah ini. Adanya desakan untuk menyelesaikan
krisis ini memaksa Ben-Gurion menandatangani perjanjian antara Jerman
Barat dengan Israel. Perjanjian ini menimbulkan protes besar kaum Yahudi
yang tidak setuju Israel berhubungan dengan Jerman.
Selama tahun 1950-an, Israel terus menerus diserang oleh militan Palestina
yang kebanyakan berasal dari Jalur Gaza yang diduduki oleh Mesir.[60]
Pada tahun 1956, Israel bergabung ke dalam sebuah aliansi rahasia bersama
dengan Britania Raya dan Perancis, yang betujuan untuk merebut kembali
Terusan Suez yang sebelumnya telah dinasionalisasi oleh Mesir.
Walaupun berhasil merebut Semenanjung Sinai, Israel dipaksa untuk
mundur atas tekanan dari Amerika Serikat dan Uni Soviet sebagai ganti atas
jaminan hak pelayaran Israel di Laut Merah dan Terusan Suez.
Pada permulaan dekade selanjutnya, Israel berhasil menangkap dan
mengadili Adolf Eichmann, seorang penggagas utama Solusi Akhir yang
bersembunyi di Argentina. Peradilan ini memiliki pengaruh yang kuat
Hal ini kemudian berujung pada Resolusi Dewan Keamanan PBB 478 yang
menyatakan bahwa penetapan ini tidak sah dan melanggar hukum
internasional.
Kegagalan negara-negara Arab pada perang tahun 1967 kemudian
menyebabkan tumbuhnya gerakan kemerdekaan Palestina oleh Organisasi
Pembebasan Palestina (PLO). Pada akhir 1960-an dan awal 1970-an,
beberapa kelompok militer Palestina melancarkan berbagai gelombang
serangan terhadap warga-warga Israel di seluruh dunia, termasuk pula
pembunuhan atlet-atlet Israel pada Olimpiade Mnchen 1972.
Israel membalas aksi tersebut dengan melancarkan Operasi Wrath of God
(Murka Allah). Pada operasi ini, orang-orang yang bertanggung jawab
terhadap peristiwa Mnchen ini dilacak dan dibunuh.
Pada hari Yom Kippur 6 Oktober 1973 yang merupakan hari suci Yahudi,
pasukan Mesir dan Suriah melancarkan serangan mendadak terhadap Israel.
Perang tersebut berakhir pada tanggal 26 Oktober dengan Israel berhasil
memukul balik pasukan Mesir dan Suriah. Walaupun demikian perang ini
dianggap sebagai kekalahan Israel.
Sebuah komisi yang dibentuk untuk menginvestigasi perang ini
membebaskan pemerintah Israel dari tanggung jawab. Namun kemarahan
publik Israel pada akhirnya memaksa Perdana Menteri Golda Meir untuk
mengundurkan diri.
Pemilihan Knesset 1977 menandai terjadinya titik balik dalam sejarah
perpolitikan Israel. Pada pemilihan ini, Menachem Begin yang berasal dari
partai Likud mengambil alih kontrol pemerintahan dari Partai Buruh Israel.
Pada tahun itu pula, Presiden Mesir Anwar El Sadat melakukan kunjungan
ke Israel dan mengucapkan pidato di depan Knesset. Aksi ini dilihat sebagai
pengakuan kedaulatan Israel yang pertama oleh negara Arab. Dua tahun
kemudian, Sadat dan Menachem Begin menandatangani Persetujuan Camp
David dan Perjanjian Damai Israel-Mesir.
Israel menarik mundur pasukannya dari semenanjung Sinai dan setuju
untuk bernegosiasi membahas otonomi warga Palestina yang berada di luar
Garis Hijau, namun rencana tersebut tidak pernah diimplementasikan.
Pemerintahan Begin mendukung warga Israel untuk bermukim di Tepi
Barat, mengakibatkan konflik dengan warga Palestina di daerah tersebut.
Pada tanggal 7 Juni 1981, Israel membombardir reaktor nuklir Osirak milik
Irak pada Operasi Opera. Badan intelijen Israel, Mossad, mencurigai reaktor
nuklir tersebut akan digunakan Irak untuk mengembangkan senjata nuklir.
Pada tahun 1982, Israel melakukan intervensi pada Perang Saudara Lebanon
untuk menghancurkan basis-basis serangan Organisasi Pembebasan
Palestina di Israel Utara. Intervensi ini kemudian berkembang menjadi
Perang Lebanon Pertama.
Israel menarik pasukannya dari Lebanon pada tahun 1986. Intifada Pertama
yang merupakan perlawanan rakyat Palestina terhadap pemerintahan Israel
terjadi pada tahun 1987, menyebabkan terjadinya kekerasan di daerah
pendudukan Israel.
Selama enam tahun berikutnya, lebih dari seribu orang tewas, kebanyakan
merupakan korban kekerasan internal warga Palestina. Selama Perang Teluk
1991, PLO dan kebanyakan warga Palestina mendukung Saddam Hussein
dan Irak dalam melancarkan serangan misil terhadap Israel.
Pada tahun 1992, Yitzhak Rabin menjadi Perdana Menteri Israel setelah
memangkan pemilihan umum legislatif Israel 1992. Yitzhak Rabin dan
partainya mendukung adanya kompromi dengan tetangga-tetangga Israel.
Setahun kemudian, Shimon Peres dan Mahmoud Abbas, sebagai wakil Israel
dan PLO, menandatangani Persetujuan Oslo. Persetujuan ini memberikan
Otoritas Nasional Palestina hak untuk memerintah di Tepi Barat dan Jalur
Gaza.
Selain itu, juga dinyatakan pula pengakuan hak Israel untuk berdiri dan
menyerukan berakhirnya terorisme. Pada tahun 1994, Perjanjian Damai
Israel-Yordania ditandatangani, membuat Yordania menjadi negara Arab
kedua yang melakukan normalisasi hubungan dengan Israel.
Dukungan publik Arab terhadap persetujuan ini menurun setelah terjadinya
peristiwa pembantaian umat Muslim yang sedang bersembahyang di Masjid
Ibrahimi oleh sekelompok ekstremis gerakan Kach. Selain itu, permukiman
warga Israel di daerah pendudukan yang masih berlanjut, serta menurunnya
kondisi ekonomi Palestina juga menurunkan dukungan publik Arab.
Dukungan publik Israel terhadap persetujuan ini juga berkurang setelah
terjadinya rentetan kasus bom bunuh diri yang dilakukan oleh hamas.
Pembunuhan Yitzhak Rabin yang dilakukan oleh ekstremis Yahudi ketika ia
sedang meninggalkan sebuah pawai yang mendukung perdamaian dengan
Palestina mengejutkan seluruh negeri.
Pada akhir 1990-an, Israel yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu menarik
mundur pasukannya dari Hebron dan menandatangai Memorandum Sungai
Wye. Memorandum tersebut memberikan Otoritas Nasional Palestina
kontrol yang lebih luas.
Ehud Barak yang merupakan Perdana Menteri terpilih pada pemilihan
tahun 1999 memulai pemerintahannya dengan menarik mundur pasukan
Israel dari Lebanon Selatan dan melakukan negosiasi dengan Ketua Otoritas
Palestina Yasser Arafat dan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton pada
Pertemuan Camp David bulan Juli tahun 2000. Dalam pertemuan itu, Barak
menawarkan rencana pendirian Negara Palestina, namun Yasser Arafat
menolak tawaran tersebut. Setelah negosiasi gagal, Intifada Kedua dimulai.
Ariel Sharon menjadi Perdana Menteri Israel yang baru setelah memenangi
pemilihan tahun 2001. Pada masa pemerintahannya, Sharon secara sepihak
menarik muncur pasukan Israel dari Jalur Gaza dan membangun dinding
pemisah di perbatasan Tepi Barat. Pada Januari 2006, setelah Ariel Sharon
menderita strok berat dan berada dalam keadaan koma, kekuasaannya
digantikan oleh Ehud Olmert.
Pada bulan Juli tahun 2006, serangan Hezbollah ke Israel Utara beserta
penculikan dua tentara Israel memicu terjadinya Perang Lebanon Kedua.
Peperangan ini diakhiri dengan gencatan senjata yang disponsori oleh Dewan
Keamanan PBB dengan mengeluarkan Resolusi PBB 1701.
Pada akhir Desember 2008, gencatan senjata antara Hamas dengan Israel
berakhir setelah adanya serangan roket yang diluncurkan Hamas. Israel
merespon serangan tersebut dengan serangan udara. Pada tanggal 3 Januari
2009, pasukan Israel memasuki kota Gaza dan memulai serangan darat.
Pada tanggal 17 Januari 2009, Israel mengumumkan gencatan senjata secara
sepihak dengan syarat dihentikannya serangan roket dan mortir. Hal ini
kemudian diikuti oleh Hamas yang juga mengumumkan gencatan senjata
dengan syarat ditariknya pasukan Israel dari Gaza serta dibukanya kembali
perbatasan.
+++
PEMERINTAH Republik Indonesia mengecam agresi militer Israel ke Jalur
Gaza yang menewaskan puluhan orang, termasuk anak-anak. Menurut
pemerintah RI, tindakan Israel ini adalah satu lagi hambatan bagi proses
perdamaian dengan Palestina.
"Indonesia mengecam aksi militer Israel di Gaza; suatu tindakan yang telah
menimbulkan banyak korban sipil yang tidak berdosa di kalangan Palestina
dan menciptakan hambatan baru bagi kondisi yang kondusif terhadap proses
perdamaian Palestina-Israel," ujar Menteri Luar Negeri RI Marty
Natalegawa dalam pernyataannya, Kamis 10 Juli 2014.
Sedikitnya 61 orang tewas dalam serangan roket Israel ke Gaza sejak awal
pekan ini. Di antara korban tewas adalah 13 anak-anak yang termuda
berusia 18 bulan. Banyak bangunan rumah warga sipil hancur lebur dihajar
roket Israel.
"Tindakan Israel ini perlu ditentang. Suatu aksi militer yang semakin
menambah penderitaan yang dialami rakyat Palestina di Gaza dan Tepi
Barat selama ini sebagai akibat pengepungan oleh Israel yang tiada lain
merupakan suatu "collective punishment" terhadap rakyat Palestina," kata
Marty.
Marty melanjutkan bahwa inti permasalahan adalah pendudukan Palestina
oleh Israel yang harus segera diakhiri melalui proses perundingan. Di antara
solusi yang harus diambil adalah mencapai visi dua negara yang hidup
berdampingan (two states solution).
Dalam kaitan ini, kata Marty, melalui Perutap RI di PBB, Indonesia akan
bekerja sama dengan Palestina, sesama negara GNB, OKI dan negara-negara
lainnya dalam mendorong kepedulian internasional mengenai perkembangan
di Gaza.
"Menghadapi sikap Israel ini, Dewan Keamanan-PBB, PBB pada umumnya
dan masyarakat internasional secara keseluruhan perlu menekan Israel
untuk segera menghentikan aksi kekerasan terhadap warga sipil Palestina di
Gaza. Lingkaran kekerasan di kawasan perlu diakhiri.
NO
: 13
KLS
: XI MIA 7