Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN
Ileus obstruktif merupakan salah satu penyebab akut abdomen, dimana
penderita dengan keluhan nyeri pada abdomen disertai mual, muntah, perut distensi
dan obstipasi. Penderita biasa baru datang untuk memeriksakan diri pada dokter
setelah keadaan ileus obstruksi semakin parah. Obstruksi usus disebabkan berbagai
penyebab sehingga mengakibatkan gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang
saluran usus. Terdapat 2 jenis obstruksi usus: (1) non mekanis (ileus paralitik atau
ileus adinamik), peristaltik usus dihambat akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi pengendalian otonom motilitas usus; (2) Mekanis, yaitu terjadinya
obstruksi di dalam lumen usus (Price, 2006).
Ileus Obstruktif atau juga dikenal dengan obstruksi usus mekanis
merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai dibandingkan
dengan ileus paralitik. Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk segala usia didiagnosa
ileus obstruktif (Davidson, 2006). Penyebab ileus obstruktif berkaitan pada kelompok
usia yang terserang dan letak obstruksi, 50% terjadi pada kelompok usia pertengahan
dan tua akibat perlekatan oleh pembedahan sebelumnya. Tumor ganas dan volvulus
merupakan penyebab tersering obstruksi usus besar pada usia pertengahan dan orang
tua, Kanker kolon merupakan penyebab dari 90% ileus obstruktif yang terjadi.
Volvulus adalah usus yang terpelintir, paling sering terjadi pada pria usia tua dan
biasanya mengenai kolon sigmoid. Inkarserasi lengkung usus pada hernia inguinalis
atau femoralis sangat sering menyebabkan terjadinya obstruksi usus halus.

Intususepsi adalah invaginasi salah satu bagian usus ke dalam bagian berikutnya dan
merupakan penyebab obstruksi yang hampir selalu ditemukan pada bayi dan balita.
Intususepsi sering terjadi pada ileum terminalis yang masuk ke dalam sekum. Benda
asing dan kelainan kongenital merupakan penyebab lain obstruksi yang terjadi pada
anak dan bayi (Price, 2006).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) 2008, diperkirakan
penyakit saluran cerna tergolong 10 besar penyakit penyebab kematian di dunia.
indonesia menempati urutan ke 107 jumlah kematian diakibatkan penyakit saluran
cerna dunia tahun 2004, dengan 39.3 jiwa per 100.000 jiwa (WHO, 2008).
Menurut data DINKES 2008 angka kunjungan penderita penyakit saluran cerna
rumah sakit di Indonesia mencapai 360,247 menempati urutan ke tiga setelah faktor
yang mempengaruhi keadaan kesehatan dan faktor yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan (Dinkes Indonesia, 2008).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.

Anatomi Usus
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang
membentang dari pylorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus
halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi
bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar
3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai
menjadi sekitar 2,5 cm.
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini
agak tidak tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relatif
lebih penting berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitar 25
cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan jejenum
ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada
krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan
duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum
suspensorium (penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah
jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio
abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di region
abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai pada juncture denojejunalis dan ileum
berakhir pada juncture ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior
abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang

dikenal sebagai messenterium usus halus. Pangkal lipatan yang pendek


melanjutkan diri sebagai peritoneum parietal pada dinding posterior abdomen
sepanjang garis berjalan ke bawah dan ke kanan dari kiri vertebra lumbalis kedua
ke daerah articulatio sacroiliaca kanan. Akar mesenterium memungkinkan keluar
dan masuknya cabangcabang arteri vena mesenterica superior antara kedua
lapisan peritoneum yang membentuk messenterium.
Usus besar merupakan tabung muskular berongga dengan panjang sekitar
5 kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter
usus besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inci
(sekitar 6,5 cm), tetapi makin dekat anus semakin kecil.

Usus besar dibagi

menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileocaecaal dan
apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua atau
tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari
ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum,
desendens dan sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke
permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan.
Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri membentuk fleksura
koli dekstra (fleksura hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari
fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu
mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura kolisinistra
(fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens Kolon sigmoid
mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon

descendens. Ia tergantung kebawah dalam rongga pelvis dalam bentuk


lengkungan. Kolon sigmoid bersatu dengan rektum di depan sakrum. Rektum
menduduki bagian posterior rongga pelvis. Rektum ke atas dilanjutkan oleh kolon
sigmoid dan berjalan turun di depan sekum, meninggalkan pelvis perineum
(Guyton, 2005).

Gambar 1. Sistem Pencernaan


Fisiologi
Usus halus mempunyai dua fungsi utama, yaitu pencernaan dan absorbs

2.2.

bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung
oleh kerja ptyalin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses
kemudian dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim
pancreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat
yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam secret pancreas membantu
menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi

empedu dari hati membantu proses pencernaan dengan mengemulsikan lemak


sehingga memberikan permukaan lebih luas bagi kerja lipase pancreas (Price dan
Wilson, 2006).
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim dalam getah usus
(sukus enterikus). Banyak di antara enzim-enzim ini terdapat pada brush border
vili dan mencernakan zat-zat makanan sambil diabsorbsi (Price dan Wilton,
2006).
Isi usus digerakan oleh gerakan peristaltic yang terdiri atas dua jenis
gerakan, yaitu segmental dan peristaltic yang diatur oleh system saraf autonom
dan hormone (Sjamsuhidajat, 2005). Pergerakan segmental usus halus
mencampur zat-zat yang dimakan dengan secret pancreas, hepatobilier dan
sekresi usus, dan pergerakan peristaltik mendorong isi dari salah satu ujung ke
ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorbsi optimal dan suplai
kontinyu isi lambung (Guyton dan Hall, 2005).
Usus besar mempunyai berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan
proses akhir isi usus. Fungsi usus besar yang paling penting adalan mengabsorbsi
air dan elektrolit yang sudah hamper lengkap pada kolon bagian kanan. Kolon
sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung massa feses yang sudah
dehidrasi sampai defekasi berlangsung (Guyton dan Hall, 2005).
Kolon mengabsorbsi air, natrium, klorida dan asam lemak rantai pendek
serta mengeluarkan kalium dan bikarbonat. Hal tersebut membantu menjaga
keseimbangan air dan elektrolit dan mencegah dehidrasi. Menerima 900-1500
ml/hari kecuali 100-200ml diabsorbsi paling banyak di proksimal (Guyton dan
Hall, 2005).

Gerakan retrograde dari kolon memperlambat transit materi dari kolon


kanan dan meningkatkan absorbsi. Kontraksi segmental merupakan pola yang
paling umum, mengoksigenasi segmen pendek dari kolon, kontraksi ini menurun
oleh antikolinergik, dan meningkat oleh makanan, kolinergik. Gerakan massa
merupakan pola yang kurang umum, pendorong antegrad melibatkan segmen
panjang 0,5-1,0 cm/detik, 20-30 detik panjang, tekanan 100-200 mmHg (Guyton
dan Hall, 2005).
2.3.
Definisi
Ileus adalah gangguan/hambatan pasase isi usus yang merupakan tanda
adanya obstruksi usus akut yang segera membutuhkan pertolongan atau tindakan.
2.4. Klasifikasi
2.3.1. Terdapat 2 jenis obstruksi :
2.3.1.1. Obstruksi paralitik (ileus paralitik atau paralitik ileus)
Suatu keadaan dimana otot-otot usus tak dapat
mendorong isi usus ke bawah (gangguan peristaltik). Peristaltik
usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak
efektif, suplai darah tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang
secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.
2.3.1.2. Obstruksi mekanik atau mekanikal obstruksi
Obstruksi atau sumbatan yang terjadi di intraluminal atau
intramural akibat tekanan pada dinding usus. Obstruksi mekanik
digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (satu tempat
obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2
obstruksi).Karena lengkung tertutup tidak dapat didekompresi,
tekanan intralumen meningkat dengan cepat, mengakibatkan

penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark(strangulasi).


Sehingga menimbulkan obstruksi strangulata yang disebabkan
obstruksi mekanik yang berkepanjangan.Obstruksi ini tidak
mengganggu suplai darah, menyebabkan gangren dinding usus
(Dermawan, et al,. 2010 ).
2.3.2. Berdasarkan lokasi obstruksinya, ileus obstrukif atau ileus mekanik
dibedakan menjadi:
2.3.2.1. Ileus obstruktif letak tinggi : obstruksi mengenai usus halus
(dari gaster sampai ileumterminal).
2.3.2.2. Ileus obstruktif letak rendah : obstruksi mengenai usus besar
(dari
ileum terminal sampairectum).
Selain itu, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3 berdasarkan
stadiumnya, antara lain :
-

Obstruksi sebagian (partial obstruction) : obstruksi terjadi sebagian


sehingga makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi

sedikit.
Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi/sumbatan yang
tidak disertaiterjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan

aliran darah).
Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai
dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan

2.5.

berakhir dengan nekrosis atau gangren (Manif, 2008)


Etiologi
Ileus paralitik dapat disebabkan oleh berbabagai macam hal, antara lain:

a. Neurologik
- Pasca operasi
- Kerusakan medula spinalis
- Keracunan timbal kolik ureter
- Iritasi persarafan splanknikus
- Pankreatitis
b. Metabolik
- Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia)
- Uremia
- Komplikasi DM
- Penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple
c. Obat-obatan
- Narkotik
- Antikolinergik
- Katekolamin
- Fenotiasin
- Antihistamin
d. Infeksi
- Pneumonia
- Empiema
- Urosepsis
- Peritonitis
- Infeksi sistemik berat lainnya
e. Iskemia usus
(Livingstone dan Sasa, 1995)
Sedangkan penyebab obstruksi mekanik berhubungan dengan golongan
usia yang terserang dan tempat obstruksi. Sekitar 50% dari semua obstruksi
terjadi pada usia pertengahan dan orang tua, dan timbul akibat perlekatan yang
terjadi karena pembedahan sebelumnya. Tumor-tumor ganas dan volvulus
merupakan penyebab tersering obstruksi usus besar pada usia pertengahan dan
orang tua. Intususepsi merupakan invaginasi salah satu bagian usus ke dalam
bagian berikutnya dan merupakan penyebab obstruksi yang hamper eksklusif
ditemukan pada bayi dan balita. Intususepsi sering terjadi pada ileum yang

masuk sekum. Benda-benda asing dan kelainan kongenital merupakan penyebab


obstruksi pada anak dan bayi lainnya (Price dan Wilson, 2006).
Selain itu juga terdapat beberapa kelainan penyebab obstruksi,
diantaranya :
-

Adhesi intestinal : adanya jaringan fibrosa pada usus yang ditemukan saat
lahir (kongenital). Namun jaringan fibrosa ini paling sering terjadi setelah
operasi abdominal. Usus halus yang mengalami perlengketan akibat

jaringan fibrosa ini akan menghalangi jalannya makanan dan cairan.


Hernia inkarserata : bila sudah terjadi penjepitan usus, maka dapat

menyebabkan obstruksi usus.


Tumor (Primer, metastasis) : dapat menyebabkan sumbatan terhadap

jalannya makanan dan cairan.


Divertikulum Meckel
Intussusception (masuknya usus proximal ke bagian distal)
Volvulus (terpuntirnya usus)
Striktur yang menyebabkan penyempitan lumen usus
Askariasis
Impaksi faeces (faecolith)
Benda asing.
Adhesi, hernia, dan tumor mencakup 90% etiologi kasus obstruksi

mekanik usus halus. Adhesi dan hernia jarang menyebabkan obstruksi pada
colon. Penyebab tersering obstruksi pada colon adalah kanker, diverticulitis,
dan volvulus (Townsend et al, 2004).

Gambar 2. Penyebab Ileus obstruksi

Macam ileus
Obstruksi letak
tinggi
Obstruksi letak

Nyeri usus
++
(kolik)

Distensi
+

Muntah
+++

Bising usus
Meningkat

+++
(kolik)

+++

+
Lambat

Meningkat

++++
(terus

++

rendah
Obstruksi
dengan

fekal
+++

Tak tentu
biasanya

menerus
strangulasi

2.6.

meningkat

terlokalisir)
paralitik
+
++++
+
Menurun
Tabel 1. Perbedaan ileus obstruktif dan ileus paralitik
Patogenesis
Usus di bagian distal kolaps, sementara bagian proksimal berdilatasi.
Usus yang berdilatasi menyebabkan penumpukan cairan dan gas, distensi yang

menyeluruh menyeluruh menyebabkan pembuluh darah tertekan sehingga suplai


darah berkurang (iskemik) dan dapat terjadi perforasi. Dilatasi usus oleh
obstruksi menyebabkan perubahan ekologi. Kuman akan tumbuh berlebihan
sehingga potensial untuk terjadi translokasi kuman. Gangguan vaskularisasi
menyebabkan mortalitas yang tinggi, akibat air dan elektrolit yang lolos dari
tubuh karena muntah. Dapat terjadi syok hipovolemik, absorbsi dari toksin pada
usus yang mengalami strangulasi (Middlemiss, 2005; Sari et al,, 2005).
Usus halus memiliki dinding yang kuat dan tebal, oleh karena itu tidak
timbul distensi berlebihan atau ruptur. Dinding usus besar tipis, sehingga mudah
terdistensi. Dinding sekum merupakan bagian kolon yang paling tipis, maka dari
itu dapat terjadi ruptur bila terlalu tegang. Gejala dan tanda obstruksi usus halus
atau usus besar tergantung kompensasi valvula Bauhini. Bila terjadi insufisiensi
katup, timbul refluks dari kolon ke ileum terminal sehingga ileum turut
membesar.
Pengaruh obstruksi kolon tidak sehebat pengaruh pada obstruksi usus
halus karena pada obstruksi kolon, kecuali pada volvulus, hamper tidak pernah
terjadi strangulasi. Kolon merupakan alat penyimpanan feses sehingga secara
relative fungsi kolon sebagai alat penyerap sedikit sekali. Oleh sebab itu
kehilangan cairan dan elektrolit berjalan lambat pada obstruksi kolon distal.
Patofisiologi
Semua peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah

2.7.

sama, tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab


mekanik atau non mekanik. Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik
peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik

mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter
cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari. Sebagian besar cairan
diasorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi
usus adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini

menjadi tempat

perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari gas
yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau
distal usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan
terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di
peritoneal. Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan
retensi cairan di usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan
sirkulasi dan volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal
mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi
penekanan pada vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi
dinding usus sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan
kemudian nekrotik usus. Pada usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi.
Dengan adanya perforais akan menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam
sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah
penurunan fungsi usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi
peminbunan di intra lumen secara progresif yang akan

menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi


kehilangan cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani
dapat menyebabkan syok hipovolemik. Kehilangan cairan dan
elektrolit yang berlebih berdampak pada penurunanan curah
jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi
kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi
jaringan pada otak, sel dan ginjal. Penurunan perfusi dalam sel
menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob yang akan
meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic.
Bila terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan
otak, iskemik dan infark. Bila terjadi pada ginjal akan
merangsang pertukaran natrium dan hydrogen di tubulus
prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi
hidrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi peningaktan
reabsorbsi HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal untuk
membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
alkalosis metabolic. (Price dan Wilson, 2006).
2.8.

Manifestasi Klinis
2.8.1. Ileus paralitik
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung
(abdominal distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin
ada mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik

ini perlu dibaedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi.
Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai
kolik abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien bervariasi dari
ringan sampai berat tergantung pada penyakit yang mendasarinya,
didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan bising usus
yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada
palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya.
Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas
negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang
ditemukan adalah peritonitis (Sileu, 2004).
2.8.2. Ileus obstruktif
2.9.6.1.
Obstruksi sederhana
Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala
muntah yang banyak yang jarang menjadi

muntah fekal

walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri abdomen


bervariasi dan sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di
perut bagian atas.
Obstrusksi bagian tengah atau distal menyebabkan
kejang di daerah periumbilikal atau nyeri yang sulit dijelaskan
lokasinya. Kejang hilang timbul dengan adanya fase bebas
keluhan. Muntah akan timbul kemudian, waktunya bervariasi
tergantung sumbatan. Semakin distal sumbatan maka frekuensi

muntah yang dihasilkan semakin fekulen. Obstipasi selalu


terjadi terutama pada obstruksi komplit.
Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan
berlanjut dengan dehidrasi akibat kehilangan cairan dan
elektrolit. Suhu tubuh bias normal sampai demam. Distensi
abdomen dapat minimal atau tidak ada pada obstruksi
proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal.
Peristaltic usus yang mengalami dilatasi dapat dilihat pada
pasien yang kurus. Bising usus yang meningkat dan metabolic
sound dapat didengar sesuai dengan timbulnya nyeri pada
2.9.6.2.

obstruksi di daerah distal.


Obstruksi disertai proses strangulasi
Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata
dan disertai dengan nyeri hebat. Hal ini yangperlu diperhatikan
adalah adanya skar bekas operasi atau hernia. Bila dijumpai
tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik dimana nyeri
yang sangat hebat menetap dan tidak menyurut, maka
dilakukan tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya

2.9.6.3.

nekrosis usus (Middlemiss, 2005; Sari et al,, 2005).


Obstruksi pada kolon
Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan dengan
nyeri akibat sumbatan yang biasanya terasa di epigastrium.
Nyeri yang hebat dan terus menerus menunjukkan adanya
iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan timbul

sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran


umum obstruksi komplt. Muntah lebih sering terjadi pada
penyumbatan usus besar. Muntah timbul kemudian dan tidak
tidak terjadi bila katup ileosekal mampu mencegah refluks.
Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus,
maka akan tampak gangguan pada usus haus. Muntah fekal
akan terjadi kemudian. Pada keadaan valvula Bauchini yang
paten, terjadi distensi hebat dan sering mengakibatkan
perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan
dindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisik akan
menunjukkan distensi abdomen dan timpani, gerakan usus
akan tampak pada pasien kurus dan akan terdengar metallic
sound pada auskulttasi. Nyeri yang terlokasi dan terabanya
massa menunjukkan adanya strangulasi (Middlemiss, 2005;
Sari et al,, 2005; Sjamsuhidajat, 2003).
Selain itu, obstruksi usus juga dapat memperlihatkan
gambaran klinik yang bersifat sistemik dan serangan yang
bersifat kolik.
a. Gambaran klinik yang bersifat sistemik meliputi :
- Dehidrasi berat
- Hipovolemia
- Syok
- Oliguria
- Gangguan keseimbangan elektrolit
- Perut gembung

- Kelebihan cairan usus


- Kelebihan gas dalam usus
b. Gambaran klinik serangan kolik meliputi :
- Nyeri perut berkala
- Distensi berat
- Mual / muntah
- Gelisah / menggeliat
- Hiperperistaltik
- Nada tinggi
- Halangan pasase
- Obstipasi
- Tidak ada flatus
2.9.

Diagnosis
2.9.1.
Anamnesis
Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab
misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat
hernia. Gejala umum berupa syok,oliguri dan gangguan elektrolit.
Selanjutnya ditemukan meteorismus dan kelebihan cairan diusus,
hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual dan muntah. Kolik
tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus
dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis kedengaran
jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan menggeliat
sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau
defekasi. Pemeriksaan dengan meraba dinding perut bertujuan untuk
mencari adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang
abnormal. Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan
kebiasaan buang air besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang
kadang disertai kolik pada perut bagian bawah.

2.9.2.

Gerakan peristaltic usus (Suindra, 2005)


Inspeksi
Pada inspeksi ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi yang

mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada
abdomen diperhatikan pembesaran perut yang tidak pada tempatnya
misalnya pembesaran setempat karena peristaltis yang hebat sehingga
terlihat gelombang usus ataupun kontur usus pada dinding perut. Biasanya
distensi terjadi pada sekum dan kolon bagian proksimal karena bagian ini
mudah membesar (Evers et al, 2004; Sabara, 2007).
2.9.3. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun
atau nyeri tekan, yang mencakup defance muscular involunter atau rebound
dan pembengkakan atau massa yang abnormal (Evers, 2004; Sabara, 2007).

2.9.4. Auskultasi
Dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari usus yang berfungsi (bising
usus). Pada penyakit ini, bising usus mungkin terdengar sangat keras dan
bernada tinggi. Tetapi setelah beberapa hari perjalanan penyakit dan usus
telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik bias tidak ada atau sangat
menurun. Tidak adanya nyeri usus bias juga ditemukan dalam ileus
paralitikus atau ileus obstruksi strangulate (Evers, 2004). Bagian akhir
yang diharuskan dalam pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum dan
pelvis. Pemeriksaan ini dapat mambantu penemuan massa atau tumor serta
adanya feses dalam kubah rectum yang menggambarkan ileus obstruktis
usus haus. Jika darah maksroskopik atau feses positif ditemukan di dalam
rectum, maka sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi
intrinsic di dalam usus (Evers, 2004). Apabila isi rektum menyemprot,
maka curiga penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007).
2.9.5. Laboratorium
Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi
hemokonsentrasi,leukositosis, dan gangguan elektrolit yang biasanya
terjadi bila terdapat strangulasi. Peningkatan emilase serum kadang-kadang
ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif khususnya jenis strangulasi
(Isselbacher, 2007).
Pada pemeriksaan radiologis, dengan posisi tegak,terlentang dan
lateral dekubitus menunjukkan gambaran anak tangga dari usus kecil yang
mengalami dilatasi dengan air fluid level. Pemberian kontras akan
menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan letaknya. Pada ileus obstruktif

letak

rendah

jangan

lupa

untuk

melakukan

pemeriksaan

rektosigmoidoskopi dan kolon (dengan colok dubur dan barium inloop)


untuk mencari penyebabnya. Periksa pula kemungkinan terjadi hernia (Sari
et al, 2005). Pada saat sekarang ini radiologi memainkan peranan penting
dalam

mendiagnosis

secara

awal

ileus

obstruktifus

secara

dini

(Middlemiss, 2005)
2.9.6. Gambaran radiologi
Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif
dilakukan foto abdomen 3 posisi. Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan
foto abdomen ini antara lain :
2.9.6.1.
Ileus obstruksi letak tinggi :
- Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di
2.9.6.2.
-

ileocecal junction) dan kolaps usus di bagian distal sumbatan.


Coil spring appearance
Herring bone appearance
Air fluid level yang pendek-pendek dan banyak (step ladder

sign)
Ileus obstruksi letak rendah :
Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi
-Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada
tepi abdomen
-Air fluid level yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan pada
ileus paralitik gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus yang
menyeluruhdari gaster sampai rectum.

Gambaran radiologis ileus obstruktif dibandingkan dengan ileus


paralitik :

Gambar 3. Ileus Obstruktif . Tampak coil spring dan herring bone


appearance (Maulana, 2011)

Gambar 4. Ileus Paralitik. Tampak dilatasi usus keseluruhan (Maulana,


2011)
2.10.

Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang
mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya
selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua.
Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa
pengobatan,

terutama

jika

disebabkan

oleh

perlengketan.

Penderita

penyumbatan usus harus dirawat di rumah sakit (Sari et al,, 2005;


Sjamsuhidajat, 2003).
- Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah,
mencegah aspirasi dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi).
Pasien dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan
elektrolit untuk perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum
tercapai barulah dilakukan laparotomi. Pada obstruksi parsial atau
karsinomatosis abdomen dengan pemantauan konservatif (Sari et al,,
-

2005; Sjamsuhidajat, 2003; Sutton, 2003).


Operasi
Operasi dapat dilakukan bila sudah tercapai rehidrasi dan organorgan vital berfungsi secara memuaskan. Tetapi yang paling sering
dilakukan adalah pembedahan sesegera mungkin. Tindakan bedah
dilakukan bila terdapat strangulasi, obstruksi lengkap, heria inkarserata

atau tidak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif (dengan


-

pemasangan NGT, infuse, oksigen dan kateter).


Pasca bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan
dan elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus
memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus
pasien masih dalam keadaan paralitik (Sjamsuhidajat, 2003; Sutton,

2.11.

2003).
Komplikasi
Terdapat beberpa komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh ileus, yaitu :
a. Nekrosis usus
b. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada
organ intra abdomen.
c. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga
terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen
d. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik
dan cepat.
e. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma
f. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
g. Pneumonia aspirasi dari proses muntah
h. Gangguan elektrolit. Refluk muntah dapat terjadi akibat distensi
abdomen. Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan
kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan klorida dan

2.12.

kalium dalam darah (Dermawan, 2010


Prognosis
Mortalitas ileus obstruktif ini dipengaruhi banyak faktor seperti umur,
etiologi, tempat dan lamanya obstruksi. Jika umur penderita sangat muda
ataupun tua maka toleransinya terhadap penyakit maupun tindakan operatif
yang dilakukan sangat rendah sehingga meningkatkan mortalitas. Pada

obstruksi kolon mortalitasnya ebih tinggi dibandingkan obstruksi usus halus


(Sutton, 2003).

DAFTAR PUSTAKA
Davidson, Tish, Dionne Stephanie. 2006. Diunduh dari URL : http://www.healthline.com
Dermawan. 2010. Keperawatan medika bedah sistem pencernaan. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.
Dinas Kesehatan Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Diunduh dari URL :
http://www.dinkes.go.id
Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM et al, eds.
Sabiston Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice.
17th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier; 2004:1323-1380.
Guyton A.C., Hall J.E. 2005a. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi ke-9. Jakarta : EGC
Isselbacher, K., Braunwald, E., Wilson, J., Martin, J., Fauci, A., Kasper, D. 2007.
Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta: EGC.
Livingstone, A. S., Sasa, J. L. 1995. Ileus and Obstruction in Haubrich WS, Schaffner F
(eds); Bockus Gastroenterology 5th ed. Philadelphia, WB Saunders Co.
Manif, Kartadinata. 2008. Obstruksi Ileus . Cermin Dunia Kedokteran 29.
Maulana, Razi. 2011. Ileus Obtruktif. Jakarta: EGC.
Middlemiss, J. H. 2005. Radiological Diagnosis of Intestinal
Obstruction by Means of Direct Radiography. Volume XXII No. 253
Price, Sylvia dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis dan Proses-proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Sari, Dina Kartika et al,. 2005. Chirurgica . Yogyakarta : Tosca Enterprise. pp : 32-26.
Sileu, W.D, Sinanan, M. N. 2004. Intestinal Obstruction and Pseudoobstruction in
Gastrointestinal Disease. 5 ed. Philadelphia.
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:EGC.
Hal. 623
Sutton, David. 2003. Textbook of Radiology and Imaging Volume 1. Edisi 7. London:
Churchill Livingstone.
Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM et al, eds. Sabiston Textbook of Surgery: The
Biological Basis of Modern Surgical Practice. 17th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier;
2004:1323-1380
WHO. Causes of Death in 2008. Diunduh dari URL : http://www.who.int

Anda mungkin juga menyukai