PENDAHULUAN
Ileus obstruktif merupakan salah satu penyebab akut abdomen, dimana
penderita dengan keluhan nyeri pada abdomen disertai mual, muntah, perut distensi
dan obstipasi. Penderita biasa baru datang untuk memeriksakan diri pada dokter
setelah keadaan ileus obstruksi semakin parah. Obstruksi usus disebabkan berbagai
penyebab sehingga mengakibatkan gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang
saluran usus. Terdapat 2 jenis obstruksi usus: (1) non mekanis (ileus paralitik atau
ileus adinamik), peristaltik usus dihambat akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi pengendalian otonom motilitas usus; (2) Mekanis, yaitu terjadinya
obstruksi di dalam lumen usus (Price, 2006).
Ileus Obstruktif atau juga dikenal dengan obstruksi usus mekanis
merupakan kegawatan dalam bedah abdominalis yang sering dijumpai dibandingkan
dengan ileus paralitik. Setiap tahunnya 1 dari 1000 penduduk segala usia didiagnosa
ileus obstruktif (Davidson, 2006). Penyebab ileus obstruktif berkaitan pada kelompok
usia yang terserang dan letak obstruksi, 50% terjadi pada kelompok usia pertengahan
dan tua akibat perlekatan oleh pembedahan sebelumnya. Tumor ganas dan volvulus
merupakan penyebab tersering obstruksi usus besar pada usia pertengahan dan orang
tua, Kanker kolon merupakan penyebab dari 90% ileus obstruktif yang terjadi.
Volvulus adalah usus yang terpelintir, paling sering terjadi pada pria usia tua dan
biasanya mengenai kolon sigmoid. Inkarserasi lengkung usus pada hernia inguinalis
atau femoralis sangat sering menyebabkan terjadinya obstruksi usus halus.
Intususepsi adalah invaginasi salah satu bagian usus ke dalam bagian berikutnya dan
merupakan penyebab obstruksi yang hampir selalu ditemukan pada bayi dan balita.
Intususepsi sering terjadi pada ileum terminalis yang masuk ke dalam sekum. Benda
asing dan kelainan kongenital merupakan penyebab lain obstruksi yang terjadi pada
anak dan bayi (Price, 2006).
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) 2008, diperkirakan
penyakit saluran cerna tergolong 10 besar penyakit penyebab kematian di dunia.
indonesia menempati urutan ke 107 jumlah kematian diakibatkan penyakit saluran
cerna dunia tahun 2004, dengan 39.3 jiwa per 100.000 jiwa (WHO, 2008).
Menurut data DINKES 2008 angka kunjungan penderita penyakit saluran cerna
rumah sakit di Indonesia mencapai 360,247 menempati urutan ke tiga setelah faktor
yang mempengaruhi keadaan kesehatan dan faktor yang berhubungan dengan
pelayanan kesehatan (Dinkes Indonesia, 2008).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Anatomi Usus
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat yang
membentang dari pylorus sampai katup ileosekal. Pada orang hidup panjang usus
halus sekitar 12 kaki (22 kaki pada kadaver akibat relaksasi). Usus ini mengisi
bagian tengah dan bawah abdomen. Ujung proksimalnya bergaris tengah sekitar
3,8 cm, tetapi semakin kebawah lambat laun garis tengahnya berkurang sampai
menjadi sekitar 2,5 cm.
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejenum, dan ileum. Pembagian ini
agak tidak tepat dan didasarkan pada sedikit perubahan struktur, dan yang relatif
lebih penting berdasarkan perbedaan fungsi. Duodenum panjangnya sekitar 25
cm, mulai dari pilorus sampai kepada jejenum. Pemisahan duodenum dan jejenum
ditandai oleh ligamentum treitz, suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada
krus dekstra diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan
duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum
suspensorium (penggantung). Kira-kira duaperlima dari sisa usus halus adalah
jejenum, dan tiga perlima terminalnya adalah ileum. Jejenum terletak di regio
abdominalis media sebelah kiri, sedangkan ileum cenderung terletak di region
abdominalis bawah kanan. Jejunum mulai pada juncture denojejunalis dan ileum
berakhir pada juncture ileocaecalis.
Lekukan-lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding posterior
abdomen dengan perantaraan lipatan peritoneum yang berbentuk kipas yang
menjadi sekum, kolon dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileocaecaal dan
apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati dekitar dua atau
tiga inci pertama dari usus besar. Katup ileocaecaal mengontrol aliran kimus dari
ileum ke sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon asendens, transversum,
desendens dan sigmoid. Kolon ascendens berjalan ke atas dari sekum ke
permukaan inferior lobus kanan hati, menduduki regio iliaca dan lumbalis kanan.
Setelah mencapai hati, kolon ascendens membelok ke kiri membentuk fleksura
koli dekstra (fleksura hepatik).
Kolon transversum menyilang abdomen pada regio umbilikalis dari
fleksura koli dekstra sampai fleksura koli sinistra. Kolon transversum, waktu
mencapai daerah limpa, membengkok ke bawah, membentuk fleksura kolisinistra
(fleksura lienalis) untuk kemudian menjadi kolon descendens Kolon sigmoid
mulai pada pintu atas panggul. Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon
2.2.
bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan lambung
oleh kerja ptyalin, asam klorida dan pepsin terhadap makanan yang masuk. Proses
kemudian dilanjutkan di dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim
pancreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat
yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat dalam secret pancreas membantu
menetralkan asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzim-enzim. Sekresi
sedikit.
Obstruksi sederhana (simple obstruction) : obstruksi/sumbatan yang
tidak disertaiterjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan
aliran darah).
Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction) : obstruksi disertai
dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan
2.5.
a. Neurologik
- Pasca operasi
- Kerusakan medula spinalis
- Keracunan timbal kolik ureter
- Iritasi persarafan splanknikus
- Pankreatitis
b. Metabolik
- Gangguan keseimbangan elektrolit (terutama hipokalemia)
- Uremia
- Komplikasi DM
- Penyakit sistemik seperti SLE, sklerosis multiple
c. Obat-obatan
- Narkotik
- Antikolinergik
- Katekolamin
- Fenotiasin
- Antihistamin
d. Infeksi
- Pneumonia
- Empiema
- Urosepsis
- Peritonitis
- Infeksi sistemik berat lainnya
e. Iskemia usus
(Livingstone dan Sasa, 1995)
Sedangkan penyebab obstruksi mekanik berhubungan dengan golongan
usia yang terserang dan tempat obstruksi. Sekitar 50% dari semua obstruksi
terjadi pada usia pertengahan dan orang tua, dan timbul akibat perlekatan yang
terjadi karena pembedahan sebelumnya. Tumor-tumor ganas dan volvulus
merupakan penyebab tersering obstruksi usus besar pada usia pertengahan dan
orang tua. Intususepsi merupakan invaginasi salah satu bagian usus ke dalam
bagian berikutnya dan merupakan penyebab obstruksi yang hamper eksklusif
ditemukan pada bayi dan balita. Intususepsi sering terjadi pada ileum yang
Adhesi intestinal : adanya jaringan fibrosa pada usus yang ditemukan saat
lahir (kongenital). Namun jaringan fibrosa ini paling sering terjadi setelah
operasi abdominal. Usus halus yang mengalami perlengketan akibat
mekanik usus halus. Adhesi dan hernia jarang menyebabkan obstruksi pada
colon. Penyebab tersering obstruksi pada colon adalah kanker, diverticulitis,
dan volvulus (Townsend et al, 2004).
Macam ileus
Obstruksi letak
tinggi
Obstruksi letak
Nyeri usus
++
(kolik)
Distensi
+
Muntah
+++
Bising usus
Meningkat
+++
(kolik)
+++
+
Lambat
Meningkat
++++
(terus
++
rendah
Obstruksi
dengan
fekal
+++
Tak tentu
biasanya
menerus
strangulasi
2.6.
meningkat
terlokalisir)
paralitik
+
++++
+
Menurun
Tabel 1. Perbedaan ileus obstruktif dan ileus paralitik
Patogenesis
Usus di bagian distal kolaps, sementara bagian proksimal berdilatasi.
Usus yang berdilatasi menyebabkan penumpukan cairan dan gas, distensi yang
2.7.
mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter
cairan diekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari. Sebagian besar cairan
diasorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi
usus adalah adanya lumen usus yang tersumbat, ini
menjadi tempat
perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari gas
yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di bagian proksimal atau
distal usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah distal mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan
terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan elektrolit di
peritoneal. Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi menimbulkan
retensi cairan di usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi penurunan
sirkulasi dan volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal
mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi
penekanan pada vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi
dinding usus sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan
kemudian nekrotik usus. Pada usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan toksin sehingga terjadi perforasi.
Dengan adanya perforais akan menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam
sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah
penurunan fungsi usus dan peningkatan sekresi sehingga terjadi
peminbunan di intra lumen secara progresif yang akan
Manifestasi Klinis
2.8.1. Ileus paralitik
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung
(abdominal distention), anoreksia, mual dan obstipasi. Muntah mungkin
ada mungkin pula tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik
ini perlu dibaedakan dengan keluhan perut kembung pada ileus obstruksi.
Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan perut kembung, tidak disertai
kolik abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik keadaan umum pasien bervariasi dari
ringan sampai berat tergantung pada penyakit yang mendasarinya,
didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani dengan bising usus
yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada
palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya.
Tidak ditemukan adanya reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas
negatif). Apabila penyakit primernya peritonitis, manifestasi klinis yang
ditemukan adalah peritonitis (Sileu, 2004).
2.8.2. Ileus obstruktif
2.9.6.1.
Obstruksi sederhana
Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala
muntah yang banyak yang jarang menjadi
muntah fekal
2.9.6.3.
Diagnosis
2.9.1.
Anamnesis
Pada anamnesis obstruksi tinggi sering dapat ditemukan penyebab
misalnya berupa adhesi dalam perut karena pernah dioperasi atau terdapat
hernia. Gejala umum berupa syok,oliguri dan gangguan elektrolit.
Selanjutnya ditemukan meteorismus dan kelebihan cairan diusus,
hiperperistaltis berkala berupa kolik yang disertai mual dan muntah. Kolik
tersebut terlihat pada inspeksi perut sebagai gerakan usus atau kejang usus
dan pada auskultasi sewaktu serangan kolik, hiperperistaltis kedengaran
jelas sebagai bunyi nada tinggi. Penderita tampak gelisah dan menggeliat
sewaktu kolik dan setelah satu dua kali defekasi tidak ada lagi flatus atau
defekasi. Pemeriksaan dengan meraba dinding perut bertujuan untuk
mencari adanya nyeri tumpul dan pembengkakan atau massa yang
abnormal. Gejala permulaan pada obstruksi kolon adalah perubahan
kebiasaan buang air besar terutama berupa obstipasi dan kembung yang
kadang disertai kolik pada perut bagian bawah.
2.9.2.
mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut dan lidah kering. Pada
abdomen diperhatikan pembesaran perut yang tidak pada tempatnya
misalnya pembesaran setempat karena peristaltis yang hebat sehingga
terlihat gelombang usus ataupun kontur usus pada dinding perut. Biasanya
distensi terjadi pada sekum dan kolon bagian proksimal karena bagian ini
mudah membesar (Evers et al, 2004; Sabara, 2007).
2.9.3. Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun
atau nyeri tekan, yang mencakup defance muscular involunter atau rebound
dan pembengkakan atau massa yang abnormal (Evers, 2004; Sabara, 2007).
2.9.4. Auskultasi
Dengan stetoskop, diperiksa suara normal dari usus yang berfungsi (bising
usus). Pada penyakit ini, bising usus mungkin terdengar sangat keras dan
bernada tinggi. Tetapi setelah beberapa hari perjalanan penyakit dan usus
telah berdilatasi, maka aktivitas peristaltik bias tidak ada atau sangat
menurun. Tidak adanya nyeri usus bias juga ditemukan dalam ileus
paralitikus atau ileus obstruksi strangulate (Evers, 2004). Bagian akhir
yang diharuskan dalam pemeriksaan adalah pemeriksaan rectum dan
pelvis. Pemeriksaan ini dapat mambantu penemuan massa atau tumor serta
adanya feses dalam kubah rectum yang menggambarkan ileus obstruktis
usus haus. Jika darah maksroskopik atau feses positif ditemukan di dalam
rectum, maka sangat mungkin bahwa ileus obstruktif didasarkan atas lesi
intrinsic di dalam usus (Evers, 2004). Apabila isi rektum menyemprot,
maka curiga penyakit Hirdchprung (Anonym, 2007).
2.9.5. Laboratorium
Nilai laboratorium pada awalnya normal, kemudian akan terjadi
hemokonsentrasi,leukositosis, dan gangguan elektrolit yang biasanya
terjadi bila terdapat strangulasi. Peningkatan emilase serum kadang-kadang
ditemukan pada semua bentuk ileus obstruktif khususnya jenis strangulasi
(Isselbacher, 2007).
Pada pemeriksaan radiologis, dengan posisi tegak,terlentang dan
lateral dekubitus menunjukkan gambaran anak tangga dari usus kecil yang
mengalami dilatasi dengan air fluid level. Pemberian kontras akan
menunjukkan adanya obstruksi mekanis dan letaknya. Pada ileus obstruktif
letak
rendah
jangan
lupa
untuk
melakukan
pemeriksaan
mendiagnosis
secara
awal
ileus
obstruktifus
secara
dini
(Middlemiss, 2005)
2.9.6. Gambaran radiologi
Untuk menegakkan diagnosa secara radiologis pada ileus obstruktif
dilakukan foto abdomen 3 posisi. Yang dapat ditemukan pada pemeriksaan
foto abdomen ini antara lain :
2.9.6.1.
Ileus obstruksi letak tinggi :
- Dilatasi di proximal sumbatan (sumbatan paling distal di
2.9.6.2.
-
sign)
Ileus obstruksi letak rendah :
Gambaran sama seperti ileus obstruksi letak tinggi
-Gambaran penebalan usus besar yang juga distensi tampak pada
tepi abdomen
-Air fluid level yang panjang-panjang di kolon. Sedangkan pada
ileus paralitik gambaran radiologi ditemukan dilatasi usus yang
menyeluruhdari gaster sampai rectum.
Penatalaksanaan
Tujuan utama penatalaksanaan adalah dekompresi bagian yang
mengalami obstruksi untuk mencegah perforasi. Tindakan operasi biasanya
selalu diperlukan. Menghilangkan penyebab obstruksi adalah tujuan kedua.
Kadang-kadang suatu penyumbatan sembuh dengan sendirinya tanpa
pengobatan,
terutama
jika
disebabkan
oleh
perlengketan.
Penderita
2.11.
2003).
Komplikasi
Terdapat beberpa komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh ileus, yaitu :
a. Nekrosis usus
b. Perforasi usus dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada
organ intra abdomen.
c. Peritonitis karena absorbsi toksin dalam rongga peritonium sehinnga
terjadi peradangan atau infeksi yang hebat pada intra abdomen
d. Sepsis infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik
dan cepat.
e. Syok dehidrasi terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma
f. Abses sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi
g. Pneumonia aspirasi dari proses muntah
h. Gangguan elektrolit. Refluk muntah dapat terjadi akibat distensi
abdomen. Muntah mengakibatkan kehilangan ion hidrogen dan
kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan klorida dan
2.12.
DAFTAR PUSTAKA
Davidson, Tish, Dionne Stephanie. 2006. Diunduh dari URL : http://www.healthline.com
Dermawan. 2010. Keperawatan medika bedah sistem pencernaan. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.
Dinas Kesehatan Indonesia. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Diunduh dari URL :
http://www.dinkes.go.id
Evers BM. Small intestine. In: Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM et al, eds.
Sabiston Textbook of Surgery: The Biological Basis of Modern Surgical Practice.
17th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier; 2004:1323-1380.
Guyton A.C., Hall J.E. 2005a. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran . Edisi ke-9. Jakarta : EGC
Isselbacher, K., Braunwald, E., Wilson, J., Martin, J., Fauci, A., Kasper, D. 2007.
Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Yogyakarta: EGC.
Livingstone, A. S., Sasa, J. L. 1995. Ileus and Obstruction in Haubrich WS, Schaffner F
(eds); Bockus Gastroenterology 5th ed. Philadelphia, WB Saunders Co.
Manif, Kartadinata. 2008. Obstruksi Ileus . Cermin Dunia Kedokteran 29.
Maulana, Razi. 2011. Ileus Obtruktif. Jakarta: EGC.
Middlemiss, J. H. 2005. Radiological Diagnosis of Intestinal
Obstruction by Means of Direct Radiography. Volume XXII No. 253
Price, Sylvia dan Wilson, L. M. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis dan Proses-proses
Penyakit. Jakarta: EGC.
Sari, Dina Kartika et al,. 2005. Chirurgica . Yogyakarta : Tosca Enterprise. pp : 32-26.
Sileu, W.D, Sinanan, M. N. 2004. Intestinal Obstruction and Pseudoobstruction in
Gastrointestinal Disease. 5 ed. Philadelphia.
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta:EGC.
Hal. 623
Sutton, David. 2003. Textbook of Radiology and Imaging Volume 1. Edisi 7. London:
Churchill Livingstone.
Townsend CM, Beauchamp RD, Evers BM et al, eds. Sabiston Textbook of Surgery: The
Biological Basis of Modern Surgical Practice. 17th ed. Philadelphia, Pa: Elsevier;
2004:1323-1380
WHO. Causes of Death in 2008. Diunduh dari URL : http://www.who.int