Anda di halaman 1dari 20

PORTOFOLIO

DISPEPSIA DENGAN COLIC ABDOMEN

Disusun Oleh :

dr. Subhan Darojat Ar Rizqi

Pendamping :

dr. Iceu Helmina

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARANGANYAR

PERIODE 6 JUNI 2016 2 OKTOBER 2016


BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Nama : dr. Subhan Darojat Ar Rizqi


Judul/Topik : Dispepsia dengan Colic Abdomen
Nama Pendamping : dr. Iceu Helmina
Nama Wahana : Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya

Dokter Pendamping

dr. Iceu Helmina

2
Topik : Dispepsia dengan Colic Abdomen

3
Tanggal Kasus : 30 November 2016 Presenter : dr. Subhan Darojat A.

Tanggal Presentasi : 6 Desember 2016 Pendamping : dr. Iceu Helmina

Tempat Presentasi :
RSUD Karanganyar
Obyektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Wanita, 44 tahun datang ke IGD RSUD Karanganyar dengan keluhan nyeri
perut yang berpindah-pindah sejak 3 (tiga) hari sebelum masuk RS.
Tujuan : Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan Dispepsia dalam kompetensi
dokter umum.
Bahan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Bahasan :
Cara Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos
Membahas :
Data Pasien : Nama : Ny. SS Nomor Registrasi : 231737

Nama Klinik : Telp : - Terdaftar sejak :


IGD RSUD Karanganyar
Data Utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis / Gambaran Klinis :
Dispepsia sedang pada saat serangan.
Padatanggal30November2016, pasien datang dengan keluhan nyeri perut. Nyeri
dirasakan sejak 3 hari SMRS, hilang timbul dan memberat sejak 1 hari SMRS. Nyeri
dirasakan terkadang saat pasien terlambat untuk makan dan saat. Nyeri biasanya
kambuh sebanyak 3-4 kali setiap bulan. Nyeri disertai suara kriuk-kriuk, saat serangan
biasanya pasien merasa sulit untuk melakukan aktivitas. Saat serangan biasanya pasien
hanya minum obat warung saja dan tidak ke fasilitas kesehatan. Nyeri sejak 3 hari
SMRS memberat pada saat telat makan dan banyak pikiran. Demam (-), hidung
tersumbat (-), mata gatal (-) bersin (-) pusing (-), mual (+), muntah (+). BAB dan BAK
tidak ada keluhan.

2. Riwayat Pengobatan :
Riwayat pengobatan HT (-) DM (-) maag (+)
4
Jika Nyeri, pasien mengkonsumsi obat warung
3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Riwayat Hipertensi dan Diabetes mellitus (-). Riwayat sakit jantung (-)
Riwayat alergi obat disangkal.
4. Riwayat keluarga :
Riwayat tekanan darah tinggi, diabetes mellitus, asma, alergi obat disangkal
Riwayat mengalami keluhan/sakit yang sama pada ibu (+)
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien ibu rumah tangga
6. Lain-lain : -
Daftar Pustaka :
1) Mansjoer, Arif et al. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi Ketiga, Jakarta (2007):
488-491
2) Hadi, Prof.Dr.dr. Sujono. Gastroenterologi. Bandung (2002): 156, 159
3) http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/digestive/dyspepsia.html,
reviewed/updated: 12/06
4) http://www.healthscout.com/ency/68/294/main.html
5) http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1005/09/hikmah/kesehatan.htm
6) http://www.kiatsehat.com, copyright 2007
7) http://jama.ama-assn.org/cgi/reprint/295/13/1612?maxtoshow=&HITS=10&
hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext=dyspepsia&searchid=1&FIRSTINDEX=0&reso
urcetype=HWCIT
8) http://www.bmj.com/cgi/reprint/318/7187/833?maxtoshow=&HITS= 10&hits=
10&RESULTFORMAT=&fulltext=dyspepsia&searchid=1&FIRSTINDEX=0&resourcet
ype=HWCIT
9) http://content.nejm.org/cgi/content/short/354/8/832
Hasil Pembelajaran :
1. Mendiagnosis Dispespsia sesuai kompetensi sebagai dokter umum
2. Mewasapadai pasien dengan keluhan Nyeri perut
3. Tatalaksana kegawatdaruratan pada pasien yang datang dengan keluhan nyeri perut
4. Mediagnosis penyebab nyeri baik ringan, sedang, maupun berat
5. Mengetahui mekanisme/patofisiologi dari Dispepsia
7. Tatalaksana Dispepsia dalam kompetensi dokter umum
8. Edukasi tentang penyakit yang diderita pasien dan motivasi pasien beserta keluarga

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


Subyektif
5
Pasien datang dengan keluhan nyeri perut. Nyeri dirasakan sejak 3 hari SMRS, hilang
timbul dan memberat sejak 1 hari SMRS. Nyeri dirasakan terkadang saat pasien terlambat
untuk makan dan saat. Nyeri biasanya kambuh sebanyak 3-4 kali setiap bulan. Nyeri disertai
suara kriuk-kriuk, saat serangan biasanya pasien merasa sulit untuk melakukan aktivitas.
Saat serangan biasanya pasien hanya minum obat warung saja dan tidak ke fasilitas
kesehatan. Nyeri sejak 3 hari SMRS memberat pada saat telat makan dan banyak pikiran
1. Objektif
Keadaan Umum : lemah
Kesadaran : compos mentis (E4V5M6)
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 100 x/menit
Nafas : 22x /menit
Suhu : 37 C

Pemeriksaan Fisik :
Kepala, leher : Normocephali, pupil isokor 3mm/3mm, reflex cahaya langsung/tidak
langsung +/+, konjunctiva anemis -/-, sclera ikterik -/-, palpebra edema -/-, otorea -/-,
rinorhea -/-
Thorax : Tidak ada deformitas. Simetri kanan dan kiri
Jantung : BJ I/II regular, gallop (-), murmur (-)
Paru : retraksi intercostal (+), pergerakan dada simetris, stem fremitus kanan = kiri, suara
dasar vesikuler, rhonki -/- ,wheezing -/-
Abdomen : supel, bising usus (+) 20x/menit, timpani (+), organomegali (-), nyeri tekan (+)
Ekstremitas : akral hangat pada keempat ekstremitas (+), edema (-) sianosis (-)
Status Neurologi : dalam batas normal
Pemeriksaan penunjang :
Laboratorium 30 NOVEMBER 2016 :
DarahRutin Hasil NilaiNormal
Hemoglobin 13g/dl 12,515,5
Leukosit 10,45 5,010,0
Hematokrit 39 3747
Trombosit 275 150400
Chemistry
GDS 145 70200
2. Assessment (penalaran klinis)

6
Dispepsia adalah perasaan tidak nyaman atau nyeri pada abdomen
bagian atas atau dada bagian bawah. Salah cerna (indigestion) mungkin
digunakan oleh pasien untuk menggambarkan dispepsia, gejala regurgitasi
atau flatus (Grace & Borley, 2006). Menurut Tarigan (2003), dispepsia
merupakan kumpulan gejala berupa keluhan nyeri, perasaan tidak enak perut
bagian atas yang menetap atau episodik disertai dengan keluhan seperti rasa
penuh saat makan, cepat kenyang, kembung, sendawa, anoreksia, mual,
muntah, heartburn, regurgitasi.

Patofisiologi
1.Faktor Genetik
Genetik merupakan faktor predisposisi pada penderita gangguan
gastrointestinal fungsional. Faktor genetik dapat mengurangi jumlah sitokin
antiinflamasi (Il-10, TGF-). Penurunan sitokin antiinflamasi dapat menyebabkan
peningkatan sensitisasi pada usus. Selain itu polimorfisme genetik berhubungan
dengan protein dari sistem reuptake synaptic serotonin serta reseptor polimorfisme
alpha adrenergik yang mempengaruhi motilitas dari usus. 5,13 Insiden keluarga yang
mengalami gangguan fungsional gastrointestinal berhubungan dengan potensi genetik.

2.Faktor Psikososial
Penyelidikan atas pengaruh psikososisal mengungkapkan bahwa stres adalah
faktor yang mempengaruhi dispepsia fungsional. Emosional yang labil memberikan
kontribusi terhadap perubahan fungsi gastrointestinal. Hal ini akibat dari pengaruh
pusat di enterik. Stres adalah faktor yang diduga dapat mengubah gerakan dan
aktivitas sekresi traktus gastrointestinal melalui mekanisme-neuroendokrin.

3.Pengaruh Flora Bakteri Infeksi Helicobacter pylori (Hp)


Mempengaruhi terjadinya dispepsia fungsional. Penyelidikan epidemiologi
menunjukkan kejadian infeksi Hp pada pasien dengan dispepsia cukup tinggi,
walaupun masih ada perbedaan pendapat mengenai pengaruh Hp terhadap dispepsia
fungsional. Diketahui bahwa Hp dapat merubah sel neuroendokrin lambung. Sel
neuroendokrin menyebabkan peningkatan sekresi lambung dan menurunkan tingkat
somatostatin.
7
4.Gangguan motilitas dari saluran pencernaan
Stres mengakibatkan gangguan motilitas gastrointestinal. Gastric scintigraphy
ultrasonography dan barostatic measure menunjukkan terganggunya distribusi
makanan didalam lambung, dimana terjadi akumulasi isi lambung pada perut bagian
bawah dan berkurangnya relaksasi pada daerah antral. Dismolitas duodenum adalah
keadaan patologis yang dapat terjadi pada dispepsia fungsional, dimana terjadi
gangguan aktivitas mioelektrikal yang merupakan pengatur dari aktivitas gerakan
gastrointestinal.

5.Hipersensitivitas viseral
Hipersensitivitas viseral merupakan suatu distensi mekanik akibat
gastrointestinal hipersensitif terhadap rangsangan, merupakan salah satu hipotesis
penyakit gastrointestinal fungsional. Sensasi viseral ditransmisikan dari
gastrointestinal ke otak, dimana sensasi nyeri dirasakan. Peningkatan persepsi nyeri
sentral berhubungan dengan peningkatan sinyal dari usus. Peningkatan perangsangan
pada dinding perut menunjukkan disfungsi pada aktivitas aferen. Secara umum
terganggunya aktivitas serabut aferen lambung mungkin menyebabkan timbulnya
gejala dispepsia. Dispepsia fungsional juga ditandai oleh respon motilitas yang cepat
setelah rangsangan kemoreseptor usus. Hal ini mengakibatkan rasa mual dan
penurunan motilitas duodenum.
Mekanisme hipersensitivitas viseral ini juga terkait dengan mekanisme sentral.
Penelitian pada nyeri viseral dan somatik menunjukkan bagian otak yang terlibat
dalam afektif, kognitif dan aspek emosional terhadap rasa sakit yang berhubungan
dengan pusat sistem saraf otonom. Kemungkinan bahwa perubahan periperal pada
gastrointestinal dimodulasi oleh mekanisme 28 sentral. Bagian kortikolimbikpontin
otak adalah bagian pusat terpenting dalam persepsi stimuli periperal.

Klasifikasi
Klasifikasi dispepsia fungsional dibagi menjadi dua kategori berdasarkan
gejala atau keluhan:
a. Postprandial Distress Syndrome
- Rasa kembung setelah makan, terjadi setelah mengkonsumsi makanan porsi
biasa paling sedikit beberapa kali selama seminggu.
- Cepat terasa penuh perut sehingga tidak dapat mernghabiskan makanan
dengan porsi biasa paling tidak beberapa kali selama seminggu.

b. Epigastric Pain Syndrome


- Nyeri atau rasa terbakar terlokalisasi di epigastrium dengan tingkat
keparahan sedang yang dialami minimal sekali seminggu.
- Nyeri interimiten.
- Tidak berkurang dengan defekasi atau flatus.
- Tidak memenuhi kriteria kelainan kandung empedu.
8
Sindroma dispepsia dapat bersifat ringan, sedang, dan berat, serta dapat akut
atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya. Pembagian akut dan kronik
berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. Nyeri dan rasa tak nyaman pada perut atas
atau dada mungkin disertai dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi)

3. Plan
Diagnosis :
DispepsiadengancolicAbdomen

Pengobatan :
Prinsip-prinsip umum penatalaksanaan Dispepsia :
- Memberikan obat anti nyeri dan untuk mengurangi asam lambung.
- Monitor tekanan darah, pernapasan, nadi.
Medikamentosa
DiIGD:
PasangaksesintravenainfusRL
Inj.Santagesik1amp/8jam
Inj.Ranitidin1amp/12jam
Inj.Ondansentron1amp/12jam
Sukralfatsyr3x1cth
Cekdarahlengkap,GDS
NonMedikamentosa
Rawatruangbiasa
Monitoring
Pendidikan : Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita pasien,
serta perjalanan penyakit. Edukasi tentang pencegahan kekambuhan, aktivitas yang boleh
dilakukan, tatalaksana, risiko terbaik dan terburuk dalam penanganan pasien.
Konsultasi : Dijelaskan secara rasional perlunya konsultasi dengan spesialis Dalam untuk
mendapatkan penatalaksanaan lebih lanjut.

DISPEPSIA
9
Definisi
Dispepsia berasal dari bahasa Yunani "-" (Dys-), berarti sulit , dan ""
(Pepse), berarti pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis
yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau
mengalami kekambuhan. Pengertian dispepsia terbagi dua, yaitu:

1. Dispepsia Organik
Dispepsia organik jarang ditemukan pada usia muda, tetapi banyak ditemukan
pada usia lebih dari 40 tahun . Istilah dispepsia organik baru dapat dipakai bila
penyebabnya sudah jelas.
Yang dapat digolongkan dispepsia organik yaitu:
Dispepsi tukak (ulcer-like dyspepsia),
Dispepsi bukan tukak,
Refluks gastroesofageal,
Penyakit saluran empedu,
Karsinoma (lambung, kolon, pancreas),
Pankreaitis,
Sindroma melabsorpsi.

2. Dispepsia fungsional

Dispepsia fungsional merupakan dispepsia yang tidak ada kelainan organik


tetapi merupakan kelainan fungsi dari saluran makanan . Termasuk dispepsia
anorganik yaitu dispepsia dismotilitas (Dysmotility like dispesia).

Etiologi

A. Dispepsia fungsional atau idiopatik

B. Dispepsia organik

I. Obat-obatan

Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS), Antibiotik (makrolides, metronidazole), Besi,
KCl, Digitalis, Estrogen, Etanol (alkohol), Kortikosteroid, Levodopa, Niacin, Gemfibrozil,
Narkotik, Quinidine, Theophiline

II. Idiosinkrasi makanan (intoleransi makanan)

a. Alergi

susu sapi, putih telur, kacang, makanan laut, beberapa jenis produk kedelai dan beberapa jenis
buah-buahan

b. Non-alergi
10
produk alam : laktosa, sucrosa, galactosa, gluten, kafein,
dll.
bahan kimia : monosodium glutamate (vetsin), asam
benzoat, nitrit, nitrat, dll.

Perlu diingat beberapa intoleransi makanan diakibatkan oleh penyakit dasarnya, misalnya
pada penyakit pankreas dan empedu tidak bisa mentoleransi makanan berlemak, jeruk dengan
PH yang relatif rendah sering memprovokasi gejala pada pasien ulkus peptikum atau
esophagitis.

III.Kelainan struktural

A. Penyakit oesophagus

Refluks gastroesofageal dengan atau tanpa hernia


Akhalasia

Obstruksi esophagus

B. Penyakit gaster dan duodenum

Gastritis erosif dan hemorhagik; sering disebabkan oleh


OAINS dan sakit keras (stres fisik) seperti luka bakar,
sepsis, pembedahan, trauma, shock
Ulkus gaster dan duodenum

Karsinoma gaster

C. Penyakit saluran empedu

Kholelitiaasis dan Kholedokolitiasis


Kholesistitis

D. Penyakit pankreas

Pankreatitis
Karsinoma pankreas

E. Penyakit usus

Malabsorbsi
Obstruksi intestinal intermiten

Sindrom kolon iritatif


11
Angina abdominal

Karsinoma kolon

IV.Penyakit metabolik / sistemik

a. Tuberculosis
b. Gagal ginjal

c. Hepatitis, sirosis hepatis, tumor hepar

d. Diabetes melitius

e. Hipertiroid, hipotiroid, hiperparatiroid

f. Ketidakseimbangan elektrolit

g. Penyakit jantung kongestif

V. Lain-lain

a. Penyakit jantung iskemik


b. Penyakit kolagen

Dispepsia biasanya diderita sudah beberapa minggu atau bulan yang sifatnya
hilang timbul atau terus menerus. Dispepsia disebabkan oleh : Menelan udara
(aerofagi), Regurgitasi (alir balik, refluks) asam dari lambung, iritasi lambung
(gastritis), Ulkus gastrikum atau Ulkus duodenalis, kanker lambung, peradangan
kandung empedu (kolesistitis), intoleransi laktosa (ketidakmampuan mencerna susu
dan produknya), kelainan gerakan usus, pengeluaran asam lambung berlebih
pertahanan dinding lambung yang lemah, infeksi Helicobacter pylori ( sejenis bakteri
yang hidup di dalam lambung, dalam jumlah kecil ) ketika asam lambung yang
dihasilkan keluar lebih banyak kemudian pertahanan dinding lambung menjadi
lemah, bakteri ini bisa bertambah banyak jumlahnya, apalagi disertai kebersihan
makanan yang kurang, gangguan gerakan saluran cerna dan strees psikologis.

Patofisiologi

Abnormalitas Motorik Gaster


Dengan studi Scintigraphic Nuklear dibuktikan lebih dari 50% pasien dispepsia
fungsional mempunyai keterlambatan pengosongan makanan dalam gaster. Demikian
pula pada studi monometrik didapatkan gangguan motilitas antrum postprandial, tetapi
hubungan antara kelainan tersebut dengan gejala-gejala dispepsia tidak jelas.
Penelitian terakhir menunjukkan bahwa fundus gaster yang "kaku" bertanggung jawab
terhadap sindrom dispepsia. Pada keadaan normal seharusnya fundus relaksasi, baik
saat mencerna makanan maupun bila terjadi distensi duodenum. Pengosongan
12
makanan bertahap dari corpus gaster menuju ke bagian fundus dan duodenum diatur
oleh refleks vagal. Pada beberapa pasien dispepsia fungsional, refleks ini tidak
berfungsi dengan baik sehingga pengisian bagian antrum terlalu cepat.
Perubahan sensitivitas gaster
Lebih 50% pasien dispepsia fungsional menunjukkan sensitivitas terhadap distensi
gaster atau intestinum, oleh karena itu mungkin akibat: makanan yang sedikit
mengiritasi seperti makanan pedas, distensi udara, gangguan kontraksi gaster
intestinum atau distensi dini bagian antrum postprandial dapat menginduksi nyeri
pada bagian ini.

Stres dan faktor psikososial


Penelitian menunjukkan bahwa didapatkan gangguan neurotik dan morbiditas
psikiatri lebih tinggi secara bermakna pada pasien dispepsia fungsional dari pada
subyek kontrol yang sehat.
Banyak pasien mengatakan bahwa stres mencetuskan keluhan dispepsia. Beberapa
studi mengatakan stres yang lama menyebabkan perubahan aktifitas vagal, berakibat
gangguan akomodasi dan motilitas gaster.
Kepribadian dispepsia fungsional menyerupai pasien Sindrom Kolon Iritatif dan
dispepsia organik, tetapi disertai dengan tanda neurotik, ansietas dan depresi yang
lebih nyata dan sering disertai dengan keluhan non-gastrointestinal seperti nyeri
muskuloskletal, sakit kepala dan mudah letih. Mereka cenderung tiba-tiba
menghentikan kegiatan sehari-harinya akibat nyeri dan mempunyai fungsi sosial lebih
buruk dibanding pasien dispepsia organik. Demikian pula bila dibandingkan orang
normal. Gambaran psikologik dispepsia fungsional ditemukan lebih banyak ansietas,
depresi dan neurotik.

Gastritis Helicobacter pylori


Gambaran gastritis Helicobacter pylori secara histologik biasanya gastritis non-erosif
non-spesifik. Di sini ditambahkan non-spesifik karena gambaran histologik yang ada
tidak dapat meramalkan penyebabnya dan keadaan klinik yang bersangkutan.
Diagnosa endoskopik gastrtitis akibat infeksi Helicobacter pylori sangat sulit karena
sering kali gambarannya tidak khas. Tidak jarang suatu gastritis secara histologik
tampak berat tetapi gambaran endoskopik yang tampak tidak jelas dan bahkan normal.
Beberapa gambaran endoskopik yang sering dihubungkan dengan adanya infeksi
Helicobacter pylori adalah :

a. Erosi kronik di daerah antrum.

b. Nodularitas pada mukosa antrum.

c. Bercak-bercak eritema di antrum.

d. Area gastrika yang menonjol dengan bintik-bintik eritema di daerah


korpus.

13
Peranan infeksi Helicobacter pylori pada gastritis dan ulkus peptikum sudah diakui,
tetapi apakah Helicobacter pylori dapat menyebabkan dispepsia fungsional masih
kontroversi. Pravelensi Helicobacter pylori pada pasien dispepsia fungsional tidak
berbeda dengan kontrol. Di negara maju, hanya 50% pasien dispepsia fungsional
menderita infeksi Helicobacter pylori, sehingga penyebab dispepsia pada dispepsia
fungsional dengan Helicobacter pylori negatif dapat juga menjadi penyebab dari
beberapa dispepsia fungsional dengan Helicobacter pylori positif.

Kelainan fungsional gastrointestinal


Dispepsia fungsional cenderung dimasukkan sebagai bagian kelainan fungsional
gastrointestinal, termasuk di sini Sindrom Kolon Iritatif, nyeri dada non-kardiak dan
nyeri ulu hati fungsional. Lebih dari 80% dengan Sindrom Kolon Iritatif menderita
dispepsia dan lebih dari sepertiga pasien dengan dispepsia kronis juga mempunyai
gejala Sindrom Kolon Iritatif. Pasien dengan kelainan seperti ini sering ada gejala
ekstra gastrointestinal seperti migrain, myalgia dan disfungsi kencing dan ginekologi.
Pada anamnesis dispepsia jangan lupa menanyakan gejala Sindrom Kolon Iritatif
seperti nyeri abdomen mereda setelah defekasi, perubahan frekuensi buang air besar
atau bentuknya mengalami perubahan, perut tegang, tidak dapat menahan buang air
besar dan perut kembung. Beberapa pasien juga mengalami aerophagia,yaitu perut
kembung diikuti oleh masuknya udara untuk menginduksi sendawa, diikuti oleh
kembung yang lebih parah.
Abnormalitas di atas belum semua diidentifikasi oleh semua peneliti dan tidak selalu
muncul pada semua penderita.

Manifestasi Klinis
Klasifikasi klinis praktis didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi
dispepsia menjadi tiga tipe:
1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (Ulcus like dyspepsia), dengan gejala:
Nyeri epigastrium terlokalisasi,
Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antacid,
Nyeri saat lapar,
Nyeri episodik.
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (Dysmotility like dyspepsia), dengan
gejala:
Mudah kenyang,
Perut cepat terasa penuh saat makan,
Mual,
Muntah,
Upper abdominal bloating,
Rasa tak nyaman bertambah saat makan.

3. Dispepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas) (Mansjoer, et
al, 2007).

Diagnosis

14
Untuk menegakkan diagnosis dispepsia diperlukan data anamnesis yang baik,
pemeriksaan fisis yang akurat, disertai pemeriksaan penunjang untuk mengeksklusi
penyakit organik/struktural.

Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

Riwayat minum obat termasuk minuman yang mengandung alkohol dan jamu yang dijual
bebas di masyarakat perlu ditanyakan dan kalau mungkin harus dihentikan. Hubungan
dengan jenis makanan tertentu perlu diperhatikan.

Tanda dan gejala "alarm"(peringatan) seperti disfagia, berat badan turun, nyeri menetap dan
hebat, nyeri yang menjalar ke punggung, muntah yang sangat sering, hematemesis, melena
atau jaudice kemungkinan besar adalah merupakan penyakit serius yang memerlukan
pemeriksaan seperti endoskopi dan / atau "USG" atau "CT Scan" untuk mendeteksi struktur
peptik, adenokarsinoma gaster atau esophagus, penyakit ulkus, pankreatitis kronis atau
keganasan pankreas empedu.

Perlu ditanyakan hal-hal yang berhubungan dengan stresor psikososial misalnya: masalah
anak, hubungan antar manusia, hubungan suami-istri, pekerjaan dan pendidikan. Hal ini
berakibat eksaserbasi gejala pada beberapa orang.

Harus diingat gambaran khas dari beberapa penyebab dyspepsia:

i. Pasien ulkus peptikum biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok dan nyeri
berkurang dengan mencerna makanan tertentu atau antasid.
ii. Nyeri sering membangunkan pasien pada malam hari banyak ditemukan pada ulkus
duodenum.

iii. Gejala esofagitis sering timbul pada saat berbaring dan membungkuk setelah makan
kenyang yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak spesifik (bedakan
dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala perasaan asam pada mulut.

iv. Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya didapatkan pada penyakit
esofagus, gastritis erosif dan karsinoma.

v. Sebaliknya, bila muncul setelah beberapa jam setelah makan sering terjadi pada ulkus
duodenum.

vi. Pasien dispepsia fungsional lebih sering mengeluhkan gejala di luar gastrointestinal,
ada tanda kecemasan atau depresi, atau mempunyai riwayat pemakaian psikotropik.
Pemeriksaan fisik untuk menemukan organomegali, tumor abdomen, ascites, jaundice
tetap penting dikerjakan untuk menyingkirkan penyakit organik.

Pemeriksaan Penunjang
15
1. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium perlu dilakukan, setidak-tidaknya perlu diperiksa
darah, urine dan tinja secara rutin. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan
lekositosis berarti ada tanda tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak
cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan menderita
malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dispepsi tukak, sebaiknya
diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran pencernaan perlu diperiksa
pertanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan
kearah karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9 . Dan lain lain pemeriksaan
laboratorium yang ada relevansi terhadap penyakit yang menimbulkan sindroma
dispepsia.

2. Radiologi
Pemeriksaan radiologi banyak menunjang diagnosis sesuatu penyakit di
saluran makan. Setidak tidaknya perlu dilakukan pemeriksaan radiologi terhadap
saluran makan bagian atas, dan sebaiknya menggunakan kontras ganda.
Pada refluks gastroesofageal akan tampak peristaltik di esophagus yang
menurun terutama dibagian distal, tampak antiperistaltik di antrum yang
meninggi serta sering menutupnya pylorus, sehingga sedikit barium yang masuk
ke intestine.
Pada tukak baik di lambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar yang
disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk
niche dari tukak yang jinak umumnya regular, semisirkuler, dengan dasar licin.
Kanker di lambung secara radiologi, akan tampak massa yang ireguler tidak
terlihat peristaltic di daerah kanker, bentukdari lambung berubah.
Pankreatitis akuta perlu dibuat foto polos abdomen, yang akan terlihat ganda
seperti terpotongnya usus besar, atau tampak dilatasi dari intestine terutama di
yeyenum yang disebut Sentinel loops.

3. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi dari saluran makan bagian atas akan banyak
membantu menentukan diagnosis. Yang perlu diperhatikan ada tidaknya kelainan
di esofagus, lambung, dan duodenum. Di tempat tersebut perlu diperhatikan
warna mukosa , lesi tumor jinak atau ganas.
Kelainan di esofagus yang sering ditemukan dan perlu diperhatikan di
antaranya ialah: esofagitis, tukak esofagus, varises esofagus, tumor jinak atau
ganas yang umumnya lokasinya di bagian distal esofagus. Lokasi kelainan di
lambung yang terbanyak ialah disekitar angulus, antrum, dan prepilorus,
diantaranya berupa gastritis, tukak lambung, tumor jinak atau ganas.
Kelaianan di duodenum yang sering ditemukan ialah tanda peradangan
(duodenitis), tukak yang lokasinya terbanyak di bulbus dan pars desenden.
Bila pada endoskopi ditemukan tukak baik di esofagus , lambung maupun di
duodenum, maka dapat dibuat diagnosis dispepsi tukak. Sedangkan bila tidak
ditemukan tukak tetapi hanya tanda peradangan maka dapat dibuat diagnosis
dispepsia bukan tukak.

16
4. Ultrasonografi
Ultrasonografi (USG) merupakan sarana diagnostik yang tidak invasif, akhir
akhir ini makin banyak dimanfaatkan untuk membantu menentukan diagnostic
dari sesuatu penyakit. Apalagi alat ini tidak menimbulkan efek samping, dapat
digunakan setiap saat dan pada kondisi pasien yang beratpun dapat dimanfaatkan.
Pemanfaatan alat USG pada sindroma dispepsia terutama bila ada dugaan
kearah kelainan di traktus biliaris , pankreas, kelainan di tiroid, bahkan juga ada
dugaan tumor di esofagus dan lambung.

5. Sidik abdomen
Juga dipakai sebagai pemeriksaan untuk mengeksklusi penyebab organik.

6. Manometri Esofago-gastro-duodenum
Sampai saat ini merupakan sarana penunjang diagnosis yang banyak
dikembangkan. Dapat ditemukan kelainan manometrik berupa gangguan fase III
migrating motor complex. Banyak ahli yang berpendapat bahwa saat ini dispepsia
merupakan gangguan pengosongan lambung.

7. Waktu Pengosongan Lambung


Dapat dilakukan dengan scintigrafi atau dengan pellet radioopak. Pada
dispepsia terdapat perlambatan pengosongan lambung 30-40%.

Penatalaksanaan Umum

Berdasarkan Konsensus Nasional Penanggulangan Helicobacter pylori 1996,


ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi sentra kesehatan
dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang disertai fasilitas endoskopi
dengan penatalaksanaan dispepsia di masyarakat.

Pengobatan dispepsia antara lain:

1. Diet
Merupakan peranan yang terpenting. Pada garis besarnya yang dipakai adalah
cara pemberian diet seperti yang diajukan oleh Sippy 1915 hingga dikenal pula
Sippy Diet. Sekarang lebih dikenal dengan diit lambung yang sudah disesuaikan
dengan masyarakat Indonesia. Dasar diet ialah makan sedikit berulang kali,
makanan yang banyak mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi makanan yang
dimakan harus lembek, mudah dicerna, tidak merangsang dan kemungkinan dapat
menetralisir asam HCl. Pemberiannya dalam porsi kecil dan berulang kali.
Dilarang makan pedas, masam, alkohol.

2. Antasida
Antasida akan menetralisir sekresi asam HCl. Obat ini biasa digunakan
untuk sindroma dyspepsia. Golongan obat ini mudah didapat dan murah.
Antasid akan menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya
mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mg triksilat. Pemberian
17
antasid jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi
rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat
sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan
menyebabkan diare karena terbentuk senyawa MgCl2.

3. Antikolinergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak
selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat
menekan seksresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki
efek sitoprotektif.

4. Antagonis reseptor H2

Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik


atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis
respetor H2 antara lain simetidin, roksatidin, ranitidin, dan famotidin.

5. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI)

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada stadium akhir dari
proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk golongan PPI adalah
omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.

6. Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE 1) dan enprostil (PGE2). Selain


bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal.
Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang
selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan
meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site
protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna
bagian atas (SCBA).

7. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan
metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia fungsional
dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan memperbaiki bersihan asam
lambung (acid clearance)

Pencegahan

Atur pola makan seteratur mungkin.


Olahraga teratur.

18
Hindari makanan berlemak tinggi yang menghambat pengosongan isi lambung
(coklat, keju, dan lain-lain).
Hindari makanan yang menimbulkan gas di lambung (kol, kubis, kentang, melon,
semangka, dan lain-lain).
Hindari makanan yang terlalu pedas.
Hindari minuman dengan kadar caffeine dan alkohol.
Hindari obat yang mengiritasi dinding lambung, seperti obat anti-inflammatory,
misalnya yang mengandung ibuprofen, aspirin, naproxen, dan ketoprofen.
Acetaminophen adalah pilihan yang tepat untuk mengobati nyeri karena tidak
mengakibatkan iritasi pada dinding lambung.
Kelola stres psikologi se-efisien mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

1) Mansjoer, Arif et al. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1 Edisi Ketiga, Jakarta (2007):
488-491
2) Hadi, Prof.Dr.dr. Sujono. Gastroenterologi. Bandung (2002): 156, 159
3) http://familydoctor.org/online/famdocen/home/common/digestive/dyspepsia.html,
reviewed/updated: 12/06
19
4) http://www.healthscout.com/ency/68/294/main.html
5) http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/2005/1005/09/hikmah/kesehatan.htm
6) http://www.kiatsehat.com, copyright 2007
7) http://jama.ama-assn.org/cgi/reprint/295/13/1612?maxtoshow=&HITS=10&
hits=10&RESULTFORMAT=&fulltext=dyspepsia&searchid=1&FIRSTINDEX=0&r
esourcetype=HWCIT
8) http://www.bmj.com/cgi/reprint/318/7187/833?maxtoshow=&HITS= 10&hits=
10&RESULTFORMAT=&fulltext=dyspepsia&searchid=1&FIRSTINDEX=0&resour
cetype=HWCIT
9) http://content.nejm.org/cgi/content/short/354/8/832

20

Anda mungkin juga menyukai