Anda di halaman 1dari 27

PORTOFOLIO

LAPORAN KASUS

HIPEREMESIS GRAVIDARUM

Oleh:
dr. Fika Ertitri
Peserta Internsip Dokter Indonesia (PIDI)
Tahun 2017- 2018

Pembimbing :
dr. Haris Kurniawan
RSUD Caruban
2017
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada Hari Jumat, 28 Juli 2017 Telah Dipresentasikan Portofolio Oleh:


Nama : dr. Fika Ertitri
Judul/Topik : Hiperemesis Gravidarum
Nama Pendamping : dr. Haris Kurniawan
Nama Wahana : RSUD Caruban
Daftar Hadir

No Nama Tanda Tangan


1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Pendamping,

(dr. Haris Kurniawan)


NIP. 197604192007011007
DAFTAR ISI
Cover ....................................................................................................................... i
Berita Acara ............................................................................................................. ii
Daftar Isi ................................................................................................................... iii
Portofolio Kasus ....................................................................................................... 1
Bab 1 Pendahuluan ................................................................................................... 5
Bab 2 Tinjauan Pustaka ............................................................................................ 6
Bab 3 Kesimpulan .................................................................................................... 22
Daftar Pustaka .......................................................................................................... 23
PORTOFOLIO

No. ID dan Nama Peserta : dr. Fika Ertitri


No. ID dan Nama Wahana :RSUD Caruban – Puskesmas Mejayan - Puskesmas
Klecorejo
Topik : Hiperemesis Gravidarum
Tanggal Kasus : 12 Juli 2017
Nama Pasien : Ny. N.P No. RM : 16015202
Tanggal Presentasi : 28 Juli 2017 Pendamping: dr. Haris K.
Tempat presentasi :Ruang Komite Medik Lantai II
Obyektif Presentasi :
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi : Pasien dengan permasalahan hipermesis gravidarum
Tujuan : Mengetahui pemeriksaan, diagnostik, dan tatalaksana hiperemesis
gravidarum
Bahan bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Cara membahas Diskusi Presentasi& E-mail Pos
diskusi
Data Pasien Ny. N.P (25 tahun) No. Registrasi :
Ds. Nglanduk RT 08/ RW 02 16015202
Wungu
Nama Klinik : RSUD Caruban Telp. (-) Terdaftar sejak: 2007
Data Utama untuk bahan diskusi
SUBJECTIVE

1. Keluhan Utama : mual, muntah


Anamnesis (Autoanamnesis) :
Pasien datang dengan untuk kontrol kehamilan, saat ini pasien mengeluh mual
(+), muntah (+), muntah yang dirasakan sekitar 5x / hari, muntah setiap kali
makan dan minum, namun aktfitas sehari-hari pasien tidak terlalu terganggu,
pasien mengeluh kadang bagian perut atas terasa nyeri dan terasa sebah.
2. Riwayat Penyakit Dahulu:
- Tidak pernah menderita seperti ini sebelumnya.
- Riwayat Alergi (debu/makanan/obat) disangkal.
3. Riwayat Pengobatan:
- Saat keluhan mual dan muntah pasien tidak memberi obat apapun.
4. Riwayat keluarga :
 Tidak ada keluarga yang menderita seperti ini
 Penyakit Keturunan : DM (-), HT (-), Asma (-)
 Alergi (obat/debu/makanan) : (-)
5. Riwayat Lingkungan Sosial dan Fisik :
 Riwayat Pendidikan: S1
 Riwayat Sosial: bekerja sebagai perawat, berkepribadian terbuka.
6. Riwayat Pernikahan :
- Menikah 1x, selama 5 bulan (Tn. W)
7. Riwayat Persalinan :
- Anak I : hamil ini
8. Riwayat penggunaan KB : (-)
9. HPHT : 30-04-2017 Taksiran persalinan menurut HPHT : 07/02/2018
Menarche : 13 tahun
Lama haid : 6 hari, siklus teratur
10. Hasil USG :
GS (+) FP (+) ~ UK 10 minggu + 4 hari
DJJ (+)
Gerak janin (+)
Taksiran Persalinan Menurut USG : 03/02/2018

OBJECTIVE
Pemeriksaan Fisik
KEADAAN UMUM
KU : Cukup Kesadaran : 456 (compos mentis)
TD : 110/70 mmHg N : 98x/menit RR : 20x/menit Tax: 36,5 0C
BB : 46,5 kg TB : 150 cm

Status Interna :
• Kepala- Leher : anemia (-), icterus(-), cyanosis (-), Dyspneu (-),
pemb.KGB(-), peningktn JVP(-)

• Thorax
Jantung
I = Iktus cordis terihat dbn
P =Iktus cordis teraba di ICS V midclavicular line sinistra
P = batas jantung dbn
A = S1,2 singel reguler, murmur(-),gallop(-)
Paru
I = gerak nafas simetris
P = fremitus raba simetris
P = sonor
A = vesikuler, rhonki -/-, wheezing -/-
• Abdomen
I : dalam batas normal
P : Gravida, TFU : teraba diatas simfisi os pubis
P : timpani
A : Bising usus (+) normal
• Ekstremitas
Kering, Hangat (+)/(+), CTR 2’’ , pitting edema (-)/(-)

ASSESSMENT
Diagnosis : G1 P0 A0 UK 10-12 minggu dengan hiperemesis gravidarum

PLANNING
Medikamentosa :
 Ondansetron sirup 3 x CI
 Lagesil sirup 3 x CI
 Vitamin B6 tablet 3 x1
Non medikamentosa :
 Makan sedikit-sedkit (porsi sedikit) namun sering (frekuensi makan lebih
sering).
 Hindari makanan yang berbau tajam dan berbumbu (misalkan makanan yang
berminyak dan berbau lemak).
 Hindari penggunaan tablet besi.
 Bila keluhan semakin berat, segera larikan ke rumah sakit untuk rehidrasi
cairan.
KIE :
- Edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit yang diderita oleh
pasien, memberikan keyakinan bahwa mual dan muntah yang sedang dialami
merupakan gejala yang fisiologik (wajar) pada kehamilan muda dan akan
hilang dengan sendirinya setelah kehamilan 4 bulan. Namun jika keluahan
semakin berat, maka pasien harus segera di bawa ke rumah sakit untuk
mendapatkan penanganan lebih lanjut.
- Edukasi kepada pasien dan keluarga terapi yang akan diberikan kepada
pasien (cara penggunaan serta pemberian obat).
- Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien untuk tetap menjaga asupan
makanan pasien, dengan cara memulai makan dengan porsi sedikit namun
frekuensi makan lebih sering.
- Edukasi kepada pasien dan keluarga pasien untuk menghindari makan
makanan yang berbau tajam dan berbumbu.
BAB I

PENDAHULUAN

Mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum) adalah gejala yang wajar
dan sering didapatkan pada trimester pertama kehamilan. Mual biasanya terjadi
pada pagi hari atau sering disebut sebagai morning sickness, tetapi dapat pula
timbul setiap saat dan malam hari. Gejala-gejala ini kurang lebih terjadi 6 minggu
setelah hari pertama haid terakhir dan berlangsung selama kurang lebih 10
minggu. Mual dan muntah terjadi pada 60 – 80 % primigravida dan 40 – 60 %
multigravida. Satu diantara seribu kehamilan, gejala-gejala ini menjadi lebih berat.
(Wibowo, 2005).

Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar hormon


estrogen dan HCG dalam serum. Pengaruh fisiologik kenaikan hormon ini belum
jelas, mungkin karena sistem syaraf pusat atau pengosongan lambung yang
berkurang. Pada umumnya wanita dapat menyesuaikan dengan keadaan ini,
meskipun demikian gejala mual dan muntah yang berat dapat berlangsung sampai
4 bulan. Pekerjaan sehari-hari menjadi terganggu dan keadaan umum menjadi
buruk. Keadaan inilah yang disebut hiperemesis gravidarum. Keluhan gejala dan
perubahan fisiologis menentukan berat ringannya penyakit (Wibowo, 2005).

Mual dan muntah terjadi dalam 50-90% kehamilan. Gejalanya biasanya


dimulai pada gestasi minggu 9-10, memuncak pada minggu 11-13, dan berakhir
pada minggu 12-14. Pada 1-10% kehamilan, gejala dapat berlanjut melewati 20-22
minggu. Hiperemesis berat yang harus dirawat inap terjadi dalam 0,3-2%
kehamilan (Ogenyumi, 2007).

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Hiperemesis gravidarum (HG) adalah mual dan muntah hebat dalam masa
kehamilan yang dapat menyebabkan kekurangan cairan, penurunan berat badan, atau
gangguan elektrolit sehingga mengganggu aktivitas sehari-hari dan membahayakan
janin di dalam kandungan. Pada umumnya HG terjadi pada minggu ke 6 - 12 masa
kehamilan, yang dapat berlanjut sampai minggu ke 16 – 20 masa kehamilan (Mark,
2006).
Hiperemesis gravidarum adalah mual dan muntah yang berlebihan pada
wanita hamil sampai mengganggu pekerjaan sehari-hari, karena keadaan umum
menjadi buruk, karena terjadi dehidrasi (Prof. Dr. Rustam Mochtar, MPH).

Menurut Prof. Sarwono Prawirohardjo Hiperemesis Gravidarum adalah mual


dan muntah yang terjadi pada kehamilan muda yang mengganggu pekerjaan sehari-
hari dan keadaan umum ibu menjadi buruk. Menurut Prof. Ida Bagus, Gde Manuaba
DSOG penyakit kandungan dan keluarga berencana Hiperemesis Gravidarum adalah
mual dan muntah yang berkelanjutan sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari
dan menimbulkan kekurangan cairan dan terganggunya keseimbangan elektrolit.

Menurut Sherman & Flaxman (2000), melalui penelitiannya dengan 79.000


sample, hiperemesis gravidarum merupakan mekanisme proteksi janin dari makanan
saat fase organogenesis. Emesis merupakan perintah atau upaya janin untuk
melindungi organ-organ yang sedang tumbuh terhadap bahan-bahan makanan tertentu
yang mengandung zat-zat berbahaya. Makanan yang “berbahaya” sering dihindari
oleh janin karena mengganggu organogenesis saat trimester pertama.

2.2 Epidemiologi

Mual dan muntah terjadi dalam 50-90% kehamilan. Gejalanya biasanya


dimulai pada gestasi minggu 9-10, memuncak pada minggu 11-13, dan berakhir pada
minggu 12-14. Pada 1-10% kehamilan, gejala dapat berlanjut melewati 20-22
minggu. Hiperemesis berat yang harus dirawat inap terjadi dalam 0,3-2% kehamilan
(Ogenyumi, 2007).

Di masa kini, hiperemesis gravidarum jarang sekali menyebabkan kematian,


tapi masih berhubungan dengan morbiditas yang signifikan.

 Mual dan muntah mengganggu pekerjaan hampir 50% wanita hamil yang
bekerja.
 Hiperemesis yang berat dapat menyebabkan depresi. Sekitar seperempat
pasien hiperemesis gravidarum membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih
dari sekali.

 Wanita dengan hiperemesis gravidarum dengan kenaikan berat badan dalam


kehamilan yang rendah (7 kg) memiliki risiko yang lebih tinggi untuk
melahirkan neonatus dengan berat badan lahir rendah, kecil untuk masa
kehamilan, prematur, dan nilai Apgar 5 menit kurang dari 7.

2.3 Etiologi dan Predisposisi

Penyebab dari Hiperemesis Gravidarum belum diketahui namun diperkirakan


berhubungan dengan kehamilan pertama; peningkatan hormonal pada kehamilan,
terutama pada kehamilan ganda dan hamil anggur; usia di bawah 24 tahun; perubahan
metabolik dalam kehamilan; alergi; dan faktor psikososial. Wanita dengan riwayat
mual pada kehamilan sebelumnya dan mereka yang mengalami obesitas juga
mengalami peningkatan risiko hiperemesis gravidarum (Mark, 2006).

1. Faktor adaptasi dan hormonal

Pada waktu hamil yang kekurangan darah lebih sering terjadi HG dapat
dimasukkan dalam ruang lingkup faktor adaptasi adalah wanita hamil dengan
anemia, wanita primigravida, kehamilan ganda, dan hamil mola hidatidosa.
Sebagian kecil primigravida belum mampu beradaptasi terhadap hormon
estrogen dan korionik gonadotropin, sedangkan pada hamil ganda dan mola
hidatidosa jumlah hormon yang dikeluarkan terlalu tinggi dan menyebabkan
terjadinya HG (Wibowo, 2005).

Diduga HG dipicu oleh level hormon ß-hCG yang tinggi. Hormon ini
meningkat cepat pada triwulan pertama kehamilan dan dapat memicu bagian dari
otak yang mengontrol mual dan muntah (Mark, 2006).

2. Faktor Organik

Masuknya vili khorialis dalam sirkulasi maternal dan perubahan metabolik


akibat hamil serta resistensi yang menurun dari pihak ibu terhadap perubahan ini
(Wibowo, 2005).

3. Faktor Psikologis

Hubungan faktor psikologis dengan kejadian HG belum jelas, besar


kemungkinan bahwa wanita yang mendadak hamil, takut kehilangan pekerjaan,
keretakan hubungan dengan suami, takut terhadap tanggung jawab sebagai ibu
dan sebagainya, diduga dapat menjadi faktor kejadian HG. Dengan perubahan
suasana dan masuk rumah sakit penderitanya dapat berkurang sampai
menghilang (Wibowo, 2005).

4. Faktor Alergi

Pada kehamilan, dimana diduga terjadi invasi jaringan vili khorialis yang
masuk kedalam peredaran darah ibu, maka faktor alergi dianggap dapat
menyebabkan terjadinya HG (Wibowo, 2005).

5. Perubahan saluran cerna

Selama kehamilan, saluran cerna terdesak karena memberikan ruang untuk


perkembangan janin. Hal ini dapat berakibat refluks asam (keluarnya asam dari
lambung ke tenggorokan) dan lambung bekerja lebih lambat menyerap makanan
sehingga menyebabkan mual dan muntah (Mark, 2006).

6. Diet tinggi lemak

Risiko HG meningkat sebanyak 5 kali untuk setiap penambahan 15 g lemak


jenuh setiap harinya (Mark, 2006).

7. Helicobacter pylori

Penelitian melaporkan bahwa 90% kasus kehamilan dengan HG juga


terinfeksi dengan bakteri ini, yang dapat menyebabkan luka pada lambung
(Mark, 2006).

2.4 Patofisiologi

Perasaan mual akibat kadar estrogen meningkat, mual dan muntah terus
menerus dapat menyebabkan dehidrasi, hiponatremia, penurunan klorin urin,
selanjutnya terjadi hemokonsentrasi, yang mengurangi perfusi darah ke jaringan
dan menyebabkan tertimbunnya asam aseton, hidroksi, butirik dan aseton dalam
darah, kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah
yang menyebabkan dehidrasi. Dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi sehingga
aliran darah ke jaringan berkurang membuat frekuensi muntah semakin berlebihan
(Wibowo, 2005).
Etiologi mual dan muntah yang terjadi selama kehamilan masih belum
diketahui, namun terdapat beberapa teori yang dapat menjelaskan terjadinya
hiperemesis gravidarum. Faktor sosial, psikologis dan organobiologik, yang
berupa perubahan kadar hormon-hormon selama kehamilan, memegang peranan
dalam terjadinya hiperemesis gravidarum. Disfungsi pada traktus gastrointestinal
yang disebabkan oleh pengaruh hormon progesteron diduga menjadi salah satu
penyebab terjadinya mual dan muntah pada kehamilan. Peningkatan kadar
progesteron memperlambat motilitas lambung dan mengganggu ritme kontraksi
otot-otot polos di lambung (disritmia gaster). Selain progesteron, peningkatan
kadar hormon human chorionic gonadotropin (hCG) dan estrogen serta penurunan
kadar thyrotropin-stimulating hormone (TSH), terutama pada awal kehamilan,
memiliki hubungan terhadap terjadinya hiperemesis gravidarum walaupun
mekanismenya belum diketahui. Pada studi lain ditemukan adanya hubungan
antara infeksi kronik Helicobacter pylori dengan terjadinya hiperemesis
gravidarum. Sebanyak 61,8% perempuan hamil dengan hiperemesis gravidarum
yang diteliti pada studi tersebut menunjukkan hasil tes deteksi genom H. pylori
yang positif (Miller, 2008).

Ada yang menyatakan bahwa perasaan mual adalah akibat dari


meningkatnya kadar estrogen, oleh karena keluhan ini terjadi pada trimester
pertama. Pengaruh fisiologik hormon estrogen ini tidak jelas, mungkin berasal dari
sistem syaraf pusat atau akibat berkurangnya pengosongan lambung. Penyesuaian
terjadi pada kebanyakan wanita hamil, meskipun demikian mual dan muntah dapat
berlangsung berbulan-bulan.

Hiperemesis gravidarum yang merupakan komplikasi mual dan muntah


pada hamil muda (trimester pertama), bila terjadi terus-menerus dapat
menyebabkan dehidrasi dan tidak seimbangnya elektrolit dengan alkalosis
hipokloremik. Belum jelas mengapa gejala-gejala ini hanya terjadi pada sebagian
kecil wanita, tetapi faktor psikologik merupakan faktor utama, di samping
pengaruh hormonal. Yang jelas wanita yang sebelum kehamilan sudah menderita
lambung spastik dengan gejala tak suka makan dan mual, akan mengalami emesis
gravidarum yang lebih berat.

Hiperemesis gravidarum ini akan mengakibatkan cadangan karbohidrat


dan lemak habis terpakai untuk keperluan energi. Karena oksidasi lemak yang tak
sempurna, terjadilah ketosis dengan tertimbunnya asam aseton-asetik, asam
hidroksi butirik dan aseton dalam darah.

Kekurangan cairan yang diminum dan kehilangan cairan karena muntah


menyebabkan dehidrasi, sehingga cairan ekstraseluler dan plasma berkurang.
Natrium dan klorida darah turun, demikian pula klorida air kemih. Selain itu
dehidrasi menyebabkan hemokonsentrasi, sehingga aliran darah ke jaringan
berkurang. Hal ini menyebabkan jumlah zat makanan dan oksigen ke jaringan
berkurang pula dan tertimbunnya zat metabolik yang toksik.

Kekurangan kalium sebagai akibat dari muntah dan bertambahnya


ekskresi lewat ginjal, menambah frekuensi muntah-muntah yang lebih banyak,
dapat merusak hati, dan terjadilah lingkaran setan yang sulit dipatahkan.

2.5 Derajat Hiperemesis Gravidarum

Secara klinis Hiperemesis Gravidarum dibedakan atas 3 tingkatan, yaitu

Tingkat I

- Muntah yang terus menerus, timbul intoleransi terhadap makanan dan minuman,
berat badan menurun, nyeri epigastrium, muntah pertama keluar makanan, lendir,
dan sedikit empedu kemudian hanya lendir, cairan empedu dan terakhir keluar
darah.
- Nadi meningkat sampai 100 kali per menit dan tekanan darah sistole menurun.
- Mata cekung dan lidah kering, turgor kulit berkurang dan urin masih normal.

Tingkat II

- Gejala lebih berat, segala yang dimakan dan diminum dimuntahkan, haus hebat
- Subfebril, nadi cepat dan lebih 100-140 kali per menit, tekanan darah sistole
kurang dari 80 mmHg
- Apatis, kulit pucat, lidah kotor, kadang ikterus ada, bilirubin ada dan berat badan
cepat menurun.

Tingkat III

- Gangguan kesadaran, muntah berkurang atau berhenti, ikterus, sianosis,


nistagmus, gangguan jantung, bilirubin ada dan proteinuria. (Depkes RI, 2007).
Hiperemesis gravidarum dapat diklasifikasikan secara klinis menjadi tiga
tingkat, yaitu (Siddik, 2008):

 Tingkat I

Hiperemesis gravidarum tingkat I ditandai oleh muntah yang terus


menerus disertai dengan intoleransi terhadap makan dan minum. Terdapat
penurunan berat badan dan nyeri epigastrium. Pertama-tama isi muntahan
adalah makanan, kemudian lendir beserta sedikit cairan empedu, dan kalau
sudah lama bisa keluar darah. Frekuensi nadi meningkat sampai 100
kali/menit dan tekanan darah sistolik menurun. Pada pemeriksaan fisis
ditemukan mata cekung, lidah kering, turgor kulit menurun, dan urin sedikit
berkurang.

 Tingkat II

Pada hiperemesis gravidarum tingkat II, pasien memuntahkan segala


yang dimakan dan diminum, berat badan cepat menurun, dan ada rasa haus
yang hebat. Frekuensi nadi 100-140 kali/menit dan tekanan darah sistolik
kurang dari 80 mmHg. Pasien terlihat apatis, pucat, lidah kotor, kadang
ikterus, dan ditemukan aseton serta bilirubin dalam urin.

 Tingkat III

Kondisi tingkat III ini sangat jarang, ditandai dengan berkurangnya


muntah atau bahkan berhenti, tapi kesadaran menurun (delirium sampai
koma). Pasien mengalami ikterus, sianosis, nistagmus, gangguan jantung, dan
dalam urin ditemukan bilirubin dan protein.

2.6 Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis Hiperemesis Gravidarum didasarkan pada :

 Anamnesa
amenore yang disertai muntah hebat (segala yang dimakan dan diminum akan
dimuntahkan), pekerjaan sehari-hari terganggu, dan haus hebat.
 Pemeriksaan fisik
- Pemeriksaan vital sign : nadi meningkat 100 kali per menit, tekanan darah
menurun pada keadaan berat, subfebril dan gangguan kesadaran (apatis-
koma).

- Pemeriksaan keadaan umum : dehidrasi, keadaan berat, kulit pucat, ikterus,


sianosis, berat badan menurun, porsio lunak pada vaginal touche, uterus besar
sesuai besarnya kehamilan.

 Laboratorium, meliputi :
- Urin lengkap, keton urin
- Gula darah
- Elektrolit
- Faal hepar
- Faal ginjal
 USG : menilai dan memastikan kehamilan (Moeloek, 2002 ; Mark, 2006).

Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan


adanya kehamilan muda dan muntah yang terus-menerus, sehingga mempengaruhi
keadaan umum. Namun demikian harus dipikirkan kehamilan muda dengan
penyakit pielonefritis, hepatitis, ulkus ventrikuli dan tumor serebri yang dapat pula
memberikan gejala muntah.

Hiperemesis gravidarum yang terus-menerus dapat menyebabkan kekurangan


makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga pengobatan
perlu segera diberikan. Diagnosis dapat ditegakkan dengan (Siddik, 2008):

1. Anamnesis : amenore yang disertai muntah hebat (segala yang dimakan dan
diminum akan dimuntahkan), pekerjaan sehari-hari terganggu, dan haus hebat.
2. Pemeriksaan vital sign : nadi meningkat 100 kali per menit, tekanan darah
menurun pada keadaan berat, subfebril dan gangguan kesadaran (apatis-koma).

3. Pemeriksaan keadaan umum : dehidrasi, keadaan berat, kulit pucat, ikterus,


sianosis, berat badan menurun, porsio lunak pada vaginal touche, uterus besar
sesuai besarnya kehamilan.

4. Pemeriksaan tambahan (laboratorium) : kenaikan relatif hemoglobin dan


hematokrit, shift to the left, benda keton dan proteinuria.

2.7 Penatalaksanaan
Pencegahan terhadap hiperemesis gravidarum perlu dilaksanakan dengan
jalan memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu
proses yang fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang
muntah merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang
setelah kehamilan 4 bulan, menganjurkan mengubah makan sehari-hari dengan
makanan dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering.

Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi
dianjurkan untuk makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat. Makanan yang
berminyak dan berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman
seyogyanya disajikan dalam keadaan panas atau sangat dingin.

Defekasi yang teratur hendaknya dapat dijamin, menghindarkan


kekurangan karbohidrat merupakan faktor yang penting, oleh karenanya
dianjurkan makanan yang banyak mengandung gula.

1. Terapi obat-obatan

Apabila dengan cara tersebut di atas keluhan dan gejala tidak mengurang
maka diperlukan pengobatan. Tetapi perlu diingat untuk tidak memberikan obat
yang teratogen.

Sedativa yang sering digunakan adalah Phenobarbital. Vitamin yang dianjurkan


adalah vitamin B1 dan B6. Antihistamin juga dianjurkan, seperti Dramamin,
Avomin. Pada keadaan lebih berat diberikan anti emetik seperti Disiklomin
Hidrokhloride atau Khlorpromasin. Penanganan Hiperemesis Gravidarum yang
lebih berat (tingkat II dan III) perlu dikelola di rumah sakit.

2. Diet
a. Diet hiperemesis 1 : diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan
hanya berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama
makanan tetapi 1-2 jam sesudahnya. Makanan ini kurang dalam zat-zat
gizi kecuali vitamin C karena itu hanya diberikan selama beberapa hari.

b. Diet hiperemesis 2 : diberikan bila rasa mual dan muntah berkurang.


Secara berangsur mulai diberikan bahan makanan yang bernilai gizi
tinggi. Minuman tidak diberikan bersama makanan. Makanan ini rendah
dalam semua zat-zat gizi kecuali vitamin A dan D.
c. Diet hiperemesis 3 : diberikan kepada penderita dengan hiperemesis
ringan. Menurut kesanggupan penderita minuman boleh diberikan
bersama makanan. Makanan ini cukup dalam semua zat gizi kecuali
kalsium.

3. Isolasi di Rumah Sakit pada Hiperemesis Gravidarum tingkat II dan III

Penderita disendirikan dalam kamar yang tenang, tetapi cerah dan peredaran
udara yang baik. Catat cairan yang keluar dan masuk. Hanya dokter dan
perawat yang boleh masuk ke dalam kamar penderita, sampai muntah berhenti
dan penderita mau makan. Tidak diberikan makanan atau minuman selama 24
jam. Kadang-kadang dengan isolasi saja gejala-gejala akan berkurang atau
hilang tanpa pengobatan.

4. Terapi psikologik

Perlu diyakinkan kepada penderita bahwa penyakit dapat disembuhkan,


hilangkan rasa takut oleh karena kehamilan, kurangi pekerjaan serta
menghilangkan masalah dan konflik, yang kiranya dapat menjadi latar
belakang penyakit ini seperti keadaan social ekonomi, pekerjaan serta
lingkungan. Diberikan pengertian bahwa kehamilan adalah suatu hal yang
wajar, normal dan fisiologis, jadi tidak perlu takut dan khawatir.

5. Cairan parenteral

Berikan cairan parenteral yang cukup elektrolit, karbohidrat dan protein


dengan glukose 5% dalam cairan garam fisiologik sebanyak 2-3 liter sehari.
Bila perlu dapat ditambah kalium, dan vitamin, khususnya vitamin B kompleks
dan vitamin C dan bila ada kekurangan protein, dapat diberikan pula asam
amino secara intravena.

Dibuat daftar kontrol cairan yang masuk dan yang dikeluarkan. Untuk
mempertahankan keseimbangan cairan. Air kencing perlu diperiksa sehari-hari
terhadap protein, aseton, khlorida dan bilirubin. Suhu dan nadi diperiksa setiap
4 jam dan tekanan darah 3 kali sehari.

Dilakukan pemeriksaan hematokrit pada permulaan dan seterusnya menurut


keperluan. Bila selama 24 jam penderita tidak muntah dan keadaan umum
bertambah baik dapat dicoba untuk memberikan minuman, dan lambat laun
minuman dapat ditambah dengan makanan yang tidak cair. Dengan penanganan
di atas, pada umumnya gejala-gejala akan berkurang dan keadaan akan
bertambah baik.

6. Penghentian kehamilan

Pada sebagian kecil kasus keadaan tidak menjadi baik, bahkan mundur.
Usahakan mengadakan pemeriksaan medik dan psikiatrik bila keadaan
memburuk. Delirium, kebutaan, takhikardi, ikterus, anuria dan perdarahan
merupakan manifestasi komplikasi organik. Dalam keadaan demikian perlu
dipertimbangkan untuk mengakhiri kehamilan. Keputusan untuk melakukan
abortus terapeutik sering sulit diambil, oleh karena di satu pihak tidak boleh
dilakukan terlalu cepat, tetapi dilain pihak tidak boleh menunggu sampai terjadi
gejala ireversibel pada organ vital (Wibowo, 2005).

Penatalaksanaan awal mual dan muntah pada kehamilan dapat mencegah


hiperemesis gravidarum. Penatalaksanaan utama sering melibatkan istirahat dan
penghindaran dari rangsangan yang berperan sebagai pemicu. Di bawah ini
adalah penatalaksanaan dalam kondisi kegawatdaruratan:

 Untuk keluhan hiperemesis yang berat pasien dianjurkan untuk dirawat di


rumah sakit dan membatasi pegunjung.
 Penghentian pemberian makanan per oral 24 – 48 jam.

 Penggantian cairan dan pemberian antiemetik jika dibutuhkan. Larutan


normal saline atau ringer laktat dapat digunakan dalam kondisi itu.

 Penambahan glukosa, multivitamin, magnesium, pyridoxine, dan atau tiamin


dapat dipertimbangkan. Untuk pasien dengan defisiensi vitamin, tiamin 100
mg dapat diberikan sebelum pemberian cairan dekstrosa.

 Lanjutkan penatalaksanaan sampai pasien dapat mentoleransi cairan per oral


dan sampai hasil uji menunjukkan jumlah keton urin hilang atau sedikit.

Penatalaksanaan mual dan muntah pada kehamilan dengan vitamin B6 atau


vitamin B6 ditambah doxylamine sangat aman dan efektif serta dapat digunakan
sebagai terapi farmakologis lini pertama (American College of Obstetricians and
Gynecologists, 2004). Pemberian multivitamin pada saat terjadinya konsepsi juga
menurunkan derajat keparahan gejala (ACOG, 2004).

Penatalaksanaan Konvensional

Sampai saat ini belum ada penatalaksanaan farmakologi yang terbukti.


Modalitas terapi dan obat-obatan yang telah diteliti efektivitasnya dapat dilihat dalam
tabel 1 dan 2. Pasien yang mengalami mual dan muntah yang berat pada kehamilan
sebelumnya dapat mengkonsumsi antiemetik sebagai profilaksis atau segera setelah
mengalami gejala pada kehamilan berikutnya, yang dikenal sebagai pre-emptive
therapy (Koren, 2004).

Farmakoterapi dengan antiemetik dan piridoksin telah terbukti efektif.


Piridoksin dijual dalam bentuk formulasi kombinasi dengan doxylamine. Walaupun
dalam bentuk kombinasi, Benedektin dihetikan dari pasaran di USA pada tahun 1980
karena isu ketidakpastian, ACOG 2004 merekomendasikan 10 mg piridoksin
ditambah setengah dari 25 mg doxylamine (antihistamin) yang dikonsumsi per oral
setiap 8 jam sebagai farmakoterapi lini pertama. Piridoksin merupakan obat kelas A
dan aman diberikan pada kehamilan.

Antiemetik konvensional, seperti penyekat reseptor H1, fenotiazin dan


benzamin, telah terbukti efektif dan aman. Antiemetik seperti proklorperazin,
prometazin, klorpromazin dapat menyembuhkan mual dan muntah dengan
menghambat postsynaptic mesolimbic dopamine receptors melalui efek
antikolinergik dan penekanan reticular activating system. Terdapat obat-obat keas C
dengan keamanan yang belum dipastikan untuk digunakan pada kehamilan. Namun,
hanya didapatkan sedikit informasi mengenai efek terapi antiemetik terhadap
outcome fetus dari randomized controlled trial, walaupun tidak didapatkan hubungan
antara metoklopramid dan efek sampingnya, seperti malformasi, berat lahir rendah,
dan persalinan preterm (Sorenso, 2000). Terapi kombinasi dengan pyridoxine dan
metoklopramid terbuti lebih baik dibandingkan monoterapi lain (Bsat, 2003). Jika
terapi itu gagal, cairan kristaloid dapat diberikan untuk memperbaiki dehidrasi,
ketonemia, defisit elektrolit, dan gangguan asam basa. Tiamin 100 mg dapat
ditambahkan dalam 1 liter pertama dan pemberian cairan dilakukan sampai muntah
terkontrol (Jewell, 2003).
Profilaksis Wernicke’s encephalopathy dengan suplementasi tiamin dapat
dilakukan sebagai upaya pencegahan komplikasi hiperemsis. Komplikasi itu jarang
terjadi, tetapi perlu diwaspadai jika terdapat gejala muntah berat disertai dengan
gejala okular, seperti perdarahan retina atau hambatan gerakan ekstraokular.

Tabel 1. Modalitas tata laksana untuk hiperemesis gravidarum (Sonkusare,


2008).

Penatalaksanaan Diet

Diet hiperemesis I diberikan pada hiperemesis tingkat III. Makanan yang


diberikan berupa roti kering dan buah-buahan. Cairan tidak diberikan bersama
makanan tetapi 1 – 2 jam setelah makan. Diet itu kurang mengandung zat gizi,
kecuali vitamin C, sehingga diberikan hanya selama beberapa hari.

Diet hiperemesis II diberikan jika rasa mual dan muntah berkurang.


Pemberian dilakukan secara bertahap untuk makanan yang bernilai gizi tinggi.
Minuman tidak diberikan bersama makanan. Diet itu rendah dalam semua zat gizi,
kecuali vitamin A dan D.

Diet hiperemesis III diberikan kepada penderita dengan hiperemesis ringan.


Pemberian minuman dapat diberikan bersama makanan. Diet ini cukup dalam semua
zat gizi, kecuali kalsium.

Terapi Alternatif

Ada berbagai terapi alternatif lain yang sangat efektif. Akar jahe (Zingiber
officinale Roscoe) adalah salah satu pilihan nonfarmakologik dengan efek yang
cukup baik. Bahan aktifnya, disebut gingerol, dapat menghambat pertumbuhan
seluruh galur H. pylori, terutama galur Cytotoxin associated gene (Cag) A+ yang
sering menyebabkan infeksi. Ekstrak jahe ini sangat direkomendasikan oleh ACOG.13
Dosisnya adalah 250 mg kapsul akar jahe bubuk per oral, 4 kali sehari.

The Systematic Cochrane Review mendukung penggunaan stimulasi


akupunktur P6 pada pasien tanpa profilaksis antiemetik. Stimulasi ini dapat
mengurangi risiko mual. National Evidence-based Clinical (NICE) Guidelines
Oktober 2003 merekomendasikan jahe, akupunktur P6 dan antihistamin untuk tata
laksana mual dan muntah dalam kehamilan, dengan evidence level I. Juga telah
ditunjukkan bahwa terapi stimulasi saraf tingkat rendah pada aspek volar pergelangan
tangan dapat menurunkan mual dan muntah serta merangsang kenaikan berat badan

Antagonis serotonin kadang-kadang digunakan oleh beberapa klinisi untuk


pasien tidak hamil yang mengalami mual berat. Pada sebuah penelitian, ondansentron
ternyata tidak lebih baik daripada prometazin sehingga penggunaannya terbatas
(Hansel, 2002).

Dengan muntah yang persisten, kita harus mencari adanya penyebab lain
seperti gastroenteritis, kolesistitis, pankreatits, hepatitis, ulkus peptikum, pielonefritis,
dan perlemakan hati dalam kehamilan. Hampir semua wanita hamil akan
memberikan respon yang baik dengan penatalaksanaan yang telah disebutkan di atas.
Bila masih ada muntah berkepanjangan, maka pemberian nutrisi enteral harus
dipikirkan.

Tabel 2. Tata laksana obat untuk hiperemesis gravidarum yang sudah diteliti
(Sonkusare, 2008).

2.8 Komplikasi
Dampak yang ditimbulkan dapat terjadi pada ibu dan janin, seperti ibu akan
kekurangan nutrisi dan cairan sehingga keadaan fisik ibu menjadi lemah dan lelah
dapat pula mengakibatkan gangguan asam basa, penumoni aspirasi, robekan mukosa
pada hubungan gastroesofagi yang menyebabkan perdarahan ruptur esofagus,
kerusakan hepar dan kerusakan ginjal, ini akan memberikan pengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan janin karena nutrisi yang tidak terpenuhi atau tidak
sesuai dengan kehamilan, yang mengakibatkan peredaran darah janin berkurang.

■ Komplikasi pada ibu :

1. Gagal ginjal
2. Central pontine myelinolysis

3. Coagulopathy dan atrophy

4. Mallory-weiss syndrome

5. Hipoglikemia

6. Anuria

7. Takikardi

8. Ikterus

9. Delirium sampai dengan koma

10. Malnutrisi

11. Wernicke’s encephalopathy

12. Pneumomediastinitis

■ Komplikasi pada bayi :

1. Stress berkepanjangan
2. Dehidrasi

3. Malnutrisi

4. Diabetes (komplikasi lanjut)

5. Penyakit jantung (komplikasi lanjut)

Hiperemesis gravidarum yang terjadi terus-menerus dapat menyebabkan


dehidrasi pada penderita. Dehidrasi muncul pada keadaan ini akibat kekurangan
cairan yang dikonsumsi dan kehilangan cairan karena muntah. Keadaan ini
menyebabkan cairan ekstraseluler dan plasma berkurang sehingga volume cairan
dalam pembuluh darah berkurang dan aliran darah ke jaringan berkurang. Hal ini
menyebabkan jumlah zat makanan (nutrisi) dan oksigen yang akan diantarkan ke
jaringan mengurang pula. Dampak dari keadaan ini terhadap kesehatan ibu adalah
menurunnya keadaan umum, munculnya tanda-tanda dehidrasi (dalam berbagai
tingkatan tergantung beratnya hiperemesis gravidum), dan berat badan ibu
berkurang. Risiko dari keadaan ini terhadap ibu adalah kesehatan yang menurun
dan bisa terjadi syok serta terganggunya aktivitas sehari-hari ibu. Dampak dari
keadaan ini terhadap kesehatan janin adalah berkurangnya asupan nutrisi dan
oksigen yang diterima janin. Risiko dari keadaan ini adalah tumbuh kembang janin
akan terpengaruh (Siddik, 2008).

2.9 Pencegahan

Pencegahan terhadap Hiperemesis Gravidarum perlu dilaksanakan dengan


jalan memberikan penerapan tentang kehamilan dan persalinan sebagai suatu proses
yang fisiologik, memberikan keyakinan bahwa mual dan kadang-kadang muntah
merupakan gejala yang fisiologik pada kehamilan muda dan akan hilang setelah
kehamilan 4 bulan, menganjurkan mengubah makan sehari-hari dengan makanan
dalam jumlah kecil, tetapi lebih sering.

Waktu bangun pagi jangan segera turun dari tempat tidur, tetapi dianjurkan untuk
makan roti kering atau biskuit dengan teh hangat. Makanan yang berminyak dan
berbau lemak sebaiknya dihindarkan. Makanan dan minuman seyogyanya disajikan
dalam keadaan panas atau sangat dingin.

Defekasi yang teratur hendaknya dapat dijamin, menghindarkan kekurangan


karbohidrat merupakan faktor yang penting, oleh karenanya dianjurkan makanan
yang banyak mengandung gula (Wibowo, 2005).

Wanita yang mulai mengkonsumsi vitamin sejak kehamilan dini dapat


menurunkan risiko Hiperemesis Gravidarum. Satu kali gejala Hipremesis Gravidarum
muncul, maka perlu penatalaksanaan sejak dini agar tidak terjadi perburukan (Mark,
2006).

Prinsip pencegahan adalah mengubah emesis agar tidak terjadi hiperemesis :


a. Penerangan bahwa kehamilan dan persalinan merupakan
proses fisiologis. Meyakinkan pasien untuk menghadapi kehamilan dengan
kebahagian, karena kehamilan adalah anugerah dari Tuhan.
b. Makan sedikit-sedikit tetapi sering, berikan makanan selingan super biskuit, roti
kering dengan teh hangat saat bangun pagi dan sebelum tidur.

c. Jangan berikan makanan dalam jumlah atau porsi besar karena akan membuat
pasien bertambah mual

d. Banyak mengkonsumsi buah, sayuran dan makanan yang tinggi karbohidrat


seperti roti, kentang, biscuit, dll

e. Minum yang cukup untuk menghindari dehidrasi akibat muntah. Minum dengan
air putih, ataupun juice. Hindari minuman yang mengandung kafein dan
karbonat.

f. Hindari makanan berminyak dan berbau, makanan sebaiknya disajikan dalam


keadaan hangat.

g. Jangan tiba-tiba berdiri waktu bangun pagi, akan terasa


oyong, mual dan muntah, defekasi hendaknya diusahakan terakhir.

h. Istirahat dan relax akan sangat membantu untuk mengatasi


rasa mual muntah. Karena bila pasien stress maka akan memperburuk rasa
mual. Dilakukan istirahat yang cukup dan santai, mendengarkan musik,
membaca buku bayi atau majalah, dll.

2.10 Prognosis

Prognosis umumnya baik, dan dapat menjadi fatal bila terjadi deplesi
elektrolit dan ketoasidosis yang tidak dikoreksi dengan tepat dan cermat (Moeloek,
2002).

BAB III

KESIMPULAN
Mual (nausea) dan muntah (emesis gravidarum) adalah gejala yang wajar dan
sering didapatkan pada trimester pertama kehamilan. Mual biasanya terjadi pada pagi
hari atau sering disebut sebagaimorning sickness, tetapi dapat pula timbul setiap saat
dan malam hari. Perasaan mual ini disebabkan oleh karena meningkatnya kadar
hormon estrogen dan HCG dalam serum. Pengaruh fisiologik kenaikan hormon ini
belum jelas, mungkin karena sistem syaraf pusat atau pengosongan lambung yang
berkurang.

Penyebab dari Hiperemesis Gravidarum belum diketahui namun diperkirakan


berhubungan dengan kehamilan pertama; peningkatan hormonal pada kehamilan,
terutama pada kehamilan ganda dan hamil anggur; usia di bawah 24 tahun; perubahan
metabolik dalam kehamilan; alergi; dan faktor psikososial.

Diagnosis hiperemesis gravidarum biasanya tidak sukar. Harus ditentukan


adanya kehamilan muda dan muntah yang terus-menerus, sehingga mempengaruhi
keadaan umum. Hiperemesis gravidarum yang terus-menerus dapat menyebabkan
kekurangan makanan yang dapat mempengaruhi perkembangan janin, sehingga
pengobatan perlu segera diberikan.

Dampak yang ditimbulkan dapat terjadi pada ibu dan janin, seperti ibu akan
kekurangan nutrisi dan cairan sehingga keadaan fisik ibu menjadi lemah dan lelah
dapat pula mengakibatkan gangguan asam basa, penumoni aspirasi, robekan mukosa
pada hubungan gastroesofagi yang menyebabkan perdarahan ruptur esofagus,
kerusakan hepar dan kerusakan ginjal, ini akan memberikan pengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan janin karena nutrisi yang tidak terpenuhi atau tidak
sesuai dengan kehamilan, yang mengakibatkan peredaran darah janin berkurang.

DAFTAR PUSTAKA
ACOG (American College of Obstetrics and Gynecology): Practice Bulletin No. 52:

Nausea and Vomiting of Pregnancy. Obstet Gynecol. 2004;103:803-14.

Bsat FA, Hoffman DE, Seubert DE. Comparison of three out patient regimens in the

management of nausea and vomiting in pregnancy. J Perinatol. 2003;23:531-5.

Duggar CR, Carlan SJ: The efficacy of methylprednisolone in the treatment of

hyperemesis gravidarum: A randomized double-blind controlled study

[abstract]. Obstet Gynecol. 2001;97:45S.

Hansen WF, Yankowitz J: Pharmacologic therapy for medical disorders during

pregnancy. Clin Obstet Gynecol. 2002; 45:136.

Jewell D, Young G. Interventions for nausea and vomiting in early pregnancy. The

Cochrane Database of Systematic Reviews 2003, Issue 4.Art. No.:CD000145.

doi:10.1002/14651858.CD000145.

Koren G, Maltepe C. Pre-emptive therapy for severe nausea and vomiting of

pregnancy and hyperemesis gravidarum. J Obstet Gynaecol. 2004;24:530-3.

Magee LA, Mazzotta P, Koren G: Evidence-based view of safety and effectiveness of

pharmacologic therapy for nausea and vomiting of pregnancy (NVP). Obstet

Gynecol. 2002;186:S256.

Mark. 2006. http://adulgopar.files.wordpress.com/2009/12/hiperemesis-gravidarum-

hg.pdf

Miller AWF, Hanretty KP. Vomiting in pregnancy. Dalam: Miller AWF, Hanretty KP,

eds. Obstetrics Illustrated, 5th ed. London: Churchill Livingstone; 2008: 102-3.

Moeloek, F.A. 2002. Hiperemesis gravidarum dalam Standar Pelayanan Medik

Obstetri dan Ginekologi, Perkumpulan Obstetri dan ginekologi Indonesia.

Jakarta. Hal : 3-4.

Ogunyemi DA, Fong A. Hyperemesis Gravidarum [halaman di Internet].. Diunduh

dari: http://emedicine.medscape.com/article/254751-overview
Siddik D. Kelainan gastrointestinal. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T,

Wiknjosastro GH, ed. Ilmu kebidanan Sarwono Prawirohardjo,`ed. 4. Jakarta:

PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2008: 814-28.

Sonkusare S. Hyperemesis Gravidarum: A Review. Med J Malaysia. 2008;63:3.

Sorenson HT, Nielsen GL,Christensen K et al. Birth outcome following maternal use

of metoclopramide. Br J Clin Pharmacol. 2000;49:264-8.

Wibowo, B. 2005. Hiperemesis Gravidarum dalam Patologi Kehamilan dan

Penanganannya : Komplikasi-komplikasi sebagai akibat langsung kehamilan

dalam Ilmu Kebidanan Edisi Kedua, Cetakan ketujuh. Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawirohardjo : Jakarta. Hal : 275 – 279.

Anda mungkin juga menyukai