DYSPEPSIA
Pembimbing
LAPORAN KASUS
DYSPEPSIA
Wahana:
RSUD Tuan Rondahaim Batu 20
Telah diperiksa dan diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti program
internship di RSUD dokter Indonesia
Pembimbing Pendamping
PENDAHULUAN
Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom (kumpulan gejala atau
keluhan) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati (daerah lambung),
kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, dan perut terasa penuh. Keluhan ini
tidak selalu ada pada setiap penderita. Bahkan pada seorang penderita, keluhan tersebut dapat
berganti atau bervariasi, baik dari segi jenis keluhan maupun kualitas keluhan. Jadi, dispepsia
bukanlah suatu penyakit, melainkan kumpulan gejala ataupun keluhan yang harus dicari
penyebabnya. Kasus dyspepsia didunia mencapai 13-40% dari total populasi setiap tahun.
Hasil study menunjukakan bahwa di Eropa, Amerika Serikat dan Oscania, prevalensi
dyspepsia bervariasi antara 5% hingga 43% (WHO, 2010). Di Indonesia diperkirakan hampir
30% pasien yang datang ke praktek umum adalah pasien yang keluhannya berkaitan dengan
kasus dispepsia. Pasien yang datang berobat ke praktek gastroenterologist terdapat 60%
dengan keluhan dispepsia.
Dispepsia adalah suatu istilah yang merujuk pada gejala abnormal di perut bagian atas.
Istilah ini biasa pula digunakan untuk menerangkan berbagai keluhan yang dirasakan di
abdomen bagian atas. Diantaranya adalah rasa nyeri ataupun rasa terbakar di daerah
epigastrium (uluhati), perasaan penuh atau rasa bengkak di perut bagian atas, sering sendawa,
mual ataupun rasa cepta kenyang. Dispepsia juga sering dipakai sebagai sinonim dari
gangguan pencernaan.
Sebagai suatu gejala ataupun sindrom, dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit,
baik yang bersifat organik maupun yang fungsional. Berdasarkan konsesus terakhir (kriteria
Roma) gejala heartburn atau pirosis, yang diduga karena penyakit refluks gastroesofageal,
tidak dimasukkan dalam sindrom dispepsia.
BAB II
PEMBAHASAN
Keluhan perut terasa kembung, mual, nafsu makan menurun merupakan gejala-gejala
yang dapat memperkuat dalam mendiagnosis dispepsia. 1 Pada pemeriksaan fisik didapatkan
nyeri tekan di daerah epigastrium, nyeri bertambah apabila telat makan. Hal ini dikarenakan
tingkat sekresi asam lambung terdapat menyebabkan peningkatan sensitivitas mukosa
lambung terhadap asam hal ini mengakibatkan rasa tidak enak di perut. Pemeriksaan fisik
dilakukan untuk menemukan adanya organomegali, tumor abdomen, ascites, untuk
menyingkirkan penyakit organik. Tumpukan pemeriksaan fisik pada bagian abdomen.
Inspeksi akan distensi, asites, parut, hernia yang jelas, ikterik, dan lebam. Auskultasi akan
bunyi usus dan karakteristik motalitasnya. Palpasi dan perkusi abdomen, perhatikan akan
tenderness, nyeri, pembesaran organ dan timpani.
Pemeriksaan tanda vital bisa ditemukan takikardi atau nadi yang tidak regular. Perlu
ditanyakan perubahan tertentu yang dirasai oleh pasien, keadaan umum dan kesadaran pasien
diperhatikan. Auskultasi bunyi gallop atau murmur di jantung. Perkusi paru untuk
mengetahui konsolidasi. Perhatikan dan lakukan terhadap ekstremitas, adakah terdapat perifer
edema dan dirasakan adakah akral hangat atau dingin.
Sekarang lebih dikenal dengan diit lambung yang sudah disesuaikan dengan
masyarakat Indonesia. Dasar diet ialah makan sedikit berulang kali, makanan yang banyak
mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi makanan yang dimakan harus lembek, mudah
dicerna, tidak merangsang dan kemungkinan dapat menetralisir asam HCl. Pemberiannya
dalam porsi kecil dan berulang kali. Dilarang makan pedas, masam, dan alkohol. Antasida
20-150 ml/hari. Antasida akan menetralisir sekresi asam HCl. Obat ini biasa digunakan untuk
sindroma dispepsia. Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir
sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2,
dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus - menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk
mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat
sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan
diare karena terbentuk senyawa MgCl2. Antikolinergik.
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu
pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asam
lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif. Antagonis reseptor H2.
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti
tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain simetidin,
roksatidin, ranitidin, dan famotidin
Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI) Golongan obat ini mengatur
sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat - obat yang
termasuk golongan PPI adalah omeprazol, lansoprazol, dan pantoprazoL
FISIOLOGI LAMBUNG
Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti kantung,
dapat berdilatasi, dan berfungsi mencerna makanan dibantu oleh asam klorida (HCl) dan
enzim-enzim seperti pepsin, renin, dan lipase. Lambung memiliki dua fungsi utama, yaitu
fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Sebagai fungsi pencernaan dan sekresi, yaitu
pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, sintesis dan pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh
protein yang dimakan, sekresi mukus yang membentuk selubung dan melindungi lambung
serta sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama
dengan sekresi gel mukus yang berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin. Fungsi
motorik lambung terdiri atas penyimpanan makanan sampai makanan dapat diproses dalam
duodenum, pencampuran makanan dengan asam lambung, hingga membentuk suatu kimus,
dan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan kecepatan yang sesuai untuk
pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Prince, 2005). L
ambung akan mensekresikan asam klorida (HCl) atau asam lambung dan enzim untuk
mencerna makanan. Lambung memiliki motilitas khusus untuk gerakan pencampuran
makanan yang dicerna dan cairan lambung, untuk membentuk cairan padat yang dinamakan
kimus kemudian dikosongkan ke duodenum. Sel-sel lambung setiap hari mensekresikan
sekitar 2500 ml cairan lambung yang mengandung berbagai zat, diantaranya adalah HCl dan
pepsinogen. HCl membunuh sebagian besar bakteri yang masuk, membantu pencernaan
protein, menghasilkan pH yang diperlukan pepsin untuk mencerna protein, serta merangsang
empedu dan cairan pankreas. Asam lambung cukup pekat untuk menyebabkan kerusakan
jaringan, tetapi pada orang normal mukosa lambung tidak mengalami iritasi atau tercerna
karena sebagian cairan lambung mengandung mukus, yang merupaka
DISPEPSIA
Definisi : Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys- (buruk) dan –
peptein(pencernaan). Kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak
nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa,
regurgitas asam lambung, dan rasa panas yang menjalar ke dada.
FAKTOR RISIKO
KLASIFIKASI
Dispepsia organik :
Dispepsia fungsional :
- Disaritmia gaster
- Hipersensitivitas gaster/duodenum
- Faktor psikososial
- Gastritis H. Pylori
- idiopatik
PATOFISIOLOGI
Pemeriksaan Fisik :
Untuk mengidentifikasi kelainan intra abdomen atau intra lumen yang padat
(misalnya tumor), organomegali, atau nyeri tekan yang sesuai dengan adanya rangsang
peritoneal/peritonitis.
Pemeriksaan Penunjang :
TERAPI
Non Medikamentosa :
- Modifikasi gaya hidup & menghindari obat penyebab ulcer (aspirin & NSAIDs lain,
bisphosphonat oral, KCl, pengobatan imunosupresan)
- Menghindari stress
- Stop merokok & alkohol
Medikamentosa :
Obat golongan penekan asam lambung: (Antasida, H2blocker, dan Proton Pump
Inhibitor) Obat golongan sitoproteksi : Sukralfat,Rebamipid Antibiotika : Infeksi
Helicobacter pylori (Amoksisilin,Claritromisin, dan Metronidazol)
INDIKASI RAWAT
1. Jika pasien mengalami gejala dan tanda bahaya (alarming features) seperti
berikut:perdarahan saluran cerna, sulit menelan, nyeri saat menelan, anemia yang tidak bisa
dijelaskan sebabnya, perubahan nafsu makan, dan penurunan berat badan,atau ada indikasi
endoskopi. Segera rujuk pasien ke spesialis gastroenterologi atau rumah sakit dengan fasilitas
endoskopi.
2. Bila gejala dan tanda lebih mengarah pada kelainan jantung, segera rujuk ke
spesialis jantung.
PROGNOSIS
LAPORAN KASUS
Status Pasien
I. Identitas
Nama : Ny. EN
Usia : 48 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
No. RM : 24526
II. Anamnesis
Di keluarga pasien tidak ada yang mengeluh gejala yang sama seperti pasien.
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, jantung, asma dan tuberkulosis
disangkal
a. Pemeriksaan Umum
Tanda vital
4. Status Gizi
b. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+.
Hidung : Tidak ada sekret, tidak berbau, tidak ada perdarahan, tidak ada septum deviasi
Telinga : Tidak ada sekret, tidak bau, pendengaran dalam batas normal.
2. Leher
Palpasi : Tidak teraba pembesaran KGB leher serta tidak terjadi pembesaran kelenjar
tiroid.
3. Thorax Jantung :
Perkusi : Batas atas : redup pada ICS II PSL dextra Batas kanan : redup pada ICS IV
PSL dextra Batas kiri : redup pada ICS V MCL sinistra Auskultasi : Suara jantung I dan II
normal, Gallop (-), Murmur (-) Paru: Inspeksi : Normochest, simetris, tidak ada retraksi
Palpasi : Vocal fremitus teraba sama pada kedua lapang paru Perkusi : Sonor pada kedua
lapang paru. Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronchi (-/-)
4. Abdomen
Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, terdapat nyeri tekan epigastrium (+), supel,
turgor kulit normal, undulasi (-).
IV. PemeriksaanPenunjang
Hematokrit 34 %
MCV 82 fL
MCH 29 Pg
MCHC 35 g/dL
- Istirahat yang cukup. Diusahakan pada malam hari dapat tidur ± 8 jam, dan pada
siang hari dapat beristirahat dengan berbaring atau duduk rileks selama ± 1 jam.
- Makan secara teratur pada jam tertentu. Makan diatur tiga kali makan lengkap dan
tiga kali makanan ringan. Tiap tiga jam sekali lambung harus diisi dengan makanan.
- Mengurangi atau menghilangkan stres. Pola hidup harus tenang dengan menjauhkan
dari kesibukan, kegelisahan, dan faktor-faktor stres lainnya.
Medikamentosa :
VIII. Prognosis
3. Tarigan, Pengarapen. 2009. Tukak Gaster dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
7. Hirlan.2009. Gastritis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid I. Edisi ke-5.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
8. Richter, J.M. & K.J. Isselbacher. Perdarahan Saluran Makanan : dalam Harrison
(Prinsip Ilmu Penyakit Dalam) Jilid I. Jakarta : EGC. 1999 : 259 – 62. 9
12. Adi, P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI. 2006 : 289 – 97.