Anda di halaman 1dari 15

Laporan Kasus

DYSPEPSIA

dr. Mentari Novria Kesumawardani

Pembimbing

dr. CHAIRUN ARRASYID, M.Ked(PD) Sp.PD

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA


RSUD TUAN RONDAHAIM
KABUPATEN SIMALUNGUN
2022
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN KASUS
DYSPEPSIA

dr. Mentari Novria Kesumawardani

Wahana:
RSUD Tuan Rondahaim Batu 20

Telah diperiksa dan diterima sebagai salah satu syarat untuk mengikuti program
internship di RSUD dokter Indonesia

Batu 20, 13 Juli 2022

Pembimbing Pendamping

dr. CHAIRUN ARRASYID, M.Ked(PD) Sp.PD dr. RUTH IMELDA

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP INDONESIA


RSUD TUAN RONDAHAIM
KABUPATEN SIMALUNGUN
2022
BAB I

PENDAHULUAN

Dispepsia merupakan istilah yang digunakan untuk suatu sindrom (kumpulan gejala atau
keluhan) yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati (daerah lambung),
kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, dan perut terasa penuh. Keluhan ini
tidak selalu ada pada setiap penderita. Bahkan pada seorang penderita, keluhan tersebut dapat
berganti atau bervariasi, baik dari segi jenis keluhan maupun kualitas keluhan. Jadi, dispepsia
bukanlah suatu penyakit, melainkan kumpulan gejala ataupun keluhan yang harus dicari
penyebabnya. Kasus dyspepsia didunia mencapai 13-40% dari total populasi setiap tahun.
Hasil study menunjukakan bahwa di Eropa, Amerika Serikat dan Oscania, prevalensi
dyspepsia bervariasi antara 5% hingga 43% (WHO, 2010). Di Indonesia diperkirakan hampir
30% pasien yang datang ke praktek umum adalah pasien yang keluhannya berkaitan dengan
kasus dispepsia. Pasien yang datang berobat ke praktek gastroenterologist terdapat 60%
dengan keluhan dispepsia.

Dispepsia adalah suatu istilah yang merujuk pada gejala abnormal di perut bagian atas.
Istilah ini biasa pula digunakan untuk menerangkan berbagai keluhan yang dirasakan di
abdomen bagian atas. Diantaranya adalah rasa nyeri ataupun rasa terbakar di daerah
epigastrium (uluhati), perasaan penuh atau rasa bengkak di perut bagian atas, sering sendawa,
mual ataupun rasa cepta kenyang. Dispepsia juga sering dipakai sebagai sinonim dari
gangguan pencernaan.

Sebagai suatu gejala ataupun sindrom, dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit,
baik yang bersifat organik maupun yang fungsional. Berdasarkan konsesus terakhir (kriteria
Roma) gejala heartburn atau pirosis, yang diduga karena penyakit refluks gastroesofageal,
tidak dimasukkan dalam sindrom dispepsia.
BAB II

PEMBAHASAN

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang, pada pasien


kasus ini dapat didiagnosis dispepsia ec susp. Gastritis. Dengan pembahasan kasus sebagai
berikut : Pada anamnesis didapatkan keluhan nyeri uluhati sejak 5 jam SMRS, nyeri terasa
melilit dan kram, nyeri tidak disertai adanya rasa terbakar di uluhati, nyeri tidak
terusmenerus, keluhan ini dirasakan bertambah berat apabila telat makan., perut terasa
kembung, mual dan nafsu makan menurun. Berdasarkan teori dispepsia adalah sekumpulan
gejala (sindrom) terdiri dari rasa nyeri atau rasa tidak nyaman diepigastrium, mual, muntah,
kembung, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering bersendawa. Pada pasien ini didapatkan
keluhan nyeri uluhati yang berada di regio epigastrium, sehingga dapat memberikan
gambaran secara anatomi keluhan mungkin berasal dari lambung/gaster.

Keluhan perut terasa kembung, mual, nafsu makan menurun merupakan gejala-gejala
yang dapat memperkuat dalam mendiagnosis dispepsia. 1 Pada pemeriksaan fisik didapatkan
nyeri tekan di daerah epigastrium, nyeri bertambah apabila telat makan. Hal ini dikarenakan
tingkat sekresi asam lambung terdapat menyebabkan peningkatan sensitivitas mukosa
lambung terhadap asam hal ini mengakibatkan rasa tidak enak di perut. Pemeriksaan fisik
dilakukan untuk menemukan adanya organomegali, tumor abdomen, ascites, untuk
menyingkirkan penyakit organik. Tumpukan pemeriksaan fisik pada bagian abdomen.
Inspeksi akan distensi, asites, parut, hernia yang jelas, ikterik, dan lebam. Auskultasi akan
bunyi usus dan karakteristik motalitasnya. Palpasi dan perkusi abdomen, perhatikan akan
tenderness, nyeri, pembesaran organ dan timpani.

Pemeriksaan tanda vital bisa ditemukan takikardi atau nadi yang tidak regular. Perlu
ditanyakan perubahan tertentu yang dirasai oleh pasien, keadaan umum dan kesadaran pasien
diperhatikan. Auskultasi bunyi gallop atau murmur di jantung. Perkusi paru untuk
mengetahui konsolidasi. Perhatikan dan lakukan terhadap ekstremitas, adakah terdapat perifer
edema dan dirasakan adakah akral hangat atau dingin.

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil Leukosit: 13,04 ribu/µL (menigkat).


Berdasarkan teori pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya faktor infeksi 9
(leukositosis), pankreatitis (amylase, lipase), keganasan saluran cerna (CEA, CA 19-9, AFP).
Biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja,
dan urine. Dari hasil pemeriksaan darah ditemukan leukositosis berarti ada tanda - tanda
infeksi. Peranan infeksi Helicobacter pylori pada gastritis dan ulkus peptikum sudah diakui,
tetapi apakah Helicobacter pylori dapat menyebabkan dispepsia non ulkus masih kontroversi.
Bukti terbaik peranan Helicobacter pylori pada dispepsia non ulkus adalah gejala perbaikan
yang nyata setelah eradikasi kuman. Untuk menunjang diagnosis disarankan melakukan
pemeriksaan endoskopi, radiologi, serologi Helicobacter pylori dan urea breath. Endoskopi
digunakan untuk memeriksa esofagus, lambung atau usus halus dan untuk mendapatkan
contoh jaringan untuk biopsi dari lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa
dibawah mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh Helicobacter pylori.
Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas, selain sebagai diagnostik sekaligus
terapeutik. Untuk mengobati dispepsia, Diet merupakan peranan yang terpenting. Pada garis
besarnya yang dipakai adalah cara pemberian diet seperti yang diajukan oleh Sippy 1915
hingga dikenal pula Sippy Diet.

Sekarang lebih dikenal dengan diit lambung yang sudah disesuaikan dengan
masyarakat Indonesia. Dasar diet ialah makan sedikit berulang kali, makanan yang banyak
mengandung susu dalam porsi kecil. Jadi makanan yang dimakan harus lembek, mudah
dicerna, tidak merangsang dan kemungkinan dapat menetralisir asam HCl. Pemberiannya
dalam porsi kecil dan berulang kali. Dilarang makan pedas, masam, dan alkohol. Antasida
20-150 ml/hari. Antasida akan menetralisir sekresi asam HCl. Obat ini biasa digunakan untuk
sindroma dispepsia. Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan menetralisir
sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2,
dan Mg triksilat. Pemberian antasid jangan terus - menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk
mengurangi rasa nyeri. Mg triksilat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga berkhasiat
sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik, namun dalam dosis besar akan menyebabkan
diare karena terbentuk senyawa MgCl2. Antikolinergik.

Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang agak selektif yaitu
pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik yang dapat menekan seksresi asam
lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif. Antagonis reseptor H2.
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia organik atau esensial seperti
tukak peptik. Obat yang termasuk golongan antagonis respetor H2 antara lain simetidin,
roksatidin, ranitidin, dan famotidin
Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI) Golongan obat ini mengatur
sekresi asam lambung pada stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat - obat yang
termasuk golongan PPI adalah omeprazol, lansoprazol, dan pantoprazoL

Sitoprotektif. Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil (PGE2).


Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam lambung oleh sel parietal. Sukralfat
berfungsi meningkatkan sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki
mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat mukosa,
serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang bersenyawa dengan protein sekitar
lesi mukosa saluran cerna bagian atas (SCBA). Golongan prokinetik.Obat yang termasuk
golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif
untuk mengobati dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan
memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance)

FISIOLOGI LAMBUNG

Lambung merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berbentuk seperti kantung,
dapat berdilatasi, dan berfungsi mencerna makanan dibantu oleh asam klorida (HCl) dan
enzim-enzim seperti pepsin, renin, dan lipase. Lambung memiliki dua fungsi utama, yaitu
fungsi pencernaan dan fungsi motorik. Sebagai fungsi pencernaan dan sekresi, yaitu
pencernaan protein oleh pepsin dan HCl, sintesis dan pelepasan gastrin yang dipengaruhi oleh
protein yang dimakan, sekresi mukus yang membentuk selubung dan melindungi lambung
serta sebagai pelumas sehingga makanan lebih mudah diangkut, sekresi bikarbonat bersama
dengan sekresi gel mukus yang berperan sebagai barier dari asam lumen dan pepsin. Fungsi
motorik lambung terdiri atas penyimpanan makanan sampai makanan dapat diproses dalam
duodenum, pencampuran makanan dengan asam lambung, hingga membentuk suatu kimus,
dan pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus dengan kecepatan yang sesuai untuk
pencernaan dan absorbsi dalam usus halus (Prince, 2005). L

ambung akan mensekresikan asam klorida (HCl) atau asam lambung dan enzim untuk
mencerna makanan. Lambung memiliki motilitas khusus untuk gerakan pencampuran
makanan yang dicerna dan cairan lambung, untuk membentuk cairan padat yang dinamakan
kimus kemudian dikosongkan ke duodenum. Sel-sel lambung setiap hari mensekresikan
sekitar 2500 ml cairan lambung yang mengandung berbagai zat, diantaranya adalah HCl dan
pepsinogen. HCl membunuh sebagian besar bakteri yang masuk, membantu pencernaan
protein, menghasilkan pH yang diperlukan pepsin untuk mencerna protein, serta merangsang
empedu dan cairan pankreas. Asam lambung cukup pekat untuk menyebabkan kerusakan
jaringan, tetapi pada orang normal mukosa lambung tidak mengalami iritasi atau tercerna
karena sebagian cairan lambung mengandung mukus, yang merupaka

DISPEPSIA

Definisi : Dispepsia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys- (buruk) dan –
peptein(pencernaan). Kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak
nyaman di epigastrium, mual, muntah, kembung, cepat kenyang, rasa penuh, sendawa,
regurgitas asam lambung, dan rasa panas yang menjalar ke dada.

Epidemiologi : Dispepsia fungsional, pada tahun 2010, dilaporkan memiliki tingkat


prevalensi tinggi, yakni 5% dari seluruh sarana layanan kesehatan primer. Studi tahun 2011
di Denmark mengungkapkan bahwa 1 dari 5 pasien yang datang dengan dispepsia yang telah
terinfeksi H. Pylorin faktor perlindungan lambung (Ganong, 2001).

FAKTOR RISIKO

Individu dengan karakteristik berikut ini lebih berisiko mengalami dispepsia:


konsumsi kafein berlebihan, minum minuman beralkohol, merokok, konsumsi steroid dan
OAINS, serta berdomisili di daerah dengan prevalensi H. pylori tinggi.

KLASIFIKASI

Dispepsia organik :

- Ulkus peptik kronik (ulkus ventrikuli, ulkus duodeni)

- GERD atau dengan esofagitis - Obat : OAINS, aspirin

- Kolelitiasis simtomatik, pancreatik kronik

- Gangguan metabolik (uremia, hiperkalsemia, gastroparesis DM)

- Keganasan (gaster, pancreatic, kolon) - Nyeri dinding perut

Dispepsia fungsional :

- Disfungsi sensorik-motorik gastroduodenum

- Gastroparesis idiopatik/hipomotilitas antrum

- Disaritmia gaster
- Hipersensitivitas gaster/duodenum

- Faktor psikososial

- Gastritis H. Pylori

- idiopatik

PATOFISIOLOGI

Patofisiologi dispepsia masih belum sepenuhnya jelas faktor-faktor yang dicurigai


memiliki peranan bermakna, seperti :

1. Abnormalitas fungsi motorik lambung, khususnya keterlambatan pengosongan


lambung, hipomotilitas antrum.

2. Infeksi Helicobacter pylori

3. Faktor-faktor psikososial, khususnya terkait dengan gangguan cemas dan depresi.

Pemeriksaan Fisik :

Untuk mengidentifikasi kelainan intra abdomen atau intra lumen yang padat
(misalnya tumor), organomegali, atau nyeri tekan yang sesuai dengan adanya rangsang
peritoneal/peritonitis.

Pemeriksaan Penunjang :

Laboratorium : Lebih banyak ditekankan untuk menyingkirkan penyebab organik


lainnya seperti antara lain pankreatitis kronis, diabetes mellitus, dan lainnya. Pemeriksaan
radiologi yaitu: mengidentifikasi kelainan struktural dinding/mukosa saluran cerna bagian
atas seperti adanya tukak atau gambaran kearah tumor. Endoskopi : mengidentifikasi dengan
akurat adanya kelainan struktural atau organik intra lumen saluran cerna bagian atas seperti
adanya tukak/ulkus, tumor dsb, serta dapat disertai pengambilan contoh jaringan (biopsi) dari
jaringan yang dicurigai untuk mengidentifikasi adanya kuman helicobacter.

TERAPI

Non Medikamentosa :

- Modifikasi gaya hidup & menghindari obat penyebab ulcer (aspirin & NSAIDs lain,
bisphosphonat oral, KCl, pengobatan imunosupresan)

- Menghindari stress
- Stop merokok & alkohol

- Stop kafein (stimulan asam lambung)

- Menghindari makanan dan minuman soda

- Menghindari makan malam.

Medikamentosa :

Obat golongan penekan asam lambung: (Antasida, H2blocker, dan Proton Pump
Inhibitor) Obat golongan sitoproteksi : Sukralfat,Rebamipid Antibiotika : Infeksi
Helicobacter pylori (Amoksisilin,Claritromisin, dan Metronidazol)

INDIKASI RAWAT

1. Jika pasien mengalami gejala dan tanda bahaya (alarming features) seperti
berikut:perdarahan saluran cerna, sulit menelan, nyeri saat menelan, anemia yang tidak bisa
dijelaskan sebabnya, perubahan nafsu makan, dan penurunan berat badan,atau ada indikasi
endoskopi. Segera rujuk pasien ke spesialis gastroenterologi atau rumah sakit dengan fasilitas
endoskopi.

2. Bila gejala dan tanda lebih mengarah pada kelainan jantung, segera rujuk ke
spesialis jantung.

PROGNOSIS

Dispepsia fungsional memiliki prognosis kualitas hidup lebih rendah dibandingkan


dengan individu dengan dispepsia organik. Tingkat kecemasan sedang hingga beratjuga lebih
sering dialami oleh individu dispepsia fungsional. Lebih jauh diteliti, terungkap bahwa pasien
dispepsia fungsional, terutama yang refrakter terhadap pengobatan, memiliki kecenderungan
tinggi untuk mengalami depresi dan gangguan psikiatris
BAB III

LAPORAN KASUS

Status Pasien

I. Identitas

Nama : Ny. EN

Usia : 48 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : SONDA RAYA

Status : Menikah

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Agama : Islam

Masuk RS : 03 JUNI 2022

No. RM : 24526

II. Anamnesis

a. Keluhan Utama lNyeri uluhati sejak ± 5 jam SMRS.


b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri uluhati sejak ± 5 jam SMRS. Nyeri terasa
melilit dan kram, nyeri tidak disertai adanya rasa terbakar di uluhati, nyeri tidak
menjalar ke punggung, lengan kiri, bahu ataupun leher. Nyeri tidak terus-menerus,
keluhan ini dirasakan bertambah berat apabila telat makan. Pasien juga mengeluh
3 hari SMRS perut terasa kembung dan mual, namun tidak sampai muntah.
Keluhan ini tidak disertai dengan adanya demam, pusing ataupun nyeri kepala.
Semenjak sakit atau timbulnya keluhan, nafsu makan pasien menurun. Pasien
merasa lemas, letih dan lesu. Keluhan tersebut dirasakan terus menerus dan tidak
berkurang meskipun pasien sudah tidur serta tidak ada faktor yang dapat
memperingan
rasa lemas. Buang air besar (BAB) lancar, keluhan BAB cair, berwarna hitam dan
lunak seperti aspal disangkal. Buang air kecil (BAK) lancar, tidak ada keluhan
c. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya. Pada 2 hari yang
lalu dengan gejala yang serupa dan pasien hanya mengkonsumsi obat promag.
Pasien memiliki riwayat penyakit maag. Riwayat penyakit hipertensi, diabetes
melitus, jantung, asma dan tuberkulosis disangkal.
d. Riwayat Pengobatan
Pasien mengkonsumsi obat promag namun hanya membaik sebentar,
konsumsi steroid disangkal, jamu-jamuan disangkal.

e. Riwayat Alergi Alergi

obat-obatan, makanan, cuaca dan debu disangkal.

f. Riwayat Penyakit Keluarga

Di keluarga pasien tidak ada yang mengeluh gejala yang sama seperti pasien.
Riwayat penyakit hipertensi, diabetes melitus, jantung, asma dan tuberkulosis
disangkal

III. Pemeriksaan Fisik

a. Pemeriksaan Umum

1. Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

2. Kesadaran - Kualitatif : Komposmentis - Kuantitatif : GCS 4-5-6 3.

Tanda vital

- Tekanan Darah : 130/90 mmHg

- Frekuensi nadi : 78 kali/menit, reguler, kuat angkat

- Frekuensi nafas: 20 kali/menit

- Suhu axilla : 36,7 O C

4. Status Gizi

- BB sebelum sakit : Tidak ditimbang

- BB saat sakit : 60 Kg - TB : 160 Cm - IMT : 23 (Overweight)

b. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala

Bentuk : Bulat, simetris, normocephal.

Rambut : Pendek, warna hitam, tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+.
Hidung : Tidak ada sekret, tidak berbau, tidak ada perdarahan, tidak ada septum deviasi

Telinga : Tidak ada sekret, tidak bau, pendengaran dalam batas normal.

Mulut/bibir : Tidak sianosis, tidak ada sariawan, perdarahan gusi (-).

Lidah : Tidak ada lidah kotor, tidak hiperemi.

2. Leher

Inspeksi : Simetris, tidak tampak pembesaran KGB leher

Palpasi : Tidak teraba pembesaran KGB leher serta tidak terjadi pembesaran kelenjar
tiroid.

3. Thorax Jantung :

Inspeksi : Iktus kordis tak terlihat

Palpasi : Iktus kordis tidak teraba

Perkusi : Batas atas : redup pada ICS II PSL dextra Batas kanan : redup pada ICS IV
PSL dextra Batas kiri : redup pada ICS V MCL sinistra Auskultasi : Suara jantung I dan II
normal, Gallop (-), Murmur (-) Paru: Inspeksi : Normochest, simetris, tidak ada retraksi
Palpasi : Vocal fremitus teraba sama pada kedua lapang paru Perkusi : Sonor pada kedua
lapang paru. Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronchi (-/-)

4. Abdomen

Inspeksi : Datar, tidak terlihat adanya massa.

Auskultasi : Bising usus (+) 12 kali/menit

Palpasi : Hepar dan lien tidak teraba, terdapat nyeri tekan epigastrium (+), supel,
turgor kulit normal, undulasi (-).

Perkusi : Timpani di seluruh kuadran abdomen.


5. Ekstremitas Superior : Akral hangat +/+, edema -/-, petekie (-), CRT < 2 detik
Inferior : Akral hangat +/+, edema -/-, petekie (-), CRT < 2 detik

IV. PemeriksaanPenunjang

Hemoglobin 11,8 g/dL

Lekosit 13,04 103 /µL

Hematokrit 34 %

Trombosit 350 103 /µL

Eritrosit 4,09 106 /µL,

MCV 82 fL

MCH 29 Pg

MCHC 35 g/dL

b. Terapeutik Non Medikamentosa :

- Istirahat yang cukup. Diusahakan pada malam hari dapat tidur ± 8 jam, dan pada
siang hari dapat beristirahat dengan berbaring atau duduk rileks selama ± 1 jam.

- Makan secara teratur pada jam tertentu. Makan diatur tiga kali makan lengkap dan
tiga kali makanan ringan. Tiap tiga jam sekali lambung harus diisi dengan makanan.

- Menghindari makanan yang dapat menstimulasi produksi asam, seperti makanan


pedas, asam, alkohol dan kafein (kopi, teh, cola) dan berhenti merokok

- Menghindari pemakaian obat yang dapat menimbulkan iritasi lambung misalnya


vitamin C, dan obat-obatan golongan NSAID (ibuprofen, aspirin, meloxicam, piroxicam, dll).

- Mengurangi atau menghilangkan stres. Pola hidup harus tenang dengan menjauhkan
dari kesibukan, kegelisahan, dan faktor-faktor stres lainnya.

Medikamentosa :

- Infus RL/ 12 jam

- Omeprazole inj 20 1 ampul/12 jam

- Ketorolac inj 1 ampul/12 jam


- Ondncentron inj 1 ampul/8 jam

VIII. Prognosis

Quo ad Vitam : ad bonam

Quo ad Functionam : ad bonam

Quo ad Sanactionam : ad bonam


DAFTAR PUSTAKA

1. Djojoningrat, Dharmika.2009. Dispepsia Fungsional dalam Buku Ajar Ilmu


Penyakit Dalam. Jilid I. Edisi ke-5,p 529-33. Jakarta: Internal Publishing 20

2. Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2009. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

3. Tarigan, Pengarapen. 2009. Tukak Gaster dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam.Jilid I. Edisi ke-5. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

4. Papadakis A, Maxine, 2015, Gastorintestinal Disorders in CURRENT MEDICAL


DIAGNOSIS & TREATMENT, Mc Gam Hill Education. New York

5. Rani A, Soegondo S, Nasir A, Wijaya I. 2009. Panduan Pelayanan Medik


Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta : Interna Publishing 6.
Jawetz, Melnick, Adelberg’s. Medical Microbiology. Edisi ke-24. United States of America :
McGraw-Hill ; 2007.

7. Hirlan.2009. Gastritis dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jilid I. Edisi ke-5.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia

8. Richter, J.M. & K.J. Isselbacher. Perdarahan Saluran Makanan : dalam Harrison
(Prinsip Ilmu Penyakit Dalam) Jilid I. Jakarta : EGC. 1999 : 259 – 62. 9

9. Davey, P. Hematemesis & Melena : dalam At a Glance Medicine. Jakarta :


Erlangga. 2006 : 36 – 7.

10. Hadi, S. Perdarahan Saluran Makan : dalam Gastroenterologi. Bandung : PT


Alumni. 2002 : 281 – 305.

11. PB PAPDI. Standar Pelayanan Medik. Jakarta : PB PAPDI. 2005: 272 – 3.

12. Adi, P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas : Ilmu Penyakit
Dalam Jilid I. Jakarta : FKUI. 2006 : 289 – 97.

Anda mungkin juga menyukai