A. PENGERTIAN
Hipoparatiroidisme adalah Suatu keadaan dimana terjadi hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar paratiroid.
B. ETIOLOGI
Penyebab yang paling umum dari hipoparatiroidisme adalah ketidakadekuatan hormon paratiroid setelah terjadinya gangguan suplai
darah atau pengangkatan jaringan kelenjar paratiroid selama tiroidektomi, paratiroidektomi atau diseksi leher radikal.
Atrofi kelenjar paratiroid dengan etiologi yang tidak diketahui merupakan penyebab yang jarang terjadi. Gejala-gejala yang timbul karena
defisiensi parathormon mengakibatkan kenaikan fosfat darah serta penurunan kalsium darah.
C. PATOFISIOLOGI
Gejala hipoparatiroidisme disebabkan oleh defisiensi parathormon yang mengakibatkan kenaikan kadar fosfat darah (hiperfosfatemia)
dan penurunan konsentrasi kalsium darah (hipokalsemia). Tanpa adanya parathormon akan terjadi penurunan absorbsi intestinal kalsium dari
makanan dan penurunan resorpsi kalsium dari tulang dan disepanjang tubulus renalis. Penurunan ekskresi fosfat melalui ginjal menyebabkan
hipofosfaturia dan kadar kalsium serum yang rendah mengakibatkan hipokalsuria.
D. MANIFESTASI KLINIK
Hipokalsemia menyebabkan iritabilitas system neuromuskuler dan turut menimbulkan gejala utama hipoparatiroidisme yang berupa
tetanus.
Tetanus merupakan hipertonia otot yang menyeluruh disertai tremor dan kontrasi spasmodic atau tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau
tanpa upaya untuk melakukan gerakan volunter. Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala patirasa, kesemutan dan kram pada ekstemitas
dengan keluhan perasaan kaku pada kedua belah tangan serta kaki. Pada keadaan tetanus yang nyata (overt), tanda-tanda mencakup
bronkospame karpopedal (fleksi sendi siku serta pergelangan tangan dan ekstensi sensi karpofalangeal), disfagia, fotopobia, aritmia jantung
serta kejang. Gejala lainnya mencakup ansietas, iritabilitas, depresi dan bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan hipotensi juga dapat
terjadi.
E. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9 hingga 10 mg/dl (2,2 hingga 2,5 mmol/L) dan menghilangkan
gejala hipoparatiroidisme serta hipokalsemia. Apabila terjadi hipokalsemia dan tetanus pasca tiroidektomi, terapi yang harus segera dilakukan
adalah pemberian kalsium glukonas intravena. Jika terapi ini tidak segera menurukan iritabilitas neuromuskuler dan serangan kejang, preparat
sedatif seperti pentobarbital dapat diberikan.
Pemberian preparat parathormon paranteral dapat dilakukan untuk mengatasi hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian,
akibat tingginya insidens reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan preparat ini dibatasi hanya pada hipokalsemia akut.
Pasien yang mendapatkan parathormon memerlukan pemantauan akan adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi alergi.
Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan tetanus memerlukan lingkungan yang bebas dari suara bising,
hembusan angin yang tiba-tiba, cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau ventilasi mekanis mungkin dibutuhkan
bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami gangguan pernapasan.
2
Terapi bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun susu, produk
susu dan kuning telur merupakan makanan yang tinggi kalsium, jenis makanan ini harus dibatasi karena kandungan fosfornya tinggi. Bayam
juga perlu dihindari karena mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang tidak larut. Tablet oral garam kalsium, seperti
kalsium glukonat dapat diberikan sebagai suplemen dalam diet. Gel aluminum hidroksida atau aluminium karbonat (gelusil, amphojel)
diberikan sesudah makan untuk mengikat fosfat dan meningkatkan ekskresinya lewat traktus gastrointestinal.
Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau Hytakerol), atau ergokalsiferol (Vitamin D2) atau
kolekalsiferol (vitamin D3) biasanya diperlukan dan akan meningkatkan absorbsi kalsium dari traktus gastrointestinal.
F. PENGKAJIAN
a. Pengkajian fisik dan riwayat penyakit.
Kaji dengan cermat klien yang beresiko untuk mengalami hipoparatiroidisme akut, seperti pada klien pasca tiroidektomi,
terhadap terjadinya hipokalsemia. Tanyakan klien tentang adanya manifestasi bekas atau semutan disekitar mulut atau ujung jari
tangan atau jari kaki. Periksa juga terhadap temuan tanda Chvostek atau Trosseau positif. Yang penting adalah mengkaji manifestasi
distress pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda
perubahan fisik nyata seperti kulit dan rambut kering. Juga kaji terhadap sindrom seperti Parkinson atau adanya katarak. Pengkajian
keperawatan lainnya mencakup :
1. Riwayat penyakit :
3
Apakah klien pernah mengalami tindakan operasi khususnya pengangkatan kelenjar paratiroid atau kelenjar tiroid ?
Tetani.
Rambut jarang dan tipis, pertumbuhan kuku buruk, deformitas dan mudah patah, kulit kering dan kasar.
4. Pemeriksaan penunjang :
4
Pemeriksaan radiology.
b. Evaluasi Diagnostik.
Tetanus laten ditunjukkan oleh tanda Trosseau atau tanda Chvostek yang positif. Tanda Trosseau dianggap positif apabila
terjadi spasme karpopedal yang ditimbulkan akibat penyumbatan aliran darah ke lengan selama 3 manit dengan manset tensimeter.
Tanda Chvostek menunjukkan hasil positif apabila pengetukan yang dilakukan secara tiba-tiba di daerah nervus fasialis tepat di depan
kelenjar parotis dan di sebelah anterior telinga menyebabkan spasme atau gerakan kedutan pada mulut, hidung dan mata.
Diagnosis sering sulit ditegakkan karena gejala yang tidak jelas, seperti rasa nyeri dan pegal-pegal. Oleh sebab itu,
pemeriksaan laboratorium akan membantu. Tetanus terjadi pada kadar kalsium serum yang berkisar dari 5 hingga 6 mg/dl (1,2 hingga
1,5 mmol/L) atau lebih rendah lagi. Kadar fosfat dalam serum meningkat, dan hasil pemeriksaan sinar-x tulang akan memperlihatkan
peningkatan densitas. Kalsifikasi akan terlihat pada foto rontgen yang dilakukan terhadap jaringan subkutan atau basal ganglia otak.
HIPOPARATIROIDISME
Genetik, congenital, autoimun, operasi
- Hipofungsi Paratiroid
- Kehilangan fungsi kelenjar tiroid
Kurang pengetahuan
Tentang regimen diet
Dan medikasi
Hipoparatiroidisme
Kadar PTH
Resiko terhadap
Penatalaksanaa
Regimen
Terapeutik
Clereance fosfat
oleh ginjal
Pe kadar fosfat
serum
Kadar Ca serum
Hiperkalsemia
Hiperfosfatemia
- Kulit bersisik
- Kuku rapuh
- Rambut tipis
Gangguan body
Image
- Fotopobia
- Katarak
- Nausea
- Vomitus
Irritabilitas muskuler
Gangguan Penglihatan
Tetani Laten
- Nyeri Perut
Disfagia
Kejang
Bronkospasme
Spasme
Gangguan
Mekanisme
ADL
Neurologis
terganggu
Jalan napas # efektif
(Arutmia
Jantung)
Gangguan nutrisi
(Nutrisi kurang dari kebutuhan)
Ancaman kesehatan
CO
Koping inefektif
RESIKO TRAUMA
ANSIETAS
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang sering muncul :
1.Tetani otot berhubungan dengan penurunan kadar kalsium serum
Tujuan : Tetani otot berkurang atau hilang.
Intervensi :
a.
Pantau tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardia (140-120/menit), disritmia, distress pernapasan, sianosis
Rasional : Manipulasi kelenjar selama tiroidektomi sub total
Dapat mengakibatkan
peningkatan
pengeluaran
merupakan indikasi
atau
total
kelenjar
pengangkatan
paratiroid
selama
pembedahan.
8
yang
biasanya
Fosfat
yang
meningkat
berhubungan
dengan
Hipokalsemia.
Sedatif.
Rasional : Meningkatkan istirahat, menurunkan stimulasi dari
Luar.
Anti konvulsan
Rasional : Mengendalikan kejang sampai terapi yang dilakukan
Memberikan hasil yang memuaskan.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi pernapasan
Tujuan : Mempertahankan jalan napas yang paten.
Intervensi :
a. Pantau frekuensi pernapasan, kedalaman dan kerja pernapasan.
Rasional : Pernapasan secara
normal kadang-kadang
cepat,
tetapi
output
berhubungan
terganggu : Aritmia.
Tujuan : Mempertahankan curah jantung yang adekuat.
Intervensi :
a. Pantau tanda vital, fungsi jantung, irama jantung dan catat adanya aritmia.
Rasional : Peningkatan fungsi jantung
merupakan manifestasi
awal
c. Pantau EKG, catat atau perhatikan kecepatan atau irama jantung dan adanya aritmia.
Rasional : Takikardi (lebih tinggi dari normal berhubungan dengan demam
Atau
peningkatan
kebutuhan
akan
sirkulasi)
mungkin
seringkali
terjadi
dan
dapat
Intervensi :
a. Kaji tingkat kesadaran dan kognitif.
Rasional : Membantu memprediksi kemampuan pasien untuk memproteksi
Diri sendiri dan mematuhi semua kegiatan proteksi mandiri.
b. Berikan lingkungan yang aman (rel samping yang berbantalan, meniadakan rintangan, mencegah jatuh).
Rasional :Memperkecil kemungkinan terjatuh dan kecelakaan, mencegah
Kerusakan jika pasien terjatuh.
c. Lakukan pengawasan yang ketat agar pasien berorientasi dan menghindari penggunaan benda-benda yang merintangi.
Rasional : Melindungi pasien terhadap bahaya sambil menstimulasi dan
Mengorientasikan
13
HIPOPARATIROIDISME
DEFINISI
Hipoparatiroidisme adalah kurangnya sekresi PTH ditandai oleh gejala-gejala klinis hiperaktivitas neuromuskular dan secara biokimiawi
ditandai oleh hipokalsemia, hiperfosfatemia, dan menurunnya sampai tidak adanta IPTH dalam sirkulasi (Endokrinologi Dasar dan Klinik).
Hipoparatiroidisme terjadi bila hormon paratiroid tidak mencukupi, atau bila hormon itu tidak dapat berfungsi di tingkat jaringan (Patofisiologi
Untuk Keperawatan).
ETIOLOGI
1. Sekresi hormon paratiroid yang kurang adekuat akibat suplay darah tergenggu atau setelah jaringan kelenjar paratiroid diangkat pada saat
dilakukan tiroidektomi, paratiroidektomi atau diseksi radikal leher.
2. Atrofi kelenjar paratiroid yang etiologinya tidak diketahui merupakan penyebab hipoparatiroidisme yang jarang dijumpai.
3. Tidak ada kelenjar paratiroid (kongenital).
4. Malabsorpsi gastrointestinal.
5. Alkoholisme.
6. Defek selektif absorpsi Mg dalam usus.
PATOFISIOLOGI
Gejala hipoparatiroidisme disebabkan oleh defisiensi parathormon yang mengakibatkan kenaikan kadar fosfat darah (hiperfosfatemia) dan
penurunan konsentrasi kalsium darah (hipokalsemia). Hipoparatiroidisme fungsional terjadi pada pasien yang telah lama mengalami
14
hipomagnesia lama. Pasin-pasien ini termasuk mereka-mereka yang dengan defek selektif pada absorpsi Mg dalam usus, malabsorpsi
gastrointestinal atau alkoholisme. Karena Mg dibutuhkan untuk melepaskan PTH dari kelenjar, IPTH serum khas sangat rendah atau tak
terdeteksi. Tanpa adanya parathormon akan terjadi penurunan absorpsi intestinal kasium dari makanan dan penurunan resorpsi kalsium dari
tulang dan di sepanjang tubulus renalis. Penurunan ekskresi fosfat melalui ginjal menyebabkan hifosfaturia, dan kadar kalsium serum yang
rendah mengakibatkan hipokalsiuria. Hipokalsemia dan alkalosis, jika cukup parah menyebabkan eksitabilitas neuromuscular yang menu\ingkat
dengan akibat timbul tetani dan paresthesia.
PATHWAYS
Terlampir
MANIFESTASI KLINIS
A. Manifestasi Neuromuskular
1. Paresthesia
Rasa kebas dan kesemutan dapat terjadi di sekeliling mulut, ujung-ujung jari, kadang-kadang di kaki.
2. Tetani
Tangan, lengan bawah dan yang lebih jarang kaki berubah bentuk yang khas. Pertama-tama jempol teradduksi dengan kuat diikuti fleksi sendi
metakarpafalangeal, ekstensi sendi interfalangeal (jari-jari bersamaan) dan fleksi sendi pergelangan dan siku.
3. Hiperventilasi
Karena kepanikan akibat tetani, pasien dapat hiperventilasi dan mensekresi jumlah epinefrin yang meningkat.
4. Gejala-gejala Adrenergik
15
Peningkatan sekresi epinefrin lebih jauh menimbulkan anxietas, takikardi, berkeringat, dan kepucatan perifer dan sirkumoral.
5. Kejang
Pasien-pasien dengan hipoparatiroidisme dapat timbul kejang.
16
4. Sindroma Malabsorpsi
Malabsorpsi intestinal dengan steatorea tidak umum dijumpai pada hipoparatirodisme tapi bisa muncul pada pasien dengan penyakit lama yang
tidak terobati.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Naikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl.
2. Jika terjadi hipoglikemia dan tetani setelah tiroidektomi, berikan kalsium glukonat IV segera. Sedatif dapat juga diberikan. Parathormon
parenteral juga mungkin diberikan; awasi terhadap reaksi alergi.
3. Kurangi peka rangsang neuromuskular dengan memberikan lingkungan yang bebas bising, perubahan mendadak, lampu yang terang, atau
gerakan mendadak.
4. Lakukan penatalaksanaan kedaruratan dengan trakeostomi atau ventilasi mekanik untuk gawat napas.
KOMPLIKASI
Disamping hiperkalsemia, hipokalsiuria timbul sebagai komplikasi pengobatan yang berhasil adalah disebabkan oleh PTH tidak lagi
mempertahankan absorpsi kalsium tubulus ginjal yang normal. Oleh karena itu, pengukuran yang teliti dari kalsium urin 24 jam merupakan
keharusan, sementara kadar normal kalsium serum didekati selama pengobatan kalsium dan vitamin D untuk menghindari kemungkinan
pembentukan batu ginjal.
Diuretik tiazid, yang menyebabkan peningkatan reabsorpsi kalsium oleh tubulus ginjal bila berguna pada kasus ini dan bisa menambah
keuntungan dari pencapaian eukalsemia parsial. Nyatanya, pengobatan semacam ini telah digunakan dengan berhasil tanpa vitamin D dalam
penanganan hipoparatiroidisme ringan.
17
ASUHAN KEPERAWATAN
PENGKAJIAN
Observasi atau temuan :
1. Neurologis
Paresthesia : bibir, liah, jari-jari, kaki.
Kesemutan.
Tremor.
Hiperrefleksia.
Tanda Chvostek dan atau Trousseau positif.
Papiledema.
Labilitas emosional.
Peka rangsang.
Anxietas.
Depresi.
Delirium.
Delusi.
Perubahan dalam tingkat kesadaran.
Tetani.
18
Kejang.
2. Muskuloskeletal
Kekakuan.
Keletihan.
3. Kardiovaskuler
Sianosis.
Palpitasi.
Disritmia jantung.
Perubahan dalam gambaran EKG : perpanjangan interval QT, peninggian atau inversi gelombang T, blok jantung.
4. Pernapasan
Suara serak.
Edema atau stridor laring.
5. Gastrointestinal
Mual, muntah.
Nyeri abdomen.
6. Ginjal : pembentukan kalkuli.
7. Integumen
Kulit dan kuku keras.
Pigmentasi kutan.
19
Alopesia.
Kuku rapuh.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi cedera b.d konvulsi menyeluruh.
2. Pola napas tak efektif b.d spasme laring.
3. Intoleransi aktivitas b.d paresthesia, formikasi dan kram otot.
INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi cedera b.d konvulsi menyeluruh.
Kriteria Hasil : Pasien akan mendemonstrasikan tak ada cedera dengan komplikasi minimal atau terkontrol.
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Pantau tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140-200 x/menit), disritmia, distress pernapasan, sianosis
(berkembangnya edema paru atau GJK).
Manipulasi kelenjar selama tiroidektomi subtotal dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tiroid.
2. Evaluasi reflek secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan tersentak, kebas, paresthesia, Tanda Chvostek dan
Trousseau positif, adanya kejang. Hipokalsemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1-7 hari pasca operasi dan merupakan indikasi
hipoparatiroidisme yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak di sengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid
selama pembedahan.
20
3. Pertahankan penghalang tempat tidur terpasang atau di beri bantalan, tempat tidur pada posisi yang rendah dan jalan napas buatan di dekat
pasien. Hindari penggunaan restrein. Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.
Kolaborasi :
4. Pantau kadar kalsium darah.
Pasien dengan kalsium kurang dari 7,5/100ml secara umum membutuhkan terapi pengganti.
5. Berikan obat sesuai indikasi :
Kalsium (glukonat, laktat)
Untuk memperbaiki kekurangan yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi permanen. Catatan: gunakan dengan berhati-hati pada
pasien pengguna digitalis karena kalsium meningkatkan sensitivitas terhadap digitalis yang berpotensi menimbulkan toksik.
Agen-ikatan fosfat Membantu sepenuhnya dalam menurunkan kadar fosfor yang meningkat b.d hipokalsemia.
Sedatif
21
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Kaji upaya pernapasan dan kualitas suara setiap 2 jam.
3. Instruksikan pasien untuk mengiformasikan pada perawat atau dokter saat pertama kali terjadi tanda kekakuan pada renggorok atau sesak
napas.
4. Baringkan pasien untuk mengoptimalkan bersihan jalan napas ; pertahankan dalam posisi alamiah.
Pengkajian yang berulang kali sangat penting karena mungkin kondisi pasien berubah secara drastic.
Suara stridor laring dan diam menggambarkan spasme laring parsial sampai total.
Dilakukan agar dapat segera diberikan tindakan yang tepat.
Posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah.
Kolaborasi :
22
5. Laporkan gejala dini pada dokter dan kolaborasi untuk mempertahankan jalan napas tetap terbuka.
6. Berikan atau pertahankan alat Bantu pernapasan (ventilator).
Dilakukan untuk memaksimalkan oksigen.
Dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Selang endotrakheal mungkin tetap pada tempatnya dan penggunaan mesin Bantu pernapasan
dipertahankan untuk jangka waktu tertentu.
3. Diagnosa Keperawatan : Intoleransi aktivitas b.d paresthesia, formikasi, dan kram otot.
Kriteria hasil : Tingkat aktivitas pasien meningkat tanpa dispnea, takikardi, atau peningkatan TD.
Pasien melakukan AKS tanpa susah payah.
Intervensi Rasional
1. Kaji pola aktifitas yang lalu. Dapat menentukan tingkat kemajuan aktivitas yang dapat dilakukan pasien.
2. Kaji terhadap aktivitas
Catat perubahan TD, nadi, dan pernapasan.
Hentikan aktivitas bila terjadi perubahan.
Tingkatkan keikutsertaan dalam kegiatan kecil sesuai dengan peningkatan toleransi.
23
Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.
24