Anda di halaman 1dari 24

HIPOPARATIROIDISME

A. PENGERTIAN
Hipoparatiroidisme adalah Suatu keadaan dimana terjadi hipofungsi paratiroid atau kehilangan fungsi kelenjar paratiroid.
B. ETIOLOGI
Penyebab yang paling umum dari hipoparatiroidisme adalah ketidakadekuatan hormon paratiroid setelah terjadinya gangguan suplai
darah atau pengangkatan jaringan kelenjar paratiroid selama tiroidektomi, paratiroidektomi atau diseksi leher radikal.
Atrofi kelenjar paratiroid dengan etiologi yang tidak diketahui merupakan penyebab yang jarang terjadi. Gejala-gejala yang timbul karena
defisiensi parathormon mengakibatkan kenaikan fosfat darah serta penurunan kalsium darah.
C. PATOFISIOLOGI
Gejala hipoparatiroidisme disebabkan oleh defisiensi parathormon yang mengakibatkan kenaikan kadar fosfat darah (hiperfosfatemia)
dan penurunan konsentrasi kalsium darah (hipokalsemia). Tanpa adanya parathormon akan terjadi penurunan absorbsi intestinal kalsium dari
makanan dan penurunan resorpsi kalsium dari tulang dan disepanjang tubulus renalis. Penurunan ekskresi fosfat melalui ginjal menyebabkan
hipofosfaturia dan kadar kalsium serum yang rendah mengakibatkan hipokalsuria.
D. MANIFESTASI KLINIK
Hipokalsemia menyebabkan iritabilitas system neuromuskuler dan turut menimbulkan gejala utama hipoparatiroidisme yang berupa
tetanus.

Tetanus merupakan hipertonia otot yang menyeluruh disertai tremor dan kontrasi spasmodic atau tak terkoordinasi yang terjadi dengan atau
tanpa upaya untuk melakukan gerakan volunter. Pada keadaan tetanus laten terdapat gejala patirasa, kesemutan dan kram pada ekstemitas
dengan keluhan perasaan kaku pada kedua belah tangan serta kaki. Pada keadaan tetanus yang nyata (overt), tanda-tanda mencakup
bronkospame karpopedal (fleksi sendi siku serta pergelangan tangan dan ekstensi sensi karpofalangeal), disfagia, fotopobia, aritmia jantung
serta kejang. Gejala lainnya mencakup ansietas, iritabilitas, depresi dan bahkan delirium. Perubahan pada EKG dan hipotensi juga dapat
terjadi.
E. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi adalah untuk menaikkan kadar kalsium serum sampai 9 hingga 10 mg/dl (2,2 hingga 2,5 mmol/L) dan menghilangkan
gejala hipoparatiroidisme serta hipokalsemia. Apabila terjadi hipokalsemia dan tetanus pasca tiroidektomi, terapi yang harus segera dilakukan
adalah pemberian kalsium glukonas intravena. Jika terapi ini tidak segera menurukan iritabilitas neuromuskuler dan serangan kejang, preparat
sedatif seperti pentobarbital dapat diberikan.
Pemberian preparat parathormon paranteral dapat dilakukan untuk mengatasi hipoparatiroidisme akut disertai tetanus. Namun demikian,
akibat tingginya insidens reaksi alergi pada penyuntikan parathormon, maka penggunaan preparat ini dibatasi hanya pada hipokalsemia akut.
Pasien yang mendapatkan parathormon memerlukan pemantauan akan adanya perubahan kadar kalsium serum dan reaksi alergi.
Akibat adanya iritabilitas neuromuskuler, penderita hipokalsemia dan tetanus memerlukan lingkungan yang bebas dari suara bising,
hembusan angin yang tiba-tiba, cahaya yang terang atau gerakan yang mendadak. Trakeostomi atau ventilasi mekanis mungkin dibutuhkan
bersama dengan obat-obat bronkodilator jika pasien mengalami gangguan pernapasan.
2

Terapi bagi penderita hipoparatiroidisme kronis ditentukan sesudah kadar kalsium rendah fosfor diresepkan. Meskipun susu, produk
susu dan kuning telur merupakan makanan yang tinggi kalsium, jenis makanan ini harus dibatasi karena kandungan fosfornya tinggi. Bayam
juga perlu dihindari karena mengandung oksalat yang akan membentuk garam kalsium yang tidak larut. Tablet oral garam kalsium, seperti
kalsium glukonat dapat diberikan sebagai suplemen dalam diet. Gel aluminum hidroksida atau aluminium karbonat (gelusil, amphojel)
diberikan sesudah makan untuk mengikat fosfat dan meningkatkan ekskresinya lewat traktus gastrointestinal.
Preparat vitamin D dengan dosis yang bervariasi dihidrotakisterol (AT 10 atau Hytakerol), atau ergokalsiferol (Vitamin D2) atau
kolekalsiferol (vitamin D3) biasanya diperlukan dan akan meningkatkan absorbsi kalsium dari traktus gastrointestinal.

F. PENGKAJIAN
a. Pengkajian fisik dan riwayat penyakit.
Kaji dengan cermat klien yang beresiko untuk mengalami hipoparatiroidisme akut, seperti pada klien pasca tiroidektomi,
terhadap terjadinya hipokalsemia. Tanyakan klien tentang adanya manifestasi bekas atau semutan disekitar mulut atau ujung jari
tangan atau jari kaki. Periksa juga terhadap temuan tanda Chvostek atau Trosseau positif. Yang penting adalah mengkaji manifestasi
distress pernapasan sekunder terhadap laringospasme. Pada klien dengan hipoparatiroidisme akut, perlu dikaji terhadap adanya tanda
perubahan fisik nyata seperti kulit dan rambut kering. Juga kaji terhadap sindrom seperti Parkinson atau adanya katarak. Pengkajian
keperawatan lainnya mencakup :
1. Riwayat penyakit :
3

Sejak kapan klien menderita penyakit ?

Apakah ada anggota keluarga yang berpenyakit sama ?

Apakah klien pernah mengalami tindakan operasi khususnya pengangkatan kelenjar paratiroid atau kelenjar tiroid ?

Apakah ada riwayat penyinaran daerah leher ?

2. Keluhan utama meliputi :

Kelainan bentuk tulang.

Perdarahan yang sulit berhenti.

Kejang-kejang, kesemutan dan lemah.

3. Pemeriksaan fisik mencakup :

Kelainan bentuk tulang.

Tetani.

Tanda Trosseau dan Chvosteks.

Pernapasan berbunyi (Stridor).

Rambut jarang dan tipis, pertumbuhan kuku buruk, deformitas dan mudah patah, kulit kering dan kasar.

4. Pemeriksaan penunjang :
4

Pemeriksaan kadar kalsium serum.

Pemeriksaan radiology.

b. Evaluasi Diagnostik.
Tetanus laten ditunjukkan oleh tanda Trosseau atau tanda Chvostek yang positif. Tanda Trosseau dianggap positif apabila
terjadi spasme karpopedal yang ditimbulkan akibat penyumbatan aliran darah ke lengan selama 3 manit dengan manset tensimeter.
Tanda Chvostek menunjukkan hasil positif apabila pengetukan yang dilakukan secara tiba-tiba di daerah nervus fasialis tepat di depan
kelenjar parotis dan di sebelah anterior telinga menyebabkan spasme atau gerakan kedutan pada mulut, hidung dan mata.
Diagnosis sering sulit ditegakkan karena gejala yang tidak jelas, seperti rasa nyeri dan pegal-pegal. Oleh sebab itu,
pemeriksaan laboratorium akan membantu. Tetanus terjadi pada kadar kalsium serum yang berkisar dari 5 hingga 6 mg/dl (1,2 hingga
1,5 mmol/L) atau lebih rendah lagi. Kadar fosfat dalam serum meningkat, dan hasil pemeriksaan sinar-x tulang akan memperlihatkan
peningkatan densitas. Kalsifikasi akan terlihat pada foto rontgen yang dilakukan terhadap jaringan subkutan atau basal ganglia otak.

PATOFISIOLOGI DAN PENYIMPANGAN KDM

HIPOPARATIROIDISME
Genetik, congenital, autoimun, operasi
- Hipofungsi Paratiroid
- Kehilangan fungsi kelenjar tiroid

Kurang pengetahuan
Tentang regimen diet
Dan medikasi

Hipoparatiroidisme

Kadar PTH
Resiko terhadap
Penatalaksanaa
Regimen
Terapeutik

Clereance fosfat
oleh ginjal

Pe kadar fosfat
serum

Kadar Ca serum

Hiperkalsemia

Hiperfosfatemia

- Kulit bersisik
- Kuku rapuh
- Rambut tipis
Gangguan body
Image

- Fotopobia
- Katarak

- Nausea
- Vomitus

Irritabilitas muskuler

Gangguan Penglihatan

Tetani Laten

- Nyeri Perut

Disfagia

Kejang

Bronkospasme

Spasme

Gangguan
Mekanisme
ADL
Neurologis
terganggu
Jalan napas # efektif
(Arutmia
Jantung)
Gangguan nutrisi
(Nutrisi kurang dari kebutuhan)
Ancaman kesehatan

CO

Koping inefektif
RESIKO TRAUMA
ANSIETAS

DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang sering muncul :
1.Tetani otot berhubungan dengan penurunan kadar kalsium serum
Tujuan : Tetani otot berkurang atau hilang.
Intervensi :
a.

Pantau tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardia (140-120/menit), disritmia, distress pernapasan, sianosis
Rasional : Manipulasi kelenjar selama tiroidektomi sub total

Dapat mengakibatkan

peningkatan

pengeluaran

hormon yang menyebabkan krisis tiroid.


b. Evaluasi refleks secara periodic. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan tersentak, kebas, parastesia, tanda chvostek dan
trosseau positif, adanya kejang.
Rasional : Hipokalsemia dengan tetani

merupakan indikasi

hipoparatiroid yang dapat terjadi sebagai akibat dari


trauma yang tidak disengaja pada
parsial

atau

total

kelenjar

pengangkatan

paratiroid

selama

pembedahan.
8

c. Kolaborasi pemantauan kadar kalsium darah.


Rasional : Pasien dengan kadar kalsium kurang dari 7,5/100ml
secara umum membutuhkan terapi pengganti.

d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat sesuai indikasi :


Kalsium (Glukonat, laktat)
Rasional : Untuk memperbaiki kekurangan

yang

biasanya

Sementara tetapi mungkin juga permanen.


Gunakan dengan hati-hati pada pasien pengguna
digitalis karena kalsium meningkatkan sensivitas
terhadap digitalis, yang berpotensi menimbulkan
toksik.
Agen ikatan fosfat.
Rasional : Membantu sepenuhnya dalam menurunkan kadar
9

Fosfat

yang

meningkat

berhubungan

dengan

Hipokalsemia.
Sedatif.
Rasional : Meningkatkan istirahat, menurunkan stimulasi dari
Luar.
Anti konvulsan
Rasional : Mengendalikan kejang sampai terapi yang dilakukan
Memberikan hasil yang memuaskan.
2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi pernapasan
Tujuan : Mempertahankan jalan napas yang paten.
Intervensi :
a. Pantau frekuensi pernapasan, kedalaman dan kerja pernapasan.
Rasional : Pernapasan secara

normal kadang-kadang

cepat,

tetapi

berkembangnya distress pada pernapasan merupakan indikasi


kompresi trakea karena edema atau perdarahan.
b. Auskultasi suara napas, catat adanya suara ronki.
Rasional : Ronki merupakan indikasi adanya obstruksi/spasme laringeal
10

Yang membutuhkan evaluasi dan intervensi yang cepat.


c. Pertahankan posisi tirah baring dengan posisi semi fowler, sokong kedua lengan dengan bantal.
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen/kebutuhan dan meningkatkan
Inflamasi paru maksimal.
d. Bantu pasien latihan napas dalam.
Rasional : Napas dalam memudahkan ekspansi paru-paru maksimum.
3. Penurunan kardiak

output

berhubungan

dengan mekanisme neurologis

terganggu : Aritmia.
Tujuan : Mempertahankan curah jantung yang adekuat.
Intervensi :
a. Pantau tanda vital, fungsi jantung, irama jantung dan catat adanya aritmia.
Rasional : Peningkatan fungsi jantung

merupakan manifestasi

awal

Sebagai kompensasi hipovolemia dan penurunan curah jantung.


b. Pantau suhu tubuh, catat bila ada perubahan yang mencolok tiba-tiba.
Rasional : Hipereksia yang tiba-tiba dapat terjadi yang diikuti oleh hipoTermia sebagai akibat dari ketidakseimbangan hormonal, cairan
Dan elektrolit yang mempengaruhi curah jantung.
11

c. Pantau EKG, catat atau perhatikan kecepatan atau irama jantung dan adanya aritmia.
Rasional : Takikardi (lebih tinggi dari normal berhubungan dengan demam
Atau

peningkatan

kebutuhan

akan

sirkulasi)

mungkin

Merupakan cerminan langsung stimulasi otot jantung oleh


Hormon tiroid. Aritmia

seringkali

terjadi

dan

dapat

Membahayakan fungsi jantung atau curah jantung.


d. Observasi tanda dan gejala haus yang hebat, mukosa membran kering, nadi lemah, pengisian kapiler lambat, penurunan produksi urine dan
hipotensi.
Rasional : Dehidrasi yang cepat dapat terjadi yang akan menurunkan
Volume sirkulasi dan menurunkan curah jantung.
e. Tekankan pentingnya menghindari regangan/angkat berat, khususnya selama defekasi.
Rasional : Manuver valsava menyebabkan rangsang vagal, menurunkan
Frekuensi jantung, (bradikardi) yang diikuti oleh takikardi,
Keduanya mungkin mengganggu curah jantung.
4. Resiko trauma berhubungan dengan gangguan sensori motor dan gangguan
penglihatan.
Tujuan : Pengurangan resiko trauma.
12

Intervensi :
a. Kaji tingkat kesadaran dan kognitif.
Rasional : Membantu memprediksi kemampuan pasien untuk memproteksi
Diri sendiri dan mematuhi semua kegiatan proteksi mandiri.
b. Berikan lingkungan yang aman (rel samping yang berbantalan, meniadakan rintangan, mencegah jatuh).
Rasional :Memperkecil kemungkinan terjatuh dan kecelakaan, mencegah
Kerusakan jika pasien terjatuh.
c. Lakukan pengawasan yang ketat agar pasien berorientasi dan menghindari penggunaan benda-benda yang merintangi.
Rasional : Melindungi pasien terhadap bahaya sambil menstimulasi dan
Mengorientasikan

pasien, menghindari penggunaan benda-

Benda yang merintangi yang dapat mengganggu pasien.


d. Ganti benda-benda tajam (alat cukur dan lain-lain) dengan benda-benda yang lebih aman.
Rasional : Menghindari luka teriris yang tidak disengaja.

13

HIPOPARATIROIDISME

DEFINISI
Hipoparatiroidisme adalah kurangnya sekresi PTH ditandai oleh gejala-gejala klinis hiperaktivitas neuromuskular dan secara biokimiawi
ditandai oleh hipokalsemia, hiperfosfatemia, dan menurunnya sampai tidak adanta IPTH dalam sirkulasi (Endokrinologi Dasar dan Klinik).
Hipoparatiroidisme terjadi bila hormon paratiroid tidak mencukupi, atau bila hormon itu tidak dapat berfungsi di tingkat jaringan (Patofisiologi
Untuk Keperawatan).

ETIOLOGI
1. Sekresi hormon paratiroid yang kurang adekuat akibat suplay darah tergenggu atau setelah jaringan kelenjar paratiroid diangkat pada saat
dilakukan tiroidektomi, paratiroidektomi atau diseksi radikal leher.
2. Atrofi kelenjar paratiroid yang etiologinya tidak diketahui merupakan penyebab hipoparatiroidisme yang jarang dijumpai.
3. Tidak ada kelenjar paratiroid (kongenital).
4. Malabsorpsi gastrointestinal.
5. Alkoholisme.
6. Defek selektif absorpsi Mg dalam usus.

PATOFISIOLOGI
Gejala hipoparatiroidisme disebabkan oleh defisiensi parathormon yang mengakibatkan kenaikan kadar fosfat darah (hiperfosfatemia) dan
penurunan konsentrasi kalsium darah (hipokalsemia). Hipoparatiroidisme fungsional terjadi pada pasien yang telah lama mengalami

14

hipomagnesia lama. Pasin-pasien ini termasuk mereka-mereka yang dengan defek selektif pada absorpsi Mg dalam usus, malabsorpsi
gastrointestinal atau alkoholisme. Karena Mg dibutuhkan untuk melepaskan PTH dari kelenjar, IPTH serum khas sangat rendah atau tak
terdeteksi. Tanpa adanya parathormon akan terjadi penurunan absorpsi intestinal kasium dari makanan dan penurunan resorpsi kalsium dari
tulang dan di sepanjang tubulus renalis. Penurunan ekskresi fosfat melalui ginjal menyebabkan hifosfaturia, dan kadar kalsium serum yang
rendah mengakibatkan hipokalsiuria. Hipokalsemia dan alkalosis, jika cukup parah menyebabkan eksitabilitas neuromuscular yang menu\ingkat
dengan akibat timbul tetani dan paresthesia.

PATHWAYS
Terlampir

MANIFESTASI KLINIS
A. Manifestasi Neuromuskular
1. Paresthesia
Rasa kebas dan kesemutan dapat terjadi di sekeliling mulut, ujung-ujung jari, kadang-kadang di kaki.
2. Tetani
Tangan, lengan bawah dan yang lebih jarang kaki berubah bentuk yang khas. Pertama-tama jempol teradduksi dengan kuat diikuti fleksi sendi
metakarpafalangeal, ekstensi sendi interfalangeal (jari-jari bersamaan) dan fleksi sendi pergelangan dan siku.
3. Hiperventilasi
Karena kepanikan akibat tetani, pasien dapat hiperventilasi dan mensekresi jumlah epinefrin yang meningkat.
4. Gejala-gejala Adrenergik

15

Peningkatan sekresi epinefrin lebih jauh menimbulkan anxietas, takikardi, berkeringat, dan kepucatan perifer dan sirkumoral.
5. Kejang
Pasien-pasien dengan hipoparatiroidisme dapat timbul kejang.

6. Tanda-tanda tetani lain


Tanda Chvostek, ditimbulkan dengan mengtuk nervus fasialis tepat di sebelah anterior daun telinga, tepat dibawah zigomatikus dan sudut
mulut.
Tanda Trousseau harus dicari dengan manset sfigmomanometer. Tanda Trousseau adalah tanda tetani laten yang paling dapat dipercaya dan
harus di uji dan dicatat segera pada masa pasca operatif.
7. Tanda-tanda Ekstrapiramidal
Sindroma neorologis ekstrapiramidal, termasuk parkinsonisme klasik terjadi pada hipoparatiroidisme kronis.

B. Manifestasi Klinis Lain


1. Katarak Lensa Posterior
Ini adlah sekuele hipoparatiroidisme paling umum. Katarak ada dan tumbuh untuk waktu 5-10 tahun sebelum terjadi gangguan penglihatan.
2. Manifestasi Jantung
Pemanjangan interval QT pada EKG (yang dikoreksi untuk kecepatannya) dikaitkan dengan hipokalsemia.
3. Manifestasi Gigi
Kelainan pembentukan enamel, tidak adanya atau terlambat erupsi dan terganggunya pembentukan akar gigi adalah tanda petunjuk adanya
hipokalsemia yang ada pada masa kanak-kanak.

16

4. Sindroma Malabsorpsi
Malabsorpsi intestinal dengan steatorea tidak umum dijumpai pada hipoparatirodisme tapi bisa muncul pada pasien dengan penyakit lama yang
tidak terobati.

PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Naikkan kadar kalsium serum sampai 9-10 mg/dl.
2. Jika terjadi hipoglikemia dan tetani setelah tiroidektomi, berikan kalsium glukonat IV segera. Sedatif dapat juga diberikan. Parathormon
parenteral juga mungkin diberikan; awasi terhadap reaksi alergi.
3. Kurangi peka rangsang neuromuskular dengan memberikan lingkungan yang bebas bising, perubahan mendadak, lampu yang terang, atau
gerakan mendadak.
4. Lakukan penatalaksanaan kedaruratan dengan trakeostomi atau ventilasi mekanik untuk gawat napas.

KOMPLIKASI
Disamping hiperkalsemia, hipokalsiuria timbul sebagai komplikasi pengobatan yang berhasil adalah disebabkan oleh PTH tidak lagi
mempertahankan absorpsi kalsium tubulus ginjal yang normal. Oleh karena itu, pengukuran yang teliti dari kalsium urin 24 jam merupakan
keharusan, sementara kadar normal kalsium serum didekati selama pengobatan kalsium dan vitamin D untuk menghindari kemungkinan
pembentukan batu ginjal.
Diuretik tiazid, yang menyebabkan peningkatan reabsorpsi kalsium oleh tubulus ginjal bila berguna pada kasus ini dan bisa menambah
keuntungan dari pencapaian eukalsemia parsial. Nyatanya, pengobatan semacam ini telah digunakan dengan berhasil tanpa vitamin D dalam
penanganan hipoparatiroidisme ringan.

17

ASUHAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN
Observasi atau temuan :
1. Neurologis
Paresthesia : bibir, liah, jari-jari, kaki.
Kesemutan.
Tremor.
Hiperrefleksia.
Tanda Chvostek dan atau Trousseau positif.
Papiledema.
Labilitas emosional.
Peka rangsang.
Anxietas.
Depresi.
Delirium.
Delusi.
Perubahan dalam tingkat kesadaran.
Tetani.

18

Kejang.
2. Muskuloskeletal
Kekakuan.
Keletihan.
3. Kardiovaskuler
Sianosis.
Palpitasi.
Disritmia jantung.
Perubahan dalam gambaran EKG : perpanjangan interval QT, peninggian atau inversi gelombang T, blok jantung.

4. Pernapasan
Suara serak.
Edema atau stridor laring.
5. Gastrointestinal
Mual, muntah.
Nyeri abdomen.
6. Ginjal : pembentukan kalkuli.
7. Integumen
Kulit dan kuku keras.
Pigmentasi kutan.

19

Alopesia.
Kuku rapuh.

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Resiko tinggi cedera b.d konvulsi menyeluruh.
2. Pola napas tak efektif b.d spasme laring.
3. Intoleransi aktivitas b.d paresthesia, formikasi dan kram otot.

INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan : Resiko tinggi cedera b.d konvulsi menyeluruh.
Kriteria Hasil : Pasien akan mendemonstrasikan tak ada cedera dengan komplikasi minimal atau terkontrol.
Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Pantau tanda vital dan catat adanya peningkatan suhu tubuh, takikardi (140-200 x/menit), disritmia, distress pernapasan, sianosis
(berkembangnya edema paru atau GJK).
Manipulasi kelenjar selama tiroidektomi subtotal dapat mengakibatkan peningkatan pengeluaran hormon yang menyebabkan krisis tiroid.
2. Evaluasi reflek secara periodik. Observasi adanya peka rangsang, misalnya gerakan tersentak, kebas, paresthesia, Tanda Chvostek dan
Trousseau positif, adanya kejang. Hipokalsemia dengan tetani (biasanya sementara) dapat terjadi 1-7 hari pasca operasi dan merupakan indikasi
hipoparatiroidisme yang dapat terjadi sebagai akibat dari trauma yang tidak di sengaja pada pengangkatan parsial atau total kelenjar paratiroid
selama pembedahan.

20

3. Pertahankan penghalang tempat tidur terpasang atau di beri bantalan, tempat tidur pada posisi yang rendah dan jalan napas buatan di dekat
pasien. Hindari penggunaan restrein. Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika terjadi kejang.

Kolaborasi :
4. Pantau kadar kalsium darah.
Pasien dengan kalsium kurang dari 7,5/100ml secara umum membutuhkan terapi pengganti.
5. Berikan obat sesuai indikasi :
Kalsium (glukonat, laktat)
Untuk memperbaiki kekurangan yang biasanya sementara tetapi mungkin juga menjadi permanen. Catatan: gunakan dengan berhati-hati pada
pasien pengguna digitalis karena kalsium meningkatkan sensitivitas terhadap digitalis yang berpotensi menimbulkan toksik.
Agen-ikatan fosfat Membantu sepenuhnya dalam menurunkan kadar fosfor yang meningkat b.d hipokalsemia.

Sedatif

Antikonvulsan Meningkatkan istirahat, menurunkan stimulasi dari luar.


Mengendalikan kejang sampai terapi yang dilakukan memberikan hasil yang memuaskan.

2. Diagnosa Keperawatan : Pola napas tak efektif b.d spasme laring.


Kriteria Hasil : Frekuensi, irama, dan kedalamam pernapasan normal bagi pasien.
Auskultasi paru menunjukan bunyi yang bersih.

21

Intervensi Rasional
Mandiri :
1. Kaji upaya pernapasan dan kualitas suara setiap 2 jam.

2. Auskultasi untuk mendengarkan stridor laring tiap 4 jam.

3. Instruksikan pasien untuk mengiformasikan pada perawat atau dokter saat pertama kali terjadi tanda kekakuan pada renggorok atau sesak
napas.
4. Baringkan pasien untuk mengoptimalkan bersihan jalan napas ; pertahankan dalam posisi alamiah.

Pengkajian yang berulang kali sangat penting karena mungkin kondisi pasien berubah secara drastic.
Suara stridor laring dan diam menggambarkan spasme laring parsial sampai total.
Dilakukan agar dapat segera diberikan tindakan yang tepat.

Posisi yang benar akan mendorong ventilasi pada lobus paru bagian bawah.
Kolaborasi :

22

5. Laporkan gejala dini pada dokter dan kolaborasi untuk mempertahankan jalan napas tetap terbuka.
6. Berikan atau pertahankan alat Bantu pernapasan (ventilator).
Dilakukan untuk memaksimalkan oksigen.

Dilakukan sesuai dengan kebutuhan. Selang endotrakheal mungkin tetap pada tempatnya dan penggunaan mesin Bantu pernapasan
dipertahankan untuk jangka waktu tertentu.

3. Diagnosa Keperawatan : Intoleransi aktivitas b.d paresthesia, formikasi, dan kram otot.
Kriteria hasil : Tingkat aktivitas pasien meningkat tanpa dispnea, takikardi, atau peningkatan TD.
Pasien melakukan AKS tanpa susah payah.
Intervensi Rasional
1. Kaji pola aktifitas yang lalu. Dapat menentukan tingkat kemajuan aktivitas yang dapat dilakukan pasien.
2. Kaji terhadap aktivitas
Catat perubahan TD, nadi, dan pernapasan.
Hentikan aktivitas bila terjadi perubahan.
Tingkatkan keikutsertaan dalam kegiatan kecil sesuai dengan peningkatan toleransi.

23

Dilakukan untuk melatih mobilisasi pasien.


Ajarkan pasien untuk memantau respon terhadap aktiviyas dan untuk mengurangi, menghentikan, atau meminta bantuan ketika terjadi
perubahan.
Rencakan perawatan bersama pasien untuk menentukan aktivitas yang ingin pasien selesaikan; jadwalakan bantuan dengan orang lain.
Seimbangkan antara aktivitas dengan waktu istirahat.
Simpan benda-benda dan barang lainnya dalam jangkauan yang mudah bagi pasien untuk menghemat penggunaan energi. Meningkatkan
pemahaman pasien mengenai penyakitnya dan meminimalkan resiko cedera.

Seperti jadwal meningkatkan toleransi terhadap kemajuan aktivitas dan mencegah kelemahan.

Agar tidak terjadi keletihan dan kelemahan otot.


Tehnik penghematan energi menurunkan penggunaan energi sehingga membantu keseimbangan supply dan kebutuhan oksigen.

24

Anda mungkin juga menyukai