Anda di halaman 1dari 61

BAB_Trakeostomi.

doc


Buy ads here

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Trakeostomi adalah suatu prosedur meliputi pembuatan lubang permanen atau
sementara melalui tindakan bedah ke dalam trakea pada cincin trakea kedua,
ketiga, atau keempat dan pemasangan selang indwelling untuk memungkinkan
ventilasi dan pembuangan sekresi. Indikasi trakeostomi meliputi edema trakea
karena trauma atau respons alergi, obstruksi jalan nafas mekanis,
ketidakmampuan untuk membersihkan sekresi trakeabronkial, pencegahan
aspirasi pada klien tak sadar yang memerlukan ventilasi mekanis jangka
panjang, apnea tidur, perdarahan jalan nafas atas, fraktur laring atau trakeal,
dan luka bakar jalan nafas (Black, 1993).
Perawat sebagai care provider pasien dituntut mampu memahami trakeostomi
secara keseluruhan. Dimulai dari anatomi dan fisiologi trakea, definisi
trakeostomi, tata cara penatalaksanaan prosedur trakeostomi, dan asuhan
keperawatan pada prosedur trakeostomi.

2. Tujuan

1. Tujuan Umum
Mahasiswa mengetahui, memahami dan mampu mengaplikasikan
penatalaksanaan dan asuhan keperawatan klien dengan trakeostomi.
1. Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami anatomi dan fisiologi trakea.
2. Mengetahui dan memahami definisi trakeostomi.
3. Mengetahui dan memahami indikasi dan kontraindikasi prosedur trakeostomi.
4. Mengetahui dan memahami klasifikasi dan jenis trakeostomi.
5. Mengetahui dan memahami serta diharapkan mampu mengaplikasikan
trakeostomi.
6. Mengetahui dan memahami serta diharapkan mampu mengaplikasikan
perawatan alat yang digunakan pada trakeostomi.
7. Mengetahui dan memahami komplikasi yang timbul pada klien dengan
trakeostomi.
8. Mengetahui dan memahami WOC trakeostomi.
9. Mengetahui dan memahami indikasi dan kontraindikasi pelepasan
trakeostomi.
10. Mengetahui dan memahami serta diharapkan mampu mengaplikasikan asuhan
keperawatan klien dengan trakeostomi.

1. Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi trakea ?
2. Apa definisi trakeostomi?
3. Apa saja indikasi dan kontraindikasi trakeostomi?
4. Apa saja klasifikasi dan jenis trakeostomi?
5. Bagaimana prosedur trakeostomi?
6. Bagaimana mengaplikasikan perawatan alat yang digunakan pada
trakeostomi?
7. Apa komplikasi yang timbul pada klien dengan trakeostomi penatalaksanaan
trakeostomi?
8. Bagaimana WOC pada trakeostomi?
9. Apa saja indikasi dan kontraindikasi pelepasan trakeostomi?
10. Bagaimana mengaplikasikan asuhan keperawatan klien dengan trakeostomi?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Trakea


(Davies, 1997) menjelaskan bahwa trakea merupakan tabung berongga
yang disokong oleh cincin kartilago. Trakea berawal dari kartilago krikoid yang
berbentuk cincin stempel dan meluas ke anterior pada esofagus, turun ke dalam
thoraks di mana ia membelah menjadi dua bronkus utama pada karina. Pembuluh
darah besar pada leher berjalan sejajar dengan trakea di sebelah lateral dan
terbungkus dalam selubung karotis. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea di
sebelah depan dan lateral. Ismuth melintas trakea di sebelah anterior, biasanya
setinggi cincin trakea kedua hingga kelima. Saraf laringeus rekuren terletak pada
sulkus trakeoesofagus. Di bawah jaringan subkutan dan menutupi trakea di bagian
depan adalah otot-otot supra sternal yang melekat pada kartilago tiroid dan hyoid.
Trakea
Gambar 2. Anatomi Trakea

Gambar 1. Respiratory System, anterior view, with microscopic view of alveoli and pulmonary
capillaries. (Modifies from Scanlon,VC, Sanders, T: Essentials of Anatomy and Physiology, ed 5. F.A.
Davis, Philadelphia, 2007.)

2.2 Definisi, Sejarah, dan Fungsi Trakeostomi


2.2.1 Definisi
Trakeostomi adalah tindakan membuat stoma atau lubang agar
udara dapat masuk ke paru-paru dengan memintas jalan nafas bagian atas
(Adams, 1997).
Trakeostomi adalah suatu tindakan dengan membuka dinding
depan/anterior trakea untuk mempertahankan jalan nafas agar udara dapat
masuk ke paru-paru dan memintas jalan nafas bagian atas (Hadikawarta,
Rusmarjono, Soepardi, 2004).
Trakeostomi merupakan suatu teknik yang digunakan untuk
mengatasi pasien dengan ventilasi yang tidak adekuat dan obstruksi jalan
pernafasan bagian atas. Insisi yang dilakukan pada trakea disebut dengan
trakeotomi sedangkan tindakan yang membuat stoma selanjutnya diikuti
dengan pemasangan kanul trakea agar udara dapat masuk ke dalam paruparu dengan menggunakan jalan pintas jalan nafas bagian atas disebut
dengan trakeostomi (Robert, 1997).
Istilah trakeotomi dan trakeostomi dengan maksud membuat
hubungan antara leher bagian anterior dengan lumen trakea, sering saling
tertukar. Definisi yang tepat untuk trakeotomi ialah membuat insisi pada
trakea, sedang trakeostomi ialah membuat stoma pada trakea.
Dapat disimpulkan, trakeostomi adalah tindakan operasi membuat
jalan udara melalui leher dengan membuat stoma atau lubang di dinding
depan/ anterior trakea cincin kartilago trakea ketiga dan keempat,
dilanjutkan dengan membuat stoma, diikuti pemasangan kanul. Bertujuan
mempertahankan jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan
memintas jalan nafas bagian atas saat pasien mengalami ventilasi yang
tidak adekuat dan gangguan lalulintas udara pernapasan karena obstruksi
jalan nafas bagian atas.

Gambar3.Trakeostomi (http://www.mda.org/publications/images/q56tracheo-lg.jpg)
Gambar 4. Patient with Tracheostomy. (Understanding The Respiratory System)

2.2.2 Sejarah Trakeostomi


Tindakan pembedahan ini memiliki reputasi yang cukup panjang. Buku suci
agama Hindu Rig Veda yang ditulis antara tahun 2000 dan 1000 SM
menjelaskan suatu tindakan yang dapat menyatukan kembali pipa udara
apabila tulang rawan leher dipotong. Namun para ahli sejarah menganggap
Asclepiades yang lahir sekitar 124 SM merupakan orang pertama yang
melakukan operasi ini.
Trosseau dan Bretonneau mempopulerkan operasi ini di Perancis. Mereka
melakukannya untuk menangani kasus difteria (infeksi akut yang
disebabkan Corymebacterium Diphteriae di mana gejala klinik eksotoksin
yang dihasilkan oleh bakteri ini. Salah satu gejala adalah obstruksi
pernafasan : sesak, retraksi dinding thoraks, sianosis dengan penanganan
pemberian oksigen atau pun trakeostomi). dengan angka keberhasilan 25
persen (pada saat itu angka tersebut merupakan angka penyembuhan yang
cukup tinggi).
Pada tahun 1932 dengan usulan Wilson bahwa koreksi jalan nafas dapat dilakukan
pada kasus kasus paralisis pernafasan yang sulit, khususnya poliomielitis.
Galloway juga ikut berperan dalam mengarahkan pemikiran pada era ini,

dengan melakukan trakeostomi untuk indikasi seperti cedera kepala, cedera


dada yang berat, intoksikasi barbiturat dan kontrol jalan nafas paska bedah.
Saat ini tengah dikembangkan teknik trakeostomi perkutaneus yang mana secara
umum adalah suatu prosedur elektif, teknik ini tidak sesuai untuk situasi
emergensi.
3. Fungsi Trakeostomi
1. Mengurangi tahanan aliran udara pernafasan yang selanjutnya mengurangi
kekuatan yang diperlukan untuk memindahkan udara sehingga mengakibatkan
peningkatan regangan total dan ventilasi alveolus yang lebih efektif. Asal
lubang trakheostomi cukup besar (paling sedikit pipa 7)
2. Proteksi terhadap aspirasi
3. Memungkinkan pasien menelan tanpa reflek apnea, yang sangat penting pada
pasien dengan gangguan pernafasan
4. Memungkinkan jalan masuk langsung ke trachea untuk pembersihan
5. Memungkinkan pemberian obat-obatan dan humidifikasi ke traktus
respiratorius
6. Mengurangi kekuatan batuk sehingga mencegah pemindahan secret ke perifer
oleh tekanan negative intratoraks yang tinggi pada fase inspirasi batuk yang
normal.

3. Indikasi dan Kontraindikasi Trakeostomi


1. Indikasi Trakeostomi
1. Obstruksi mekanis saluran nafas atas.
Pasien yang mengalami obstruksi dan atau pun penyumbatan jalan
nafas dan mengalami kegagalan dalam pemakaian intubasi endotrakeal.
Antara lain akibat ;

No.
1.

Penyebab
Kongenital/bawaan

Contoh
- Stenosis (penyempitan) subglotis atau trakea
atas.
- Anomali trakeoesofagus.
- Haemangioma (adalah kumpulan pembuluh
darah kecil yang membentuk benjolan di
bawah kulit). Haemangiomas pada, dagu
rahang atau leher anak kadang-kadang dapat
mempengaruhi jalan napas nya, menyebabkan
kesulitan bernapas. Tanda pertama dari hal ini
adalah stridor, ketika anak membuat suara
serak dengan napas masing-masing. Jika
hemangioma tumbuh, dapat menyumbat jalan
napas. Pada beberapa anak, laser pengobatan
hemangioma jalan napas selama
microlaryngobronchoscopy a (MLB)
meningkatkan masalah pernapasan, tetapi
kadang-kadang seorang anak mungkin perlu
memiliki trakeostomi (pembukaan ke batang
tenggorokan buatan) untuk meningkatkan
pernapasan mereka.

2.

Infeksi

- Epiglotitis akut
- Laryngotracheobronchitis
- Angina Ludwig (radang berat disertai
supurasi di daerah bawah mulut)

3.

Keganasan

4.

Trauma

Tumor laring, faring, lidah, atau trakea atas


tingkat lanjut dengan stridor.

Di maksilofasial.

Luka tembak, tusuk di leher.

Menghirup asap.

- Menelan cairan korosif.


5.

6.

Kelumpuhan pita suara

Benda asing .

Postoperasi komplikasi tiroidektomi

Operasi esophagus

Operasi jantung, cerebral bulbar.

- Terhirup objek yang bersarang di saluran nafas


atas menyebabkan stridor.
- Adanya benda asing di subglotis. Stoma
berguna untuk mengambil benda asing dari
subglotik, apabila tidak mempunyai fasilitas
untuk bronkoskopi.

Gambar 5. Indikasi Tindakan Trakeostomi untuk Mengatasi


Obstruksi Jalan Nafas (Bradley, 1997).

2. Perlindungan Trakeobronkial Tree dari Aspirasi.


Dalam kondisi kronis di mana adanya ketidakmampuan laring
atau faring dapat memungkinkan aspirasi dan menghirup air liur atau isi
lambung, trakeostomi harus dilakukan. Kondisi itu di alami karena ;
No.
1.

Penyebab
Penyakit neurologis

Contoh
- Polyneuritis (terganggunya transmisi syaraf
atau jaringan syaraf yang kekurangan energi,
misalnya Guillain "Barre yaitu penyakit
yang menyerang radiks saraf yang bersifat akut
dan menyebabkan kelumpuhan yang gejalanya
dimulai dari tungkai bawah dan meluas ke atas
sampai tubuh dan otot-otot wajah)

- Tetanus.
Adanya penyumbatan di rongga faring dan
laring karena difteri, laryngitis, atau tetanus
(kejang otot) sering ditanggulangi dengan
Trakeostomi.
- Bulbar poliomyelitis
- Multiple sclerosis
- Myasthenia gravis
Menyebabkan kelumpuhan vocal bilateral
dengan kegagalan pernafasan akut.

Hilangnya refleks laring dan ketidakmampuan


untuk menelan dapat mengakibatkan resiko
tinggi terjadinya aspirasi.
2.

Koma

- Cedera kepala
- Overdosis
- Keracunan
- Stroke
- Tumor otak

Dalam situasi di mana nilai GCS kurang dari


8,pasien beresiko aspirasi karena refleks
pelindung hilang.
3.

Trauma

Patah tulang wajah yang parah.

Dapat mengakibatkan aspirasi darah dari


saluran nafas atas.

3. Gagal nafas.

No.

Penyebab

Contoh

1.

Kerusakan paru.

Menyebabkan kapasitas vitalnya berkurang dan


trakeostomi mengurangi ruang rugi (dead air
space) di saluran nafas atas seperti rongga mulut,
sekitar lidah dan faring.

2.

Penyakit paru

- Eksaserbasi bronkitis kronis


- Emfisema
- Asma berat.
- Pneumonia berat.

3.

Penyakit neurologis.

- Multiple sclerosis.

Kasus yang parah seperti Multiple Sclerosis


(MS) menyebabkan masalah seperti disfagia
(kesulitan menelan), batuk, dan gagal nafas.

4.

Luka dada

Dapat menyebabkan pneumotoraks yang berakibat


gagal nafas.

4. Retensi sekresi bronchial

No.

Penyebab

1.

Penyakit paru

2.

Penurunan tingkat
kesadaran

3.

Trauma ke kandang
otot toraks

Contoh

Infeksi saluran pernafasan akut

1. Kontraindikasi Trakeostomi.
1. Antisipasi adanya penyumbatan karena karsinoma (sejenis kanker).
1. Infeksi pada tempat pemasangan.
2. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol, contoh ; Hemofili.

3. Klasifikasi Trakeostomi

Menurut lama penggunaannya, trakeosomi dibagi menjadi penggunaan permanen


dan penggunaan sementara, sedangkan menurut letak insisinya, trakeostomi
dibedakan letak yang tinggi dan letak yang rendah dan batas letak ini adalah
cincin trakea ke tiga. Jika dibagi menurut waktu dilakukannya tindakan, maka
trakeostomi dibagi kepada trakeostomi darurat dengan persiapan sarana sangat
kurang dan trakeostomi elektif (persiapan sarana cukup) yang dapat dilakukan
secara baik (Soetjipto, Mangunkusomu, 2001).

2.4.1. Lama Pemasangan


1. Permanen (Tracheal Stoma Post Laryngectomy)

Tracheal cartilage diarahkan kepermukaan kulit, dilekatkan pada


leher. Rigiditas cartilage mempertahankan stoma tetap terbuka sehingga
tidak diperlukan tracheostomy tube (canule).
2. Sementara (Tracheal Stoma without Laryngectomy)
Trachea dan jalan nafas bagian atas masih intak tetapi terdapat
obstruksi. Digunakan tracheostomy tube (canule) terbuat dari metal atau
Non metal (terutama pada penderita yang sedang mendapat radiasi dan
selama pelaksanaan MRI Scanning)
2.4.2 Letak Insisi
1. Insisi Vertikal.
Dilakukan pada keadaan darurat
2. Insisi Horisontal.
Dilakukan pada keadaan elektif.

2.4.3 Waktu Dilakukan Tindakan


1. Darurat
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan
pembuatan lubang di antara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga.
Karena lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih
cepat dan tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga
jauh lebih kecil. Menggunakan teknik insisi vertikal.

2.Non-Darurat
Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi.
Insisi dibuat di antara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
Menggunakan teknik insisi horizontal
Untuk lebih jelasnya perhatikan table berikut :

No.

Waktu dilakukan
Tindakan

Lama Penggunaan

Teknik Insisi

1.

Darurat

Sementara

Vertikal, dibuat di anatara


cincin trakea 1 dan 2 atau 2 dan
3.

2.

Non-darurat

Permanen

Horizontal, dibuat di antara


cincin trakea 2 dan 3 sepanjang
4-5 cm.

3. Penatalaksanaan Trakeostomi.
1. Jenis Tindakan
1. Darurat, dilakukan Percutaneous Tracheostomy.
Tipe ini hanya bersifat sementara dan dilakukan pada unit gawat darurat. Dilakukan
pembuatan lubang di antara cincing trakea satu dan dua atau dua dan tiga.
Karena lubang yang dibuat lebih kecil, maka penyembuhan lukanya akan lebih
cepat dan tidak meninggalkan scar. Selain itu, kejadian timbulnya infeksi juga
jauh lebih kecil.

2. Elektif, dilakukan Surgical Tracheostomy.


Tipe ini dapat sementara dan permanen dan dilakukan di dalam ruang operasi.
Insisi dibuat di antara cincin trakea kedua dan ketiga sepanjang 4-5 cm.
Selain itu, terdapat Mini trakeostomi, yaitu pada tipe ini dilakukan insisi pada
pertengahan membran krikotiroid dan trakeostomi mini ini dimasukan
menggunakan kawat dan dilator (Bradley, 1997).

1. Persiapan Alat
1. Alat alat ;
1. Spuit yang berisi analgesia.
2. Pisau bedah.
3. Pinset anatomi.
4. Gunting panjang tumpul.
5. Sepasang pengait tumpul.

6. Benang bedah.
7. Klem arteri, gunting kecil yang tajam.
8. Kanul trakea dengan ukuran yang sesuai.
2. Jenis Pipa
a.Cuffed Tubes.Selang dilengkapi dengan balon yang dapat diatur sehingga
memperkecil risiko timbulnya aspirasi.

Gambar6. Cuffed Tubes

Gambar7. Mekanisme kerja cuffed tubes

2. Uncuffed Tubes.
Digunakan pada tindakan trakeostomi dengan penderita yang tidak
mempunyai risiko aspirasi.

Gambar8. Uncuffed Tubes

2. Trakeostomi dua cabang (dengan kanul dalam).


Dua bagian trakeostomi ini dapat dikembangkan dan dikempiskan sehingga
kanul dalam dapat dibersihkan dan diganti untuk mencegah terjadi obstruksi.

2. Silver Negus Tubes.

Terdiri dari dua bagian pipa yang digunakan untuk trakeostomi jangka
panjang. Tidak perlu terlalu sering dibersihkan dan penderita dapat merawat
sendiri.

Gambar9. Silver Negus Tubes

2. Fenestrated Tubes.
Trakeostomi ini mempunyai bagian yang
terbuka di sebelah posteriornya, sehingga penderita masih tetap merasa
bernafas melewati hidungnya. Selain itu, bagian terbuka ini memungkinkan
penderita untuk dapat berbicara (Kenneth, 2004).

Gambar10. Fenestrated Tubes

2. Ukuran.
Ukuran trakeostomi standar adalah 0 12 atau 24 44 French.
Trakeostomi umumnya dibuat dari plastik, namun dari perak juga ada.
Tabung dari plastik mempunyai lumen lebih besar dan lebih lunak dari
yang besi. Tabung dari plastik melengkung lebih baik kedalam trakea
sehingga iritasi lebih sedikitdan lebih nyaman bagi klien.
1. Persiapan Pasien.
1. Posisikan pasien berbaring terlentang dengan bagian kaki lebih rendah
30 untuk menurunkan tekanan vena sentral pada vena-vena leher.
2. Bahu diganjal dengan bantalan kecil sehingga memudahkan kepala untuk
diekstensikan pada persendian atalanto oksipital. Dengan posisi seperti ini
leher akan lurus dan trakea akan terletak di garis median dekat permukaan
leher. (Gambar

3. Kulit leher dibersihkan sesuai dengan prinsip aseptik dan antiseptik dan
ditutup dengan kain steril. Obat anestetikum disuntikkan di pertengahan
krikoid dengan fossa suprasternal secara infiltrasi.

Gambar11. Posisi kepala dan leher pasien. Gambar 12. Daerah yang akan disayat.

Gambar13. Anastesi dilakukan.

1. Prosedur Inti.
1. Sayatan kulit 5 sentimeter, vertikal di garis tengah leher mulai dari bawah
krikoid sampai fosa suprasternal, sedangkan sayatan horizontal di pertengahan

jarak antara kartilago krikoid dengan fosa suprasternal atau kira-kira dua jari
dari bawah krikoid orang dewasa.

Gambar14. Sayatan di leher

2. Dengan gunting panjang yang tumpul, kulit serta jaringan di bawahnya dipisahkan
lapis demi lapis dan ditarik ke lateral dengan pengait tumpul sampai tampak trakea
yang berupa pipa dengan susunan cincin tulang rawan yang berwarna putih. Bila
lapisan ini dan jaringan di bawahnya dibuka tepat di tengah maka trakea ini mudah
ditemukan. Pembuluh darah vena jugularis anterior yang tampak ditarik ke lateral.
Ismuth tiroid yang ditemukan ditarik ke atas supaya cincin trakea jelas terlihat. Jika
tidak mungkin, ismuth tiroid diklem pada dua tempat dan dipotong ditengahnya.
Sebelum klem ini dilepaskan ismuth tiroid diikat kedua tepinya dan disisihkan ke
lateral. Perdarahan dihentikan dan jika perlu diikat.

Gambar15. Proses Trakeostomi

5. Komplikasi Trakeostomi

No. Waktu

1.

2.

Komplikas

Intraoperatif

Postoperatif

Haemorrhage (pendarahan).

Rasa panas pada jalan nafas

Cedera pada trakea dan laring

Cedera pada struktur trakeal

Emboli udara

Apnea

Henti jantung

Perforasi

Ruptur pleura viseralis

Sumbatan darah/secret

- Emfisema subkutan
- Pneumotoraks / pneumomediastinum
- Tabung berpindah
- Tabung tersumbat
- Infeksi luka
- Trakea nekrosis
- Pendarahan sekunder

- Masalah menelan

3.

Jangka panjang

Obstruksi jalan nafas atas

Infeksi

Fistula trakeoesofagus

Stenosis trakea

Iskemia atau nekrosis trakea

2.7 Prosedur Perawatan Selang Trakeostomi


1. Jelaskan prosedur pada klien & keluarga sebelum memulai dan berikan
ketenangan
selama pengisapan.
2. Siapkan alat alat yang diperlukan
3. Cuci tangan
4. Hidupkan mesin suction (portable atau wall dengan tekanan sesuai kebutuhan)
5. Buka kit kateter pengisap
6. Isi kom dengan normal salin

7. Ventilasi klien dengan bagian resusitasi manual dan aliran oksigen yang
tinggi.
8. Kenakan sarung tangan pada kedua tangan ( steril )
9. Ambil kateter pengisap dengan tangan non dominan dan hubungkan ke
pengisap
10. Masukkan selang kateter samapi pada karina tanpa memberikan isapan, untuk
menstimulasi reflek batuk
11. Beri isapan sambil menarik kateter, memutar kateter dengan perlahan 360
derajat tanpa menyentuh lapisan mucus saluran napas (lakukan pengisapan
maksimal 10-15 detik karena pasien dapat hipoksia)
12. Reoksigenasikan dan inflasikan paru pasien selama beberapa kali nafas
13. Ulangi 4 langkah sebelumnya sampai jalan nafas bersih.
14. Bilas kateter dg normal salin antara tindakan pengisapan
15. Hisap kavitas orofaring setelah menyelesaikan pengisapan trakea
16. Bilas selang pengisap
17. Buang kateter, sarung tangan ke dalam tempat pembuangan kotor.

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Gambar16. Prosedur perawatan


tracheostomy tube

7. Web of Caution
Inflamasi penyakit tertentu yang menyumbat jalan napas
Cedera parah pada wajah dan leher

Obtruksi jalan napas bagian atas

Bersihan jalan napas tidak efektif

Trakeostomi

Post operasi
Pre operasi

Kurang pengetahuan
Trakeostomi tube menekan pita suara

Ansietas

Gangguan
komunikasi verbal

Resiko infeksi

Akumulasi sekret
Media yang baik untuk berkembangnya mikroba

Bersihan jalan napas tidak efektif

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
1. Anamnnesa
1. Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status
perkawinan, dan penanggung biaya.

2. Data Subyektif : sesak napas, nyeri


3. Data obyektif : RR meningkat, Saturasi O2 menurun
2. Pemeriksaan Fisik
B1 : Ronchi, RR meningkat, Saturasi O2 menurun
3. Pengkajian Psikososial
Ansietas terjadi pada pasien dengan trakeostomi.
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.2.1 Periode Praoperasi
1. Ansietas yang berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pembedahan
yang akan dijalani dan dampak kondisi pada gaya hidup.
a. Kriteria hasil :
1. Menyebutkan alasan untuk trakeostomi dan hasil yang diperkirakan.
2. Menyebutkan keterbatasan bicara dan komunikasi yang diantisipasi.
3. Menggambarkan perawatan segera pascaoperasi dan tindakan perawatan diri.
4. Praoperasi, menunjukkan kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif
menggunakan metode lain selain bicara.
No.
1.

Kriteria Pengkajian Fokus


Tingkat melek huruf.

Makna Klinis
Kemampuan klien untuk membaca
dan menulis akan mempengaruhi
komunikasi pascaoperasi dan
kebutuhan penyuluhan.

2.

Pengertian tentang prosedur


trakeostomi termasuk pengalaman
sebelumnya dengan pembedahan
dan anastesia.
Mengkaji pengetahuan klien akan
memandu perawat dalam
merencanakan strategi penyuluhan
Pengetahuan tentang potensial
sequel dari trakeostomi, termasuk: yang tepat dan efektif. Perawat harus
menentukan apakah penjelasan
tambahan dari dokter diperlukan
1. Status sementara atau
unuk mendapatkan izin tindakan dari
permanen
klien.

3.

2. Perubahan fungsi tubuh


3. Perubahan penampilan
4. Keterbatasan bicara
5. Keterbatasan mobilitas

b. Intervensi dan rasional.


No.

1.

Intervensi

Pertegas penjelasan dokter


tentang pembedahan dan
alasannya. Bila memungkinkan,
jelaskan bahwa trakeostomi
sementara diindikasikan dalam
edema pascaoperasi setelah
biopsy, distress pernafasan berat,
dan gangguan lain, dan bahwa
trakeostomi permanen adalah
alternative untuk intubasi
endotrakeal atau nasotrakeal

Rasional

Menjelaskan tentang apa yang


diperkirakan terjadi dapat membantu
mengurangi ansietas klien yang
berhubungan dengan ketakutan akan
hal-hal yang tidak diketahui dan
tidak diperkirakan.

2.

Jelaskan istilah dan konsep


umum, berikan literature dan
peralatan aktual, bila
memungkinkan. Pastikan klien
mengenal hal berikut :

Pengertian tentang terminologi


memperbaiki pemahaman dan
membantu mengurangi ansietas.

1. Prosedur trakeostomi
2. Stoma
3. Selang trakeostomi
4. Suksion dan kateter
suksion
5. Kolar pelembab trakeal
6. Pengikat trakeostomi
7. Oto trakea
3.

Diskusikan potensial squele bedah Menyiapkan klien untuk apa yang


trakeostomi, termasuk :
diperkirakan dapat mengurangi
ansietas karena ketidaktahuan.
1. Perubahan penampilan
tubuh
2. Perubahan fungsi tubuh,
misalnya ; bernafas,
bicara, menyanyi, batuk,
dan pembersihan sekresi.

4.

Jelaskan klien tentang cara-cara


alternative komunikasi (misal ;
kertas atau papan gambar). Minta
klien menggunakan peragaan
ulang untuk menunjukkan
kemahiran.

Dengan meminta klien


mempraktikkan teknik komunikasi
sebelum prosedur memungkinkan
perawat untuk mendeteksi dan
berupaya untuk memperbaiki adanya
kekurangan yang serius. Penguasaan
terhadap pengganti komunikasi dapat

membantu menurunkan perasaan


asing dan kesepian, meningkatkan
rasa kontrol klien dan mengurangi
ansietas.

3.2.2 Periode Pascaprosedur


1. Resiko tinggi inefektif bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan
peningkatan sekresi sekunder terhadap trakeostomi, obstruksi kanula dalam,
atau perubahan posisi selang trakeostomi.
a. Kriteria hasil :
1. Klien akan mempertahankan selang trakeostomi paten.
2. Klien batuk dengan efektif untuk membersihkan jalan nafas.
No. Kriteria Pengkajian Fokus

Makna Klinis

1.

Status pernafasan.

Pengkajian data dasar terus menerus


memungkinkan deteksi dini
terjadinya masalah.

2.

Batuk.

Upaya batuk efektif perlu untuk


mengeluarkan sekresi.

3.

Sekresi.

Mengkaji jumlah, warna, dan


karakter sekresi membantu
mendeteksi infeksi dan
mengevaluasi resiko obstruksi.

b. Intervensi dan rasional :


No.

Intervensi

Rasional

1.

Tinggikan kepala tempat tidur 30 Posisi ini memudahkan pernafasan


- 45 derajat.
optimal dengan meningkatkan
drainase sekresi.

2.

Anjurkan klien untuk bernafas


dalam dan batuk secara teratur.

Nafas dalam mengurangi


penumpukan sekresi, batuk
membantu mengeluarkan sekresi.

3.

Berikan pelembaban adekuat


udara inspirasi.

Pelembaban diperlukan untuk


menggantikan pelembaban bypass
yang normalnya diberikan struktur
nasofaringeal.
Kurang pelembaban dapat mengarah
pada pengeringan mukosa trakeal
dan gangguan proses transport
mukosaliar dengan mengakibatkan
rusaknya mukosa dan kemungkinan
trakeitis (Martin, 1989).

4.

Pengisian salin normal steril (5


ml) sesuai kebutuhan

Pengisian salin akan mencuci


mukosa trakeal dan bronchial dan
merangsang batuk untuk
membersihkan sekresi (Mapp, 1988).

5.

Suksion 5 10 detik sesuai


kebutuhan, dengan
mempertahankan teknik steril
sesuai indikasi dengan auskultasi
paru.

Suksion membuang sekresi dan


mencegah stasis. Suksion berlebihan
dapat menimbulkan hipoksia dan
atau iritasi pada mukosa trakeal
(Sigler, 1993)

6.

Secara teratur inspeksi dan


bersihkan selang trakeostomi.

Sekresi kering dapat menghambat


jalan nafas atau menjadi sumber
infeksi.

7.

Pertahankan status hidrasi


optimal.

Status hidrasi mempengaruhi jumlah


dan karakter sekresi, klien dehidrasi
beresiko terhadap pembentukan
sumbatan oleh lendir.

4. Dokumentasi
1. Masukan dan haluaran.
2. Berat jenis urine.
3. Jumlah dan karakter sekresi.
4. Pemberian pelembaban.
5. Catatan perkembangan.

2. Resiko tinggi terhadap infeksi yang berhubungan dengan penumpukan


sekresi berlebihan dan bypass pertahanan pernafasan atas.
a. Kriteria hasil
1. Klien akan bebas dari infeksi pada tempat trakeostomi.
No.
1.

Kriteria Pengkajian Fokus


Tempat trakeostomi ; tanda
infeksi

Makna Klinis
Tempat trakeostomi adalah resiko
tinggi terhadap infeksi karena
statusnya sebagai luka terbuka,

kemungkinan trauma jaringan akibat


suksion, dan media kultur diberikan
oleh sekresi.

2. Intervensi dan rasional :


No.
1.

Intervensi

Rasional

a. Suksion selang trakeostomi


setiap jam dan sesuai kebutuhan
atau yang telah dipesankan.

a.Penghisapan teratur menghilangkan


sekresi yang tertumpuk, yang
memberikan media baik untuk
pertumbuhan mikroorganisme.

b. Pertahankan teknik steril.


b. Memberi perlindungan infeksi.
c. Gunakan kateter yang telah
diberi pelumas, ukuran yang
tepat (kurang dari setengah
diameter selang trakeostomi),
lumasi selang kateter non-silikon
dengan air, kateter silicon dengan
pelumas larut air, nonpetroleum.

c.Kateter yang terlalu besar dapat


menghambat jalan nafas, kateter yang
tidak dilumasi dapat mengetuk selang
trakeostomi.

d. Kurangi frekuensi suksion


sesuai kebutuhan, sejalan dengan
penurunan pembentukan sekresi.
2.

Kaji batas stoma terhadap edema


yang tak biasanya, tanda
kerusakan kulit, drainase,
pendarahan, bau, eritema, lesi,
dan krepitus udara.

Drainase abnormal dapat


menunjukkan infeksi (purulen, bau)
atau kebocoran duktus torakal (seperti
susu).

3.

Ganti balutan trakeostomi setiap Penggantian balutan teratur


membantu mempertahankan batas

shift atau sesuai kebutuhan,

stoma tetap kering dan bebas mukus.

4.

Hindari iritasi jaringan di


sekitarnya dengan mengendurkan
ruang satu jari di antara pengikat
dan leher.

Ikatan harus cukup aman untuk


mencegah gerakan turun naik selang
trakeostomi dalam trakea tetapi tidak
terlalu kencang karen dapat menekan
vena jugularis eksterna.

5.

a.Bersihkan sekitar stoma setiap


4 jam dan sesuai kebutuhan ;
gunakan hydrogen peroksida
setengah kuat dan larutan salin,
dan usap dengan salin.

Pembersihan teratur menghilangkan


sumber kontaminasi potensial. Dokter
mungkin membiarkan stoma tanpa
balutan selama periode pascaoperasi
segera untuk memudahkan pengkajian
dan pembersihan.

b.Oleskan salep antibakteri bila


dipesankan.
c.Bila selang trakeostomi dijahit,
bersihkan sekitar stoma
menggunakan bola kapas.

3. Dokumentasi :
1. Perawatan trakeostomi,
2. Kondisi letak.
3. Catatan perkembangan.

4. Kerusakan komunikasi verbal yang berhubungan dengan ketidakmampuan


untuk menghasilkan bicara sekunder terhadap trakeostomi.
1. Kriteria hasil.

1. Klien akan mengkomunikasikan kebutuhan dasar dengan menggunakan


bentuk komunikasi pengganti.
No.
1.

Kriteria pengkajian fokus


Potensial kesulitan untuk
berkomunikasi ;
1. Buta huruf atau tingkat
membaca rendah.

Makna klinis
Pengkajian kesulitan sebelum
trakeostomi memungkinkan perawat
merencanakan strategi penyuluhan
yang tepat dan intervensi lain untuk
memaksimalkan kemampuan
komunikasi pasca bedah klien

2. Defisit pendengaran.
3. Defisit penglihatan.
4. Kerusakan kognitif.
5. Rentang perhatian buruk
atau ingatan jangka
pendek.
Kerusakan koordinasi matatangan atau keterampilan
motorik halus.
2.

Pengertian tentang trakeostomi


dan efeknya pada bicara.

Perkiraan klien tentang kerusakan


bicara memungkinkan adaptasi
terhadap cara komunikasi pengganti
dan mencegah syok serta takut pada
ketidakmampuan untuk bicara setelah
operasi.

2. Intervensi dan rasional :


No.

Intervensi

Rasional

1.

Berdasarkan hasil pengkaji-an,


lakukan konsultasi yang tepat (misal
patologis wicara ,optalmologist, atau
otorhi-nolaringologist).

2.

Sebelum pembedahan jelas-kan klien Pengertian klien bahwa


tentang efek yang diperkirakan dari trakeostomi normalnya tidak
trakeosto-mi terhadap bicara.
mengganggu struktur anatomi
yang bertanggung jawab terhadap
penghasilan bunyi, dan bahwa
Jelaskan fisiologi normal
kerusakan bunyi mungkin
penghasilan bicara dan bagaimana
trakeostomi mengganggu mekanisme sementara, dapat membantu klien
mengatasi kerusakan bicara dan
ini.
dapat mendorong penggunaan
metode komunikasi pengganti
(Trwley, 1987).

3.

Setelah mengidentifikasi me-tode


komunikasi pengganti yang tepat,
instruksikan kli-en untuk
mempraktikkan pa-da praoperasi,
bila memung-kinkan.
Anjurkan staf dan para pen-dukung
untuk mempraktik-kan juga
komunikasi peng-ganti.

4.

Klien mungkin memerlukan


intervensi intensif, khusus unutk
memastikan komunikasi yang
efektif.

Penggunaan bentuk komunikasi


pengganti dapat membantu
menurunkan ansietas dan
perasaan terisolasi dan asing,
meningkatkan control terhadap
situasi, dan meningkatkan
keamanan (Sawyer, 1990).

Simpan lampu pemanggil di samping Klien akan tidak mampu


tempat tidur klien, dan letakkan
menggunakan interkom.
catatan pada meja Klien untuk
sementara tidak dapat berbicara.
Jawaban yang tanggap terhadap
lampu pemanggil akan membantu
mengurangi perasaan terisolasi
dan member keyakinan bahwa

staf ada (Swayer, 1990).


5.

Singkirkan penghambat eks-tra yang Teknik komunikasi efektif oleh


dapat mempengaru-hi komunikasi
pendengar meningkatkan
efektif.
pemahaman (Mapp, 1988).
1. Berikan lingkungan yang
tenang dan tentram.
2. Kurangirangsangeksternal
(misal ; televisi, radio, dan
pembicaraan orang lain).
3. Menghadap klien saat berkomunikasi.
4. Berikan waktu yang ade-kuat
untuk klien melaku-kan,
menyelesaikan, dan
berespons terhadap komunikasi.
5. Hindari menyela atau
menyelesaikan kalimat ya-ng
klien ucapkan, biarkan klien
berkomunikasi sesu-ai
keinginannya.
6. Gunakan pernyataan ulang
untuk memastikan pemahaman.
7. Gunakan keterampilan mendengar aktif.
8. Berikan dukungan emosional, menenangkan dan
dorongan.

6.

Bila sudah dijelaskan sejak awal,


Menjadi mapu bicara akan
anjurkan klien mempraktikkan teknik menurunkan perasaan terisolasi
komunikasi verbal setelah
dan terasing.
trakeostomi dipasang, untuk klien
dengan selang sementara, atau
setelah mereka diberi alat
komunikasi tambahan (misal ; laring
elektronik), untuk mereka dengan
trakeortomi permanen.

c. Dokumentasi.
1. Catatlah perkembangan.
2. Kemampuan untuk berkomunikasi.

5. Resiko tinggi terhadap perubahan pola seksualitas yang berhubungan


denganperubahan penampilan, takut penolakan.
1. Kriteria hasil :
1. Klien akan mendiskusikan perasaan dan kekhawatirannya mengenai efek
trakeosomi pada fungsi seksual
2. Mengungkapkan niat untuk menceritakan pada pasangan.
No.
1.

Kriteria Pengkajian Fokus


Riwayat seksual, termasuk
kebutuhan atau kekhawatiran
spesifik seksual klien dan
pasangan.

Makna Klinis
Mendapatkan riwayat seksual tidak
hanya memberikan informasi
bermanfaat tetapi juga memvalidasi
bahwa seksual adalah komponen
penting dari kesehatan dan
kesejahteraan yang memerlukan

penyelidikan.
2.

Adanya factor yang dapat


menghambat libido atau
ekspresi seksual (misal ; nyeri,
keletihan, keterbatasan
mobilitas, dan masalah medis
lain).

Pengkajian ini membantu menentukan


apakah kondisi fisik klien
memungkinkan untuk bentuk ekspresi
seksual yang biasanya.

2. Intervensi dan rasional :


No.
1.

Intervensi
Diskusikan efek trakeostomi
yang diperkirakan pada fungsi
tubuh (misal ; bernafas,
berbicara, batuk, membersihkan
sekresi), penampilan, dan
mobilitas, keintiman dengan
orang terdekat, dan kemampuan
unutk tetap aktif dalam
seksualitas.

Rasional
Pengertian klien tentang efek bedah
dapat membantu klien menerima dan
mengatasi perubahan dan
mempertahankan peran hubungan,
harga diri, dan identitas seksual.

2.

Konsul klien tentang masalah


seksual, dengan menggunakan
metode konseling PLISSIT ;
1. Permission (izin).
Berikan kepastian bahwa
saling berbagi perasaan dan
kekhawatiran tentang seksual
adalah sehat dan bahwa minat
seks dan keintiman fisik ketika
sakit adalah normal, dorong
saling berbagi perasaandengan
pasangan.
2. Limited information.
Berikan hanya informasi yang
tepat untuk kondisi dan
kekhawatiran tertentu klien.
3. Specificinstructions
Berikan instruksi dan saran
yang rinci untuk mengatasi
masalah dan kekhawatiran
spesifik.
4. Intensive therapy
Lakukan rujukan pada ahli
spesialis untuk terapi yang
lebih intensif, sesuai
kebutuhan.

Model PLISSIT memungkinkan


perawat untuk membimbing masalah
klien dalam cara terorganisasi dan
efektif (Groenwald, 1993).

3.

Tenangkan klien dan pasangan


bahwa kekhawatiran dan rasa
takut mereka adalah normal dan
diperkirakan

Penenangan ini dapat membantu


mengurangi ansietas, dan
memudahkan koping positif dan
komunikasi terbuka.

4.

Biarkan pasangan untuk saling


berbagi rasa mengenai
kekhawatirannya dalam ruang
tersendiri, bila memungkinkan.
Area yang menjadi kekhawatiran
biasanya termasuk resiko
menyakiti atau bahkan membuat
klien kehabisan nafas (sufokasi)
selama aktivitas seksual.

Pemberian privasi dapt mendorong


pasangan klien untuk
mengungkapkan perasaan dan
kekhawatiran, yang merupakan
komponen penting dalam
perencanaan intervensi efektif.

5.

Anjurkan klien dan pasangan


unutk melihat letak trakeostomi.

Melihat pada stoma dapat membantu


klien dan pasangan menerima
kenyataan tentang perubahan fungsi
dan penampilan tubuh, yang
memudahkan koping positif.

6.

Intervensi untuk membantu


klarifikasi miskonsepsi atau
menunjukkan area spesifik
tentang kekhawatiran.

Penunjukkan masalah dan


kekhawatiran spesifik membantu
klien dan pasangan dalam adaptasi
terhadap perubahan.

a.Takut akan kehabisan nafas


(sufokasi).
Jelaskan bahwa ini
kemungkinan yang sangat
kecil, anjurkan klien untuk
menggunakan pelindung atau
penutup stoma sebagai
kewaspadaan tambahan.

2. Sekresi dan bau menusuk.


Anjurkanpenggunaan parfum
atau aftershave untuk menutupi
bau, atau gunakan oto stoma
untuk menutupi sekresi.
3. Penampilan menjijikkan
Anjurkan menutupi oto stoma
dengan scarf, krag baju tinggi,
dank rag kura-kura, atau ascot,
instruksikan klien pria untuk
menggunakan kaos ukuran krag
besar untuk menutupi oto
stoma tanpa perlu mengikatnya.
4. Keletihan.
Anjurkan periode istirahat
sebelum melakukan aktivitas
seksual, dan anjurkan posisi
yang meminimalkan
penggunaan energi klien (misal
; klien di bawah atau kedua
pasangan miring).
5. Penurunan Libido.
Jelaskan bahwa ini adalah normal
setelah pembedahan, karena
banyak factor termasuk
keletihan, kekhawatiran tentang
penampilan, dan bau, nyeri,
dan ansietas. Tenangkan klien
bahwa libido akan kembali bila
faktor-faktor tersebut teratasi.

7.

Konsul dengan terapis pakar

Klien dan pasangan mendapatkan

seks, bila diindikasikan.

keuntungan dari keahlian seorang


spesialis.

6. Dokumentasi
1. Catatan perkembangan
2. Interaksi.
3. Penyuluhan klien.

5. Resiko Tinggi terhadap Perubahan Nutrisi : Kurang dari Kebutuhan


Tubuh yang berhubungan dengan proses penyakit, anoreksia, disfagia,
odinofagia, dan status puasa pasca operasi.
a. Kriteria Hasil :
1. Klien mempertahankan berat badan atau penurunan tidak lebih dari 2
kg dalam periode pasca operasi.
2. Klien mengkonsumsi jumlah cairan dan nutrisi adekuat untuk
memenuhi kebutuhan metabolism basal pada periode pasca operasi.
3. Masukan nutrisi dan cairan adekuat tanpa aspirasi atau tersedak
sebelum pulang.
No.

1.

Kriteria Pengkajian Fokus

Berat badan praoperasi

2. Penurunan berat badan dan


periode dimana berat badan

Makna Klinis

1-3. Status nutrisi praoperasi, riwayat


medikal/bedah, gigi, dan makanan
kesukaan dapat mempengaruhi status
nutrisi pasca operasi dan pasca pulang.

menurun.

3.

Masalah medis dahulu/saat ini


dan pembedahan yang
mempengaruhi diet saat ini.

4. Kemampuan untuk mengunyah


dan menelan pada praoperasi dan
pascaoperasi, termasuk
pengkajian gigi.

4-8.Kesulitan mendapatkan, menyiapkan, atau mengkonsumsi makanan pra


operasi dan pasca operasi dapat
mempengaruhi masukan/ pola nutrisi
pasca operasi.

5. Nafsu makan, intoleransi


makanan, alergi, dan status usus.

6. Pola masukan makanan


praoperasi.

7. Agama, budaya, atau praktek


etnik yang berdampak pada
masukan makanan.

8. Sumber persiapan makanan.

c. Intervensi
No.

Intervensi

Rasional

1.

Jelakan peran dan pentingnya


nutrisi pada pemulihan jaringan
pasca operasi.

Penjelasan perlunya nutrisi pasca


operasi optimal dapat membantu
meminimalkan miskosepsi dan
memudahkan kepatuhan klien.

2.

Pantau berat badan.

Kecenderungan berat badan dapat


mengindikasikan kebutuhan suplemen
diet atau perubahan teknik pemberian
makan pada klien dengan peningkatan
kebutuhan nutrisi atau mereka yang
akan diouasakan selama lebih dari 1
sampai 2 hari (Taylor, 1989).

3.

Kaji kemampuan pasien untuk


menelan tanpa batuk atau
aspirasi.

Edema pasca operasi dapat


menyebabkan disfagia atau odinofagia.
Aspirasi tersembunyi terjadi pada 30%
sampai 50% pasien dengan disfagia
(Mendelsohn, 1993).
Selang trakeostomi dapat
menambatkan laring, membatasi gerak
laring selama menelan dan karenanya
mencetuskan aspirasi (Mendelsohn,
1993). Pemberian makan akan perlu
dihentikan dan dokter diberitahu bila
klien teraspirasi. Aspirasi refluks asam
akut dapat menimbulkan mortalitas
sampai 50%; tidak seperti prandial
(selama deglutisi) atau aspriasi saliva,
kerusakan utama adalah iritasi asam
pada jaringan paru daripada infeksi
bakteri (Mendelsohn, 1992).

4.

Evaluasi konsistensi makanan


yang dapat ditoleransi pasien

Semi padat atau makanan dihaluskan


mungkin ditoleransi lebih baik, karen

tanpa aspirasi.

awal menelan dan gerakan makanan


dari konsistensi ini dikontrol lebih baik
daripada cairan (Mendelsohn, 1993).

5.

Pertahankan kepala tempat tidur


dalam Fowlers tinggi, atau
pasien harus duduk di kursi saat
makan.

Untuk memudahkan menelan dan


membantu mencegah aspirasi (Black,
1993).

6.

Inspeksi area periostoma dan


Ini dapat menjadi pertanda aspirasi ;
sekresi trakeal terhadap makanan karenanya pemberian makanan harus
bila diberikan makanan peroral. dihentikan dan dokter diberi tahu
(Swayer, 1990).

7.

Pertahankan status puasa bila


trakeostomi dilakukan dengan
prosedur bedah yang mencakup
jahitan mukosa.

Suture baru memerlukan waktu untuk


menyembuh untuk mencegah
gangguan atau kontaminasi insisi
mukosa (Sigler, 1993).

8.

Berikan makan melalui selang


(sesuai ketentuan atau yang telah
dipesankan) dan ajarkan prinsipprinsip pemberian makan melalui
selang.

Untuk mempertahankan berat badan,


memudahkan penyembuhan luka, dan
membantu mencegah infeksi (Sigler,
1993).

9.

Pertahankan hygiene oral yang


baik sebelum dan setelah makan
bila diberikan makanan peroral.

Untuk menjaga suture tetap bersih dan


merangsang nafsu makan.

10. Bekerja sama dengan ahli gizi


untuk memastikan kebutuhan
nutrisi pasien bila klien
mengalami defisit nutrisi pra
operasi atau masukan nutrisi
dibatasi pada periode pasca

Bila klien mendapat makan melalui


selang atau mengalami kesulitan
mempertahankan masukan nutrisi
adekuat, masukan dari ahli gizi
mungkin diperlukan untuk menetapkan
kebutuhan nutrient dan cairan bagi

operasi.

klien untuk memudahkan pemulihan


luka dan mencegah dehidrasi.

d.Dokumentasi
1. Flow record.
a. Masukan dan haluaran.
2. Catatan perkembangan.
a. Toleransi terhadap selang makanan.
b. Toleransi terhadap makan per oral.

6. Resiko Tinggi terhadap Inefektif Penatalaksanaan Regimen Teraupetik


yang berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang perawatan
tracheostomy, tindak kewaspadaan, tanda dan gejala komplikasi, perawatan
kedaruratan, dan perawatan lanjut.
a. Kriteria hasil :
1. Berhubungan dengan rencana pemulangan.
2. Rujuk pada rencana pemulangan.
No.

Kriteria pengkajian fokus

1. Partisipasi dalam perawatan


diri.

Makna klinis
Pengkajian ini membantu menetapkan
kemampuan klien untuk
penatalaksanaan tracheostomy di
rumah dan mengidentifikasi
kebutuhan rujukan.

2. Kemampuan untuk melakukan


perawatan tracheostomy mandiri.

3. Kesiapan dan kemampuan


untuk belajar serta dan
menyerap informasi.

Klien atau keluarga yang gagal


mencapai tujuan belajar memerlukan
rujukan untuk mendapat bantuan
setelah pulang.

3. Intervensi dan rasional.


No.
1.

Intervensi

Rasional

Ajarkan tindakan perawatan


tracheostomy di rumah.

Perawatan tracheostomy yang tepat


dapat membantu mencegah infeksi dan
kompliklasi lain.

1. Perawatan kulit.

1. Kulit harus dilindungi dari


sekresi erosif.

2. Suksion.

2. Suksion mungkin diperlukan


untuk memberikan patensi jalan
nafas.

3. Perawatan selang.

3. Perawatan selang yang tepat


menghilangkan sumber infeksi
potensial dan obstruksi.

2.

4. Pengisian salin normal


steril atau disinfeksi dapat
dibuat dengan merebus 1
quart air selama 10 menit,
tambahkan 1 sendok the
garam, diamkan hingga
dingin, tuang dalam
wadah steril, dan
masukkan dalam lemari
pendingin. Keluarkan
setelah 1 minggu

4. Pengisian salin steril


tracheostomy berfungsi sebagai
lavage dan mengiritasi trakea
dan bronkus, karenanya
merangsang batuk untuk
mengeluarkan sekresi kental.
Tindakan ini membatasi/
menghilangkan kebutuhan
untuk suksion di rumah
(Martin, 1989).

5. Gunakan penutup atau


krag stoma.

5. Oto stoma melindungi stoma,


dan menyaring partikel debu,
dan menghangatkan udara yang
masuk trakea. Juga
meningkatkan konsentrasi
kelembaban udara yang
diinspirasi, yang memudahkan
pernafasan dan membantu
mengencerkan sekresi.

6. Dapatkan peralatan yang


diperlukan ( selang
trakeostomi atau balutan
sesuai kebutuhan,
bantalan, plester twill,
larutan salin, dan
peralatan suksion).

6. Penyuluhan tentang di mana


bahan dapat diperoleh dapat
menurunkan ansietas dan
kehabisan persediaan.

Pertegas tentang pentingnya


kelembaban adekuat dan latihan
batuk teratur serta latihan nafas
dalam.

Pelembaban adekuat menurunkan


pengeringan mukus dan memudahkan
pengeluaran sekresi.

3.

Jelaskan pentinganya hygiene


oral optimal.

Disfagia dapat meningkatkan


penumpukan sekresi.

4.

Ajarkan klien untuk melindungi


stoma dari air saat mandi,
mencukur, mencuci rambut, dll.

Klien dengan trakeostomi beresiko


terhadap aspirasi melalui stoma.

5.

Instruksi klien untuk


menghindari hal berikut :

Faktor ini dan substansi mengiritasi


membrane mukosa dan meningkatkan
resiko infeksi.

1. Lingkungan yang sangat


panas atau sangat dingin.
2. Pemajanan terhadap
gelembung udara, debu,
dan semprotan aerosol.
6.

Ajarkan tanda infeksi yang harus Deteksi dini mrmungkinkan tindakan


dilaporkan (misal ; perubahan
segera untuk mencegah atau
sputum menjadi kehijauan atau
meminimalkan komplikasi.
kekuningan meliputi peningkatan
suhu, perubahan bau, atau
konsistensi sputum).

7.

Ajarkan penatalaksanaan
kedaruratan terhadap perubahan
posisi selang.

Memahami tentang penatalaksanaan


kedaruratan yang tepat dapat mencegah
respons panik bila perubahan posisi
terjadi.

8.

Jelaskan mengapa klien


mengalami penurunan indra
penghirup dan pengecap.
Anjurkan masukan makanan
adekuat meskipun terjadi
perubahan pengecapan.

9.

Identifikasi sumber komunitas


dan kelompok swa-bantu yang
sesuai, dan dorong klien untuk
menghubunginya.

10. Lakukan rujukan ke pelayanan


kesehatan di rumah.

Sebagai akibat tracheostomy, udara


yang diinspirasi mem-bypass ujung
organ olfaktori, mempengaruhi baik
penghirup atau pengecap. Pemahaman
mekanisme ini dan sifatnya yang
sementara dapat mengurangi ansietas.

Klien mungkin akan mendapat manfaat


untuk berbagi pengalaman dan
kekhawatiran dengan orang lain dalam
situasi serupa atau mengkin bantuan.
Kunjungan rumah diindikasikan untuk
mengevaluasi peralatan dan
kemampuan klien ( serta kemampuan
orang terdekat) untuk melakukan
perawatan diri dan melakukan
pencucian lanjut sesuai kebutuhan.

BAB IV
PENUTUP

1. Kesimpulan
Trakeostomi adalah tindakan operasi membuat jalan udara melalui leher
dengan membuat stoma atau lubang di dinding depan/ anterior trakea
cincin kartilago trakea ketiga dan keempat, dilanjutkan dengan
membuat stoma, diikuti pemasangan kanul. Bertujuan mempertahankan
jalan nafas agar udara dapat masuk ke paru-paru dan memintas jalan
nafas bagian atas saat pasien mengalami ventilasi yang tidak adekuat
dan gangguan lalulintas udara pernapasan karena obstruksi jalan nafas
bagian atas.
Menurut lama penggunaannya, trakeosomi dibagi menjadi
penggunaan permanen dan penggunaan sementara, sedangkan menurut
letak insisinya, trakeostomi dibedakan letak yang tinggi dan letak yang
rendah dan batas letak ini adalah cincin trakea ke tiga. Jika dibagi
menurut waktu dilakukannya tindakan, maka trakeostomi dibagi
kepada trakeostomi darurat dengan persiapan sarana sangat kurang dan
trakeostomi elektif (persiapan sarana cukup) yang dapat dilakukan
secara baik (Soetjipto, Mangunkusomu, 2001).

2. Saran
Mahasiswa yang mempelajari makalah ini memahami trakeostomi
secara keseluruhan dan mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada
pasien trakeostomi dengan cermat. Apabila ada kesalahan mohon
disampaikan.

DAFTAR PUSTAKA
Nurseslab, (2011).Tracheostomy nursing care & management.nurseslabs. diakses 27
september 2011 pukul 19.42, dari web site http://nurseslabs.com/nursingprocedures/tracheostomy-nursing-care-management/
Lindman, MD; Chief Editor: Arlen D Meyers, MD, MBA, (2011). Tracheostomy.
Medscape reference. Diakses 28 september 2011 pukul 06.16, dari web site
http://emedicine.medscape.com/article/865068-overview
Aaron, (1996). Tracheostomy care. Diakses 28 september 2011 pukul 06.30, dari web
site http://www.tracheostomy.com/care/care.htm

Bryant, LR., Trinkle, J., Dublier L.(1971) Reappraisal of tracheal injury from cuffed
tracheostomy tubes. Journal of the American Medical Association 215:4

Gibson, I. (1983) Tracheostomy management. Nursing 2(18), pp538-540

Griggs, A. (1998) Tracheostomy: Suctioning and humidification. Nursing Standard


Continuing Education Reader pp18-23

Hooper, M. (1996) Nursing care of the patient with a tracheostomy. Nursing Standard
15(10), pp 40-43

Claudia Russell.,&Basil Matta. (2004). Tracheostomy, A Multiprofesional Handbook.


London San Fransisco:GMM.
Davis, FA. Understanding The Respiratory System. 2007.

Anda mungkin juga menyukai