Anda di halaman 1dari 8

UJIAN AKHIR SEMESTER

Mata Kuliah

: FILSAFAT ILMU

Dosen Pembina

: Prof. Dr. Hendyat Soetopo, M.Pd.

Nama

: HARTOYO

Prodi

: S3 Manajemen Pendidikan

NIM

: 100132609080

Jawaban soal:
1. Pengertian filsafat adalah:
Filsafat merupakan asumsi seseorang atau sekelompok orang secara mendasar, dari
berbagai sudut pandang yang luas dan menyeluruh terhadap sesuatu, dengan
menggunakan metode tertentu dan menjadi keyakinannya dan berimplikasi terhadap
khasanah perkembangan ilmu pengetahuan.
2. Perbedaan aliran Idealisme dan Rasionalisme
Idealisme
Rasionalisme
Idealisme adalah pemahaman filosofis Rasionalisme berpandangan bahwa satuyang memandang bahwa mind dan nilai satunya sumber pengetahuan yang dapat
spiritual adalah hal yang fundamental dipercaya adalah rasio (akal) seseorang.
yang ada di dunia ini, ia adalah suatu Pengetahuan
keseluruhan dari dunia itu sendiri.

yang

digali

adalah

pernyataan-pernyataan (ide-ide) terdahulu

Idealisme memandang ide itu primer yang dianggap benar. Jadi kebenarannya
kedudukannya, sedang materi adalah masih bersifat subyektif. Karena itu
sekunder. Ide itu timbul atau ada lebih kebenaran rasional tentang sebuah fakta
dahulu, baru kemudian materi. Segala belum tentu benar menurut orang lain.
sesuatu yang ada ini timbul sebagai hasil Kebenarannya tergantung pada sisi
yang diciptakan oleh ide atau pikiran, pandang masing-masing subyek terhadap
karena ide atau pikiran itu timbul lebih kebenaran yang ditelaah.
dahulu, baru kemudian sesuatu itu ada.

3. Metode pembahasan filsafat disebut Kontemplatif, karena...


1

Disebut kontemplatif karena

Contoh

Manusia memiliki keterbatasan berfikir, Orang sakit yang kronis, telah berobat ke
keterbatasan indera dan keterbatasan banyak dokter, dan dari fihak dokter
memperoleh ilmu pengetahuan, sehingga akhirnya merasa tidak sanggup, sehingga
obyek yang dihasilkan menjadi berbeda- orang tersebut berupaya berobat ke
beda kemudian dikembangkan suatu pengobatan-pengobatan

alternatif,

kekuatan akal yang disebut intuisi atau dengan berbagai media dan berserah diri
renungan. Intuisi termasuk salah satu kepada Allah SWT, sebagai penciptanya.
kegiatan berfikir yang tidak didasarkan
pada penalaran atau non-analitik dan
tidak didasarkan atau suatu pola berfikir
tertentu dan sering bercampur aduk
dengan perasaan.

4. Hubungan Berfikir dengan Proses Analitika adalah:


Manusia pada hakekatnya adalah makhluk berfikir, sehingga mampu menalar apa
yang dihadapi dan dialami dalam memperoleh pengetahuan. Penalaran merupakan
proses berfikir untuk menarik kesimpulan didalam menghasilkan pengetahuan.
Terdapat dua ciri utama didalam penalaran yaitu logika dan analitika. Proses berpikir
logis, diartikan sebagai kegiatan berpikir menurut pola tertentu atau logika tertentu
yang

mengkaitkan,

menghubungkan,

membedakan,

membandingkan,

dan

menyimpulkan pengetahuan yang sedang dikaji. Apa yang dikemukakan di dalam


kesimpulan secara tersirat telah ada di dalam pernyataan tersebut. Jadi proses deduksi
tidak menghasilkan suatu pengetahuan yang baru, melainkan pernyataan kesimpulan
yang konsisten dengan pernyataan dasarnya. Sedangkan proses berfikir yang bersifat
analitik adalah suatu kegiatan berpikir berdasarkan langkah-langkah tertentu.
Kegiatan analisis didasarkan pada logika penalaran. Karena itu jika kita melakukan
penalaran ilmiah, maka kita melakukan kegiatan analisis yang bersifat analisa dengan
logika ilmiah. Langkah ini biasa disebut sebagai cara induktif karena dimulai dengan
mengemukakan pernyataan-pernyataan yang mempunyai ruang lingkup yang khas dan
terbatas dalam menyusun argumentasi dan diakhiri dengan pernyataan yang bersifat
umum.
5. Hubungan Berfikir dengan Penalaran adalah:
Berpikir merupakan kegiatan mental. Pada waktu kita berpikir, dalam benak kita
timbul serangkaian gambar tentang sesuatu yang tidak hadir secara nyata. Kegiatan ini
2

mungkin tidak terkendali, terjadi dengan sendirinya, tanpa kesadaran, misalnya pada
saat-saat kita melamun. Kegiatan berpikir yang lebih tinggi dilakukan secara sadar,
tersusun dalam urutan yang saling berhubungan, dan bertujuan untuk sampai kepada
suatu kesimpulan. Jenis kegiatan berpikir vang terakhir inilah yang disebut kegiatan
bernalar. Penalaran adalah proses berpikir yang bertolak dari pengamatan indera
(observasi empirik) yang menghasilkan sejumlah konsep dan pengertian. Berdasarkan
pengamatan yang sejenis juga akan terbentuk proposisi proposisi yang sejenis,
berdasarkan sejumlah proposisi yang diketahui atau dianggap benar, orang
menyimpulkan sebuah proposisi baru yang sebelumnya tidak diketahui. Proses inilah
yang disebut menalar. Dalam penalaran, proposisi yang dijadikan dasar penyimpulan
disebut dengan premis dan hasil kesimpulannya disebut dengan konklusi. Hubungan
antara premis dan konklusi disebut konsekuensi.
6. Perbedaan Sumber Pengetahuan berdasar Intuisi dan berdasar Wahyu adalah:
Pengetahuan Berdasar Instuisi
Pengetahuan Berdasar Wahyu
Sumber pengetahuan berdasarkan intusi Pengetahuan
berdasarkan
wahyu
adalah pengetahuan yang dikembangkan merupakan sumber pengetahuan tertinggi
berdasarkan kekuatan akal manusia tetapi yang merupakan penyampaian pengetahuan
tidak didasarkan pada penalaran atau non langsung dari Tuhan (Allah SWT) melalui
analitik dan tidak didasarkan pada suatu nabi
pola

berfikir

tertentu

sehingga

dan

rosul-Nya

sebagai

penentu

sering kebenaran mutlak.

bercampur aduk dengan perasaan orang


tersebut. Intuisi ini merupakan hasil evolusi
pemahaman yang tinggi.

7. Kebenaran Koherensi dan Kebenaran Korespondensi dan contoh


Kebenaran
Korespondensi

Pengertian
Pernyataan
bahwa Apabila

Contoh
seseorang

mengatakan

sesuatu pernyataan atau bahwa rasa gula adalah manis, untuk


kesimpulan itu benar jika mengetahui kebenaran pengetahuan
berhubungan

dengan pernyataan

obyek yang dituju oleh melalui


pernyataan itu, benar.

tersebut

harus

pengalaman

diuji

(empirik),

misalnya dengan mencicipi gula.


Jika dari pengalaman mencicipi gula
ternyata gula itu rasanya manis,
maka pengetahuan itu benar. Atas
dasar prinsip teori korespondensi,
maka pengetahuan mungkin saja
berubah. Pengetahuan yang dulu
dinyatakan benar mungkin saat ini
dinyatakan salah, atau mungkin pula
sebaliknya

sesuai

dengan

hasil

pengalaman empiris yang didapat.


Oleh karena itu, epistemologi ini
bisa
Koherensi

sebagai

Empirisme

atau

Objektivisme
Pernyataan atau kesimpu Semua makhluk bersifat fana (dapat
lan dianggap benar bila rusak atau mati), Iqbal adalah
konsisten dengan pernya makhluk, sebab itu Iqbal suatu saat
taan

atau

kesimpulan pasti

akan

rusak

atau

mati.

sebelumnya yang diang Pengetahuan ini adalah benar, sebab


gap benar.

ide-idenya koheren atau konsisten.

8. Hubungan Kebenaran Koherensi dan Kebenaran Korespondensi dalam Konteks


Siklus Metode Ilmiah adalah sebagai berikut.
Metode ilmiah merupakan penggabungan kajian teoritis dan kajian empiris. Kajian
teoritis memberikan dasar atau kerangka berfikir sehingga menghasilkan hipotesa,
ketika melakukan kajian teoritis ini, logika yang digunakan adalah logika deduktif
dengan kriteria kebenaran koherensi yang pernyataan atau kesimpulan dalam hipotesis
dianggap benar bila konsisten dengan pernyataan atau kesimpulan dalam teori
sebelumnya yang dianggap benar. Sedangkan kajian empiris merupakan pengkajian
hipotesis melalui penggalian fakta-fakta di lapangan sebagai dasar untuk mengambil
kesimpulan. Kajian empiris ini berusaha mengumpulkan fakta-fakta di lapangan
kemudian diakumulasikan untuk mendasari kesimpulan. Untuk mengkaji hipotesis
tersebut menggunakan logika statistika, yang bermanfaat untuk menemukan
kecenderungan umum berdasarkan fakta-fakta yang ada di lapangan. Karena itu kajian
empiris ini menggunakan logika induktif dengan kriteria korespondensi, yang
menyatakan bahwa sesuatu pernyataan atau kesimpulan (hipotesis) itu benar jika
berhubungan dengan obyek (fakta) yang dituju oleh pernyataan itu, benar. Logika
berpikir ini tampak dalam langkah-langkah sistematis mulai dari pengumpulan,
pengolahan, analisis, penafsiran dan pengujian data sampai diperolehnya suatau
kesimpulan. Informasi dikatakan empiris jika sumber data mengambarkan fakta yang
terjadi bukan sekedar pemikiran atau rekayasa peneliti.
9. Fakta Sosial lebih sulit dideskripsikan dibandingkan dengan Fakta Eksakta,
karena: pada umumnya fakta dalam ilmu eksakta dianggap bahwa ilmu pengetahuan
disusun dan diatur sekitar hukum-hukum umum yang telah dibuktikan kebenarannya
secara empiris (berdasarkan pengalaman). Menemukan hukum-hukum ilmiah inilah
yang merupakan tujuan dari penelitian ilmiah. Kalau definisi yang tersebut di atas
dipakai sebagai patokan, maka ilmu-ilmu sosial tidak atau belum memenuhi syarat,
oleh karena sampai sekarang belum menemukan hukum-hukum ilmiah itu pada ilmu
sosial. Ilmu sosial umumnya bersifat relatif dan sulit diukur dibanding dengan ilmuilmu eksakta. Beberapa peneliti sosial yang melakukan penelitian kualitatif
berpendapat bahwa fenomena-fenomena sosial sangat unik sehingga sulit dibakukan
berdasarkan pengukuran tertentu bahkan dapat menghilangkan makna yang
sesungguhnya. Kebenaran adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui
penelaahan terhadap orang-orang melalui interaksinya dengan situasi sosial tersebut.

10. Pandangan Positivisme menganggap Fakta Sosial merupakan Kulminasi


Epistemik yang merupakan Sintesis Final atas Fenomena Sosial.
Positivisme adalah suatu aliran filsafat yang menyatakan bahwa ilmu alam adalah
sebagai satu-satunya sumber pengetahuan yang benar dan menolak aktifitas yang
berkenaan dengan metafisik. Tujuan utama ilmuwan yang berpandangan positivis
adalah mencari keteraturan dari sebuah fenomena melalui statistik dengan
menggunakan data empiris. Positivistik berpandangan bahwa masyarakat adalah
bagian dari alam, dimana metode-metode empiris dapat dipergunakan untuk
menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Tetapi dari sisi epistemologi, ilmuilmu sosial umumnya bersifat relatif dan sulit diukur dibanding dengan ilmu-ilmu
eksakta. Beberapa peneliti sosial yang melakukan penelitian kualitatif berpendapat
bahwa fenomena-fenomena sosial sangat unik sehingga sulit dibakukan berdasarkan
pengukuran tertentu bahkan dapat menghilangkan makna yang sesungguhnya.
Kebenaran adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap
orang-orang melalui interaksinya dengan situasi sosial mereka. Walaupun demikian
positivisme berupaya untuk memanunggalkan ilmu pengetahuan sosial dengan ilmu
pengetahuan alam ini, sehingga epistemologi dalam ilmu sosial mencermati
bagaimana manusia dapat mengetahui atau mempelajari apa yang manusia perlu
ketahui dan menimbulkan metodologi Grounded Theory yang akan menghasilkan
teori yang padat konsep, karena metode ini berupaya mengungkapkan proses yang
sesungguhnya terjadi di dalam interaksi antar manusia. Metode ini menemukan pola
dan tahap yang secara analitis dapat dilihat sebagai bagian-bagian yang terpisah tetapi
memiliki keterkaitan.

11. Dalam Pandangan Filsafat, Pengetahuan dapat bersumber dari aliran Teologis,
Metafisis dan Ilmiah. (Hukum tiga tahap).
a. Penjelasan masing-masing Pandangan:
(1) Teologis merupakan titik tolak yang harus ada dalam pemahaman manusia
yang dikaitkan dengan isu-isu supranatural. Tahapan dimana manusia
menafsirkan gejala-gejala disekelilingnya secara teologis, yaitu dengan
kekuatan-kekuatan yang dikendalikan oleh kekuatan supranatural. Penafsiran
ini penting bagi manusia untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang
memusuhinya dan untuk melindungi dirinya terhadap faktor-faktor yang tidak
terduga.
(2) Metafisik adalah suatu keadaan peralihan atau bentuk lain dari teologis menuju
tahapan positif. Tahapan ini ditandai dengan kepercayaan akan hukum-hukum
alam yang asasi yang dapat ditemukan dengan akal budi yang bersifat
transenden atau diluar jangkauan manusia. Manusia menganggap bahwa di
dalam setiap gejala terdapat kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya
dapat diungkapkan.
(3) Positif atau ilmiah, pemahaman dalam keadaannya yang pasti dan tidak
tergoyahkan yang ditandai dengan kepercayaan akan data empiris sebagai
sumber pengetahuan terakhir.
b. Hu]]]]bungan masing-masing Pandangan dengan aliran Fenomenologis-emik
dan Empiris Positivistik pada Riset Ilmu-ilmu Sosial dijelaskan sebagai
berikut:
Filosof positif perlu mengkaji apa yang disebut perkembangan masyarakat melalui
evolusi tiga tahapan utama yaitu teologis, metafisik, dan positif atau ilmiah. Pada
tingkatan
Teologi, manusia belum bisa memahami hal-hal yang berkaitan dengan sebab
akibat. Segala kejadian dialam semesta merupakan akibat dari suatu perbuatan
Tuhan dan manusia hanya bersifat pasrah, dan yang dapat dilakukan adalah
memohon pada Tuhan agar dijauhkan dari berbagai bencana. Pada tingkatan
Metafisik, yang pada dasarnya merupakan suatu variasi dari cara berfikir teologis,
dimana Tuhan atau Dewa-dewa diganti dengan kekuatan-kekuatan abstrak
misalnya dengan istilah kekuatan alam. Dalam tahapan ini manusia mulai
menemukan keberanian dan merasa bahwa kekuatan yang menimbulkan bencana
7

dapat dicegah dengan memberikan berbagai sajian-sajian sebagai penolak


bala/bencana, dan pada tingkatan
Positif atau Ilmiah, manusia sudah menemukan pengetahuan yang cukup untuk
menguasai alam. Manusia lebih percaya diri, dengan ditemukannya hukum-hukum
alam, dengan bekal itu manusia mampu menundukan/mengatur alam serta
memanfaatkannya untuk kepentingan manusia, tahapan ini merupakan tahapan
dimana manusia dalam hidupnya lebih mengandalkan pada ilmu pengetahuan.
Dengan memperhatikan tahapan-tahapan di atas nampak bahwa istilah positivisme
mengacu pada tahapan ketiga (tahapan positif). Tahapan positif merupakan
tahapan tertinggi, oleh karena itu filsafat positivisme merupakan filsafat yang anti
metafisik, hanya fakta-fakta saja yang dapat diterima. Segala sesuatu yang bukan
fakta atau gejala (fenomena) tidak mempunyai arti. Tujuan utama ilmuwan yang
berpandangan positivis adalah mencari keteraturan dari sebuah fenomena melalui
statistik dengan menggunakan data empiris. Positivistik berpandangan bahwa
masyarakat adalah bagian dari alam, dimana metode-metode empiris dapat
dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan. Tetapi
dari sisi epistemologi, ilmu-ilmu sosial umumnya bersifat relatif dan sulit diukur
dibanding dengan ilmu-ilmu eksakta. Beberapa peneliti sosial yang melakukan
penelitian kualitatif berpendapat bahwa fenomena-fenomena sosial sangat unik
sehingga sulit dibakukan berdasarkan pengukuran tertentu bahkan dapat
menghilangkan makna yang sesungguhnya. Kebenaran adalah dinamis dan dapat
ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang melalui interaksinya
dengan situasi sosial mereka. Prinsip keteraturan sosial yang dianalisa oleh aliran
positivisme dibagi dua yaitu usaha untuk menjelaskan keteraturan sosial secara
empiris dengan menggunakan metode positif (Empiris Positivistik), dan usaha
untuk meningkatkan keteraturan sosial sebagai suatu cita-cita yang normatif
dengan menggunakan metode-metode yang bukan tidak sesuai dengan positivisme
tetapi yang menyangkut fenomena sosial setempat, hal ini juga dianggap intelek.
(Fonomenologis-emik).

Anda mungkin juga menyukai