Menurut William D. Brooks bahwa konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita
tentang diri kita (Rakhmat, 2005:105). Sedangkan Centi (1993:9) mengemukakan
konsep diri (self-concept) tidak lain tidak bukan adalah gagasan tentang diri sendiri,
konsep diri terdiri dari bagaimana kita melihat diri sendiri sebagai pribadi,
bagaimana kita merasa tentang diri sendiri, dan bagaimana kita menginginkan diri
sendiri menjadi manusia sebagaimana kita harapkan.
Konsep diri dapat didefinisikan secara umum sebagai keyakinan, pandangan atau penilaian
seseorang terhadap dirinya. Menurut Rogers konsep diri merupakan konseptual yang
terorganisasi dan konsisten yang terdiri dari persepsi-persepsi tentang sifat-sifat dari diri subjek
atau diri objek dan persepsi-persepsi tentang hubungan-hubungan antar diri subjek diri objek
dengan orang lain dan dengan berbagai aspek kehidupan beserta nilai-nilai yang melekat pada
persepsi-perseepsi ini (Lindzey & Hall, 1993;201).
Jika manusia mempersepsikan dirinya, bereaksi terhadap dirinya, memberi arti dan penilaian
serta membentuk abstraksi pada dirinya sendiri, hal ini menunjukan suatu kesadaran diri dan
kemampuan untuk keluar dari dirinya untuk melihat dirinya sebaimana ia lakukan terhadap
objek-objek lain. Diri yang dilihat, dihayati, dialami ini disebut sebagai konsep diri (Fitts, dalam
Agustiani, 2006:139).
Menurut Hurlock (1978:237), pemahaman atau gambaran seseorang mengenai dirinya dapat
dilihat dari dua aspek, yaitu aspek fisik dan aspek psikologis. Gambaran fisik diri menurut
Hurlock, terjadi dari konsep yang dimiliki individu tentang penampilannya, kesesuaian dengan
seksnya, arti penting tubuhnya dalam hubungan dengan perilakunya, dan gengsi yang diberikan
tubuhnya di mata orang lain. Sedangkan gambaran psikis diri atau psikologis terdiri dari konsep
individu tentang kemampuan dan ketidakmampuannya, harga dirinya dan hubungannya dengan
orang lain.
Menurut Hurlock (1978:238), konsep diri yang positif akan berkembang jika seseorang
mengembangkan sifat-sifat yang berkaitan dengan good self esteem, good self confidence,
dan kemampuan melihat diri secara realistik. Sifat-sifat ini memungkinkan seseorang untuk
berhubungan dengan orang lain secara akurat dan mengarah pada penyesuaian diri yang baik.
Seseorang dengan konsep diri yang positif akan terlihat optimis, penuh percaya diri dan selalu
bersikap positip terhadap segala sesuatu.
Sebaliknya konsep diri yang negatif menurut Hurlock (1978:238) akan muncul jika seseorang
mengembangkan perasaan rendah diri, merasa ragu, kurang pasti serta kurang percaya diri.
Seseorang dikatakan mempunyai konsep diri negatif jika ia meyakini dan memandang bahwa
dirinya lemah, tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak
menarik, tidak disukai dan tidak memiliki daya tarik terhadap hidup.
Jadi konsep diri merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya secara menyeluruh. Konsep diri
penting dalam mengarahkan interaksi seseorang dengan lingkungannya mempengaruhi
pembentukan konsep diri orang tersebut.Tanda-tanda individu yang memiliki konsep
diri yang positif adalah :
2. Merasa setara dengan orang lain. Ia selalu merendah diri, tidak sombong,
mencela atau meremehkan siapapun, selalu menghargai orang lain.
3. Menerima pujian tanpa rasa malu. Ia menerima pujian tanpa rasa malu tanpa
menghilangkan rasa merendah diri, jadi meskipun ia menerima pujian ia
tidak membanggakan dirinya apalagi meremehkan orang lain.
Dasar konsep diri positif adalah penerimaan diri. Kualitas ini lebih mengarah kekerendahan hati
dan kekedermawanan dari pada keangkuhan dan keegoisan. Orang yang mengenal dirinya
dengan baik merupakan orang yang mempunyai konsep diri yang positif.
1. Peka terhadap kritik. Orang ini sangat tidak tahan kritik yang diterimanya
dan mudah marah atau naik pitam, hal ini berarti dilihat dari faktor yang
mempengaruhi dari individu tersebut belum dapat mengendalikan emosinya,
sehingga kritikan dianggap sebagi hal yang salah. Bagi orang seperti ini
koreksi sering dipersepsi sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya.
Dalam berkomunikasi orang yang memiliki konsep diri negatif cenderung
menghindari dialog yang terbuka, dan bersikeras mempertahankan
pendapatnya dengan berbagai logika yang keliru.
Individu yang memiliki konsep diri negatif meyakini dan memandang bahwa dirinya lemah,
tidak berdaya, tidak dapat berbuat apa-apa, tidak kompeten, gagal, malang, tidak menarik, tidak
disukai dan kehilangan daya tarik terhadap hidup. Individu ini akan cenderung bersikap
psimistik terhadap kehidupan dan kesempatan yang dihadapinya. Ia tidak melihat tantangan
sebagai kesempatan, namun lebih sebagai halangan. Individu yang memiliki konsep diri negatif
akan mudah menyerah sebelum berperang dan jika ia mengalami kegagalan akan menyalahkan
diri sendiri maupun menyalahkan orang lain.
Individu yang memiliki konsep diri positif akan bersikap optimis, percaya diri sendiri dan selalu
bersikap positif terhadap segala sesuatu, juga terhadap kegagalan yang dialami. Kegagalan tidak
dipandang sebagai akhir segalanya, namun dijadikan sebagai penemuan dan pelajaran berharga
untuk melangkah kedepan. Individu yang memiliki konsep diri positif akan mampu menghargai
dirinya sendiri dan melihat hal-hal yang positif yang dapat dilakukan demi keberhasilan di masa
yang akan datang.
Dengan melihat uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik konsep diri dapat
dibedakan menjadi dua yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif, yang mana keduanya
memiliki ciri-ciri yang sangat berbeda antara ciri karakteristik konsep diri positif dan
karakteristik konsep diri yang negatif. Individu yang memiliki konsep diri positif dalam segala
sesuatunya akan menanggapinya secara positif, dapat memahami dan menerima sejumlah fakta
yang sangat bermacam-macam tentang dirinya sendiri. Ia akan percaya diri, akan bersikap yakin
dalam bertindak dan berperilaku. Sedangkan individu yang memiliki konsep diri negatif akan
menanggapi segala sesuatu dengan pandangan negatif pula, dia akan mengubah terus menerus
konsep dirinya atau melindungi konsep dirinya itu secara kokoh dengan cara mengubah atau
menolak informasi baru dar lingkungannya
Konsep diri tidak dibawa sejak lahir tetapi secara bertahap sedikit demi sedikit timbul sejalan
dengan berkembangnya kemampuan persepsi individu. Konsep diri manusia terbentuk melalui
proses belajar sejak masa pertumbuhan seseorang dari kecil hingga dewasa. Bayi yang baru lahir
tidak memiliki konsep diri karena mereka tidak dapat membedakan antara dirinya dengan
lingkungannya. Menurut Allport (dalam Skripsi Darmayekti, 2006:21) bayi yang baru lahir tidak
mengetahuui tentang dirinya.
Rahmat (2000: 100), menjelaskan bahwa konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif,
tapi juga penilaian diri anda tentang diri anda. Jadi konsep diri meliputi apa yang anda pikirkan
dan apa yang anda rasakan tentang diri anda. Adanya proses perkembangan konsep diri
menunjukan bahwa konsep diri seseorang tidak langsung dan menetap, tetapi merupakan suatu
keadaan yang mempunyai proses pembentukan dan masih dapat berubah.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan dan perkembangan konsep diri, antara
lain:
a. Usia
Konsep diri terbentuk seiring dengan bertambahnya usia, dimana perbedaan ini lebih banyak
berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan. Pada masa kanak-kanak, konsep diri seseorang
menyangkut hal-hal disekitar diri dan keluarganya. Pada masa remaja, konsep diri sangat
dipengaruhi oleh teman sebaya dan orang yang dipujanya. Sedangkan remaja yang
kematangannya terlambat, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa tidak dipahami sehingga
cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. Sedangkan masa dewasa konsep dirinya
sangat dipengaruhi oleh status sosial dan pekerjaan, dan pada usia tua konsep dirinya lebih
banyak dipengaruhi oleh keadaan fisik, perubahan mental maupun sosial (Syaiful, 2008).
b. Inteligensi
Inteligensi mempengaruhi penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya, orang lain dan
dirinya sendiri. Semakin tinggi taraf intreligensinya semakain baik penyesuaian dirinya dan
lebih mampu bereaksi terhadap rangsangan lingkungan atau orang lain dengan cara yang dapat
diterima. Hal ini jelas akan meningkatkan konsep dirinya, demikian pula sebaliknya (Syaiful,
2008).
c. Pendidikan
Seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi akan meningkatkan prestisenya. Jika
prestisenya meningkat maka konsep dirinya akan berubah (Syaiful, 2008).
Hal ini didukung oleh penelitian Rosenberg terhadap anak-anak dari ekonomi sosial tinggi
menunjukkan bahwa mereka memiliki konsep diri yang tinggi dibandingkan dengan anak-anak
yang berasal dari status ekonomi rendah. Hasilnya adalah 51 % anak dari ekonomi tinggi
mempunyai konsep diri yang tinggi. Dan hanya 38 % anak dari tingkat ekonomi rendah
memiliki tingkat konsep diri yang tinggi (dalam Skripsi Darmayekti, 2006:21).
e. Hubungan Keluarga
Seseorang yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan
mengidentifikasikan diri dengan orang lain dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang
sama. Bila tokoh ini sesama jenis, maka akan tergolong untuk mengembangkan konsep diri yang
layak untuk jenis seksnya.
f. Orang Lain
Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain terlebih dahulu. Bagaimana anda mengenal
diri saya, akan membentuk konsep diri saya. Sullivan (dalam Rakhmat, 2005:101) menjelaskan
bahwa individu diterima orang lain, dihormati dan disenangi karena keadaan dirinya, individu
akan cenderung bersikap menghormati dan menerima dirinya. Sebaliknya, bila orang lain selalu
meremehkan dirinya, menyalahkan dan menolaknya, ia akan cenderung tidak akan menyenangi
dirinya. Miyamoto dan Dornbusch (dalam Rakhmat, 2005:101) mencoba mengkorelasikan
penilaian orang lain terhadap dirinya sendiri dengan skala lima angka dari yang palin jelek
sampai yang paling baik. Yang dinilai adalah kecerdasan, kepercayaan diri, daya tarik fisik, dan
kesukaan orang lain terhadap dirinya. Dengan skala yang sama mereka juga menilai orang lain.
Ternyata, orang-orang yang dinilai baik oleh orang lain, cenderung memberikan skor yang tinggi
juga dalam menilai dirinya. Artinya, harga diri sesuai dengan penilaian orang lain terhadap
dirinya.
Hamachek (dalam Rahmat, 2000: 106) menyebutkan 11 karakteristik orang yang mempunyai
konsep diri positif:
1. Meyakini betul nilai-nilai dan prinsip-psinsip tertentu serta bersedia mempertahankannya,
walaupun menghadapi pendapat kelompok yang kuat. Tapi ia juga merasa dirinya cukup tangguh
untuk mengubah prinsip-prinsip itu bila pengalaman dan bukti-bukti baru menunjukkan ia salah.
2. Mampu bertindak berdasarkan penelitian yang baik tanpa merasa bersalah yang berlebih-
lebihan, atau menyesali tindakannya jika orang lain tidak menyetujui tindakannya.
3. Tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu untuk mencemaskan apa yang akan terjadi
besok, apa yang telah terjadi waktu yang lalu, dan apa yang sedang terjadi waktu sekarang.
5. Merasa sama dengan orang lain, sebagai manusia tidak tinggi atau rendah, walaupun
terdapat perbedaan dalam kemampuan tertentu, latar belakang keluarga, atau sikap orang lain
terhadapnya.
6. Sanggup menerima dirinya sebagai orang yang penting dan bernilai bagi orang lain, paling
tidak bagi orang-orang yang ia pilih sebagai sahabatnya.
7. Dapat menerima pujian tanpa berpura-pura rendah hati, dan menerima penghargaan tanpa
merasa bersalah.
9. Sanggup mengaku kepada orang lain bahwa ia mampu merasakan berbagai dorongan dan
keinginan, dari perasaan marah sampai cinta, dari sedih sampai bahagia, dari kekecewaan yang
mendalam sampai kepuasan yang mendalam pula.
10. Mampu menikmati dirinya secara utuh dalam berbagai kegiatan yang meliputi pekerjaan,
permainan, ungkapan diri yang kreatif, persahabatan, atau sekedar mengisi waktu.
11. Peka pada kebutuhan orang lain, pada kebiasaan sosial yang telah diterima, dan terutama
sekali pada gagasan bahwa ia tidak bisa bersenang-senang dengan mengorbankan orang lain.
* Penulis adalah mahasiswa fakultas psikologi UIN Jakarta. Saat ini beliau menjabat sebagai
Ketua Komisariat Fakultas Psikologi(Komfapsi) PMII Cabang Ciputat.