FAKULTAS KEDOKTERAN
LAPORAN KASUS
UNIVERSITAS PATTIMURA
JULI 2014
Oleh:
Heron R.F. Titarsole
NIM. 2009-83-033
Pembimbing:
Dr. Yusuf Huningkor, Sp.PD, FINASIM
BAB I
ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama
Jenis kelamin
: perempuan
Tanggal lahir
: 4 Oktober 1973
Umur
: 40 tahun
Pekerjaan
: tidak bekerja
Agama
: Kristen Protestan
Alamat
: kayu tiga
Tanggal masuk
: 13 Mei 2014
Tanggal pemeriksaan
: 20 Mei 2014
Tanggal pulang
: 22 Mei 2014
: 05.66.37
Ruang rawat
: Interna wanita
B. SUBJEKTIF
ANAMNESIS (Autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 20 Mei 2014)
Keluhan utama
Keluhan tambahan
Kesadaran
: Compos mentis
TANDA VITAL
TD
: 130/90 mmHg
Nadi
Pernapasan
Suhu
: 36,4C
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Mata
Telinga
Hidung
Mulut
Leher
Dada
Paru
:
Inspeksi
:
Inspeksi
murmur (-)
Abdomen
:
Inspeksi
Auskultasi
Inspeksi
Massa (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : NKCVA -/ Auskultasi
: Simetris kiri-kanan
Alat genital
: TDP
Anus
: TDP
Ekstremitas
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG (tanggal 13 Mei 2014):
: 11 %
MCV
: 55.9 fl
MCH
: 23,8 pg
MCH
: 42,7 g/dl
: 1,97 jt sel/mm3
RBC
: 10.400 sel/mm3
WBC
: 97.000
Darah kimia:
GDS
: 145 mg/dL
Plt
E. RESUME
Pasien perempuan atas nama F.P, usia 40 tahun, MRS tanggal 13
Mei 2014 dengan keluhan pingsan sejak 15 menit sebelum masuk rumah
sakit. Awalnya pasien tidak melakukan aktivitas yang berat hanya bermain
dengan keponakannya dan secara tiba-tiba pasien mersakan pusing yang
dirasakan seperti berputar kemudian pasien pingsan. Sewaktu pingsan
menurut keluarga pasien sempat kejang selama 1 menit sehingga keluarga
memasukan sendok kedalam mulut pasien. Sewaktu tiba di RS pasien sudah
sadar dan pasien mersa lemas. Pasien mengaku BAB dan BAK seperti biasa
normal warna kuning jenih 4 x dalam sehari lancar.
Riwayat penyakit dahulu: pasien memiliki riwayat malaria (+),
asam urat (+) Riwayat pengobatan : pasien mengaku 1 tahun yang lalu
pernah sakit pinggang dan berobat ke dokter Sp.PD dan dikatakan pasien
menderita sakit ginjal. Pasien hanya minum obat sampai pasien merasa
membaik dan berhenti. Riwayat kebiasaan : Pasien memiliki kebiasaan
sering makan bakso asam dan pedas. Dan juga pasien memiliki kebiasaan
malas minum air putih dan mandi air dingin malam hari.
Dari pemeriksaan jasmani didapatkan Konjungtiva anemis +/+ TD
130/90 mmhg, sedangkan pemeriksaan fisis lainnya dalam batas normal.
Dari hasil laboratorium didapatkan Hb : 4,7 gr/dl, Ht : 11%, RBC : 1,97 jt
sel/ mm3, WBC 10.400 jt sel/mm3 dan PLT 97.000/mm3.
F. ASSESMENT
Diagnosis
: Anemia
G. TATALAKSANA
Tirah baring
Diet bebas
Sohobion 1 amp/hari/ IM
H. RENCANA PEMERIKSAAN
USG abdomen
I. PROGNOSIS
Ad Functionama : Dubia
Ad Sanationem
: Dubia
Ad Vitam
: Dubia
J. FOLLOW UP
Tanggal
12-05-2014
S
O
S OAP
Pusing, lemas dan mual
KU : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
TTV : TD = 140/90 mmHg
N = 88 x/m
CA+/+
Anemia
RR = 22 x/m
S = 36,2 C
Tirah baring
Diet rendah garam
IVFD RL 16 tpm
Cefotaxime 3x1 gr/iv
Neurobion 1x1 drip
Pro Transfusi PRC 1 kantong/hari sebanyak 4
kantong
13-05-2014
Mual (-)
Anemia
RR = 20 x/m
S = 36,2 C
Tirah baring
Diet rendah garam
IVFD RL 16 tpm
Ceftriaxone 2x1gr/iv
Neurobion 1x1 drip
Pro Transfusi PRC 1 kantong/hari
Rencana pemeriksaan ADT
14-05-2014
Kel (-)
Anemia
CKD Stage V
Tirah baring
Diet rendah garam
IVFD RL 16 tpm
Ceftriaxon 2x1 gr/IV
Neurobion 1x1 drip
Pro Transfusi PRC 1 kantong/hari
15-05-2014
Kel (-)
RR = 20 x/m
S = 36,2 C
Anemia
CKD Stage V
Tirah baring
Diet rendah garam
IVFD RL 16 tpm
Ceftriaxon 2x1 gr/IV
Neurobion 1x1 drip
Pro Transfusi PRC 1 kantong/hari
16-05-2014
Kel (-)
RR = 20 x/m
S = 36,2 C
Anemia
CKD Stage V
Tirah baring
Diet rendah garam, rendah protein
IVFD Nacl 16 tpm
sohobion 1x1 amp
aminoral 3x1 tab
bicnat 3 x 1 tab
Pro Transfusi PRC 1 kantong/hari
Pro Darah kimia ulang + HbsAg, aHCV dan HIV
17-05-2014
Kel (-)
RR = 20 x/m
S = 36,2 C
Anemia
CKD Stage V
Tirah baring
Diet rendah garam, rendah protein
IVFD Nacl 16 tpm
sohobion 1x1 amp
aminoral 3x1 tab
bicnat 3 x 1 tab
Pro Transfusi PRC 1 kantong/hari
Pro HD
18-05-2014S :
O:
A:
RR = 20 x/m
S = 36,5 C
Anemia
CKD Stage V
Tirah baring
Diet rendah garam, rendah protein
IVFD NaCl 0,9% 14 tpm
Sohobion IM/hari
Transfusi PRC 1 kolf
Aminoral 3 x 1 tab
Bicnat 3 x 1 tab
S:
O:
19-05-2014
Creatiin = 11.9
BB = 52 kg
TKK : 5.29
A:
Anemia
RR = 20 x/m
S = 36,5 C
CKD Stage V
P:
20-03-2014
S:
O:
A:
P:
21-05-2014
S:
O:
A:
P:
Tirah baring
Diet rendah garam, rendah protein
IVFD NaCl 0,9% 14 tpm
Sohobion IM/hari
Transfusi PRC 1 kolf
Aminoral 3 x 1 tab
Bicnat 3 x 1 tab
Tidak Ada Keluhan
BAB Lancar, tidak encer, BAK lancar Biasa
Sudah transfusi 4 kantong
RR = 22 x/m
S = 36,2 C
Tirah baring
Diet rendah garam, rendah protein
AFF infus
Sohobion 1x1 tab
Aminoral 3 x 1 tab
Bicnat 3 x 1 tab
Amlodipin 10 mg 0-0-1
Tidak Ada Keluhan
BAB dan BAK Biasa
KU : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
TTV : TD = 150/100 mmHg
N = 80 x/m
CKD Stage V
Hipertensi grade II
Tirah baring
RR = 20 x/m
S = 36,5 C
22-05-2014
S:
O:
RR = 20 x/m
S = 36,5 C
CKD Stage V
Nefrolitiasis
Hipertensi grade II
Hiperurisemia
P:
23-06-2014
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
GAGAL GINJAL KRNOIK
Definisi
Penyakit ginjal krnik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi
yang beragam , mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang prosesif, dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialisis atau transplantasi ginjal.1
Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik1
1. Kerusakan ginjal (renal damage yang terjadi >3 bulan) berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus(LFG), dengan manifestasi :
-
Kelainan patologis
Klasifikasi
Klasifikasi penyakit gagal ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar
derajat penyakit dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan
rumus Kockroft-Gault.1,2
Penyakit
Penyakit ginjal diabetes
Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recureent (glomerular)
Transplant glomerulopathy
Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang bmendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yan
gterjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nefrons) sebagai
upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan
growth faktor. Hal ini mengakibatkan terjadinhya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekananan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diiuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktivitas aksis renin angiotensin-aldosteron intra renal, ikut
memberikan kontribusi terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresitas tersebut.
Aktivasi jangka panjang aksis renin angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai
oleh TGF-b. Beberapa hal yang dianggap berperan terhadap terjadinya
progresifitas penyakit ginjal kronis adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,
Gejala Klinis
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan.
Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat
diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya
penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah
semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita menunjukkan gejala gejala
fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ seperti :
a) Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan
fetor uremik
Laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum dan
kreatinin serum, dan penurunan LFG
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,
hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis
metabolik
d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast,
isostenuria
Radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak
b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya
pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami
kerusakan
c) Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang
mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal,
kista, massa, kalsifikasi
e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik meliputi:1
Rencana Tatalaksana
90
60 89
30 59
15 29
< 15
Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum
terjadinya penurunan GFR, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada
ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan
histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20 30% dari normal, terapi
terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.1
-
Terapi Farmakologis
2. Mengatur keseimbangan cairan, eletrolit, dan asam basa tubuh. Disamping itu
ginjal juga berperan dalam pengaturan tekanan darah, eritropoiesis,
metabolisme vitamin D dan beberapa fungsi endokrin yan lain.
Pada penyakit ginjal kronik, terjadi kerusakan pada jaringan ginjal sehingga
lama kelamaan fungsi diatas mulai terganggu. Penyakit ginjal kronik secara garis
besar adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fugsi ginjal yang progresif, danpada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal.1
Anemia sering terjadi pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronis. 8090% pasien penyakit ginjal kronik mengalami anemia. Anemia pada penyakit
ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoietin. 1,
Etiologi
Anemia pada penyakit ginjal kronik adalah jenis anemia normositik normokrom,
yang khas selalu terjadi pada sindrom uremia. Bisanya hematokrit menurun
hingga 20-30% sesuai derajat azotemia. Komplikasi ini biasa ditemukan pada
penyakit ginjal kronik stadium 4, tapi kadang juga ditemukan sejak awal stadium
3. Lebih jelasnya perhatikan Gambar 1 dan Tabel 4. 1,2
Penjelasan
Kerusakan ginjal dengan LGF
normal
Kerusakan
ginjal
dengan
LFG (ml/mnt)
90
Komplikasi
-
60-89
30-59
15-29
Gagal ginjal
Hiperfosfatemia
Hipokalsemia
Anemia
Hiperparatiroid
Hipertensi
Hiperhomosistinemia
Malnutrisi
Asidosis metabolik
Cenderung hiperkalemia
Dislipidemia
Gagal jantung
<15
Uremia
Penyebab utama anemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronik adalah
kurangnya produksi eritropoietin (EPO) karena penyakit ginjalnya. Faktor
tambahan termasuk kekurangan zat besi, peradangan akut dan kronik dengan
gangguan penggunaan zat besi (anemia penyakit kronik), hiperparatiroid berat
dengan konsekuensi fibrosis sumsum tulang, pendeknya masa hidup eritrosit
akibat kondisi uremia. Selain itu kondisi komorbiditas seperti hemoglobinopati
dapat memperburuk anemia. Untuk lebih lengkapnya, perhatikan Tabel 3.1,2,3
Tabel 5. Etiologi Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik2
Etiologi
Penyebab utama
Penyebab tambahan
Kondisi komorbiditas
Penjabaran etiologi
Defisiensi relatif dari eritropoietin
Kekurangan zat besi
Inflamasi akut dan kronik
Pendeknya masa hidup eritrosit
Bleeding diathesis
kehamilan,
Patofisiologi
Ketika terjadi gangguan pada glomerulus maka fungsi ginjal pun
terganggu, termasuk fungsi endokrinnya. Anemia pada penyakit ginjal kronik
dikaitkan dengan konsekuensi patofisiologik yang merugikan, termasuk
berkurangnya transfer oksigen ke jaringan dan penggunaannya, peningkatan curah
jantung, dilatasi ventrikel, dan hipertrofi ventrikel.2
Hemolisis sedang yang disebabkan hanya karena gagal ginjal tanpa faktor
lain yang memperberat seharusnya tidak menyebabkan anemia jika respon
eritropoesis mencukupi tetapi proses eritropoesis pada gagal ginjal terganggu.
Alasan yang paling utama dari fenomena ini adalah penurunan produksi
eritropoetin pada pasien dengan penyakit ginjal yang berat. Defisiensi eritropoetin
merupakan penyebab utama anemia pada pasien-pasien penyakit ginjal kronik.
Para peneliti mengatakan bahwa sel-sel peritubular yang menghasilkan
eritropoetin rusak sebagian atau seluruhnya seiring dengan progresivitas penyakit
ginjalnya. Selanjutnya pada penelitian terdahulu menggunakan teknik bio-assay
menunjukkan bahwa dalam perbandingan dengan pasien anemia tanpa penyakit
ginjal, pasien anemia dengan penyakit ginjal menunjukkan peningkatan
konsentrasi serum eritropoetin yang tidak adekuat. Inflamasi kronik, menurunkan
produksi sel darah merah dengan efek tambahan terjadi defisiensi erotropoetin.
Proses inflamasi seperti glomerulonefritis, penyakit reumatologi, dan pielonefritis
kronik, yang biasanya merupakan akibat pada gagal ginjal terminal, pasien dialisis
terancam inflamasi yang timbul akibat efek imunosupresif. Defisiensi eritropoetin
relatif pada penyakit ginjal kronik dapat berespon terhadap penurunan fungsi
oleh
gangguan
kualitatif
trombosit
dan
dengan
demikian
yang penting dalam mendetoksifikasi besi secara cepat oleh karena aktivitas
feroksidasenya, dimana oksidasi besi menjadi bentuk Fe(III). Sedangkan subunit
L memfasilitasi nukleasi besi, mineralisasi dan cadangan besi jangka panjang.6
Feritin merupakan tempat penyimpanan zat besi terbesar dalam tubuh.
Fungsi feritin adalah sebagai penyimpanan zat besi terutama di dalam hati, limpa
dan sumsum tulang. Zat besi yang berlebihan akan disimpan dan bila diperlukan
dapat dimobilisasi kembali. Hati merupakan tempat penyimpanan feritin terbesar
di dalam tubuh dan berperan dalam mobilisasi feritin serum. Pada penyakit hati
akut maupun kronik kadar feritin serum meningkat, hal ini disebabkan
pengambilan feritin dalam sel hati terganggu dan terdapat pelepasan feritin dari
sel hati yang rusak. Pada penyakit keganasan sel darah merah, kadar feritin serum
meningkat disebabkan meningkatnya sintesis feritin oleh sel leukemia. Pada
keadaan infeksi dan inflamasi terjadi gangguan pelepasan zat besi dari sel
retikuloendotelial dan disekresikan ke dalam plasma. Sintesis feritin dipengaruhi
oleh konsentrasi cadangan besi intrasel dan berkaitan pula dengan cadangan zat
besi intrasel (hemosiderin).6,7
Palpitasi
Intoleransi dingin
Gangguan tidur
Temuan fisik:7
-
Kulit (pucat)
Pulmonary (takipnea)
Diagnosis
Pada penyakit ginjal kronik, keadaan anemia yang terjadi tidak sepenuhnya
berkaitan dengan penyakit ginjalnya. Anemia pada penyakit ginjal kronik dapat
dijadikan diagnosis setelah mengeksklusikan adanya defisiensi besi dan kelainan
eritrosit lainnya. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin 10%
atau hematokrit 30%.1,2
Beberapa poin harus diperiksa dahulu sebelum dilakukan pemberian terapi
penambah eritrosit, yaitu : 1,2
-
Darah lengkap
Hitung retikulosit
Pemeriksaan besi (serum iron, total iron binding capacity, saturasi transferin,
serum feritin)
Hormon paratiroid
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk pencapaian kadar Hb > 10 g/dL
dan Ht > 30%, baik dengan pengelolaan konservatif maupun dengan EPO. Bila
dengan terapi konservatif, target Hb dan Ht belum tercapai dilanjutkan dengan
terapi EPO. Dampak anemia pada gagal ginjal terhadap kemampuan fisik dan
mental dianggap dan menggambarkan halangan yang besar terhadap rehabilitasi
pasien dengan gagal ginjal. Walaupun demikian efek anemia pada oksigenasi
jaringan mungkin seimbang pada pasien uremia dengan penurunan afinitas
oksigen dan peningkatan cardiac output saat hematokrit dibawah 25 %. Walaupun
demikian banyak pasien uremia memiliki hipertensi dan miokardiopati. Karena
tubuh memiliki kemampuan untuk mengkompensasi turunnya kadar hemoglobine
dengan meningkatnya cardiac output. Selain itu banyak pasien memiliki penyakit
jantung koroner yang berat dan walaupun anemia dalam derajat sedang dapat
disertai dengan miokardial iskemik dan angina. Terapi anemia pada gagal ginjal
bervariasi dari pengobatan simptomatik melalui transfusi sel darah merah sampai
ke penyembuhan dengan transplantasi ginjal. Transfusi darah hanya memberikan
keuntungan sementara dan beresiko terhadap infeksi (virus hepatitis dan HIV) dan
hemokromatosis sekunder. Peran dari transfusi sebagai pengobatan anemi primer
pada pasien gagal ginjal terminal telah berubah saat dialisis dan penelitian
serologic telah menjadi lebih canggih. Transplantasi ginjal pada banyak kasus,
harus menunggu dalam waktu yang tidak tertentu dan tidak setiap pasien dialisis
memenuhi syarat.2,9
Variasi terapi anemia pada penyakit ginjal kronik adalah sebagai berukut :
1. Suplementasi eritropoetin
2. Pembuangan eritropoesis inhibitor endogen dan toksin hemolitik endogen
dengan terapi transplantasi ginjal ekstra korporeal atau peritoneal dialisis.
3. Pembuangan kelebihan aluminium dengan deferoxamine
4. Mengkoreksi hiperparatiroid
5. Terapi Androgen
6. Mengurangi iatrogenic blood loss
7. Suplementasi besi
8. Suplementasi asam folat
9. Transfuse darah
NEFROLITIASIS
Definisi
Batu di dalam saluran kemih (calculus uriner) adalah massa keras seperti
batu yang berada di ginjal dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri,
perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di
dalam ginjal (nephrolith) maupun di dalam kandung kemih (vesicolith). Proses
pembentukan batu ini disebut urolithiasis
Etiologi 1,9
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh
yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1.
Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2.
Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3.
Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1.
Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan
hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2.
3.
Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4.
Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.
5.
Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.
Epidemiologi 9
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit batu
mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan berubah
sesuai
dengan
perkembangan
kehidupan
suatu
bangsa.
Berdasarkan
Batu ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat.
Umumnya gejala berupa obstruksi aliran kemih dan infeksi. Gejala dan tanda
yang dapat ditemukan pada penderita batu ginjal antara lain : 9
1. Tidak ada gejala atau tanda
2. Nyeri pinggang, sisi, atau sudut kostovertebral
3. Hematuria makroskopik atau mikroskopik
4. Pielonefritis dan/atau sistitis
5. Pernah mengeluarkan baru kecil ketika kencing
6. Nyeri tekan kostovertebral
7. Batu tampak pada pemeriksaan pencitraan
8. Gangguan faal ginjal.
Diagnosis
Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis,
penyakit batu ginjal perlu didukung dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium,
dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran
kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal.
-
Anamnesis
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan penunjang
Secara radiologi, batu dapat radiopak atau radiolusen. Sifat radiopak ini
berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga batu dari
jenis apa yang ditemukan. Radiolusen umumnya adalah jenis batu asam urat
murni.
Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk
menduga adanya batu ginjal bila diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu
terkadang batu terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari
penglihatan. Oleh karena itu foto polos sering perlu ditambah foto pielografi
intravena (PIV/IVP). Pada batu radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan
menyebabkan defek pengisian (filling defect) di tempat batu berada. Yang
menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak berfungsi lagi
sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal ini perludilakukan pielografi
retrograd. 9
Ultrasonografi (USG) dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani
pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan; alergi terhadap bahan kontras, faal
ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat
untuk melihat semua jenis batu, selain itu dapat ditentukan ruang/ lumen saluran
kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai unutk menentukan batu selama tindakan
pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu 9
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang
dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan
menentukan penyebab batu.9
Penatalaksanaan
1. Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu. Terapi
simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan
minum yang berlebihan/ banyak dan pemberian diuretik.
2. Litotripsi
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan
untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini
disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan
adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang adalah
tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan
gelombang kejut.
3. Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, alat gelombang
kejut, atau bila cara non-bedah tidak berhasil.9
BAB III
PEMBAHASAN
Pasien perempuan, usia 40 tahun, MRS tanggal 13 Mei 2014 dengan
keluhan pingsan sejak 15 menit sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
merasakan pusing, lemas, dan sempat kejang
Riwayat penyakit dahulu: pasien memiliki riwayat malaria (+), asam urat
(+) Riwayat pengobatan : pasien mengaku 1 tahun yang lalu pernah sakit
pinggang dan berobat ke dokter Sp.PD dan dikatakan pasien menderita sakit
ginjal. Pasien hanya minum obat sampai pasien merasa membaik dan berhenti.
Riwayat kebiasaan : Pasien memiliki kebiasaan sering makan bakso asam dan
pedas. Dan juga pasien memiliki kebiasaan malas minum air putih dan mandi air
dingin malam hari.
Dari pemeriksaan jasmani didapatkan Konjungtiva anemis +/+ TD 130/90
mmhg, sedangkan pemeriksaan fisis lainnya dalam batas normal. Dari hasil
laboratorium didapatkan Hb : 4,7 gr/dl, Ht : 11%, RBC : 1,97 jt sel/ mm3, WBC
10.400 jt sel/mm3 dan PLT 97.000/mm3. Ureum/ Creatinin : 228/14,3, SGOT/PT:
17/28, denagan TKK : 4,29 Dari hasil Evaluasi apusan darah tepidengan Anemia
normositik normokrom suspek kausa penyakit kronik Diagnosis Anemia
Defisiensi Fe
Dari hasil Radiologi USG : Hepar/GB/Pancreas//Lien dan buli-buli saat ini
tak tampak kelainan. Hidronfrosis Bilateral, Nefrolitiasis Dextra dengan gambaran
batu 12 dan 6 mm
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil lab maka pada pasien ini
didiagnosis dengan anemia et causa CKD, CKD ESRD dan Nefrolitiasis Dextra
Pengobatan pasien ini diberikan terapi tranfusi darah dengan target pencapian
hb dengan transufi 7-9 g/dl dan suplementasi (sohobion), selain itu juga diberikan
natrium Bicarbonat (bicnat) diberikan untuk mengatasi asidosis metabolit dan
asam amino esensial (aminoral) diberikan pada Insufisiensi ginjal kronik dengan
kondisi Laju filtrasi glomerulus antara 5-50 ml/menit. Pada pasien ini perlu juga
ditambahkan obat antihipertensi disamping bermanfaat untuk memperkecil risiko
kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat pemburukan kerusakan
nefron.
Perlunya juga dilakukan pemeriksaan Evaluasi status besi kemudian dapat
diberikan terapi besi.
Pasien ini seharusnya diberikan replacement therapy yaitu hemodialisa atau
transplantasi ginjal dikarenakan Laju filtrasi glomerulus < 15. Namun pasien
menolak. Dan untuk anemia dapat diberikan terapi ESA sehingga dapat
memperlambat progresifitas penyakit ginjal kronik, menurunkan morbiditas dan
morltalitas serta memperbaiki kualitas hidup.
Prognosis pada pasin ini adalah dubia at malam.
DAFTAR PUSTAKA
1. Suwitra K. Penyakit ginjal kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K
SM, Setiati S, editors: Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5 nd ed. Jakarta:
Interna Publishing; 2009.p.1035-40.
2. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser AL, Loscalzo J.
Harrisons Principles of internal medicine. 18th ed. United States of America:
The McGraw-Hill Companies, Inc; 2012.
3. Sibernagl S, Lang F. Color athlas of pathophysiologi. Stuttgart Germany:
Gorg Thema Verlag; 2000.
4. Wilson LM. Penyakit ginjal kronik. In: Hartanto H, Susi N, Wulansari P,
Mahanani DA, editors: Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
6nd ed. Jakarta: EGC; 2012.p. 912-45.
5. National institute for Healt and Care Excellence. Anemia management in
people chronic kidney disease. Manchester: NICE clinical guideline 114.
2011.
6. National Kidney Foudation. Anemia and chronic kidney disease (stages 14). New York: NKF. 2010.
7. Lerma EV. Anemia of chronic disease and renal failure [seria online] 2013
Oct 28 [cited 2014 Jan 28]; [11 screens]. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1389854-overview#showall
8. Singh AK, Szczech L, Tang KL, Barnhart H, Sapp S, Wolfson M, et al.
Correction of anemia with epoetin alfa in chronic kidney disease. N Engl J
Med 2006; 355: 2085-98.
9. Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034.
EGC : Jakarta.
10. Tanagho EA, McAninch JW. Smiths General Urology. Edisi ke-16. New
York : Lange Medical Book. 2004. 256-283.