Anda di halaman 1dari 46

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM

FAKULTAS KEDOKTERAN

LAPORAN KASUS

UNIVERSITAS PATTIMURA

JULI 2014

ANEMIA ET CAUSA CKD DAN NEFROLITIAHSIS

Oleh:
Heron R.F. Titarsole
NIM. 2009-83-033
Pembimbing:
Dr. Yusuf Huningkor, Sp.PD, FINASIM

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DR. M. HAULUSSY
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON

BAB I
ILUSTRASI KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama

: Ny. Frensie Pessulima

Jenis kelamin

: perempuan

Tanggal lahir

: 4 Oktober 1973

Umur

: 40 tahun

Pekerjaan

: tidak bekerja

Agama

: Kristen Protestan

Alamat

: kayu tiga

Tanggal masuk

: 13 Mei 2014

Tanggal pemeriksaan

: 20 Mei 2014

Tanggal pulang

: 22 Mei 2014

Nomor rekam medik

: 05.66.37

Ruang rawat

: Interna wanita

B. SUBJEKTIF
ANAMNESIS (Autoanamnesis dan alloanamnesis tanggal 20 Mei 2014)
Keluhan utama

: Pingsan sejak 15 menit sebelum masuk rumah sakit

Keluhan tambahan

: Pusing dan lemas

Anamnesis terpimpin : Pasien datang keluhan pingsan sejak 15 menit


sebelum masuk rumah sakit. Awalnya pasien tidak
melakukan aktivitas yang berat hanya bermain dengan
keponakannya dan secara tiba-tiba pasien mersakan
pusing yang dirasakan seperti berputar kemudian
pasien pingsan. Sewaktu pingsan menurut keluarga
pasien sempat kejang selama 1 menit sehingga
keluarga memasukan sendok kedalam mulut pasien.
Sewaktu tiba di RS pasien sudah sadar dan pasien
mersa lemas.

Pasein tidak merasakan Mual, tidak muntah, tidak


sesak, dan tidak demam. Pasien mengaku BAB dan
BAK seperti biasa normal warna kuning jenih 4 x
dalam sehari lancar darah (-), berpasir (-). Riwayat
:Trauma (-), perdarahan (-) dan HPHT : 7 Mei 2014 (5
hari SMRS)
Riwayat penyakit dahulu: pasien memiliki riwayat
malaria (+), asam urat (+), hipertensi dan DM
disangkal
Riwayat Keluarga: dalam keluarga juga tidak ada
yang memiliki penyakit keturunan atau seperti pasien.
Riwayat pengobatan : pasien mengaku 1 tahun yang
lalu pernah sakit pinggang dan berobat ke dokter
Sp.PD dan dikatakan pasien menderita sakit ginjal.
Pasien hanya minum obat sampai pasien merasa
membaik dan berhenti. Selanjutnya pasien berahli ke
pengobatan obat herbal.
Riwayat kebiasaan : Pasien memiliki kebiasaan sering
makan bakso asam dan pedas. Dan juga pasien
memiliki kebiasaan malas minum air putih dan mandi
air dingin malam hari.
C. OBJEKTIF (tanggal 20 Mei 2014)
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Gizi

: Baik (BB = 52 kg, TB = 148 cm, IMT =23,74)

Kesadaran

: Compos mentis

TANDA VITAL
TD

: 130/90 mmHg

Nadi

: 82 x/menit, reguler, lemah

Pernapasan

: 20 x/menit, reguler, vesikuler

Suhu

: 36,4C

PEMERIKSAAN FISIK
Kepala

: Ekspresi : tampak biasa


Simetris wajah : simetris kiri-kanan
Deformitas : tidak ada
Rambut : putih, lurus, distribusi merata, tidak mudah
dicabut

Mata

: Eksoftalmus / enoftalmus : tidak ada


Tekanan bola mata : tidak dilakukan pemeriksaan (TDP)
Kelopak mata : normal, ptosis -/-, xantelasma -/Konjungtiva anemis +/+, sklera ikterik -/Gerakan bola mata normal, nistagmus (-), strabismus -/Kornea : refleks kornea +/+
Pupil : isokor, refleks cahaya langsung & tidak langsung +/
+

Telinga

: Tophi -/-, nyeri tekan processus mastoideus -/Pendengaran : normal kiri-kanan


Sekret -/-, deformitas -/-

Hidung

: Perdarahan -/-, deformitas (-), sekret -/-, deviasi septum


nasi (-),
pernapasan cuping hidung (-)

Mulut

: Lidah bersih, tidak hiperemis, tidak ada ulcer, tidak ada


jamur, tidak ada selaput, stomatitis (-), perdarahan gusi (-),
gigi intak
Tonsil : T1-T1
Faring : mukosa licin, tidak hiperemis

Leher

: Trakea letak tengah, pembesaran KGB leher (-),


pembesaran kelenjar tiroid (-), JVP 5 - 2 cmH 2O, tumor
(-), kaku kuduk (-)

Dada

: Benjolan (-), jaringan parut (-), deformitas (-)


Pembuluh darah : venektasi (-)

Paru

:
Inspeksi

: bentuk normochest, pengembangan dada

simetris, pelebaran sela iga (-), retraksi iga (-)


Palpasi : nyeri tekan (-), fremitus raba +/+ normal
Perkusi : Paru kiri dan kanan : sonor
Batas paru hepar : setinggi ICS V midclavicula dextra
Batas paru belakang kiri : setinggi vertebra torakal X
Batas paru belakang kanan : lebih tinggi 1 jari dari batas
kiri
Auskultasi

: Bunyi pernapasan : vesikuler kiri = kanan

Bunyi tambahan : Ronki basah halus - /- , Wheezing - / Jantung

:
Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICS V linea axilaris


anterior
Perkusi : Redup, batas jantung kanan di antara linea
midclavicula dextra dan linea parasternalis dextra, batas
jantung kiri di linea axilaris anterior
Auskultasi

: BJ I/II murni, reguler, S3 gallop (-),

murmur (-)
Abdomen

:
Inspeksi

: Datar, jaringan parut (-), dilatasi vena (-)

Auskultasi

: Peristlatik usus (+) normal

Palpasi : Supel, nyeri tekan -, hepar tidak teraba, lien tidak


teraba, ascites (-)
Perkusi : Timpani
Punggung

Inspeksi

: Lordosis (-), Skoliosis (-), Kifosis (-),

Massa (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
Perkusi : NKCVA -/ Auskultasi

: Bunyi pernapasan : vesikuler kiri = kanan

Bunyi tambahan : Ronki basah halus - / - , Wheezing - / Gerakan

: Simetris kiri-kanan

Alat genital

: TDP

Anus

: TDP

Ekstremitas

: Akral dingin, pitting oedem-/-, sianosis (-), atrofi otot (-)

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
EKG (tanggal 13 Mei 2014):

Kesan : Sinus Takikardia


Laboratorium (tanggal 13 Mei2014):
Darah rutin:
Hb
: 4,7 gr%
Ht

: 11 %

MCV

: 55.9 fl

MCH

: 23,8 pg

MCH

: 42,7 g/dl

: 1,97 jt sel/mm3

RBC

: 10.400 sel/mm3

WBC

: 97.000

Darah kimia:
GDS

: 145 mg/dL

Plt

E. RESUME
Pasien perempuan atas nama F.P, usia 40 tahun, MRS tanggal 13
Mei 2014 dengan keluhan pingsan sejak 15 menit sebelum masuk rumah
sakit. Awalnya pasien tidak melakukan aktivitas yang berat hanya bermain
dengan keponakannya dan secara tiba-tiba pasien mersakan pusing yang
dirasakan seperti berputar kemudian pasien pingsan. Sewaktu pingsan
menurut keluarga pasien sempat kejang selama 1 menit sehingga keluarga
memasukan sendok kedalam mulut pasien. Sewaktu tiba di RS pasien sudah
sadar dan pasien mersa lemas. Pasien mengaku BAB dan BAK seperti biasa
normal warna kuning jenih 4 x dalam sehari lancar.
Riwayat penyakit dahulu: pasien memiliki riwayat malaria (+),
asam urat (+) Riwayat pengobatan : pasien mengaku 1 tahun yang lalu
pernah sakit pinggang dan berobat ke dokter Sp.PD dan dikatakan pasien
menderita sakit ginjal. Pasien hanya minum obat sampai pasien merasa
membaik dan berhenti. Riwayat kebiasaan : Pasien memiliki kebiasaan
sering makan bakso asam dan pedas. Dan juga pasien memiliki kebiasaan
malas minum air putih dan mandi air dingin malam hari.
Dari pemeriksaan jasmani didapatkan Konjungtiva anemis +/+ TD
130/90 mmhg, sedangkan pemeriksaan fisis lainnya dalam batas normal.
Dari hasil laboratorium didapatkan Hb : 4,7 gr/dl, Ht : 11%, RBC : 1,97 jt
sel/ mm3, WBC 10.400 jt sel/mm3 dan PLT 97.000/mm3.

F. ASSESMENT
Diagnosis

: Anemia

Diagnosis banding : Anemia et causa def besi, Anemia et causa CKD


Syncop

G. TATALAKSANA

Tirah baring

Diet bebas

IVFD NaCl 0,9% 14 tpm

Sohobion 1 amp/hari/ IM

Pro Transfusi PRC

H. RENCANA PEMERIKSAAN

Darah kimia (Uremum, Creatinin, SGOT/SGPT, Asam urat)

USG abdomen

I. PROGNOSIS
Ad Functionama : Dubia
Ad Sanationem

: Dubia

Ad Vitam

: Dubia

J. FOLLOW UP
Tanggal
12-05-2014

S
O

S OAP
Pusing, lemas dan mual
KU : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
TTV : TD = 140/90 mmHg
N = 88 x/m
CA+/+

Anemia

RR = 22 x/m
S = 36,2 C

Tirah baring
Diet rendah garam
IVFD RL 16 tpm
Cefotaxime 3x1 gr/iv
Neurobion 1x1 drip
Pro Transfusi PRC 1 kantong/hari sebanyak 4
kantong

13-05-2014

Mual (-)

KU : tampak sakit ringan


Kesadaran : compos mentis
TTV : TD = 130/90 mmHg
N = 80x/m
CA+/+

Anemia

RR = 20 x/m
S = 36,2 C

Tirah baring
Diet rendah garam
IVFD RL 16 tpm
Ceftriaxone 2x1gr/iv
Neurobion 1x1 drip
Pro Transfusi PRC 1 kantong/hari
Rencana pemeriksaan ADT

14-05-2014

Kel (-)

KU : tampak sakit ringan


Kesadaran : compos mentis
TTV : TD = 130/90 mmHg
RR = 20 x/m
N = 80x/m
S = 36,2 C
CA+/+
Hasil pemeriksaan Laboratorium :
Ureum/ Creatinin : 228/14,3
SGOT/PT : 17/28
TKK : 4,29

Anemia
CKD Stage V

Tirah baring
Diet rendah garam
IVFD RL 16 tpm
Ceftriaxon 2x1 gr/IV
Neurobion 1x1 drip
Pro Transfusi PRC 1 kantong/hari

15-05-2014

Kel (-)

KU : tampak sakit ringan


Kesadaran : compos mentis
TTV : TD = 120/80 mmHg
N = 80x/m
CA+/+

RR = 20 x/m
S = 36,2 C

Anemia
CKD Stage V

Tirah baring
Diet rendah garam
IVFD RL 16 tpm
Ceftriaxon 2x1 gr/IV
Neurobion 1x1 drip
Pro Transfusi PRC 1 kantong/hari

16-05-2014

Kel (-)

KU : tampak sakit ringan


Kesadaran : compos mentis
TTV : TD = 120/70 mmHg
N = 80x/m
CA+/+

RR = 20 x/m
S = 36,2 C

Evaluasi apusan darah tepi:


Hb : 6,9 gr/dl
Leukosit : 7.400 U/L
Tombosist : 117.000 U/L
Kesan : Anemia normositik normokrom suspek kausa
penyakit kronik DD/ Anemia Defisiensi Fe
A

Anemia
CKD Stage V

Tirah baring
Diet rendah garam, rendah protein
IVFD Nacl 16 tpm
sohobion 1x1 amp
aminoral 3x1 tab
bicnat 3 x 1 tab
Pro Transfusi PRC 1 kantong/hari
Pro Darah kimia ulang + HbsAg, aHCV dan HIV

17-05-2014

Kel (-)

KU : tampak sakit ringan


Kesadaran : compos mentis
TTV : TD = 130/90 mmHg
N = 80x/m
CA+/+

RR = 20 x/m
S = 36,2 C

Hasil Pemeriksaan Laboratorium :


HbsAg : non-reaktif
aHCV : non-reaktif
HIV: non-raktif
Ureum/ creatinin : 189/ 11,6

Anemia
CKD Stage V

Tirah baring
Diet rendah garam, rendah protein
IVFD Nacl 16 tpm
sohobion 1x1 amp
aminoral 3x1 tab
bicnat 3 x 1 tab
Pro Transfusi PRC 1 kantong/hari
Pro HD

18-05-2014S :

O:

KU : tampak sakit ringan


Kesadaran : compos mentis
TTV : TD = 130/90 mmHg
N = 82 x/m
Ca +/+

A:

RR = 20 x/m
S = 36,5 C

Anemia
CKD Stage V

Tirah baring
Diet rendah garam, rendah protein
IVFD NaCl 0,9% 14 tpm
Sohobion IM/hari
Transfusi PRC 1 kolf
Aminoral 3 x 1 tab
Bicnat 3 x 1 tab

S:

Pusing namun sudah berkurang


BAB lancar, tidak encer. BAK lancar biasa.
Sudah transufusi 3 kantong

O:

KU : tampak sakit ringan


Kesadaran : compos mentis
TTV : TD = 130/90 mmHg
N = 82 x/m
Ca +/+

19-05-2014

Pusing namun sudah berkurang


BAB lancar, tidak encer. BAK lancar biasa.
Sudah transufusi 3 kantong

Creatiin = 11.9
BB = 52 kg
TKK : 5.29
A:

Anemia

RR = 20 x/m
S = 36,5 C

CKD Stage V

P:

20-03-2014

S:

O:

A:

P:

21-05-2014

S:

O:

A:

P:

Tirah baring
Diet rendah garam, rendah protein
IVFD NaCl 0,9% 14 tpm
Sohobion IM/hari
Transfusi PRC 1 kolf
Aminoral 3 x 1 tab
Bicnat 3 x 1 tab
Tidak Ada Keluhan
BAB Lancar, tidak encer, BAK lancar Biasa
Sudah transfusi 4 kantong

KU : tampak sakit ringan


Kesadaran : compos mentis
TTV : TD = 160/100 mmHg
N = 88 x/m
CA+/+ <
CKD Stage V
Hipertensi Grade II

RR = 22 x/m
S = 36,2 C

Tirah baring
Diet rendah garam, rendah protein
AFF infus
Sohobion 1x1 tab
Aminoral 3 x 1 tab
Bicnat 3 x 1 tab
Amlodipin 10 mg 0-0-1
Tidak Ada Keluhan
BAB dan BAK Biasa
KU : tampak sakit ringan
Kesadaran : compos mentis
TTV : TD = 150/100 mmHg
N = 80 x/m
CKD Stage V
Hipertensi grade II

Tirah baring

RR = 20 x/m
S = 36,5 C

22-05-2014

Diet rendah garam, rendah protein


Sohobion 1x1 tab
Aminoral 3 x 1 tab
Bicnat 3 x 1 tab
Amblodipin 10 mg 0-0-1

S:

Tidak Ada Keluhan


BAB dan BAK Biasa

O:

KU : tampak sakit ringan


Kesadaran : compos mentis
TTV : TD = 150/100 mmHg
N = 76 x/m

RR = 20 x/m
S = 36,5 C

Hasil Pemeriksaan Laboratoirum ulang:


Hb/ leuco : 11,8 gr/dl/ 8.7000
Trombosit : 174.000
Asam Urat : 7,0
Cholesterol : 156
TG : 113
USG : Hepar/GB/Pancreas//Lien dan buli-buli saat ini
tak tampak kelainan. Hidronfrosis Bilateral,
Nefrolitiasis Dextra dengan gambaran batu 12 dan 6
mm
A:

CKD Stage V
Nefrolitiasis
Hipertensi grade II
Hiperurisemia

P:

Sohobion 1x1 tab


Aminoral 3 x 1 tab
Bicnat 3 x 1 tab
Amlodipin 10 mg tab 0-0-1
Edukasi Diet rendah garam, rendah protein
Pasien pulang dan Menolak untuk Hemodialisis

23-06-2014

Hasil Pemeriksaan Laboratoirum ulang:


Cholesterol : 128
Asam Urat : 13,0
GDP : 114
BIL T/D/I : 0,8/ 0,3/0,5
SGOT/PT : 11/10
Ureum/Creatinin : 503 /30,1
HbsAg, Anti HCV, HIV : NR

Gambar USG 21 Mei 2014

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
GAGAL GINJAL KRNOIK
Definisi
Penyakit ginjal krnik adalah suatu proses patofisiologi dengan etiologi
yang beragam , mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang prosesif, dan pada
umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialisis atau transplantasi ginjal.1
Tabel 1. Kriteria Penyakit Ginjal Kronik1
1. Kerusakan ginjal (renal damage yang terjadi >3 bulan) berupa kelainan
struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus(LFG), dengan manifestasi :
-

Kelainan patologis

Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah


atau urin, atau kelainan dalam test pencitraan (imaging tests)

2. Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) <60 ml / menit / 1,73m 2 selama 3 bulan


dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
Epidemiologi
Di Amerika serikat, data tahun 1995-1999 menyatakan insidens penyakit
ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan meningkat
sekitar 8% setiap tahunnya. Di negara berkeembang lainnya insiden inni
diperkirakan sekitar 40-60 kasus perjuta penduduk per tahun.1

Klasifikasi

Klasifikasi penyakit gagal ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas
derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar
derajat penyakit dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan mempergunakan
rumus Kockroft-Gault.1,2

*) pada perempuan dikalikan 0.85

Tabel 1. Stadium Penyakit Ginjal Kronik

[The Renal Association ]


Klasfikasi atas dasar diagnosis, pada Tabel 2

Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal krnik atas dasar diagnosis etiologi1

Penyakit
Penyakit ginjal diabetes

Tipe mayor (contoh)


Diabetes tipe 1 dan 2

Penyakit ginjal non diabetes

Penyakit glomerular (penyakit autoimun, infeksi


sistemik, obat, neoplasia)
Penyakit vaskular ( penyakit pembuluh darah
besar, hipertensi, mikroangiopati)
Penyakit tubulointerstitial (pielonefritis kronik,
batu, obstruksi, keracunan obat)
Penyakit kistik (ginjal polikistik)

Penyakit pada transplantasi

Rejeksi kronik
Keracunan obat (siklosporin/takrolimus)
Penyakit recureent (glomerular)
Transplant glomerulopathy

Patofisiologi
Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada
penyakit yang bmendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yan
gterjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi
struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nefrons) sebagai
upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan
growth faktor. Hal ini mengakibatkan terjadinhya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh
peningkatan tekananan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini
berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis
nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya diiuti dengan penurunan fungsi
nefron yang progresif, walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya
peningkatan aktivitas aksis renin angiotensin-aldosteron intra renal, ikut
memberikan kontribusi terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresitas tersebut.
Aktivasi jangka panjang aksis renin angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai
oleh TGF-b. Beberapa hal yang dianggap berperan terhadap terjadinya
progresifitas penyakit ginjal kronis adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia,

dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan


fibrosis glomerulus maupun tubuluinterstitial.1,2
Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya
cadangan ginjal ( renal Reserve), pada keadaan mana basal LFG masih normal
atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum
merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjdai peningkatan urea dan kreatini
serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti,
noktuia, badan lemah, mual nafsu makan kurang dan penurunan berat badan.
Sampai pada LFG di bawah 30% pasien memperlihatkan gejala tanda uremia
seperti, anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan
kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena
infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran nafas maupun infeksi
gastrointerstinal. Pada penyakit ginjal kronik ini juga akan terjadi gangguan
keseimbangan air seperti elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di
bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien
sudah memerlukan terapi pengganti ginjal ( renal replacement therapy) anatara
lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan stadium
gagal ginjal.1
Diagnosis
-

Gejala Klinis
Pada gagal ginjal kronik, gejala gejalanya berkembang secara perlahan.

Pada awalnya tidak ada gejala sama sekali, kelainan fungsi ginjal hanya dapat
diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Sejalan dengan berkembangnya
penyakit, maka lama kelamaan akan terjadi peningkatan kadar ureum darah
semakin tinggi (uremia). Pada stadium ini, penderita menunjukkan gejala gejala
fisik yang melibatkan kelainan berbagai organ seperti :
a) Kelainan saluran cerna : nafsu makan menurun, mual, muntah dan
fetor uremik

b) Kelainan kulit : urea frost dan gatal di kulit


c) Kelainan neuromuskular : tungkai lemah, parastesi, kram otot, daya
konsentrasi menurun, insomnia, gelisah
d) Kelainan kardiovaskular : hipertensi, sesak nafas, nyeri dada, edema
e) Gangguan kelamin : libido menurun, nokturia, oligouria
-

Laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya
b) Penurunan fungsi ginjal berupa peningakatan kadar ureum dan
kreatinin serum, dan penurunan LFG
c) Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,
peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia,
hiper atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis
metabolik
d) Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuria, leukosuria, cast,
isostenuria

Radiologis
Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi :
a) Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio opak
b) Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran terjadinya
pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami
kerusakan
c) Pielografi antegrad atau retrograd sesuai indikasi
d) Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang
mengecil, korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal,
kista, massa, kalsifikasi
e) Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi bila ada indikasi

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik meliputi:1

1. Terapi spesifik pada penyakit dasarnya.


2. Pencegahan dan terapi terhadap kondisi komorbid.
3. Memperlambat perburukan fungsi ginjal.
4. Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kasdiovaskular
5. Pencegahan dan terapi terhadap komplikasi
6. Terapi pengganti ginjal berupa dialisis atau transplantasi ginjal

Tabel 3. Perencanaan Tatalaksana Gagal Ginjal Kronik dengan Derajatnya1


Derajat

LGF (mL/menit/1.73 m2)

Rencana Tatalaksana

90

Terapi penyakit dasar, kondisi


komorbid,evaluasi perburukan
(progression) fungsi ginjal,
memperkecil resiko kardiovaskular

60 89

Menghambat perburukan fungsi ginjal

30 59

Evaluasi dan terapi komplikasi

15 29

Persiapan untuk terapi pengganti


ginjal

< 15

Terapi pengganti ginjal

Terapi spesifik terhadap penyakit dasar

Waktu yang paling tepat untuk terapi penyakit dasarnya adalah sebelum
terjadinya penurunan GFR, sehingga perburukan fungsi ginjal tidak terjadi. Pada
ukuran ginjal yang masih normal secara ultrasonografi, biopsi dan pemeriksaan
histopatologi ginjal dapat menentukan indikasi yang tepat terhadap terapi spesifik.
Sebaliknya, bila LFG sudah menurun sampai 20 30% dari normal, terapi
terhadap penyakit dasar sudah tidak banyak bermanfaat.1
-

Pencegahan dan terapi pada kondisi komorbid

Mengikuti dan mencatat kecepatan penurunan LFG pada pasien gagal


ginjal kronik sangat penting. Hal ini untuk mengetahui kondisi komorbid yang

dapat memperburuk keadaan pasien. Faktor-faktor komorbid ini antara lain


gangguan keseimbangan cairan, hipertensi yang tidak terkontrol, infeksi traktus
urinarius, obstruksi traktus urinarius, obat-obat nefrotoksik, bahan radiokontras,
atau peningkatan aktivitas penyakit dasarnya.1
-

Menghambat perburukan fungsi ginjal

Faktor utama penyebab perburukan fungsi ginjal adalah terjadinya


hiperfiltrasi glomerulus. Cara penting untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus
adalah dengan pembatasan asupan protein. Pembatasan asupan protein mulai
dilakukan pada LFG 60 mL/mnt, sedangkan di atas nilai tersebut, pembatasan
asupan protein tidak selalu dianjurkan. Protein diberikan 0,6-0,8/kg.bb/hari, yang
0,35-0,50 gr di antaranya merupakan protein nilai biologi tinggi. Jumlah kalori
yang diberikan sebesar 30-35 kkal/kgBB/hari, dibutuhkan pemantauan yang
teratur terhadap status nutrisi pasien. Bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori
dan protein dapat ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan
protein tidak disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi
nitrogen lain, yang terutama diekskesikan melalui ginjal. Oleh karena itu,
pemberian diet tinggi protein pada pasien gagal ginjal kronik akan mengakibatkan
penimbunan substansi nitrogen dan ion anorganik lain, dan mengakibatkan
gangguan klinis dan metabolik yang disebut uremia.1
Pembatasan asupan protein akan mengakibatkan berkurangnya sindrom
uremik. Masalah penting lain adalah asupan protein berlebih (protein overload)
akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal berupa peningkatan aliran
darah dan tekanan intraglomerulus (intraglomerulus hyperfiltration), yang akan
meningkatkan progresifitas pemburukan fungsi ginjal. Pembatasan asupan protein
juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat, karena protein dan fosfat selalu
berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat perlu untuk mencegah
terjadinya hiperfosfatemia.1
-

Terapi Farmakologis

Terapi Farmakologis yaitu untuk mengurangi hipertensi intraglomerulus.


Pemakaian obat antihipertensi, disamping bermanfaat untuk memperkecil resiko
kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat pemburukan kerusakan
nefron dengan mengurangi hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus.
Beberapa studi membuktikan bahwa pengendalian tekanan darah mempunyai
peran yang sama pentingnya dengan pembatasan asupan protein, dalam
memperkecil hipertensi intraglomerulus dan hipertrofi glomerulus. Sasaran terapi
farmakologis sangat terkait dengan derajat proteinuria. Proteinuria merupakan
faktor risiko terjadinya pemburukan fungsi ginjal, dengan kata lain derajat
proteinuria berkaitan dengan proses perburukan fungsi ginjal pada penyakit ginjal
kronik.1
Beberapa obat antihipertensi, terutama Angiotensin Converting Enzyme /
ACE inhibitor, melalui berbagai studi terbukti dapat memperlambat proses
pemburukan fungsi ginjal. Hal ini terjadi lewat mekanisme kerjanya sebagai
antihipertensi dan antiproteinuria.1
-

Pencegahan dan Terapi Terhadap Penyakit Kardiovaskular

Pencegahan dan terapi terhadap penyakit kardiovaskular merupakan hal


yang penting, karena 40-45% kematian pada penyakit ginjal kronik disebabkan
oleh penyakit kardiovaskular. Hal-hal yang termasuk dalam pencegahan dan terapi
penyakit kardiovaskular adalah pengendalian diabetes, pengendalian hipertensi,
pengendalian dislipidemia, pengendalian anemia, pengendalian hiperfosfatemia
dan terapi terhadap kelebihan cairan dan gangguan keseimbangan elektrolit.
Semua ini terkait dengan pencegahan dan terapi terhadap komplikasi penyakit
ginjal kronik secara keseluruhan.1
ANEMIA PADA PENYAKIT GINJAL KRONIK
Fungsi ginjal adalah ikut mengatur agar volume dan kadar bahan dalam cairan
ektraseluler tetap dalam batas normal. Hal ini dicapai dengan cara:1
1. Mengatur pengeluaran sisa metabolisme den mempertahankan bahan yang
berguna

2. Mengatur keseimbangan cairan, eletrolit, dan asam basa tubuh. Disamping itu
ginjal juga berperan dalam pengaturan tekanan darah, eritropoiesis,
metabolisme vitamin D dan beberapa fungsi endokrin yan lain.
Pada penyakit ginjal kronik, terjadi kerusakan pada jaringan ginjal sehingga
lama kelamaan fungsi diatas mulai terganggu. Penyakit ginjal kronik secara garis
besar adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam,
mengakibatkan penurunan fugsi ginjal yang progresif, danpada umumnya
berakhir dengan gagal ginjal.1
Anemia sering terjadi pada pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronis. 8090% pasien penyakit ginjal kronik mengalami anemia. Anemia pada penyakit
ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoietin. 1,

Etiologi
Anemia pada penyakit ginjal kronik adalah jenis anemia normositik normokrom,
yang khas selalu terjadi pada sindrom uremia. Bisanya hematokrit menurun
hingga 20-30% sesuai derajat azotemia. Komplikasi ini biasa ditemukan pada
penyakit ginjal kronik stadium 4, tapi kadang juga ditemukan sejak awal stadium
3. Lebih jelasnya perhatikan Gambar 1 dan Tabel 4. 1,2

Gambar 1. Komplikasi dekompensasi gagal ginjal3


Tabel 4. Komplikasi Penyakit Ginjal Kronik1
Derajat
1

Penjelasan
Kerusakan ginjal dengan LGF

normal
Kerusakan

ginjal

dengan

LFG (ml/mnt)
90

Komplikasi
-

60-89

Tekanan darah mulai naik

penurunan LGF ringan


Penurunan LGF sedang

30-59

Penurunan LGF berat

15-29

Gagal ginjal

Hiperfosfatemia
Hipokalsemia
Anemia
Hiperparatiroid
Hipertensi
Hiperhomosistinemia
Malnutrisi
Asidosis metabolik
Cenderung hiperkalemia
Dislipidemia
Gagal jantung

<15

Uremia

Penyebab utama anemia pada pasien dengan penyakit ginjal kronik adalah
kurangnya produksi eritropoietin (EPO) karena penyakit ginjalnya. Faktor
tambahan termasuk kekurangan zat besi, peradangan akut dan kronik dengan
gangguan penggunaan zat besi (anemia penyakit kronik), hiperparatiroid berat
dengan konsekuensi fibrosis sumsum tulang, pendeknya masa hidup eritrosit
akibat kondisi uremia. Selain itu kondisi komorbiditas seperti hemoglobinopati
dapat memperburuk anemia. Untuk lebih lengkapnya, perhatikan Tabel 3.1,2,3
Tabel 5. Etiologi Anemia Pada Penyakit Ginjal Kronik2
Etiologi
Penyebab utama
Penyebab tambahan

Kondisi komorbiditas

Penjabaran etiologi
Defisiensi relatif dari eritropoietin
Kekurangan zat besi
Inflamasi akut dan kronik
Pendeknya masa hidup eritrosit

Bleeding diathesis

Hiperparatiroidisme/ fibrosis sumsum tulang


Hemoglobinopati, hipotiroid, hipertiroid,

kehamilan,

penyakit HIV, penyakit autoimun, obat imunosupresif

Patofisiologi
Ketika terjadi gangguan pada glomerulus maka fungsi ginjal pun
terganggu, termasuk fungsi endokrinnya. Anemia pada penyakit ginjal kronik
dikaitkan dengan konsekuensi patofisiologik yang merugikan, termasuk
berkurangnya transfer oksigen ke jaringan dan penggunaannya, peningkatan curah
jantung, dilatasi ventrikel, dan hipertrofi ventrikel.2

Gambar 2. Kondisi Glomerolus Dalam Keadaan Normal dan Hiperfiltrasi2

Hemolisis sedang yang disebabkan hanya karena gagal ginjal tanpa faktor
lain yang memperberat seharusnya tidak menyebabkan anemia jika respon
eritropoesis mencukupi tetapi proses eritropoesis pada gagal ginjal terganggu.
Alasan yang paling utama dari fenomena ini adalah penurunan produksi
eritropoetin pada pasien dengan penyakit ginjal yang berat. Defisiensi eritropoetin
merupakan penyebab utama anemia pada pasien-pasien penyakit ginjal kronik.
Para peneliti mengatakan bahwa sel-sel peritubular yang menghasilkan
eritropoetin rusak sebagian atau seluruhnya seiring dengan progresivitas penyakit
ginjalnya. Selanjutnya pada penelitian terdahulu menggunakan teknik bio-assay
menunjukkan bahwa dalam perbandingan dengan pasien anemia tanpa penyakit
ginjal, pasien anemia dengan penyakit ginjal menunjukkan peningkatan
konsentrasi serum eritropoetin yang tidak adekuat. Inflamasi kronik, menurunkan
produksi sel darah merah dengan efek tambahan terjadi defisiensi erotropoetin.
Proses inflamasi seperti glomerulonefritis, penyakit reumatologi, dan pielonefritis
kronik, yang biasanya merupakan akibat pada gagal ginjal terminal, pasien dialisis
terancam inflamasi yang timbul akibat efek imunosupresif. Defisiensi eritropoetin
relatif pada penyakit ginjal kronik dapat berespon terhadap penurunan fungsi

glomerulus. Satu studi mengatakan bahwa untuk mempertahankan kemampuan


untuk meningkatkan kadar eritropoetin dengan cara tinggal pada daerah yang
tinggi. Selain itu, telah terbukti juga bahwa racun uremik juga dapat
menginaktifkan eritopoietin atau menekan respon sumsum tulang terhadap
eritropoietin.2,3
Pasien-pasien dengan penyakit ginjal kronis memiliki risiko kehilangan
darah oleh karena terjadinya disfungsi platelet. Penyebab utama kehilangan darah
pada pasien-pasien ini adalah dari hemodialisis. Pada suatu penelitian, dibuktikan
pasien-pasien hemodialisis dapat kehilangan darah rata-rata 4,6 L/tahun.
Kehilangan darah melalui saluran cerna, sering diambil untuk pemeriksaan
laboratorium dan defisiensi asam folat juga dapat menyebabkan anemia.
Kekurangan asam folat bisa bersamaan dengan uremia, dan bila pasien
mendapatkan terapi hemodialisis, maka vitamin yang larut dalam air akan hilang
melalui membran dialisis. Kecendrungan terjadi perdarahan pada uremia agaknya
disebabkan

oleh

gangguan

kualitatif

trombosit

dan

dengan

demikian

menyebabkan gangguan adhesi.3,5


Kekurangan zat besi dapat disebabkan karena kehilangan darah dan absorbsi
saluran cerna yang buruk (antasida yang diberikan pada hiperfosfatemia juga
mengikat besi dalam usus). Selain itu, proses hemodialisis dapat menyebabkan
kehilangan 3 -5 gr besi per tahun. Normalnya, kita kehilangan besi 1-2 mg per
hari, sehingga kehilangan besi pada pasien-pasien dialisis 10-20 kali lebih
banyak.3,5
Anemia pada inflamasi juga ditandai dengan kadar besi serum yang rendah,
saturasi transferin yang rendah dan gangguan pengeluaran cadangan besi yang
bermanifestasi dengan tingginya serum feritin. Peningkatan jumlah sitokin-sitokin
inflamasi di sirkulasi seperti interleukin 6 berhubungan dengan respon yang buruk
terhadap pemberian eritropoetin pada pasien-pasien gagal ginjal terminal.6
Feritin merupakan protein cadangan besi utama yang dijumpai pada jaringan
tubuh manusia. Feritin terdiri dari 24 subunit dengan 2 tipe yaitu di hati (L) dan
jantung (H), dengan berat molekul 19 dan 21 kDa. Subunit H memiliki peranan

yang penting dalam mendetoksifikasi besi secara cepat oleh karena aktivitas
feroksidasenya, dimana oksidasi besi menjadi bentuk Fe(III). Sedangkan subunit
L memfasilitasi nukleasi besi, mineralisasi dan cadangan besi jangka panjang.6
Feritin merupakan tempat penyimpanan zat besi terbesar dalam tubuh.
Fungsi feritin adalah sebagai penyimpanan zat besi terutama di dalam hati, limpa
dan sumsum tulang. Zat besi yang berlebihan akan disimpan dan bila diperlukan
dapat dimobilisasi kembali. Hati merupakan tempat penyimpanan feritin terbesar
di dalam tubuh dan berperan dalam mobilisasi feritin serum. Pada penyakit hati
akut maupun kronik kadar feritin serum meningkat, hal ini disebabkan
pengambilan feritin dalam sel hati terganggu dan terdapat pelepasan feritin dari
sel hati yang rusak. Pada penyakit keganasan sel darah merah, kadar feritin serum
meningkat disebabkan meningkatnya sintesis feritin oleh sel leukemia. Pada
keadaan infeksi dan inflamasi terjadi gangguan pelepasan zat besi dari sel
retikuloendotelial dan disekresikan ke dalam plasma. Sintesis feritin dipengaruhi
oleh konsentrasi cadangan besi intrasel dan berkaitan pula dengan cadangan zat
besi intrasel (hemosiderin).6,7

Manifestasi Klinis dan Temuan Fisik


Manifestasi klinis yang biasa ditemukan:7
-

Kelemahan umum/malaise, mudah lelah

Nyeri seluruh tubuh/mialgia

Gejala ortostatik ( misalnya pusing, dll )

Sinkop atau hampir sincope

Penurunan toleransi latihan

Dada terasa tidak nyaman

Palpitasi

Intoleransi dingin

Gangguan tidur

Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi

Kehilangan nafsu makan

Temuan fisik:7
-

Kulit (pucat)

Neurovaskular (penurunan kemampuan kognitif)

Mata (konjungtiva pucat)

Kardiovaskular (hipotensi ortostatik, takiaritmia)

Pulmonary (takipnea)

Abdomen (asites, hepatosplenomegali)

Diagnosis
Pada penyakit ginjal kronik, keadaan anemia yang terjadi tidak sepenuhnya
berkaitan dengan penyakit ginjalnya. Anemia pada penyakit ginjal kronik dapat
dijadikan diagnosis setelah mengeksklusikan adanya defisiensi besi dan kelainan
eritrosit lainnya. Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin 10%
atau hematokrit 30%.1,2
Beberapa poin harus diperiksa dahulu sebelum dilakukan pemberian terapi
penambah eritrosit, yaitu : 1,2
-

Darah lengkap

Pemeriksaan darah tepi

Hitung retikulosit

Pemeriksaan besi (serum iron, total iron binding capacity, saturasi transferin,
serum feritin)

Pemeriksaan darah tersamar pada tinja

Kadar vitamin B12

Hormon paratiroid

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan anemia ditujukan untuk pencapaian kadar Hb > 10 g/dL
dan Ht > 30%, baik dengan pengelolaan konservatif maupun dengan EPO. Bila
dengan terapi konservatif, target Hb dan Ht belum tercapai dilanjutkan dengan
terapi EPO. Dampak anemia pada gagal ginjal terhadap kemampuan fisik dan
mental dianggap dan menggambarkan halangan yang besar terhadap rehabilitasi
pasien dengan gagal ginjal. Walaupun demikian efek anemia pada oksigenasi
jaringan mungkin seimbang pada pasien uremia dengan penurunan afinitas
oksigen dan peningkatan cardiac output saat hematokrit dibawah 25 %. Walaupun
demikian banyak pasien uremia memiliki hipertensi dan miokardiopati. Karena
tubuh memiliki kemampuan untuk mengkompensasi turunnya kadar hemoglobine
dengan meningkatnya cardiac output. Selain itu banyak pasien memiliki penyakit
jantung koroner yang berat dan walaupun anemia dalam derajat sedang dapat
disertai dengan miokardial iskemik dan angina. Terapi anemia pada gagal ginjal
bervariasi dari pengobatan simptomatik melalui transfusi sel darah merah sampai
ke penyembuhan dengan transplantasi ginjal. Transfusi darah hanya memberikan
keuntungan sementara dan beresiko terhadap infeksi (virus hepatitis dan HIV) dan
hemokromatosis sekunder. Peran dari transfusi sebagai pengobatan anemi primer
pada pasien gagal ginjal terminal telah berubah saat dialisis dan penelitian
serologic telah menjadi lebih canggih. Transplantasi ginjal pada banyak kasus,
harus menunggu dalam waktu yang tidak tertentu dan tidak setiap pasien dialisis
memenuhi syarat.2,9

Variasi terapi anemia pada penyakit ginjal kronik adalah sebagai berukut :
1. Suplementasi eritropoetin
2. Pembuangan eritropoesis inhibitor endogen dan toksin hemolitik endogen
dengan terapi transplantasi ginjal ekstra korporeal atau peritoneal dialisis.
3. Pembuangan kelebihan aluminium dengan deferoxamine

4. Mengkoreksi hiperparatiroid
5. Terapi Androgen
6. Mengurangi iatrogenic blood loss
7. Suplementasi besi
8. Suplementasi asam folat
9. Transfuse darah

NEFROLITIASIS
Definisi
Batu di dalam saluran kemih (calculus uriner) adalah massa keras seperti
batu yang berada di ginjal dan salurannya dan dapat menyebabkan nyeri,

perdarahan, penyumbatan aliran kemih, atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di
dalam ginjal (nephrolith) maupun di dalam kandung kemih (vesicolith). Proses
pembentukan batu ini disebut urolithiasis
Etiologi 1,9
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan
keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara
epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu
saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu
keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh
yang berasal dari lingkungan sekitarnya.
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1.

Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

2.

Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

3.

Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan
pasien perempuan.
Beberapa faktor ekstrinsik diantaranya adalah:

1.

Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih
yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah
stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan
hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.

2.

Iklim dan temperatur

3.

Asupan air

Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air
yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4.

Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya
penyakit batu saluran kemih.

5.

Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.

Epidemiologi 9
Penelitian epidemiologik memberikan kesan seakan-akan penyakit batu
mempunyai hubungan dengan tingkat kesejahteraan masyarakat dan berubah
sesuai

dengan

perkembangan

kehidupan

suatu

bangsa.

Berdasarkan

pembandingan data penyakit batu saluran kemih di berbagai negara, dapat


disimpulkan bahwa di negara yang mulai berkembang terdapat banyak batu
saluran kemih bagian bawah, terutama terdapat di kalangan anak.
Di negara yang sedang berkembang, insidensi batu saluran kemih relatif
rendah, baik dari batu saluran kemih bagian bawah maupun batu saluran kemih
bagian atas. Di negara yang telah berkembang, terdapat banyak batu saluran
kemih bagian atas, terutama di kalangan orang dewasa. Pada suku bangsa tertentu,
penyakit batu saluran kemih sangat jarang, misalnya suku bangsa Bantu di Afrika
Selatan.
Satu dari 20 orang menderita batu ginjal. Pria:wanita = 3:1. Puncak kejadian
di usia 30-60 tahun atau 20-49 tahun. Prevalensi di USA sekitar 12% untuk pria
dan 7% untuk wanita. Batu struvite lebih sering ditemukan pada wanita daripada
pria.
Patofisologi

Pembentukan batu saluran kemih memerlukan keadaan supersaturasi


dalam pembentukan batu. Inhibitor pembeentukan batu dijumoai dalam air kemih
normal. Batu kalsium oksalat dngan inhibitor sitrat dan glikoprotein. Beberapa
promoter (reaktan) dapat memacu pembentukan batu seperti asam urat, memacu
batu kalsium oksalat. Aksi reaktan dan ihibitor belum dikenali sepenuhnya. Ada
dugaan proses ini berperan pada pembentukan awal atau nukleasi kristal, progresi
kristal atau agregasi kristal. Misalnya penambahan sitrat dalam kompleks kalsium
dapat mencegah agregatasi kristal kalsium oksalat dan mungkin dapat mengurangi
risiko agregatasi kristal dalam saluran kemih.
Batu ginjal dapat terbentuk bila dijumpai satu atau beberapa faktor
pembentuk kristal kalsium dan menimbulkan agregasi pembentukan batu. Subyek
normal dapat mengekresikan nukleus kristal kecil. Proses pembentukan batu
dimungkinkan dengan kecendrungan eksresi agregat kristal yang lebih besar dan
kemungkinan sebagai kristal kalsium oksalat dalam air kemih.
Proses perubahan kristal yang terbentuk pada tubulus menjadi batu masih
belum sejelas proses pembuangan kristal melalui aliran air kemih yang banyak.
Diperkirakan bahwa agregasi kristal menjadi cukup besar sehingga tertinggal dan
biasanya ditimbun pada duktus kolektikus akhir. Selanjutnya secara perlahan
timbunan akan mebesar. Pengendapan ini diperkirakan timbul pada bagian sel
epitel yang mengalami lesi. Kelainna ini kemungkinan disebabkan oleh kristal
sendiri.
Sekitar delapan puluh persen pasien batu ginjal merupakan batu kalsium,
dan kebanyakan terdiri dari kalsium oksalat atau agak jarang sebagai kalsium
fosfat. Jenis batu lainnya tersendiri dari batu sistin, batu asam urat dan batu
struvit.1
Manifestasi klinis

Batu ginjal dapat bermanifestasi tanpa gejala sampai dengan gejala berat.
Umumnya gejala berupa obstruksi aliran kemih dan infeksi. Gejala dan tanda
yang dapat ditemukan pada penderita batu ginjal antara lain : 9
1. Tidak ada gejala atau tanda
2. Nyeri pinggang, sisi, atau sudut kostovertebral
3. Hematuria makroskopik atau mikroskopik
4. Pielonefritis dan/atau sistitis
5. Pernah mengeluarkan baru kecil ketika kencing
6. Nyeri tekan kostovertebral
7. Batu tampak pada pemeriksaan pencitraan
8. Gangguan faal ginjal.
Diagnosis
Selain dari anamnesis dan pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosis,
penyakit batu ginjal perlu didukung dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium,
dan penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruksi saluran
kemih, infeksi dan gangguan faal ginjal.
-

Anamnesis

Anamnesa harus dilakukan secara menyeluruh. Keluhan nyeri harus dikejar


mengenai onset kejadian, karakteristik nyeri, penyebaran nyeri, aktivitas yang
dapat membuat bertambahnya nyeri ataupun berkurangnya nyeri, riwayat muntah,
gross hematuria, dan riwayat nyeri yang sama sebelumnya. Penderita dengan
riwayat batu sebelumnya sering mempunyai tipe nyeri yang sama.10
-

Pemeriksaan Fisik

1. Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat disertai takikardi,


berkeringat, dan nausea.
2. Masa pada abdomen dapat dipalpasi pada penderita dengan obstruksi berat
atau dengan hidronefrosis.
3. Bisa didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, tanda gagal ginjal
dan retensi urin.
4. Demam, hipertensi, dan vasodilatasi kutaneus dapat ditemukan pada
pasien dengan urosepsis.10
-

Pemeriksaan penunjang

Secara radiologi, batu dapat radiopak atau radiolusen. Sifat radiopak ini
berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga batu dari
jenis apa yang ditemukan. Radiolusen umumnya adalah jenis batu asam urat
murni.
Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk
menduga adanya batu ginjal bila diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu
terkadang batu terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari
penglihatan. Oleh karena itu foto polos sering perlu ditambah foto pielografi
intravena (PIV/IVP). Pada batu radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan
menyebabkan defek pengisian (filling defect) di tempat batu berada. Yang
menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak berfungsi lagi
sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal ini perludilakukan pielografi
retrograd. 9
Ultrasonografi (USG) dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani
pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan; alergi terhadap bahan kontras, faal
ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat
untuk melihat semua jenis batu, selain itu dapat ditentukan ruang/ lumen saluran

kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai unutk menentukan batu selama tindakan
pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu 9
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang
dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan
menentukan penyebab batu.9
Penatalaksanaan
1. Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu. Terapi
simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan
minum yang berlebihan/ banyak dan pemberian diuretik.
2. Litotripsi
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan
untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini
disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan
adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang adalah
tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan
gelombang kejut.
3. Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, alat gelombang
kejut, atau bila cara non-bedah tidak berhasil.9

BAB III
PEMBAHASAN
Pasien perempuan, usia 40 tahun, MRS tanggal 13 Mei 2014 dengan
keluhan pingsan sejak 15 menit sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga
merasakan pusing, lemas, dan sempat kejang
Riwayat penyakit dahulu: pasien memiliki riwayat malaria (+), asam urat
(+) Riwayat pengobatan : pasien mengaku 1 tahun yang lalu pernah sakit
pinggang dan berobat ke dokter Sp.PD dan dikatakan pasien menderita sakit
ginjal. Pasien hanya minum obat sampai pasien merasa membaik dan berhenti.
Riwayat kebiasaan : Pasien memiliki kebiasaan sering makan bakso asam dan
pedas. Dan juga pasien memiliki kebiasaan malas minum air putih dan mandi air
dingin malam hari.
Dari pemeriksaan jasmani didapatkan Konjungtiva anemis +/+ TD 130/90
mmhg, sedangkan pemeriksaan fisis lainnya dalam batas normal. Dari hasil
laboratorium didapatkan Hb : 4,7 gr/dl, Ht : 11%, RBC : 1,97 jt sel/ mm3, WBC
10.400 jt sel/mm3 dan PLT 97.000/mm3. Ureum/ Creatinin : 228/14,3, SGOT/PT:
17/28, denagan TKK : 4,29 Dari hasil Evaluasi apusan darah tepidengan Anemia
normositik normokrom suspek kausa penyakit kronik Diagnosis Anemia
Defisiensi Fe
Dari hasil Radiologi USG : Hepar/GB/Pancreas//Lien dan buli-buli saat ini
tak tampak kelainan. Hidronfrosis Bilateral, Nefrolitiasis Dextra dengan gambaran
batu 12 dan 6 mm
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil lab maka pada pasien ini
didiagnosis dengan anemia et causa CKD, CKD ESRD dan Nefrolitiasis Dextra
Pengobatan pasien ini diberikan terapi tranfusi darah dengan target pencapian
hb dengan transufi 7-9 g/dl dan suplementasi (sohobion), selain itu juga diberikan
natrium Bicarbonat (bicnat) diberikan untuk mengatasi asidosis metabolit dan

asam amino esensial (aminoral) diberikan pada Insufisiensi ginjal kronik dengan
kondisi Laju filtrasi glomerulus antara 5-50 ml/menit. Pada pasien ini perlu juga
ditambahkan obat antihipertensi disamping bermanfaat untuk memperkecil risiko
kardiovaskular juga sangat penting untuk memperlambat pemburukan kerusakan
nefron.
Perlunya juga dilakukan pemeriksaan Evaluasi status besi kemudian dapat
diberikan terapi besi.
Pasien ini seharusnya diberikan replacement therapy yaitu hemodialisa atau
transplantasi ginjal dikarenakan Laju filtrasi glomerulus < 15. Namun pasien
menolak. Dan untuk anemia dapat diberikan terapi ESA sehingga dapat
memperlambat progresifitas penyakit ginjal kronik, menurunkan morbiditas dan
morltalitas serta memperbaiki kualitas hidup.
Prognosis pada pasin ini adalah dubia at malam.

DAFTAR PUSTAKA
1. Suwitra K. Penyakit ginjal kronik. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, K
SM, Setiati S, editors: Buku ajar ilmu penyakit dalam. 5 nd ed. Jakarta:
Interna Publishing; 2009.p.1035-40.
2. Longo DL, Kasper DL, Jameson JL, Fauci AS, Hauser AL, Loscalzo J.
Harrisons Principles of internal medicine. 18th ed. United States of America:
The McGraw-Hill Companies, Inc; 2012.
3. Sibernagl S, Lang F. Color athlas of pathophysiologi. Stuttgart Germany:
Gorg Thema Verlag; 2000.
4. Wilson LM. Penyakit ginjal kronik. In: Hartanto H, Susi N, Wulansari P,
Mahanani DA, editors: Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit.
6nd ed. Jakarta: EGC; 2012.p. 912-45.
5. National institute for Healt and Care Excellence. Anemia management in
people chronic kidney disease. Manchester: NICE clinical guideline 114.
2011.
6. National Kidney Foudation. Anemia and chronic kidney disease (stages 14). New York: NKF. 2010.

7. Lerma EV. Anemia of chronic disease and renal failure [seria online] 2013
Oct 28 [cited 2014 Jan 28]; [11 screens]. Available from: URL:
http://emedicine.medscape.com/article/1389854-overview#showall
8. Singh AK, Szczech L, Tang KL, Barnhart H, Sapp S, Wolfson M, et al.
Correction of anemia with epoetin alfa in chronic kidney disease. N Engl J
Med 2006; 355: 2085-98.
9. Sjamsuhidayat. De jong, wim. Buku ajar ilmu Bedah. Hlmn 1024-1034.
EGC : Jakarta.
10. Tanagho EA, McAninch JW. Smiths General Urology. Edisi ke-16. New
York : Lange Medical Book. 2004. 256-283.

Anda mungkin juga menyukai

  • Bab I
    Bab I
    Dokumen9 halaman
    Bab I
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen3 halaman
    Bab I
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • Ccover
    Ccover
    Dokumen1 halaman
    Ccover
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen14 halaman
    Bab Ii
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustakal
    Daftar Pustakal
    Dokumen2 halaman
    Daftar Pustakal
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • Cover, K.pengantar, Tumor Lidah
    Cover, K.pengantar, Tumor Lidah
    Dokumen2 halaman
    Cover, K.pengantar, Tumor Lidah
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen19 halaman
    Bab Ii
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • Bab Iii
    Bab Iii
    Dokumen2 halaman
    Bab Iii
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • Pencegahan Terhadap Kelahiran Prematur
    Pencegahan Terhadap Kelahiran Prematur
    Dokumen12 halaman
    Pencegahan Terhadap Kelahiran Prematur
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen10 halaman
    Bab I
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • Babs
    Babs
    Dokumen10 halaman
    Babs
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • Lapsus CA Tongue
    Lapsus CA Tongue
    Dokumen27 halaman
    Lapsus CA Tongue
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • EKTIMA
    EKTIMA
    Dokumen6 halaman
    EKTIMA
    Abu Furqan Fakhrurrazi
    Belum ada peringkat
  • THT AF
    THT AF
    Dokumen37 halaman
    THT AF
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • Referat Halitosis.............
    Referat Halitosis.............
    Dokumen19 halaman
    Referat Halitosis.............
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • 4 Pembunuhan Anak
    4 Pembunuhan Anak
    Dokumen13 halaman
    4 Pembunuhan Anak
    Rully Riyan Dika
    Belum ada peringkat
  • Visum Hidup Unpatti If
    Visum Hidup Unpatti If
    Dokumen3 halaman
    Visum Hidup Unpatti If
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • Visum Hidup Unpatti I
    Visum Hidup Unpatti I
    Dokumen2 halaman
    Visum Hidup Unpatti I
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • Creeping Eruption-Referat Kecil
    Creeping Eruption-Referat Kecil
    Dokumen10 halaman
    Creeping Eruption-Referat Kecil
    Justin Blanchard
    Belum ada peringkat
  • DEFINISI
    DEFINISI
    Dokumen20 halaman
    DEFINISI
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • FURUNKEL
    FURUNKEL
    Dokumen6 halaman
    FURUNKEL
    fateee
    Belum ada peringkat
  • ILMU Penyakit THT
    ILMU Penyakit THT
    Dokumen12 halaman
    ILMU Penyakit THT
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • Laporan HD Atanta Moren
    Laporan HD Atanta Moren
    Dokumen8 halaman
    Laporan HD Atanta Moren
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • Laporan HD Bikin
    Laporan HD Bikin
    Dokumen8 halaman
    Laporan HD Bikin
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat
  • Miokarditishui
    Miokarditishui
    Dokumen4 halaman
    Miokarditishui
    Heron Titarsole
    Belum ada peringkat
  • Halaman Pengesahan
    Halaman Pengesahan
    Dokumen5 halaman
    Halaman Pengesahan
    Heron Titarsole
    Belum ada peringkat
  • Etiologi Miokarditis
    Etiologi Miokarditis
    Dokumen3 halaman
    Etiologi Miokarditis
    Ephynow 'nonot' Enno
    Belum ada peringkat