Anda di halaman 1dari 18

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS DE LA SALLE
KAIRAGI 1 KOMBOS
MANADO

SAKRAMEN KRISMA

MATA KULIAH

: AGAMA

KODE MK/SKS

NAMA

: FERNANDO ANDRIES

NIM

:10061161

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................2
A. Tiga Serangkai Inisiasi.......................................................................................2
B. Pengertian Sakramen Krisma atau Penguatan....................................................3
C. Tiga dimensi Sakramen Krisma..........................................................................4
D

Catatan Liturgis dan Pastoral tentang Penguatan...............................................6

Usia Penerima Krisma........................................................................................7

Buah Hasil Krisma..............................................................................................8

G. Sakramen Pendewasaan atau Sakramen Perutusan..........................................10


H. Tandanya Kedewasaan Iman dalam Kristus.....................................................11
BAB III PENUTUP.....................................................................................................15
A. Kesimpulan.......................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................16

BAB I
PENDAHULUAN

Sakramen Krisma atau Penguatan adalah satu dari tiga Sakramen inisiasi
Kristen yaitu Baptis, Krisma, dan Ekaristi. Sakramen krisma memiliki dasar Kitab
Suci dari Kis 8:16-17 Sebab Roh Kudus belum turun di atas seorangpun di antara
mereka, karena mereka hanya dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. Kemudian
keduanya menumpangkan tangan di atas mereka, lalu mereka menerima Roh
Kudus." dan dari Kis 19:5-6 "Ketika mereka mendengar hal itu, mereka memberi diri
mereka dibaptis dalam nama Tuhan Yesus. Dan ketika Paulus menumpangkan tangan
di atas mereka, turunlah Roh Kudus ke atas mereka, dan mulailah mereka berkatakata dalam bahasa roh dan bernubuat". dari kedua kutipan ini jelas bahwa Sakramen
Krisma membutuhkan penumpangan tangan untuk mengundang Roh Kudus.
Didalam sakramen Krisma, kita menerima "Kepenuhan Roh Kudus" sehingga
kita dapat secara penuh dan aktif berkarya dalam Gereja. bandingkan dengan para
rasul yang menerima Roh Kudus saat Pantekosta, sebelum peristiwa Pantekosta
mereka sudah menerima Roh Kudus (lihat Yoh 20:22) tetapi mereka baru 'aktif'
sesudah Pantekosta. Demikian juga halnya dengan kita karena sebenarnya Roh
Kuduspun sudah kita terima saat Permandian, yaitu Roh yang menjadikan kita AnakAnak Allah, dan yang membersihkan kita dari Dosa Asal. Itulah disebutkan bahwa
Sakramen Babtis adalah Sakramen Paskah dan Sakramen Krisma adalah Sakramen
Pantekosta. Dalam Sakramen Krisma juga ada Pengurapan dengan minyak Krisma
yang berarti kita yang sudah menerima Krisma Dikuduskan, Dikhususkan, dan
menerima Kuasa untuk melakukan tugas perutusan kita sebagai umat beriman.

Dengan menerima Sakramen Krisma, kita menerima Roh Kudus yang merupakan
meterai, Tanda bahwa kita ini milik Allah.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Tiga Serangkai Inisiasi


Baptis , Krisma, Ekaristi disebut pula Sakramen Inisiasi, artinya tiga sernagkai
yang mengukuhkan seseornag menjadi anggota penuh dari Gereja. Dengan dibaptis,
orang secara resmi menjadi anggota Gereja, dengan Krisma keanggotaannya
dikukuhkann dan dengan Ekaristi dirayakan dan diperagakanlah inkorporasi para
calon Krisma kedalam Tubuh Kristus. Guna menggarisbawahi tiga serangkai ini,
Gereja menetapkan:
1. Penerimaan sakramen krisma harus didahului dengan pembaharuan Janji Baptis
2. Wali krisma hendaknya sama dengan wali baptis
3. Perayaan sakramen krisma disusul dengan perayaan ekaristi meriah dengan

komuni dua rupa bagi calon krisma.


Baptis dan krisma sebenarnya hanyalah inigin member tekanan khusus kepada
dua aspek dari misteri yang sama: inisiasi. Dalam pembaptisan pencurahan air
mendapat tekanan khusus sebagai lambang bahwa calon baptis menerima hidup
baru dan diterima sebagai anggota jemaah. Sedangkan krisma ingin member
tekanan istimewa pada Roh Kudus. Artinya calon Krisma diajak lebih menyedari
dan menghayati kehadiran Roh Kudus dalam diri mereka, mereka harus semakin
dijiwai oleh Roh Kudus, Roh Kristus sendiri, yang menjiwai seluruh jemaah

Kristen dan kegiatannya.


Dengan Sakramen Krisma dijelaskan bahwa orang yang sudah dibaptis kini
dikukuhkan sebagai anggota penuh jemaah, turut bertanggunag jawab atas
2

kesejahteraan umat, dan mendapat kedudukan serta peranan yang sama seperti
semua warga lainya. Ia memperoleh hak dan kewajiban untuk berperan dalam
karya keselamatan seluruh Gereja. Ia berhak dan berkewajiban menjadikan salah
satu tenaga penyelamatan, baik penyelamat diri sendiri maupun penyelamat

masyarakat.
Sebagai warga penuh jemaah ia melanjutkan karya yang dipercayakan Kristus
kepada Gereja sebelum Ia naik ke surge. Ia menjadi sanggup dan mampu berbuat
demikian karena Roh Kudus yang menjiwai Kristus dan Gereja kini secara lebih

nyata menjiwai dia pula.


Dari uraian ini semua Nampak bahwa dengan penumpangan tangan dan
pengurapan minyak krisma orang yang sudah menerima Roh Kudus ketika
dibaptis semakin dikuasai dan dijiwai Roh Kudus. Karena inilah sakramen Krisma
sering dikatakan sakramen Roh Kudus , buhkan dalam arti baru dalam sakramen
Krisma seorang beriman menerima Roh Kudus, tetapi bahwa berkat sakramen
krisma ia semakin dijiwai Roh Kudus

B. Pengertian Sakramen Krisma atau Penguatan


Pada masa Gereja Perdana suatu ritus Tersendiri sebagaimana kita kenal
sebagai sakramen penguatan atau krisma seperti sekarang ini belum berbentuk.
Karunia Roh Kudus ini menjadi saripati yag dirayakan dalam sakramen penguatan
lebih dikaitkan dan dimasukan dalam konteks peristiwa pembabtisan. Meskipun
begitu, munculnya sakramen penguatan dalam sejarah Gereja bukanlah karangan dan
rekaan Gereja sendiri, melainkan memilki akar dan hubungan yang kuat dalam
Praksis Gereja Perdana dan bahkan kehidupan Yesus sendiri.
Kedua istilah digunakan dalam dokumen resmi Gereja. Penguatan merupakan
terjemahan kata Latin confirmation, sedangkan Kisma berasal dari kata Yunani
Chrisma, krima( = pengurapan), yang kata kerjanya: chirio, chriein ( =
mengurapi)

Sakramen Krisma atau juga disebut Sakramen Penguatan adalah sakramen yang
melengkapi apa yang sudah dimulai dalam pembaptisan. Hidup Ilahi yang diterima
pada waktu pembaptisan perlu ditumbuhkan, menjadi kuat, dan dewasa. Seorang anak
menjadi pemuda atau pemudi yang sanggup mengambil keputusan dalam pergaulan
umum dan umat. Pada saat itu, ia menerima Sakramen Krisma supaya kehidupan
rohaninya secara khusus diperkuat oleh Roh Kudus agar ia menjadi mampu memberi
kesaksian dengan perkataan dan perbuatan dan seluruh kehidupannya. Maka
Sakramen Krisma adalah sakramen pendewasaan dalam Gereja: orang beriman
disangupkan untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah baik dalam hidup pribadi,
dalam menjalankan pekerjaannya, maupun dalam mengamalkan peranannya dalam
masayarakat dan umat beriman. Sakramen Krisma diterimakan satu kali karena
menandai jiwa secara tak terhapuskan (meterai rohani), yaitu sebagai orang dewasa
dalam Kristus dan sebagai anggota Gereja dengan segala kewajiban dan haknya
C. Tiga dimensi Sakramen Krisma
A. Dimensi antropologis : sesuai dengan kebutuhan dasar manusia
Material sakramen pengutan adalah minyak. Ternyata minyak merupakan
simbolis yang amat dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Minyak digunakan utuk
macam-macam keperluan. Minyak digunakan untuk kesehatan atau kesembuhan . bila
orang masuk angin, orang bias menggosok badan dengan minyak. Minyak juga
digunakan untuk kekuatan dan kelenturan tubuh terutama bila mau berolahraga.
Minyak juga dipakai untuk menggoreng makanan agar makanan matang, enak, dan
awet. Minyak juga bias unntuk penampilan rambut, minyak wangi, dan sebagainya.
Belum lagi macam-macam minyak dalam dunia modern sekarang ini: minyak bahan
bakar yang digunakan untuk menggerakan mesin-mesin motor, mobil, pesawat
terbang, kapal dan sebainya. Disamping itu, simbolisasi penumpangan tangan juga
biasa dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Kalau seorang menepuk bahu ornag
lain, itu tanda bahwa ia menyapa atau member dorongan. Dalam acara sungkeman

( orang berlutut didepan orang yang lebih tua atau yang dihormati), orang yang
disungkemi lalu meletakan tangan ke atas pundak atau tubuh orang itu.
Penumpang tangan itu bermakna: pemberian restu, pengalihan dan penerimaan
tugas dan tanggung jawab tertentu. Demikian simbol-simbol pokok sakramen
penguatan berhubungan dengan kehidupan dan kebutuhan dasar hidup manusia.
B. Dimensi sakramental-eklesiologis: partisipasi dalam tugas Gereja
Penguatan atau krisma bukan hanya memberikan kekutan dalam melawan
kuasa kejahatan, tetapi juga melantik dan memampukan seorang untuk memikul tugas
dan tanggunag jawab Gereja. Memang dalam babtisan, seseorang telah dimasukan
sebagai warga Gereja. Dalam baptisan itu, seseorang diperkenalkan masuk ke dalam
seluruh dinamik penyelelamatan yang berlangsung dan ditampakkan dalam Gereja
oleh Kristus melalui Roh Kudus. Dengan penguatan atau krisma, ornag yang telah
memperoleh penyelamatan tersebut diutus untuk mewartakan apa yang dialami itu
bagi dunia.
Krisma atau penguatan menunjuk dengan baik segi tanggung jawab masingmasing pribadi itu bagi tugas missioner Gereja. Hal ini sesuai dengan
pengalaman para murid Yesus sendiri. Mereka baru diutus bersaksi mengenai
Kristus sesudah menerimakarunia Roh Kudus (bdk. Kis 2). Tetapi kamu akan
menerima kuasa, kalau Roh Kudus turun atas kamu, dan kamu akan menjadi
saksi-saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke
ujung bumi (Kis 1:8).
C. Dimensi kristologis: Saksi Kristus
Kalau sakramen penguatan disebut sakramenRohh Kudus, maka itu ssama sekali
bukan berarti bahwa dalam baptisan Roh Kudus itu belum ducurahkan. Gereja selalu
memahami bahwa dalam baptisan Roh Kudus sedah dicurahkan. Bertobatlah dan
hendaklah kamu masing-masing member dirimu dibaptis dalam nama Yesus Kristus
5

untuk pengampunan dosamu, maka kamu akan menerima karunia Roh Kudus (Kis
2:38). Lalu, apa bedanya dengan Roh Kudus yang dianugerahkan pada sakramen,
bahkan juga semua sakramen. Yang berbeda hanya pada fungsi atau peranan Roh
Kudus dalam masing-masing sakramen. Roh Kudus dalam baptisan lebih berfungsi
menguduskan seseorang, mengampuni dosa orang, membuat ornag tersebut menjadi
anak Allah dan mempersekutukan dia dengan Allah melalui Kristus dan dengan
semua warga Gereja. Roh Kudus dalam krisma lebih memampukan seseorang untuk
menjadi saksi Kristus serta secara penuh berpartisipasi dalam satu-satunya imamat
Perjanjian Baru, yakni Imamat Kristus.
D. Catatan Liturgis dan Pastoral tentang Penguatan
a) Konsili Vatikan II menegaskan soal upacara krisma sebagai berikut : Upacara
krisma hendaknya ditinjau kembali juga supaya tampak lebih jelas hubungan erat
sakramen itu dengan seluruh inisiasi kristiani. Maka dari itu, pembaruan janji-janji
baptis seyogianya mendahului penerimaan sakramen krisma. Bila ada kesempatan
baik, penerimaan krisma dapat diselenggarakan dalam misa suci. Mengenai
upacara diluar misa, hendaknya disediakan upacara pendahuluan (SC 71). Seruan
peninjauan tata perayaan penguatan ini dilaksanakan dengan baik dan tersusun
pada tahun 1971 Ordo Confirmationis. Dari edition typical ini disusunlah buku
perayaan krisma, edisi Komisi Liturgi KWI.
b) Penanggung jawab dalam proses inisisi termasuk penerimaan penguatan meliputi
bukan hanya uskup, pastur paroki, guru agama, katekis, wakil krisma, ornag tua,
tetapi juga seluruh umat beriman. Sangat perlu disoroti peran dan tanggung jawab
wali krisma. Dewasa ini, sebagaimana halnya peran wali baptis, peran dan
pelaksanaan tanggung jawab wali krisma terkesan kurang diperhatikan. Tugas wali
krisma berhenti seolah-olah hanya antara krismwan dan walinya. Padahal, wali
krisma memiliki tugas dan tanggung jawab untuk mendampingi krismawan dalam
pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya sebagai ornag kristiani dan saksi
Kristus bagi dunia.

E. Usia Penerima Krisma


Dewasa ini sering muncul pertanyaan: kapan sebainya seseorang menerima
sakramen krisma? Persoalan ini terutama timbu barkaitan dengan anak yang dulu
dibaptis bayi atau kanak-kanak. Untuk orang yang dibaptis dewasa, ada dua
kemungkinan sakramen krisma langsung diberikan sesudah penerimaan baptisan
untuk mengungkapkan kesatuan inisiasi Kristen, atau penerimaan penguatan ditunda
untuk menunggu kunjungan pastoral bapak uskup ke parokinya.
Pada abad-abad pertama, mengingat kesatuan baptisan dan krisma, penerimaan
pengutan dilakukan langsung sesudah baptisan. Namun, berhuubung pada masa-masa
kemudian, baptisan bayi semakin lazim dan pelayanan penguatan mulai dikhususkan
bagi uskup, maka praktek penerimaan baptisan dan penguatan cenderung dipisahkan
di gereja barat. Konsili Lateran IV (1215) menetapkan usia untuk menerima komuni
pertama pada usia dimana seseorang sudah membedakan, jadi katakanlah sekitar usia
7 hingga 12 tahun (DS812)). Maka, dalam interval usia itu pula, seseorang boleh
menerima krisma. Pada awal abad XX Paus Pius X menentukan usia untuk pertama,
yakni 10-12 tahhun. Dalam diskusi masa ini, ada usulan agar usia penguatan
dikaitkan dengan kedewasaan pribadi seseorang, yakni sekitar usia 16 tatay 17 tahun.
Tampaklah bahwa masalah mengenai usia penerimaan krisma muncu dalam
kaitannya dengan mereka yang dibabtis sewaktu kanak-kanak. Secara teologis
dogmatis, memang tidak ada ketentuan batasan umur, kapan seseorang boleh
menerima krisma. Maka, ketentuan usia peneriama krisma amat ditentukan oleh
pertimbangan pastoral. Dari argument liturgis, ada usulan agar sakramen krisma
diterimakan sebelum komuni pertama, sehingga urutan inisiasi klasik terpenuhi:
baptisan (sewaktu bayi), krisma lalu Ekaristi. Menurut usulan tersebut, usia penerima
krisma bias pada usia tujuh tahun. Akan tetapi, ada keberatan umum bahwa pada usia
7 tahun seseorang masih anak-anak dan masih sulit untuk mengerti artinya
7

mempunyai tugas dan tanggung jawab. Apabila seseorang sudah lulus SD, biasanya ia
mulai menjadi dewasa dan mengerti tugas dan tanggung jawab. Maka, kebanyakan
orang memandang usia sekitar 12 menjadi usia yang wajat untuk krisma. Sebab,
criteria untuk menerima komuni pertama dan krisma sedikit berbeda. Untuk komuni
pertama, orang perlu mampu mengenali perbedaan, antara apa yang diyakini sebagai
Tubuh Kristus dan sekedar roti biasa. Untuk krisma, criteria lebih diletakan pada
masalah kapan seseorang mampu menyadari suatu tugas dan tanggung jawab.
Bila penerimaan krisma dikaitkan dengan kapan seseorang bias menyadri tugas
dan tanggung jawab, maka susuna urutan inisiasi menjadi baptisan, ekaristi
(pertama),dan krisma. Urutan seperti ini mungkin tidak ideal, tetapi dapatdibenarkan
secara teologis dan pastoral. Secara teologis, ekaristi memnag bukan sakramen yang
hanya diterima sekali, tetapi dapat terus diulangi. Jadi, yang penting dalam Ekaristi
bukanlah komuni pertamanya, tetapi kebersamaan dengan Tuhan yang terus-menerus
dibangun melalui perayaan-perayaan Ekaristi. Sementara itu, dari alas an pastoral,
usia remaja jauh lebih dapat diandalkan dari pada usia anak-anak bagi penerimaan
krisma. Usia remaja tersebut lebih sesui dengan makna dan maksud sakramen
penguatan. Jadi, urutan baptisan, krisma, ekaristi dalam hal ini bukannya ditiadakan,
melaikan direlatifer dan dibedakan. KHK kan 891 menentukan usia penerimaan
krisma pada usia dimana seseorang sudah dapat menggunakan akal budinya, yang
dalam ukuran KHK adlah 7 tahun. Namun , KHK juga member wewenang kepada
Konferensi para uskup untuk menentukan usia penerima krisma sendiri.
F. Buah Hasil Krisma
Sakramen krisma diberikan dengan doa dan penumpangan tangan oleh uskup atas
para calon krisma. Dan dengan penunmpangan tangan itu diperagakan turunnya Roh
Kudus yang semakin memenuhi pribadi orang-orang beriman, Roh Kudus yang pada
hari pentakosta turun atas para rasul.

Jadi, buah utama sakramen krisma adalah Roh Kudus, calon krisma semakin
dipenuhi dan dirajai Roh Kudus. Kehadiran dan peranan Roh Kudus dalam dirinya
menjadi semakin kuat dan nyata. Ia makin dijiwai Roh Kudus. Memang, waktu
pembaptisan kita semua sudah menerima Roh Kudus. Tetapi sakramen krisma ingin
lebih menyadarkan kita akan hadirnya Roh Kudus dalam diri kita, akan peranan dan
karya-Nya dalam hidup kita. Mungkin waktu dibaptis (dan waktu-waktu sesudahnya)
kita kurang menyadri bahwa kita pun sudah menerima Roh Kudus. Sakramen krisma
ingin mengembangkan, menguatkan, dan meneguhkan apa yang telah kita terima di
dalam pembaptisan, semakin menyadari kehadiran Roh Kudus secara penuh didalam
diri kita. Dan kehadiran Roh Kudus dalam diri calon krisma ini membawa dampak
serta buah nyata sebagai berikut:
1. Calon krisma menjadi makin serupa dengan Kristus. Roh Kudus tidak lain adlah
Roh Kudus sendiri, sehingga dengan dijiwai Roh Kudus kita dipenuhi semangat
2.
3.
4.
5.
6.

Kristus sendiri, kita menjadi serupa dengan Kristus.


Calon krisma menjadi lebih mantap dan dewasa dalam iman.
Calon krisma makin setia membela iman
Calon krisma makin setia mengikuti Kristus
Calon krisma dikuatkan untuk menjadi saksi Kristus yang sejati
Calon krisma lebih bertanggunag jawab terhadap kehidupan Gereja, ia semakin
menghayati cita-cita hidup menggereja, membina dan mewujudkan persekutuan
jemaah yang yang guyub rukun, kalau perlu berpatisipasi dalam karya

kepemimpinan jemaah.
7. Karena penerangan Roh Kudus, calon krisma lebih cermat memilih panggilan
hidup.
8. Calon krisma menjadi ornag beriman yang dinamis, ingin senaniasa berkembang
menjadi lebih baik, tak henti-hentinya membina sikap tobat yang tulus.

G. Sakramen Pendewasaan atau Sakramen Perutusan


Dari paparan di atas dapat kita lihat bahwa sesungguhnya perayaan Sakramen
Krisma tidak pernah dimaksudkan untuk dipisahkan dari perayaan Sakramen Baptis.
Jika Sakramen Krisma tidak dapat lepas dari Sakramen Baptis, maka ungkapan
Sakramen Pendewasaan yang muncul kemudian juga perlu dicermati secara kritis.
Ungkapan itu lahir dari suatu pengandaian bahwa memang sejak awal mulanya
Sakramen Krisma terpisah dari Sakramen Baptis. Inilah yang dipikirkan oleh para
teolog abad XI dan XII seperti, misalnya, St. Thomas Aquinas yang menyatakan
bahwa Sakramen Krisma memberi orang kekuatan untuk pertempuran rohani dan St.
Bonaventura yang membayangkan orang yang menerima Sakramen Krisma sebagai
seorang petarung di garis depan pertempuran. Oleh karena itu, dari sudut pandang
teologis pastoral, adalah lebih bermanfaat untuk mengalihkan perhatian dari
ungkapan Sakramen Pendewasaan yang berkutat pada usia yang tepat untuk
menerima Sakramen Krisma, kepada kehadiran Roh Kudus.
Roh Kudus bukanlah sebuah ide. Di satu sisi, Roh Kudus berarti kuasa dan
kekuatan Allah sendiri yang menghidupkan (Kej. 2:7). Di sisi lain, Roh Kudus adalah
Allah sendiri yang memberikan DiriNya, sebagaimana terungkap dalam pribadi Yesus
dari Nazaret. Dalam seluruh hidupNya, Yesus menampakkan ketaatanNya secara total
kepada kehendak Bapa di dalam tuntunan Roh Kudus. Apa yang dikehendaki Bapa,
dikomunikasikan oleh Roh Kudus, dan dilaksanakan oleh Yesus. Oleh karena itu,
setelah menjalani seluruh kehendak Bapa dan dibangkitkan dari kematian, Yesus pun
menjadi pemberi Roh Kudus. Dia mampu memberikan Roh Kudus karena pertamatama Dia tunduk secara penuh padaNya. Penerimaan Roh Kudus inilah yang
dirayakan di dalam Sakramen Pembaptisan. Menerima Roh Kudus berarti mengalami
kedekatan dengan Allah Bapa di dalam Allah Putra. Maka, Sakramen Baptis adalah
pintu masuk ke dalam pengalaman kedekatan ini. Namun demikian, pengalaman ini
tidak berhenti hanya pada moment pembaptisan. Hidup dekat dengan Allah terus
berkembang, semakin luas dan semakin dalam, berkat kehadiran aktif Roh Kudus

10

sendiri yang memberikan aneka karunia. Karunia-karunia ini adalah wujud partisipasi
seseorang dalam kekuatan Allah. Dengan karunia-karunia ini, Allah sendiri
mengambil kendali hidup seseorang dan mengarahkannya untuk mewujudkan karya
keselamatanNya bagi Gereja dan dunia. Bagi orang yang bersangkutan, hidup adalah
Kristus dan diarahkan pada kesatuan. Seluruh pengalaman inilah yang sebenarnya
dirayakan dalam Sakramen Krisma. Maka Sakramen ini lebih tepat disebut sebagai
Sakramen Perutusan dan bukan Sakramen Pendewasan, sebab fokus utamanya bukan
lagi pada kematangan tetapi pada kehadiran Roh Kudus yang menghidupkan dan
memampukan orang untuk semakin menjadi alat di tangan Tuhan, seperti Kristus
sendiri.
H. Tandanya Kedewasaan Iman dalam Kristus
Ada beberapa tanda kedewasaan iman dalam Kristus, yang dimungkinkan oleh
karunia Roh Kudus. Pertama ialah jika kita dapat memusatkan perhatian kepada
Kristus, dan bukan kepada diri sendiri. Secara praktis kita melihat contoh yang nyata
pada anak-anak kecil yang sampai umur tertentu menginginkan dirinya terus menjadi
pusat perhatian. Namun semakin besar, sifatnya (seharusnya) berubah, dan dapat
memperhatikan orang lain. Dalam ibadah dan doa-doa kita, kita-pun dapat melihat
gejala serupa. Jika kita belum dewasa dalam iman, doa-doa kita didominasi oleh doa
permohonan yang berpusat pada kebutuhan kita, seperti, minta rejeki, kesehatan, dll.
Namun jika kita terus bertumbuh, maka doa kita berkembang menjadi ucapan syukur
dan pujian penyembahan kepada Tuhan. Kita mulai dapat mengasihi Sang Pemberi
berkat dan bukannya mengasihi berkat-berkat-Nya. Bukan berarti bahwa kita tidak
boleh memohon berkat pada Tuhan, tetapi seharusnya kita memusatkan perhatian
kepada Tuhan terlebih dahulu, sebab yang lain akan diberikan kepada kita kemudian.
Dengan ini kita memenuhi kehendak Tuhan yang berkata, Carilah dahulu Kerajaan
Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu. (Mat
6:33)

11

Tanda kedewasaan iman yang kedua adalah kesediaan kita untuk memberikan
diri kita untuk pekerjaan-pekerjaan Allah di dunia. Dengan perkataan lain, kita mau
melayani daripada dilayani. Bukankah hal ini juga sangat nyata dalam kehidupan
seorang anak? Anak kecil minta dilayani, tetapi yang sudah besar dapat melayani
anggota keluarga yang sedang membutuhkan bantuan. Jadi, dalam kegiatan di Gereja
dan masyarakat misalnya, kita tidak menuntut orang lain untuk memperhatikan,
melayani, dan menghormati kita; melainkan kita terdorong untuk membantu dan
melayani orang lain. Karena itu, selayaknya kita tidak berkomentar, Aku tidak
senang ke gereja Katolik, karena di gereja aku tidak mendapat perhatian
Walaupun tentu sebagai umat seharusnya kita saling memperhatikan satu sama lain,
namun jangan sampai kita lupa bahwa tujuan utama kita beribadah di gereja adalah
untuk bersyukur kepada Tuhan dan bersekutu dengan-Nya. Baru kemudian, langkah
berikutnya adalah, apa yang dapat kulakukan agar dapat turut meningkatkan
keakraban umat.
Melayani Tuhan juga berarti mau menjalankan tugas mewartakan Injil (lih. Mat
28:19-20). Hal ini dapat kita lakukan dengan perkataan, tetapi terlebih lagi dengan
perbuatan. Sudah menjadi misi Kristus untuk menyelamatkan semua manusia, maka
jika kita sungguh mengasihi Kristus kita akan turut mengambil bagian dalam misiNya tersebut, yang juga menjadi misi Gereja. Dengan perkataan lain, kita tidak hanya
menjadi pengikut Kristus, tetapi menjadi murid Kristus.
Tanda ketiga adalah kita tidak mudah bertengkar dengan sesama, terutama
dengan sesama umat. Rasul Paulus menunjukkan hal ini dengan begitu jelas dalam
suratnya kepada jemaat di Filipi. Timotius diutus oleh Rasul Paulus untuk
membacakan pesannya kepada jemaat di sana, yang berisi nasihat supaya bersatu dan
merendahkan diri seperti Kristus (Fil 2:1-11), untuk menghindari segala bentuk
perselisihan. Secara khusus ia menyebut nama dua orang wanita yang bertengkar,
Euodia dan Sintikhe (Fil 4:2) dan menasihati supaya mereka berhenti berselisih dan

12

menjadi sehati sepikir dalam Tuhan. Jika kita memiliki pengalaman berselisih dengan
sesama umat di gereja, bayangkanlah jika nama kita yang disebutkan di sana!
Keempat, kita bertumbuh di dalam iman jika kita mau dengan hati lapang
memikul salib yang Tuhan izinkan terjadi di dalam kehidupan kita, dengan harapan
akan kebangkitan bersama Kristus. Hal ini bertentangan dengan keinginan dunia.
Banyak orang cenderung menyukai ajaran teori kemakmuran jika mengikuti Yesus,
daripada harus berjuang memikul salib bersama Yesus, untuk dapat bangkit bersama
Dia. Pendeknya, ingin mencapai kebangkitan tanpa salib. Namun, melalui Kitab Suci,
kita dapat melihat dengan jelas, bahwa ajaran Tuhan bukanlah demikian. Yesus
mengatakan, Setiap orang yang mau mengikuti Aku, ia harus menyangkal dirinya,
memikul salibnya, dan mengikut Aku (Mat 16:24). Artinya, dengan rahmat Tuhan,
kita harus berjuang untuk meninggalkan dosa dan segala keakuan kita, serta
mengambil bagian dalam penderitaan Kristus untuk dapat mencapai kebahagiaan
bersama-Nya (lih. Rom 6:5-11; 1 Pet 4:13). Bersama Kristus dan semua anggota
Gereja-Nya, kita dipanggil untuk menjadi rekan sekerja Allah, (lih. 1 Kor 3:9) dengan
mempersembahkan segala penderitaan kita untuk dipersatukan dengan kurban
Kristus, agar mendatangkan keselamatan bagi orang-orang yang kita kasihi, dan
untuk seluruh dunia.
Terakhir, tanda kedewasaan iman adalah jika kita mau mengikuti seluruh ajaran
dan kehendak Tuhan dan tidak memilih-milih dan menyesuaikan dengan kehendak
kita sendiri. Artinya, jangan sampai ajaran yang mudah kita terima, tetapi ajaran yang
sukar dan membutuhkan pengorbanan, kita tolak, seperti ajaran mengampuni orang
yang menyakitkan hati, mengasihi dan mendoakan orang yang membenci kita,
larangan korupsi, dst. Jika kita bertindak demikian, kita belum sungguh dewasa
dalam iman.
Memang, kelima tanda ini merupakan perjuangan bagi setiap kita. Kita tidak
perlu berkecil hati jika belum secara sempurna mempraktekkannya. Yang terpenting

13

adalah kita terus berjuang supaya semakin hari kita semakin dapat menjadikan kelima
tanda ini bagian dari hidup kita.

14

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sakramen Krisma dilaksanakan sesuai dengan kehendak Tuhan sendiri dan
diteruskan oleh Gereja melalui para pemimpin Gereja (Uskup dan Imam) untuk tetap
mempersatukan dan menguatkan hidup beriman umat Katolik. Sakramen Krisma
hendaknya diberikan secara resmi dalam tata perayaan mulia sebagai suatu upacara
demi suatu perutusan mulia, menjadi saksi Kristus di tengah dunia, menjadi garam
dan terang bagi dunia. Kita patut bersyukur karena Sakramen Penguatan yang kita
terima, karena dengan sakramen ini kita dikuatkan oleh Roh Kudus untuk bertumbuh
dewasa di dalam iman. Pengurapan Roh Kudus ini seharusnya mengobarkan kasih
kita kepada Yesus Kristus, yang menjadikan kita hidup sesuai martabat kita sebagai
anak-anak Allah, berani menjadi saksi-Nya, dan mengambil peran dalam tugas-tugas
perutusan Gereja. Marilah kita mohon pada Tuhan untuk menjadikan kita anggotaanggota Kristus yang hidup, yang mengandalkan Tuhan dalam pergumulan kita untuk
mengalahkan keinginan berbuat dosa, untuk menerima dengan iman, salib yang
Tuhan ijinkan terjadi dalam kehidupan kita, dan perjuangan untuk mencapai segala
sesuatu yang sesuai dengan kehendak-Nya

15

DAFTAR PUSTAKA

Kas Pankal.1986.Warta Gembira Untuk Calon Baptis.Kansius.Yogyakarta.


Maroyato.E.2000.Persiapan Krisma Suci.Kansius.Yogyakarta.
Martasudyta.E.2003.Sakramen-Sakramen Gereja.Kansius.Yogyakarta
Prasetya.L.2006.Panduan Menjadi Katolik Panduan Bagi yang ingin Diterima
Dalam Gereja Katolik.Kansius.Yogyakarta
Letsoin.V.2012.Sakramen Krisma. file:///D:/materi/Kumpulan%20Tugas%20Kuliah
%20STF.%20Pineleng-Manado-SULUT%20%20Sakramen%20Krisma.htm di
akses tanggal 14 juli 2014 jam 13.00

16

Anda mungkin juga menyukai