Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella
Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. (
Bruner and Sudart, 2001 ).
typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah,
cenderungmeningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi
pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan
penyakit demam tifoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase
konvalesen, dan kronik karier.
Demam typhoid yang tersebar di seluruh dunia tidak tergantung pada iklim.
Kebersihan perorangan yang buruk merupakan sumber dari penyakit ini meskipun
lingkungan hidup umumnya adalah baik. Perbaikan sanitasi dan penyediaan sarana
air yang baik dapatmengurangi penyebaran penyakit ini.
Penyebaran geografis dan musim : Kasus-kasus demam typhoid terdapat hampir di
seluruh bagian dunia. Penyebarannya tidak bergantung pada iklim maupun musim.
Penyakit itu sering merebak di daerah yang kebersihan lingkungan dan pribadi
kurang diperhatikan.
Penyebaran usia dan jenis kelamin: Siapa saja bisa terkena penyakit itu tidak ada
perbedaan antara jenis kelamin lelaki atau perempuan. Umumnya penyakit itu lebih
sering diderita anak-anak. Orang dewasa seringmengalami dengan gejala yang
tidak khas, kemudian menghilang atau sembuh sendiri.Persentase penderita dengan
usia di atas 12 tahun seperti bisa dilihat pada tabel di bawahini. Usia persentase: 12
29 tahun 70 80 %, 30 39 tahun 10 20 %, > 40 tahun 5 10 %.

B. Tujuan

1. untuk memahami penyebab terjadinya thypoid abdominalis


2. memahami perjalanan penyakit thypoid abdominalis
3. mampu membuat pengkajian untuk pasien thypoid abdominalis
4. mampu

memahami

abdominalis

Asuhan

keperawatan

pada

pasien

thypoid

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian
Thypus abdominalis adalah penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang
disebabkan oleh Salmonella typhii. (A.Aziz Alimul Hidayat, 2006 : 126)
Thypus abdominalis adalah Penyakit infeksi akut yang mengenai saluran cerna
dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran cerna, gangguan
kesadaran (Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3, 2000)
Thypus abdominalis (demam thipoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut
yang biasanya mengenai saluaran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari
satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran. (Ngastiyah :
1997).
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Thypus abdominalis
adalah penyakit infeksi akut yang mengenai saluran cerna disebabkan infeksi
salmonella thypii yang biasanya disertai gejala demam lebih dari 1 minggu, dan
adanya penurunan kesadaran.
B. Etiologi
Penyebab thypus abdominalis adalah kuman Salmonella typhi, Salmonella para
typhii A, dan Salmonella para typhii B. wujudnya berupa basil gram negative,
bergerak dengan rambut getar, tidak berspora, dan mempunyai tiga macam antigen
(antigen O, H, dan VI). Dalam serum penderita, terdapat zat (agglutinin) terhadap
ketiga macam antigen tersebut. Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif
anaerob pada suhu 15-41C (optimum 37C) dan pH pertumbuhan 6-8.
C. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu Food (makanan), Finger (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly
(lalat), dan melalui Feses, dan ini akan mengakibatkan resiko tinggi infeksi.
Muntah pada penderita thypoid dapat mengakibatkan resiko tinggi penularan
kuman salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan
melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap di makanan yang dikonsumsi
oleh orang yang sehat. Selain itu, kesehatan lingkungan dan hygiene yang buruk,

social ekonomi rendah dan kurang pendidikan bisa menyebabkan kurangnya


pengetahuan tentang penyakit.
Kuman masuk melalui mulut dengan perantara makanan dan minuman yang
tercemar sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi
masuk ke usus halus, kejaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus
halus kemudian kuman masuk keperedaran darah. terjadi bakterimia primer, disini
bisa menyebabkan resiko tinggi komplikasi. Setelah itu mencapai sel-sel retikulo
endoteleal, hati, limpa, dan organ-organ lainnya. Proses ini terjadi dalam masa
tunas dan akan berakhir saat sel-sel retikulo endoteleal melepaskan kuman kedalam
peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya
kuman masuk kebeberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung
empedu kemudian menyebabkan respon peradangan oleh endotoksin kemudian
menyebabkab demam dan akhirnya bisa menimbulkan resiko kekurangan volume
cairan, penurunan kesadaran ( Apatis ) dan perubahan persepsi sensori.
Intake nutrisi yang terganggu selama proses penyakit, mengakibatkan
metabolisme tubuh berkurang. Mudah lelah, lemas, nyeri persendian, mual-muntah
dan anoreksia lazim dirasakan pada tahap awal penyakit. Gangguan metabolisme
ini diakibatkan oleh kerusakan pada villi usus halus dalam menyaring dan
mengolah makanan sehingga absorpsi terganggu sehingga bisa mengakibatkan
perubahan nutrisi. Pada tahap lebih lanjut, dengan disertai demam yang cukup
tinggi, akan mengakibatkan terjadinya perdarahan hebat akibat pecahnya pembuluh
darah kapiler usus halus. Pada tahap ini diit makanan dan istirahat yang cukup perlu
diperhatikan daan klien harus bed rest total dan nantinya bisa mengakibatkan
kurang perawatan diri dan gangguan pola aktivitas. Dengan adanya demam ini,
akan terjadi peningkatan nadi, respirasi, dan tekanan jantung sehingga kulit akan
tampak kemerahan, mukosa bibir kering, peningkatan produksi keringan yang akan
berdampak luas terhadap terjadinya kekurangan cairan tubuh selain karena faktor
gangguan pencernaan yang diakibatkan oleh kerusakan sistem pencernaan akibat
invasi kuman seperti mual-muntah dan anoreksia.
Gangguan kesadaran sampai dengan apatis biasanya diakibatkan oleh kurangnya
tubuh terhadap intake nutrisi dan cairan. Penurunan kesadaran juga bisa diakibatkan
karena adanya nyeri akut karena terjadinya pembesaran pada hati, limfa dan
empedu yang kronis.
D. Manifestasi klinis
cepat lelah

malaise
sakit kepala
rasa tidak enak di perut
nyeri seluruh tubuh

hal tersebut dirasakan antara 10-14 hari


a. Perdarahan usus dapat terjadi pada saat demam masih tinggi di tandai dengan:
- suhu mendadak turun
- nadi meningkat cepat dan kecil
- tekanan darah menurun
- pasien terlihat pucat kulit terasa lembap
- kesadaran makin menurun
Jika pendarahan ringan mungkin gejalanya tidak terlihat jelas, karena darah
dalam faeces hanya bisa di buktikan dengan tes benzidin. Jika ini terjadi,
tindakannya adalah: menghentikan makan dan minum, segera pasang infuse jika
sebelumnya tidak di pasang segera hubungi dokter selain pemberian pengobatan
untuk menghentikan pendarahan dapat di lakukan eskap gantung. Untuk
mengganti alat tenun harus 2 -3 orang, paisen tidak boleh dimiringkan,
pengawasan observasi TTV lebih sering
b. Perforasi usus dapat terjadi pada minggu ke 4 dimana suhu sudah turun. Walau
suhu sudah normal istirahat masih di teruskan 2 minggu dengan gejala: pasien
mengeluh sakit perut hebat dan akan nyeri lagi. Apabila ditekan perut terlihat
tegang dan kembung, terdapat juga keringat dingin, nadi kecil dan pasien
menjadi shock.

E. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Medis
Obat-obat pilihan pertama adalah kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin dan
kotrimoksasol. Obat pilihan kedua adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat
pilihan ketiga adalah meropenem, azithromisin dan fluorokuinolon.
Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari, terbagi dalam 3-4
kali pemberian, oral atau intravena, selama 14 hari.
Ampisilin dengan dosis 200 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali. Pemberian,
intravena saat belum dapat minum obat, selama 21 hari, atau

Amoksisilin dengan dosis 100 mg/kgBB/hari, terbagi dalam 3-4 kali.

Pemberian, oral/intravena selama 21 hari


Kotrimoksasol dengan dosis (tmp) 8 mg/kbBB/hari terbagi dalam 2-3 kali
pemberian, oral, selama 14 hari.
Pada kasus berat, dapat diberi seftriakson dengan dosis 50 mg/kg BB/kali dan
diberikan 2 kali sehari atau 80 mg/kg BB/hari, sekali sehari, intravena, selama
5-7 hari. Pada kasus yang diduga mengalami MDR, maka pilihan antibiotika
adalah meropenem, azithromisin dan fluoroquinolon. (Darmowandowo, 2006)
Penatalaksanaan Keperawatan
Tirah baring, dilaksanakan untuk mencegah terjadinya komplikasi.
Diet harus mengandung
a. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.
b. Tidak mengandung banyak serat.
c. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
d. Makanan lunak diberikan selama istirahat

F. KOMPLIKASI
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi di dalam :
1. Komplikasi intestinal:

- Perdarahan usus
- Perforasi usus
- Ileus paralitik
2. Komplikasi ekstraintetstinal
- Komplikasi kardiovaskular: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan/sepsis),
-

miokarditis, trombosis dan tromboflebitis.


Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia dan atau koagulasi

intravaskular diseminata dan sindrom uremia hemoltilik.


Komplikasi paru: penuomonia, empiema dan peluritis.
Komplikasi hepar dan kandung kemih: hepatitis dan kolelitiasis.
Komplikasi ginjal: glomerulonefritis, pielonefritis dan perinefritis.
Komplikasi tulang: osteomielitis, periostitis, spondilitis dan artritis.
Komplikasi neuropsikiatrik: delirium, mengingismus, meningitis,
polineuritis perifer, sindrim Guillain-Barre, psikosis dan sindrom
katatonia.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu fase permulaan dari proses keperawatan yang mempunyai
komponen utama yaitu mengumpulkan data, memvalidasi data, mengorganisasi
data dan menuliskan data. Data yang perlu di kaji meliputi data subyektif dan
obyektif (NANDA, NIC &NOC : 2010).
1. Aktifitas Istirahat
Gejala: Kelemahan, kelelahan, cepat lelah, merasa gelisah dan ansietas.
Pembatasan aktivitas karena proses penyakit.
2. Sirkulasi
Tanda: Takikardia (respon terhadap demam, proses inflamasi dan nyeri).
TD: hipotensi, termasuk postural.
Kulit/Membran mukosa: turgor buruk, kering, lidah pecah-pecah
(dehidrasi/malnutrisi).
3. Integritas Ego
Gejala: Ansietas, ketakutan, emosi kesal, misalnya: perasaan tak berdaya.
Faktor stress misalnya: hubungan dengan keluarga/ pekerjaan,
pengobatan mahal.
Tanda: Menolak, perhatian menyempit, depresi.
4. Eliminasi
Gejala: Tektur feses bervariasi dari bentuk lunak sampai bau/ berair.
Tanda: Menurunnya bising usus, tak ada peristaltik, atau adanya peristaltik
yang dapat dilihat.
5. Makanan/Cairan
Gejala: Anoreksia, mual-muntah, BB menurun.
Tanda: Penurunan lemak subkutan/massa otot, kelemahan, tonus otot dan turgor
kulit buruk, membran mukosa pucat.
6. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Nyeri/nyeri tekan pada kuadran kiri bawah.
Tanda: Nyeri tekan abdomen.
7. Keamanan
Gejala: Peningkatan suhu tubuh 39.6-40C (reaksi alergi terhadap makanan yang
mengeluarkan histamine kedalam usus dan mempunyai efek inflamasi.
Tanda: Lesi kulit mungkin ada misalnya: eritema nodusum (meningkat, nyeri
tekan, kemerahan dan bengkak) (Doenges, M.E : 2000).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan arbsorpsi
nutrisi
2. Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
3. Diare b/d adanya peradangan pada usus halus

4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder


terhadap diare
5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum
6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi b/d kesalahan interpretasi informasi
C. Perencanaan/Intervensi
1. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan
arbsorpsi nutrisi
Tujuan:
Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi
1. Dorong tirah baring

Rasional
Menurunkan

kebutuhan

metabolic

untuk meningkatkan penurunan kalori


dan simpanan energi
2. Anjurkan istirahat sebelum makan
Menenangkan

peristaltic

dan

meningkatkan energi makan

3. Berikan kebersihan oral

Mulut

bersih

dapat

meningkatkan

4. Sediakan makanan dalam ventilasi nafsu makan


yang

baik,

lingkungan
Lingkungan

menyenangkan

menyenangkan

menurunkan stress dan konduktif untuk


5. Jelaskan pentingnya nutrisi yang

makan

adekuat
6. Kolaborasi

pemberian

nutrisi,

Nutrisi yang adekuat akan membantu


proses pemulihan

terapi IV sesuai indikasi

Program ini mengistirahatkan saluran


gastrointestinal,

sementara

memberikan nutrisi penting


2. Hipertermi b/d efek langsung dari sirkulasi endotoksin pada hipotalamus
Tujuan:
Mendemonstrasikan
Intervensi
1. Pantau suhu klien

suhu

dalam
Rasional
Suhu
38C

batas

sampai

normal

41.1C

menunjukkan
2. Pantau suhu lingkungan, batasi

proses

peningkatan

infeksi akut

atau tambahkan linen tempat tidur Suhu ruangan atau jumlah selimut
sesuai dengan indikasi

harus dirubah, mempertahankan suhu

3. Berikan kompres mandi hangat


4. Kolaborasi pemberian antipiretik

mendekati normal
Dapat membantu mengurangi demam
Untuk mengurangi demam dengan
aksi sentralnya hipotalamus

3. Diare

b/d

adanya

peradangan

pada

usus

halus

Kriteria hasil:
a. Konsistensi dan frequensi BAB normal
b. Pasien mengatakan tidak nyeri perut.
c. Ekspresi tenang (Doenges, M.E : 2000).
Intervensi
Rasional
1. Monitor frekuensi BAB pasien.
2. Monitor konsistensi BAB pasien
3. Anjurkan banyak minum.
4. Kolaborasi dengan tim gizi dalam
pemberian diet
5. Libatkan
keluarga

dalam

perawatan
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan sekunder
terhadap diare
Tujuan:
Mempertahankan volume cairan adekuat dengan membran mukosa, turgor kulit
baik, kapiler baik, tanda vital stabil, keseimbangan dan kebutuhan urin normal
Intervensi
Rasional
1. Awasi masukan dan keluaran Memberikan

informasi

tentang

perkiraan kehilangan cairan yang keseimbangan cairan dan elektrolit


tidak terlihat

penyakit

usus

yang

merupakan

pedoman untuk penggantian cairan


Menunjukkan
2. Observasi kulit kering berlebihan
dan membran mukosa turgor

kehilangan

berlebih atau dehidrasi

cairan

kulit dan pengisian kapiler


Dengan menunjukkan respon terhadap
3. Monitor TTV

efek kehilangan cairan


Kalau

4. Pertahankan pembatasan peroral,

diistirahkan

utnuk

penyembuhan dan untuk penurunan


kehilangan cairan usus

tirah baring

Mempertahankan istirahat usus akan


5. Kolaborasi

utnuk

pemberian memerlukan

cairan parenteral

cairan

untuk

mempertahankan kehilangan

5. Intoleransi aktivitas b/d kelemahan umum


Tujuan:
Melaporkan

kemampuan

Intervensi
1. Tingkatkan

tirah

melakukan

baring

peningkatan

toleransi

aktivitas

Rasional
dan Menyediakan energi yang digunakan

berikan lingkungan tenang dan untuk penyembuhan


batasi pengunjung
2. Ubah

posisi

dengan

sering,

berikan perawatan kulit yang baik

Meningkatkan fungsi pernafasan dan


meminimalkan
tertentu

tekanan

pada

untuk menurunkan

area
resiko

kerusakan jaringan
Tirah baring lama dapat menurunkan
3. Tingkatkan

aktifitas

toleransi

sesuai

kemampuan

karena

keterbatasan

aktifitas yang menganggu periode


istirahat
Meningkatkan relaksasi dan hambatan

4. Berikan aktifitas hiburan yang energi


tepat (nonton TV, radio)

6. Kurang pengetahuan mengenai kondisi b/d kesalahan interpretasi


informasi

Tujuan:
Dapat menyatakan pemahaman tentang proses penyakit
Intervensi
Rasional
1. Berikan nformasi tentang cara Membantu individu untuk mengatur
mempertahankan

pemasukan berat badan

makanan

memuaskan

dilingkungan

yang
yang

jauh

dari

rumah

Membuat

pengetahuan

2. Tentukan persepsi tentang proses memberikan


penyakit

sehingga
ulang

kesadaran

dan

kebutuhan

belajar individu
Faktor

3. Kaji

dasar

proses

penyakit,

penyebab/efek hubungan faktor


yang menimbulkan gejala dan

pencetus/pemberat
kebutuhan

individu,

pasien

untuk

waspada terhadap makanan, cairan dan


faktor pola hidup dapat mencetuskan
gejala

mengidentifikasi cara menurunkan


faktor pendukung

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang menyerang sistem
pencernaan dengan gejala khas demam lebih dari 1 mingggu. Penyakit ini disebabkan

oleh Salmonella thyposa, merupakan basil gram negative yang bergerak dengan bulu
getar, tidak bersepora mempunyai sekurang-kurangnya tiga macam antigen yaitu:
antigen O (somatic, terdiri dari zat komplek liopolisakarida)
antigen H (flagella).
antigen V1 dan protein membrane hialin.
Karakteristik atau gejala khas pada penyakit ini adalah muncul demam yang
cenderung naik dari hari kehari, selama lebih dari 1 minggu. Adapun penatalaksanaan
penyakit ini adalah dengan pemberian obat antibiotik, pemberian tirah baring dan
pemberian makanan yang cair, kemudian secara bertahap lunak dan akhirnya menjadi
makanan biasa.
Perawatan yang diberikan secara intens adalah selama satu minggu pertama dan
dua minggu selanjutnya agar pengobatan penyakit Typus abdominalis ini dapat tuntas
dan tidak terjadi relaps atau kekambuhan dikemudian hari.
Saran
Bagi masyarakat agar lebih menjaga kebersihan lingkungan, mengonsumsi
makanan yang sehat, bagi para orang tua yang memiliki anak balita agar memperhatikan
makanan-makanan dan lingkungan bermain anak.

Daftar pustaka
Ardiansyah, Muhammad. Medikal Bedah untuk Mahsiswa. Jogjakarta: DIVA Press,
2012
Herdman, T. Heather. Diagnosis keperawatan : definisi dan klasifikasi 2012-2014.
Jakarta: EGC, 2012

http://odasunrisenurse.blogspot.com/2011/06/asuhan-keperawatan-dhf-demamberdarah.html diakses pada tanggal 29 agustus 2014, 09.43

http://ekkyraharia.blogspot.com/2013/03/asuhan-keperawatan-dengan-thypoidfever.html
http://asuhankeperawatanamat.wordpress.com/asuhan-keperawatan-pencernaan/asuhankeperawatan-typoid/

Anda mungkin juga menyukai