Anda di halaman 1dari 3

SEJARAH HOAMUAL HARUS DI LURUSKAN

SMABUTAN ASSAGAF DALAM PEMBUKAAN MTQ TINGKAT


PROVINSI DI KAB SBB CIPTAKAN KETERSINGUNAG SEJARAH
Sambutan Gubernur Maluku Ir Said Assagaf dalam pembukaan
MTQ Provinsi Maluku, di Kota PIRU Kab. SBB, tanggal 16 MEI 2015
beberapa waktu lalu, sedikitnya, menyingung Sejarah Islamisai di
Seram Bagian Barat. Namun singungan sejarah itu, justru
menimbulkan ketersingungan di sebagian masyarakat Negeri
Adat. Terutama negeri adat yang diabaikan peranya, dalam
sejarah Islamisasi di SBB. IHA dalam catatan sejarah sebagai
salah satu kerajaan Islam, justru tidak mendapat tempat dalam
sejarah, sebagaimana yang disampiakan dalam sambutan Asagaf
itu. Sejarah tidak diungkap sebagaimana yang sungguh-sungguh
terjadi.

SEJARAH HOAMUAL HARUS DIUNGKAP APA ADANYA


(Mengungkap Fakta Yang Tersembunyi Amaholu Negeri
Adat
Abad Ke-17)
Dalam tulisanya Romphius, menyebutkan bahwa pada umumnya, baik dari
sisi luar maupun dalam Hoamual terdapat 3 Negeri Utama yaitu Negeri
Luhu, Negeri Kambello, dan Negeri Leisidi. Sementara itu, W.R. Van
Hoevell, dalam bukunya tentang Sejarah Kepulaun Maluku: Kisah
Kedatangan Orang Eropa Hingga Monopoli Perdagangan Rempah
mengunkapkan, Negeri Lesidi, Negeri Kambello merupakan salah satu
negeri yang di datangi orang Inggris sekaligus tempat mereka bermukim
ketika mereka meningalkan Luhu. Di sana (Kambello) maupun Laisidi
mereka mampu menguasai pasaran rempah (Cengkeh). Penduduk
Kambello dan Leisidi diingatkan untuk berpegang pada kontrak yang
dibuat dibuat pada Agustus 1609, tetapi mereka segera menolak

mematuinya. Jadi hal ini terus berlangsung sampai 1615, ketika gubernur
Jendral Gerard Reijnst bersama Tuan Caspar Janszoon, Gubernur Ambon,
dengan armada sebelas kapal berlayar ke Kambello dan Leisidi, dan
memaksa penduduk kedua Negeri itu agar menolak orang-orang Inggris
dan orang asing lainya tinggal lebih lama di sana. Sebagai akibatnya, orang
Inggris meningalkan tempat itu yang termasuk kekuasaan Gubernur
Ambon.
Dalam konteks kedudukan daerah Hoamual Barat, Rompius
mengungkapkan, terdapat sebuah pegunungan berbatuan terdapat sudut
pantai, terletak sebuah Dusun Ulatu, dengan kira-kira 30 orang pria
dewasa adalah pelarian dari Desa Erang. Sedikit di Selatan Desa Erang,
masih ada sebuah Dusun, Temi. Kemudian satu mil di Selatan Erang,
terletak sebuah Desa Niboro (Limboro), Desa kelima dalam dalam urutan
Uli, disebuah bentangan panjang antara sungai besar membentuk sebuah
Soa antara Limboro dan Erang. Daerah ini kaya akan cengkeh, pala dan
tumbuhan buah-buahan tumbuh dimana-mana, sehingga di pasarkan di
Leisidi, dan dari Leisidi di bawah dengan Kora-Kora di Pasarkan di
Tarnate. (Sebagai jejak sejarah, hingga sekarang di hutan belantar Dusun
Erang, masih banyak dijumpai Ratusan pohon Durian usia ratusan tahun
tumbuh di sana, orang Erang sering menyebutnya dengan durian
peninggalan Hoamual).
Daerah Laisidi satu seper dua Mil Selatan Desa Erang, dimana tanah
Huomual bertemu yang merupakan bentangan sempit di lereng sebuah
Gunung pada sebuah lembah terbuka terletak ditepi sungai Wailisa,
sebagai Negeri ketiga. Daerah ini dibawah orang kaya bernama Imam
Swaki Latu Kole yang diangkat menjadi sengaji.
Rompius menyebutkan, Di Selatan Kambello, terdapat Negeri Esau. Negeri
yang yang digambarkan Rompius, yang tak jauh dari sebuah lobang batu,
yang masyarakatnya di kenal dengan Dusun Batu Lobang. Dan setengah
Mil Sebelah Utara Negeri Esau, terdapat Negeri Amaholu. Antara Negeri
Esau dan Amaholu, keduanya sejak lama di satukan ke dalam Soa Lesidi.
Negeri Lesidi terletak di Selatan Negeri Kambelo.

Dalam tulisan Rompius fakta sejarah mengungkapkan, Amaholu


merupakan sebuah Negeri adat, bersama Negeri Esau, yang di satukan
dalam Soa Lesidi, (Negeri Lesidi), sedangkan Negeri Kambelo dan Luhu,
merupakan dua Negeri yang tidak membawahi Amaholu. (Sumber: Foto
Copy Arsip di Belanda, yang sudah diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia, masi harus di teliti lebih dalam)

Anda mungkin juga menyukai