Anda di halaman 1dari 10

AMAHOLU KAMPUNG HALAMANKU

(Suatu Kajian Histori Kultural)


Tak usah risau, tenang dan bacalah, agar tidak terjadi distorsi.!!!
Prolog
Tulisan ini sekedar pandangan penulis tentang situasi dan kondisi kampung halaman.
Amaholu adalah sebuah Dusun pentuanan Negeri Luhu, yang terletak di pesisir pantai Huamual
Barat, Kecamatan Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Maluku.
Walaupun tulisan ini belum begitu sempurna, sebab masih banyak yang perlu
disempurakan. Namun kiranya tulisan ini dapat membantu memperluas pemahamanku dan
kawan-kawan, yang berasal dari kampung Amaholu. Disini aku hanya memaparan sedikit, dari
berbagai ragam masalah yang perlu ditelusuri. Guna dapat dijadikan sebagai pemahaman dasar,
dalam menceritrakan kampung halaman.
Dari tulisan inilah juga, kiranya bisa memotivasi kawan-kawan untuk memberikan
informasi baik lisan maupun tulisan, demi mencapai kesempurnaan dalam menceritrakan
kampung Amaholu. Masukan, dan kritikan yang sifatnya membangun akan sangatlah dihargai
penulis. Sehingga dari setiap permasalahan yang dikaji dapat dijadikan pemahaman bersama,
khususnya generasi muda masa depan Dusun Amaholu. Dan dapat bermanfaat untuk orangorang yang berasal dari Dusun Amaholu, sehingga mereka tidak mudah melupakan kampung
halaman mereka.
Tidak terjadi distorsi dalam menceritrakan asal muasal Dusun Amaholu. Tidak terjadinya
pencaplokan budaya setempat, dan dapat menumbuk-kembangkan tatanan budaya masyarakat
yang telah lama sirna didalam kehidupan Masyarakat Dusun Amaholu.
Budaya gotong royong, budaya saling membantu, budaya kerajinan tangan tradisional
seperti menganyam tikar dan lain-lain, menjadi sebuah kebanggaan dan budaya asli masyarakat
Amaholu. Pada rinsipnya budaya tersebut harus di pertahankan masyarakat agar masyarakat
Amaholu tidak tergiur oleh masuknya budaya luar yang menyebabkan masyarakat lebih berfikir
induvidualime dari pada haru hidup dalam kebersamaan.
Amaholu adalah kampung yang penuh sejarah dan bersejarah. Dengan tatanan budaya
dan adat istiadat yang sanggat di kagumi kampung-kampung lain, terutama dipesisir Huamual
Barat, Seram Bagian Barat, Maluku. Namun banyak orang lupa akan kenangan, keindahan, dan
sejarah kampungnya sendiri. Akibat dari mereka menanggap itu tidak penting. Kampung tidak
penting, karena tidak ada sesuatu yang penting bagi mereka pemangku kepantingan, terutama
untuk kepentinggan bangsa dan Negara ini. Tidak penting karena tidak dapat memberikan
kontribusi dalam hal peningkatan pendaptan Belanja daerah dan Negara. Bahkan pemerintah
setempat pun enggang melirik. Singkat kata jika sebuah kampung tidak mempunyai SDM yang
melimpah maka kampung itu tidak penting bagi orang lain, kecuali hanya sebagian orang
penghuini kampung tersebut. Banyak orang lebih senang tingal di kota dari pada harus bertahan
hidup dikampung sendiri. Dorongan untuk tetap pertahan hidup dikota disebakan karena kota

dapat menjawab semua tuntutan dan kebutuhan hidup. Semuanya serba modern dan tidak
ketinggalan zaman, seperti orang-orang yang tinggal di kampung.
Namun bagi saya sejelek apapun kampung halaman kita, itulah kampong. Kita tidak
harus melupakanya begitu saja, sebab di kampung masyarakat masih saling hormat
menghormati, gotong-royong dan masih punya sifat solidaritas yang tinggi. Kebutuhan hidup
masih bisa meminjam tetangga, sahabat, dan sanak saudara. Sedangkan di kota hidup yang serba
modern, namun prinsip siapa Lue dan siapa Gue..Orang hanya bisa melirik jika hidup ada
apanya ? bukan apa adanya?
Amaholu adalah Kampung halaman yang telah membesarkan penulis dan generasi Ikatan
Pelajar Mahasiswa Amaholu (IPMAM), saat ini. Banyak tersimpan kenangan masalalu.Masa
kecil disaat bersaman teman-teman sekampung. Di kampunglah kami bisa berbagi rasa dan
perasaaan kepada orang-orang yang berada disekitar.
Ada beberapa hal yang kutulis dalam tulisan ini. Sesuai hasil rancangan penelitian
penulis, yang telah dikaji dan diseminarkan secara ilmiah di Program Studi Pendidikan Sejarah,
konsentrasi Pendidikan Antropologi, Universitas Pattimura, Ambon 2011 lalu. Diantaranya,
tentang situsasi dan kondisi perkampungan yang menyangkut histori-budaya masyarakat seperti.,
Sejarah Singkat Terbentuknya Dusun Amaholu, Luas Dan Letak Dusun, Sistem
Religi/keagamaan, Sistem matapencahrian hidup, Keadaan Pendidikan, dan bahasa sebagai alat
komunikasi yang digunakan masyarakat Dusun Amaholu.
1. Sejarah Singkat Terbentuknya Dusun Amaholu

Dusun Amaholu merupakan salah satu dusun petuanan di Negeri Luhu. Kecamatan
Huamual, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Maluku. Tepatnya berada di Wilayah pesisir
pantai Huamual Barat.
Masyarakat Dusun Amaholu secara historis berasal dari daerah Buton, provinsi Sulawesi
Tenggara. Awal mulanya, masyarakat Amaholu berasal di daerah Holimombo. Namun kemudian,
datanglah sekelompok orang dari daerah Kasse, sehingga masyarakat dusun Amaholu saat ini
adalah masyarakat yang mayoritas bersalah dari etnis buton Kasse, tetapi masi menyandang
status etnis Buton Cia-Cia.
Kedatangan mereka di Pulau Seram disebabkan dua factor, yaitu
a. Dari factor internal, (factor pendorong, dapat diketahui bahwa munculnya inisiatif masyarakat
untuk mencari daerah-daerah baru yang masih subur. Factor ini juga disebabkan karena Daerah
Holimombo dan Kase kala itu, sudah tidak lagi menjamin kebutuhan hidup masa depan generasi.

Kondisi alam yang mulai tandus inilah, sehingga sudah tidak banyak membuhkan hasil dalam
bercocok tanam yang menyebabkan masyarakat setempat berkeinginan untuk mencari daerahdaerah baru yang masih subur. Serta jumlah penduduk yang setiap saat semakin meningkat.
b. Factor Ekternal (factor penarik), yaitu dengan ditemukannya daerah-daerah baru oleh para
pelayar dan pelaut ulung. Adanya daerah baru ini, sehingga dengan sendirinya memaksa meraka
untuk mencoba bercocok tanam. Ketika hasil bercocok tanam itu, mulai mebuahkan hasil.
Masyarakat berkeingianan agar tanaman itu harus dijaga dan dirawat, agar bisa menikmati
hasilnya dikemudian hari. Maka, munculah inisiatif membuat rumah, yang kemudian tumbuh
berkembang mencadi sebuah perkampungan kecil.
Ketika daerah baru yang masih kosong itu, dapat menjamin masadepan generasi.
Masyarakat yang telah menetap pun mulai menginformasikan hal itu kepada masyarkat lainya
yang masih berada di tanah Buton. Melalui para pelayar dan pelaut ulung yang datang dan pergi
mencari suaka tersebut. Dapat dinformasikan kala itu, bahwa sesungguhnya pulau Seram,
khususnya tak jauh dari unjug pulau seram (tanjung sial), kondisi alamnya damat menjamin
kelangsungan generasi. Atas informasi itulah, bebrapa orang kepala keluarga dari Buton Holimbo
berkeinginan untuk mencoba menetap dan bertahan hidup di daerah huamual.
Maka datanglah bebrapa orang kepala keluarga sebagai percobaan awal menempati
daerah baru itu. Mereka datang dengan menggunakan perahu. Perahu itu oleh masyarakat
Amaholu disebut banggka. Perahu itu hanya mengunakan layar, tanpa mesin, sehingga
Pelayaran yang dimulai dari pulau Buton menuju pulau Seram memang membutuhkan waktu
sampai berbulan-bulan. Sebab kecepatan perahu tergantung kencangnya angin muson.
Dalam catatan sejarah bahwa kedatangan masyarakat di dipulau Seram dan menetap
dipesisir pantai Huamual Barat, saat ini menjadi Dusun Amaholu, terjadi dua gelombang, yaitu
gelombang pertama, dari daerah Holimombo. Kemudian kedatangan gelombang kedua berasal
dari daerah Kasse.
Gelombang pertama dari daerah Holimombo yaitu sebuah keluarga batik, yaitu dari
keluarga Haji Mumin dan Hj Siti Rabea. Sepasang suami istri inilah yang pertama kali datang
dan menetap di Dusun Amaholu.
Mereka sebagai pasangan suami istri ini, mulanya mencoba pergi dari kampung halaman
dan menjalani kehidupan perantauan. Tepatnya di pesisir pantai Huamual Barat. Sesampainya di
Pulau Seram, mereka singgah disuatu tempat untuk beristirahat. Tempat itu dinamakan Tanjung
Hou yang artinya persinggahan, ditempat inilah kemudian mereka mendirikan rumah. Namun
melihat situasi dan kondisi yang kurang tepat untuk bermukim waktu itu, kemudian mereka
pindah disuatu tempat yang jaraknya kurang lebih 1 Km dari Tanjung Hou. Ditempat itulah,
mereka melangsungkan hidup dan kehidupan hingga saat ini. Tempat itu mereka namakan
Amaholu. (Wamounga, 15/06/2011).

Dusun Amaholu
Amaholu berasal dari kata Ama dalam bahasa Buton Cia-Cia artinya bapak. Kemudian
Holu = Ikatan. Jadi Amaholu adalah sebuah ikatan antara seorang bapak dengan seorang anak.
Maksudnya bukan hanya untuk anak kandung tetapi, setiap orang yang datang dari Pulau Buton
dipanggil dan dijadikan sebagai anak angkat untuk tinggal di Amaholu, kedatangan mereka
bersamaan dengan beberapa orang keluarga yang kemudian menyebar di dusun-dusun lain yang
yang beretnik buton Cia-Cia, diistilakan saat ini dengan 19 Dusun saat ini. Ketertarikan mereka
datang dan menetap di Amaholu karena dulunya terkenal dengan kesuburan tanah untuk
bercocok tanam dan terkenal dengan penghasil kayu Damar, Gaharu dan lain sebagainya. (Hasil
penelitian, bukti lisan pak Kardin, wawancara 19 Juli 2011).
Alasan yang mendukung dan memperkuat, Haji Mumin dan Haja Siti Rabea adalah
orang yang pertama kali menempati dusun Amaholu. Bahwa dapat di buktikan dengan
banyaknya warisan tanah leluhur yang di miliki. Dari kakulasi banyaknya tanah, Pertama
terhitung mulai di dalam kampung Amaholu sendiri kala itu, kurang lebih sepuluh meter
perbatasan tanah, Kali Mati, pertengahan kampung, yang membelah dusun Amaholu atau istilah
Alepeno, sampai dengan sebelah Utara berbatasan dengan tanah umum, mendekati lokasi tanah
sekolah MTS Muhamadiyah Amaholu saat ini. Kedua, lokasi tanah perkebuanan sedikit pohon
kelapa, pohon mangga, yang masih dekat, yaitu diatas kampung Amaholu sendiri. Tanah-tanah
itu awalya adalah milik mereka. Keturunanya adalah termasuk diantaranya keluarga almarhum
Haji Ahmad Yani.
Silahkan masyarakat Amaholu mengkleim tapi, mari kita lihat kembali awalnya, status
kepemilikan tanah perumahan padat penduduk Dusun Amaholu yang di tempati itu, mulaya
didapatkan atau dari keluarganya siapa,..? Kala itu, kadang mendirikan sebuah bangunan rumah
tampa ada bayaran, sebab dengan pendekatan kekeluargaan..? betul.

Kemudian gelombang kedua disusul oleh orang-orang Kase. Kedatang orang-orang Kasse
juga tidak lain untuk mencari hidup dan kehidupn baru di kampung Amaholu kala itu. Mereka
datang dan menetap di Dusun Amaholu. Sehingga masyarakat Dusun lain menaggap bahwa
Dusun Amaholu berasal dari masyarakat Buton Kase umumnya, padahal anggappan ini adalah
keliru. Karena masyarakat Kase boleh dibilang pendatang baru karena sebelumnya telah dihuni
oleh beberapa keluarga yaitu berasal dari holimombo. Baru kemudian munculah orang-orang
yang berasal dari Wasampela (Kase) dan menetap didusun Amaholu. Kehidupan mereka pun
rukun dan damai. Budaya saling membantu satu dengan yang lain masih tetap dijaga.,
(Wamounga, Wawancara : 15 Juli 2011).
2. Keadaan Geografis

a.
a)
b)
c)
d)

Dusun Amaholu terletak di pesisir pantai Huamual Barat. Dusun Amaholu merupakan
salah satu bagian dari dusun-dusun yang termasuk petuanan Negeri Luhu. Sebagai sebuah dusun
yang berada di pesisir pantai menyebabkan letaknya strategis, sebab diapit oleh dusun-dusun
tetangga yang juga bernaung pada Negeri Luhu. Untuk lebih jelasnya keadaan georafis Dusun
Amaholu dapat di ketahui yaitu:
Letak Dusun Amaholu.
Letak Dusun Amaholu berdekatan dengan beberapa Dusun sebagai berikut :
Sebelah Utara berbatasan dengan Dusun Losi, Mangge-mangge, Talaga, Kambelu, Nasiri,
Lirang, Limboro, Temi, Erang, Tapinalu, Dan Olatu.
Sebelah Selatan berbatasan dengan Dusun Hatawano, Asmajawa, Batulubang, dan Eli Jaya.
Sebelah Timur dikelilingi oleh pengunungan dan
Sebelah Barat berhadapan dengan pulau Kelang dan pulau Manipa dan sebagian pulau Buru.
b. Iklim
Seperti daerah-daerah lain di Kabupaten Seram Bagian Barat, Dusun Amaholu juga
memiliki dua jenis musim yang silih berganti, yakni musim Timur dan musim Barat. Pada
Musim Timur, angin bertiup selama 5 - 6 bulan yakni, dari bulan Mei sampai masuknya bulan

September. Sedangkan musim Barat, angin bertiup mulai November sampai dengan Maret.
Keadaan musim tersebut kemudian berlangsung dengan datangnya musim pancaroba. Dimana
angin bertiup relatif singkat. Berlansung kurang lebih satu bulan, pada bulan April dan
Desember. Pada saat itulah, berganti bertiupnya angin Utara dan angin Selatan.
Kabupaten Seram Bagian Barat, khususnya pada daerah pesisir Huamual Belakang
tergolong iklim tropis, dengan musim kemarau silih berganti. Musim hujan mulai dari bulan Mei
sampai dengan bulan Agustus dan musim kemarau mulai dari Desember dan Januari. Sedangkan
tempratur panas rata-rata dari maksimal 340 C sampai dengan minimal 210 C.
b. Potensi Alam

Wilayah Dusun Amaholu memiliki potensi cukup besar, baik daratan maupun lautan,
dan mengandung kekayaan Alam yang sangat berguna bagi kehidupan masyarakat. Daratan
Dusun Amaholu memiliki tanah yang subur bagi berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang berumur
jangka panjang, maupun tumbuhan yang berumur jangka pendek. Tanaman yang berumur jangka
panjang seperti tumbuhan cengkeh, pala, kelapa sagu dan lain-lain. Sedangkan tanaman yang
berumur jangka pendek seperti tanaman sayur- sayuran, umbi-umbian dan lain sebagainya.
Masyarakat tetap menjaga dan melestarikan tanaman-tanaman tersebut sebagai sumber
kehidupan dan penghasilan mereka.
Perairan Dusun Amaholu mengandung bermacam-macam kekayaan alam seperti ikan,
kerang-kerang dan bahkan dulu juga masyarakat mengembangkan budidaya rumput laut.
Rumput laut yang dibudidayakan oleh bapak Suleman, namun karena situasi tidak
memungkinkan untuk membudidaya rumput laut disebabkan banyak dialui oleh kendaraan laut,
kemudian perputaran arus laut sangat kuat dan tidak menentu menyebabkan bapak suleman dan
beberapa warga saat ini tidak lagi membudidayakan rumput laut. Potensi laut itu secara
keseluruhan belum begitu dimanfaatkan dengan baik, walaupun sebagian masyarakat pelaut
menangkap ikan dengan cara modern namun masih ada masyarakat menangkap ikan dengan cara
tradisional.

3. Sistim Religi/Keagamaan
Agama Islam merupakan agama yang dianut oleh seluruh masyarakat Dusun Amaholu.
Masyarakat telah memeluk Islam sebelum kedatangan mereka didusun Amaholu. Beberapa
lembaga keagamaan Islam yang terlihat adalah taman pengajian Al Quran (TPQ), Majelis Taalim
Ibu-Ibu, dan remaja mesjid yang saat ini tidak agi eksis. Dengan keberadaan lembaga keagamaan
itu sebenarnya sangat memberikan motivasi kepada masyarakat untuk belajar agama islam dan
melakukan kegiatan keagamaan lain selain dari lembaga pendidikan formal.
Terlihat dari berbagai aktifitas keagamaan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga
keagamaan. Mulai dari anak-anak, para remaja hingga kaum tua. Kegiatan-keagamaan ini
berorientasi pada pengajaran, pelatihan dan peningkatan baca tulis Al Quran, serta bimbingan
ibadah oleh para guru-guru pengajian. Melalui kegiatan-kegiatan keagamaan, maka ada
keseragaman pemahaman sehingga dapat tercipta kehidupan social yang tentam, rukun dan
damai antar sesama. Hal tersebut terjadi bukan hanya disebabkan karena ikatan akidah akan
tetapi, adanya ikatan hubungan kekeluargaan yang begitu erat. Sarana keagaman tersebut
dijadikan sebagai tempat untuk belajar agama Islam misalnya mesjid bukan hanya dijadikan
sebagai tempat ibadah, namun juga dijadikan tempat untuk belajar ilmu-ilmu keagamaan seperti
berdakwah. TPQ yang digunakan masyarakat untuk belajar ngaji masih bersif local tradisonal
artinya TPQ yang digunakan adalah Rumah guru ngaji yang temptnya bisa dikondisikan dengan
keadaan. Kelompok majelis talim ibu-ibu sebagai wadah untuk melakukan kegiatan yasinan,
juga untuk meningkatkan tali silaturahim antara sesama. Remaja mesjid juga melalukan
kegiatan-kegiatan keagaman seperti memperingati hari-hari besar Islam, namun kegiatan yang
dilakukan remas ini, biasanya sudah dialihkan menjadi keiatan bersama Pelajar Mahsiswa
Amaholu yang tergabung dalam sebuah wadah atau organisasi perkumpulan kaum intelektal
muda masyarakat Dusun Amaholu, organisasi dengan nama ikatan Pelajar Mahasiswa Amaholu
(IPMAM). Organisasiinilah yang biasanya melaksanakan kegiatan-kegiatan keagaman atau harihari besar islam.
4. Sistem Mata Pencahrian Hidup
Dusun Amaholu pada umumnya memiliki mata pencaharian beragam. berupa nelayan,
petani, padagang, tukang, PNS dan lain-lain. Dulu bagi laki-laki yang sudah dewasa jika tidak
mempunyai pekerjaan tetap, mereka memilik bekarja sebagai pelayar, dengan mengunakan
perahu tradisional. Perahu itu dalam istilah masyarakat Amaholu adalah Banggka. Digunakan
sebagai alat untuk memuat berbagai jenis barang hasil-hasil para petani yang berasal dari Seram
di perdagangkan di pulau Jawa, Sulawesi, NTT, dll. Mereka berlayar dari Seram menuju pulau
lain hanya menggunakan perahu dengan layar tanpa ada mesinyang hanya mengharapkan
datanya angin, sehingga untuk sampai di tempat tujuan memakan waktucukup lama. Perahu
banggka juga digunakan untuk memuat keladi ubikayu (kasubi) yang biasa diambil dari
Sulawesi untuk diperdagangkan dipesisir Maluku. Bahkan banggka ini sering dgunakan untuk
memat kayu sualap namun karena maraknya illegal loging sehingga para pelayar banggka tidak
lagi memuat kayu. Singkat kata apapun jenis muatan yang bisa dimuat, banggka selalu siap
sebagai alat pengangkut yang pening bisa menghasilkan doe.
Namun saat ini berdagang dengan perahu banggka tidak lagi digunakan, sebab selain
memakan waktu lama juga membutuhkan banyak orang dan penghasilannya pun relatif
kecil.Bagi para lelaki yang biasa melaut kemudian terobsesi untuk berdagang dengan Motor laut
yang ukuranya tidak terlalu besar namun bisa memuat hasil dagangan mereka. Mereka berdagan
oill, pasarnya diambil dari Kecamatan lehitu lalu di pasarkan disetiap plosok dan derah-daerah

yang masih kekurangan pasokan bahan bakar minyak, walaupun banyak para pedagang yang
merasa dirugikan oleh oknum-oknum milisireaksoner namun keuntungannya lumayan besar.
Mata pencarian masyarakat yang paling utama adalah petani, sebab rata-rata
masyarakat memiliki perkebunan seperti cengkeh, pala, coklat dan kopi serta tanaman yang
berumur jangka panjang. Cara berladang masyarakat petani Dusun Amaholu pada umumnya
adalah peladang yang berpindah (nomaden). Pada waktu musim kemarau mereka menggarap
hutan dan menebang pohon-pohon yang diikuti dengan proses pembakaran setelah kering. Proses
selanjutnya setelah musim hujan tiba, maka tanah yang digarap itu mulai ditanami dengan jenis
tanaman jangka pendek seperti umbi-umbian, sayur-sayauran dan tanaman-tanaman lain yang
baik untuk dimakan. Hasil yang di peroleh pun hanya untuk konsumsi keluarga dan jika sedikit
lebih maka, dijual kepada masyarakat. Hasil produksi yang utama dari masyarakat petani adalah
dari tanaman umur pendek yaitu jenis tumbuhan Ubi, kacang-kacangan, jahe dan sayur
ganemong. Jenis ini yang paling banyak dipasarkan di Kota Ambon oleh para pedagang kaki
lima. Para pedagan membeli hasil alam tersebut dari para petani-pertani tradisional Dusun
Amaholu dan dusun-dusun tetangga.
Peternakan juga merupakan mata pencarian dan penghasilan tambahan bagi masyarakat
Dusun Amaholu. Masyarakat betenak masih menggunakan pola tradisional. Pernnakan
merupakan kerja sampingan masyarakat karena pekerjaan ini masih bisa dilakukan oleh setiap
orang. Usaha peternakan yang paling utama adalah ayam kampung, bebek dan kambing.
Kegiatan berternak dilakukan bukan hanya para peternak saja, tetapi para petani dan nelayan
juga ikut beternak sebab penghasilan tambahan bisa didapat dari hasil penjualan hewan-hewan
ternak tersebut.
Penghasilan yang paling mendominasi bagi berlangsungnya kehidupan masyarakat Dusun
Amaholu yaitu mata pencarian kerajinan tangan menganyam tikar. Penkerjaan menganyam tikar
ini hamper sebagin besar dilakukan masyarakat dusun Amaholu Hasil dari penjualan tikar
menjadi tolak ukur ekonomi masyarakat. Para orang tua bisa menyekolahkan anak-anak mereka
dari pengasilan kerajinan tangan menganyam tikar.
5.

Keadaan Pendidikan
Dusun Amaholu mengalami kemajuan dari sisi ilmu pengetahuan dan pendidikan sejak
masa kepemimpinan H. Usman Harat sebagai kepala Dusun. Dimasa kepemimpin beliau
orientasi kinerjanya adalah didalam bidang pendidikan. Beliau berhasil mendirikan lembaga
pendidikan yang pertama yaitu Madrasah Iptidaiyah (MI) yang setara dengan Sekolah Dasar.
Sekolah itu dirikan pada tanggal 7 Januari 1967 tepatnya berada di Amaholu Los. Kemudian saat
ini menjadi Dusun Amaholu los. Dengan pasilitas gedung serba darurat, namun proses belajar
mengajar tetap dilaksanakan. MI saat itu dibawah naungan Yanyasan Permi dengan ketua Abdul
Majid Ambon memberikan mandat kepada Usman Hart menjabat sebagai kepala sekolah. Beliau
sebagai kepala dusun juga merangkap jabatan sebagai kepala sekolah yang juga berperan
sebagai guru mata pelajaran di sekolah.
Kemudian Pada tahun 1968 didirikan sekolah dengan bangunan parmanen di Dusun
Amaholu Tengah. Pada tanggal 8 Agustus 1983 Yayasan Permi menyerahkan mandat kepada
Yayasan Muhamadiah dibawah pimpinan Imam Alfauzi sebagai ketua wilayah majelis
Muhamadiah Provinsi Maluku sehingga sekolah MI berada di bawah yanayasan Muhammadiah.
MI bertambah nama menjadi Madarasyah Ibtidahiyah Muhammadiyah (MIM). Sejak mulai
berdiri sampai sekarang Sudah enam kali terjadi pergantian kepala sekolah yaitu : (1) H. Usman
Hart, sebagai pengagas sekaligus menjabat kepala sekolah (2) Saman Polpoke, Kharudin Saleh.

(3) Muhamad Abe. (4) Amir Tulungi dan (5) Rusmin Hamamu, (6) Imran Umar yang menjabat
sampai sekarang. Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan telah mendorong H. Usman Hart
untuk mengusulkan kepada Yayasan Muhamadiyah agar mendirikan sekolah Madrasah
Tsanawiah Muhamadiyah yang setara dengan SMP di Dusun Amaholu. MTs Muhamadiyah
Amaholu adalah lembaga pedidikan Islam yang didirikan sebagai wujud kepedulian untuk
memingkatkan nilai-nilai moral (ahlaqul karimah) dan intelektual pada generasi Islam di Dusun
Amaholu.
MTs. Muhammadiyah Amaholu adalah salah satu sekolah yang dibangun atas
permintaan masyarakat. Didirikan oleh Yayasan Muhammadiyah sebagai jawaban dari tuntutan
pendidikan, sebab pada saat itu di Jazirah Huamual Belakang, lembaga pendidikan menengah
yang menampung tamatan-tamatan Sekolah Dasar atau Madrasah Ibtidaiyah hanya ada pada
Madrasah Tsanawiyah Kambelo. Berdasarkan kondisi itulah serta adanya dorongan kuat dari
berbagai pihak, maka melalui yayasan Muhammadiyah pada tangal 11 Agustus 1988 Madrasah
Tsanawiyah Muhammadiyah Amaholu didirikan.
Pada awal berdirinya sekolah ini juga tidak sedikit mendapat tantangan dan hambatan
dari berbagai kalangan. Setelah Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah Amaholu didirikan,
tantangan selanjutnya adalah persoalan siswa dimana pada saat berdirinya belum adanya
kesadaran kolektif dari masyarakat untuk mendorong anak-anak mereka melanjutkan sekolah
kejenjang selanjutnya, Pada saat itu Madrasah Tsanawiyah Amaholu sempat mandek selama 2
(dua) tahun, yakni dari tahun 1988 sampai tahun 1990. Tahun 1991 kesadaran masyarakat
Amaholu untuk menyekolahkan anak-anak mereka pada jenjang sekolah menengah mulai
muncul, berkenaan dengan itu pula maka kegiatan pembelajaran Madrasah Tsanawiyah
Muhamadiyah Amaholu pun mulai berjalan dengan baik.
Setelah kesadaran masyarakat muncul untuk menyekolahkan anak-anak mereka,
selanjutnya kendala dan permasalahan yang dihadapi oleh MTs Muhammadiyah Amaholu adalah
tenaga pengajar karena selama berdirinya tidak ada tenaga pengajar yang defenitif, baik yang
disediakan oleh yayasan Muhammadiyah maupun oleh institusi pemerintah dalam hal ini
Departemen Agama pada wilayah setempat. Seiring dengan perubahan zaman, tuntutan dan
kebutuhan masyarakat akan pentingnya kebutuhan pendidikan semakin baik, sehingga
berpengaruh pula pada kesadaran dan pola pikir masyarakat Amaholu. Hal itu dapat dilihat dari
animo masyarakat untuk menyekolahkan anak-anak mereka pada sekolah tersebut. Hal ini
ditandai dengan meningkatnya pertambahan jumlah siswa dari tahun ketahun. Dalam perjalanan
selanjutnya, perhatian pemerintah terhadap peningkatan mutu, sarana dan prasarana pendidikan
terhadap MTs itu diwujudkan dalam bentuk bantuan dana pembangunan oleh Dinas Pendidikan
Nasional pada tahun 2006 yang berupa pembangunan gedung sekolah dengan tiga (3) bilik ruang
belajar. Dengan bantuan dinas pendidikan itulah, Madrasah Tsanawiyah Muhammadiyah
Amaholu memiliki gedung defenitif sendiri, yang mana pada awal berdirinya dalam proses
belajar mengajar berafiliasi dengan gerdung Madrasah Iptidaiyah Muhammadiyah Amaholu.
Gedung MTS Muhammadiyah Amaholu selesai dibangun pada tanggal 9 januari 2006. Pada
tanggal 12 April 2006 proses aktifitas belajar mengajar berjalan hingga sekarang. Semenjak
berdirinya sampai sekarang prosesi kepemimpinan MTs Muhammadiyah Amaholu ini sudah tiga
kali terjadi pergantian, yaitu mulai dari H. Usman Hart sebagai pengelola dan kepala sekolah
pertama, Rusmin Hamamu sebagai kepala sekolah kedua kemudian Adnan Abdul menjabat
kepala sekolah sampai sekarang.
Dari lembaga-lembaga pendidikan yang didirikan tersebut diatas.masyarakat dapat
merasakan pendidikan walaupan ada sebagian masyarakat yang tidak dapat melanjutkan

pendidikannya ke jenjang SMA karena keterbatasan dalam segi finansial. Namun masih juga
masyarakat berkeinginan mendorong anak-anak mereka di bangku pendidikan yang lebih tinggi
sehingga mereka tidak ketinggalan dengan persoalan pendidikan dan ilmu pengetahuan.
6. Bahasa dan Komunikasi
Pengunaan bahasa daerah pada umumnya merupakan sebuah budaya masyarakat yang ada
dinegeri ini. Bahasa daerah harus digunakan agar tetap terjaga karena bahasa daerah adalah
warisan leluhur dan menjadi kebanggaan serta simbol masyarakat. Bahasa daerah yang
digunakan masyarakat Dusun Amaholu pada umumnya adalah bahasa kebanggaan masyarakaat
Huamual Barat Negeri Luhu yang beretnik Buton. Mereka dapat melestaraiakan nilai-nilai
budaya dan tradisi masyarakat Buton umumnya dalam hal berkomunikasi. Bahasa Buton
dijadikan sebagia alat komunikasi setiap hari dalam pergaulan kehidupan bermasyarakat.
Masyarakat Dusun Amaholu adalah masyarakat yang beretnik Buton, pengunaan bahasa daerah
digunakan dalam pergaulan kehidupan sehari-hari. Mereka mengunakan bahasa Buton dengan
dialek bahasa Buton Cia-Cia. Hal ini merupakan kebiasaan masyarakat Dusun Amaholu dalam
setiap berkomunikasi antara sesama warga yang juga sama-sama beretnik Buton.
Pengunaan bahasa Cia-Cia ini hanya digunakan dalam percakapan sehari-hari antara orang tua
dengan anak, maupun antara sesama warga masyarakat yang juga mengerti dan dapat berbicara
mengunakan bahasa Buton Cia-Cia. Para guru disekolah pun sering terlihat mengunakan bahasa
Buton dengan dialek Cia-Cia, ketika menerangkan pelajaran atau memberikan bimbingan.
Sedangkan didalam forum-forum resmi maupun dilembaga-lembaga pendidikan, masyarakat
menggunakan bahasa Indonesia.
Namun realitas saat ini, ketika seseorang yang berasal dari kampung mengunakan bahasa
daerah. Kadang secara tiba-tiba teman yang lainyang juga mengerti bahasa itu, menghentinkan
dan bahkan menyindir agar orang yang berbicara tersebut untuk tidak lagi melajutkan
pembicarana dengan mengunakan bahasa daerah.
Padahal kita sebagai masyarakat indonesia harus kembali kepada hakekat Boneka Tunggal Ika
atau berbeda-beda tetapi tetap satu. Siapa dan apapun bahsanya haruslah dihargai agar kita tidak
terjebak pada sifat chauvinism, yaitu membangakan budaya sendiri dan mengangap rendah
budaya lain. Apalagi harus merasa jengkel dengan budaya sendiri ketika ada orang yang sedang
melestarikan budaya tersebut seperti berbicara dengan bahasa daerah.

Anda mungkin juga menyukai