Anda di halaman 1dari 1

Bisnis MLM ini dalam kajian fiqih kontemporerdapat ditinjau dari dua aspek: produk

barang atau jasa yang dijual dan cara atau pun system penjualan
(selling/marketing). Mengenai produk barang yang dijual, apakah halal atau haram,
bergantung pada kandungannya, apakah terdapat sesuatu yang diharamkan Allah
menurut kesepakatan(ijma) ulama tau tidak, begitu pula jasa yang dijual. Unsure
babi, khamar, bangkai, darah, perzinaan, kemaksiatan, perjudian, contohnya. Lebih
mudahnya, sebagian produk barang dapat dirujuk pada sertifikasi halal dari PL-POM
MUI, meskipun produk yang belum di sertifikasi halal belum tentu juga haram
bergantung pada kandungannya.
Perusahaan yang menjalankan bisnisnya dengan system MLM, tidak hanya
menjalankan produk barang, tetapi juga produk jasa, yaitu jasa marketing yang
berlevel-level (bertingkat-tingkat) dengan imbalan berupa marketing fee, bonus,
dan sebagainya bergantung level, prestasi penjualan, dan status keanggotaan
distributor. Jasa pertama penjualan ini (makelar) dalam terminology fiqh disebut
samsarah/simsar ialah perantara perdagangan (orang yang menjualkan barang
atau mencarikan pembeli) atau perantara antara penjual dan pembeli untuk
memudahklan jual beli (Sayyid Sabiq, Fiqhus-Sunnah, vol. III/159)
Pekerjaan samsarah/simsar berupa makelar, distributor, agen dan sebagainya
dalam fiqh islam adalah termasuk ijarah, yaitu suatu transaksi memanfaatkan jasa
orang dengan mbalan. Pada dasarnya para ulama seperti Ibnu Abbas, Imam
Bukhari, Ibnu Sirin, Atha, Ibrahim, memandang boleh jasa ini (Fiqhus-Sunnah,
III/159). Namun untuk sahnya pekerjaan makelar ini harus memenuhi beberapa
syarat di samping persyaratan tadi, antara lain: 1) perjanjian diantara kedua belah
pihak jelas (an-Nisaa:29); 2) objek akad bias diketahui kemanfaatannya secara
nyata dan dapat diserahkan; dan 3) objek akad bukan hal-hal yang maksiat atau
haram.

Anda mungkin juga menyukai