sedangkan pada tahun 2011 turun hanya sampai pada angka 12,49
persen. Padahal dalam The Millenium Development Goals (MDGs)
Indonesia menargetkan angka kemiskinan di Indonesia berada pada
kisaran 7,55 persen pada 2015.
Kondisi
ini
semakin
memprihatinkan
jika
melihat
angka
orang pada tahun 2012 menjadi 7,17 juta orang pada tahun 2013.
Dalam analisa yang sederhana, tingginya angka pengangguran akan
mendorong tingginya angka kriminalitas. Hal ini terjadi terutama di
berbagai
kota-kota
besar,
seperti
Jakarta,
Semarang,
ataupun
Surabaya.
Maka dari sisi keamanan, catatan statistik dari Markas Besar
Kepolisian Republik Indonesia (Mabes Polri) tentu perlu menjadi
perhatian serius dari berbagai pihak. Jumlah tindak pidana cenderung
meningkat sejak lima tahun terakhir; 2007 (330.354), 2008 (326.752),
2009 (344.942), 2010 (332.490), dan 2011 (347.605). Bahkan kita
semakin
prihatin
dengan
kerawanan
sosial
bangsa
ini.
Risiko
Index
(CPI)
yang
dirilis
Transparancy
International
Brunei
Darusalam,
Malaysia,
Thailand,
Filipina,
Vietnam,
dan
Myanmar.
Fakta lain yang cukup memprihatinkan adalah apatisme kaum
muda terkait dengan pemberantasan korupsi itu sendiri. Di tahun
2013, Transparency International Indonesia juga meluncurkan Youth
Integrity Survey (YIS) untuk memetakan persepsi kaum muda di
Jakartadengan populasi 31% (2,9 juta) dari total penduduk Jakarta
terkait integritas dan partisipasi mereka dalam gerakan anti-korupsi.
Survey yang sama juga dilakukan di Fiji, Sri Lanka, dan Korea Selatan.
Dalam temuan utama survey tersebut ditemukan bahwa
mayoritas responden masih menanggap urgensi integritas sebagai
faktor kunci dalam kesuksesan. Namun, sebagian besar anak muda
Jakarta cenderung apatis terhadap perilaku koruptif para pejabat
publik. 60 % dari responden bahkan memilih untuk tidak melapor
kepada pihak yang berwenang saat menemukan indikasi tindak
pidana korupsi. Mereka merasa tidak percaya dengan aparat penegak
hukum dan40%-nyamenganggap bahwa hal tersebut bukan
urusan mereka. Ketidakjelasan perlindungan hukum dan prosedur
pelaporan juga menjadi alasan mereka untuk diam saja ketika
mengetahui adanya indikasi tindak pidana korupsi.
Apatisme
ini
juga
terjadi
dalam
bidang
politik.
Tingkat
Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti
Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi,
tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami
siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan (QS. Al
Araf [7]: 96)
Hal tersebut tentu menjadi evaluasi kita bersama sebagai
warga bangsa Indonesia. Apakah kita memang telah mendustakan
berbagai
niikmat-Nya;
memanfaatkannya
secara
dengan
baik.
tidak
Lalu,
mensyukuri
dimana
eksistensi
dan
dan
mahasiswa
adalah
golongan
inteligensia
yang
sejak
awal
ITB
(Bandung)
yang
dimotori
Imaduddin
Abdurrohim,
gerakan Islam. Para peserta LMD yang berasal dari berbagai kampus
besar di Indonesia, seperti UI, UGM, Universitas Brawijaya, dan lainlain, melakukan hal yang sama selepas mereka mengikuti training
tersebut. Melalui berbagai training itulah dibentuk berbagai lembaga
dakwah mahasiswa di kampus masing-masing. Pada tahun 1986,
berbagai lembaga dakwah kampus ini berkumpul di UGM untuk
merapatkan barisan dalam konsorsium FS-LDK (Forum SilaturhamiLembaga Dakwah Kampus).
Secara internal, baik HMI, PII, maupun FS-LDK tentu memiliki
perannya masing-masing bagi anggota dan lingkungan kampus.
Organisasi tersebut menjadi semacam kawah candradimuka bagi para
kader Islam untuk menjadi pemimpin umat dan bangsa di kemudian
hari. Sebab aktifisme mereka di kampus dan organisasi masingmasing seringkali tetap akan berlanjut ketika mereka telah lulus dan
berada di tengah-tengah masyarakat.
Mahasiswa Sebagai Khayru Ummah
Sejarawan
muslim
Indonesia,
Kuntowijoyo,
merumuskan
Dalam konteks perannya bagi umat dan bangsa ini, berdasarkan ayat
tersebut, mahasiswa Islam tentu harus memiliki aktivisme sejarah.
Artinya ia harus berada di tengah-tengah persoalan bangsa untuk
memberikan solusi-solusi kongkrit dan utuh. Inilah tafsiran dari
redaksi . Lalu ada tiga langkah paradigmatik yang harus
ditempuh gerakan mahasiswa Islam ketika berada di tengah-tengah
persoalan
bangsa.
Tiga
langkah
tersebut
adalah,
melakukan
sejak
sekarang
mempersiapkan
diri
melalui
berbagai
organisasi yang ada untuk menjadi para pemimpin di masa yang akan
datang. Dalam kasus pemberantasan korupsi, misalnya, jika korupsi
dipahami sebagai persoalan sosio-politis. Maka persoalan tersebut
juga berkaitan dengan persoalan regenerasi para pejabat publik.
Maka para mahasiswa sejak awal harus menempa integritas dirinya
untuk menggantikan para pejabat publik saat ini. Inilah salah satu
bentuk dari proyek humanisasi terhadap diri sendiri. karena manusia
memiliki fitrah
harus
keluar
dari
paradigma
lama
yang
menghadapi
Quranic
Society,
menyimpulkan
bahwa
ada
tiga
ciri
umum
masyarakat idela dalam Al Quran, yaitu (1) Beriman, (2) Amar Maruf,
dan (3) Nahi Munkar. Kesimpulan ini lahir setelah doktor tafsir
tersebut melakukan penelitian mendalam tentang konsep-konsep al
Quran mengenai masyarakat. Maka tugas inteligensia profetik (baca:
mahasiswa Islam) memiliki kongruensi dengan apa yang dicitacitakan Al Quran itu sendiri tentang sebuah masyarakat (baca:
bangsa) ideal. Bangsa Qurani (Quranic Nation) adalah bangsa yang
memiliki mekanisme untuk selalu melandasi seluruh aktiftasnya
dengan keimananbaik di awal, di tengah, dan di akhirlalu selalu
berusaha memberikan kebaikan dan menolak segala kejahatan.
Allaahu alam.
Rujukan
: Imam Sopyan
Riwayat pendidikan
Riwayat Organisasi
Karya Ilmiah
Prestasi
Kalijaga (2012)
Juara II Lomba Essay Keluarga Muslim Teknik Universitas
Gadjah Mada (2012)
Juara II Lomba Essay Soegeng Sarjadi School of
Government (2013)
Juara I Lomba Essay Nasional BPPI FEB UNS (2013)