Anda di halaman 1dari 5

No.

1.

Hasil Praktikum
Analisis Bahan Kering Pakan

2.

Konsentrat
= 90,88%
Rumput Lapangan = 15,23%

Pertumbuhan dan Perkembangan

Bobot Awal = 239,5 kg


Bobot Akhir = 251 kg
PBBH
= 1,64 kg/hari

Evaluasi
BK ratarata konsentrat adalah 90,88%
karena kadar air dalam konsentrat
sangat sedikit, sedangkan BK rata rata
rumput lapangan sebesar 15,23% karena
kadar airnya cukup tinggi. Hasil analisis
bahan kering pakan tidak sesuai dengan
standart BK untuk rumput lapangan
sebesar 23% dan untuk konsentrat
sebesar 65,12%. Perbedaan bahan
kering pakan dapat dipengaruhi faktor
kadar air, suhu, metode pengeringan
serta kandungan nutrisi setiap bahan
pakan berbeda-beda.

Referensi
Rumput alam (rumput lapangan) adalah
rumput yang tumbuh liar di pinggir jalan
(Rukmana, 2009). Pakan konsentrat adalah
pakan yang konsentrasi gizinya tinggi tetapi
kandungan serat kasarnya relatif rendah dan
mudah dicerna (Aak, 2012). Rumput lapangan
merupakan hijauan segar yang mengandung
air 70-80% dan mempunyai BK yang kecil
(Soeprapto et al., 2008). Faktor yang
mempengaruhi BK pakan antara lain kualitas,
metode pengeringan, iklim dan jenis bahan
pakan (Siregar, 2001).

Penimbangan bobot badan ternak


dilakukan
secara
duplo
dan
menghasilkan rata rata bobot awal
sebesar 239,5 kg ; rata rata bobot
akhir sebesar 251 ; dan PBBH 1,64
kg/hari. Pakan dengan kualitas yang
baik dapat dimanfaatkan oleh ternak
dalam pertumbuhan berat badannya dan
pada saat compensatory growth. Hasil
PBBH yang didapat dari praktikum ini
tidak sesuai dengan standart PBBH
yakni 0,81 untuk sapi peranakan ongole.
Faktor
yang
mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan ternak
adalah umur saat mulai digemukan,
mutu dan volume makanan yang di
berikan, dan jenis kelamin.

Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan


perkembangan ternak adalah umur saat mulai
digemukan, mutu dan volume makanan yang
di berikan, dan jenis kelamin (Aak, 2012).
PBBH peranakan Ongol (PO) dengan
konsetrat yang disubstitusi ampas tempe lebih
tinggi yakni 1,01 kg dari pada dengan
konsetrat pabrik saja, maupun konsentrat
pabrik yang disubstitusi dengan ampas tahu
dan ampas kecap mengahsilkan PBBH
sebesar 0,79 kg (Purbowati dan Rianto, 2009).

3.

Pengamatan Fisiologi Ternak

4.

Suhu Rektal
= 38,61OC
Denyut Nadi
= 58 kali/menit
Frekuensi Nafas= 21 kali/menit

Pengamatan Fisiologi Lingkungan


Mikroklimat
Waktu
Suhu (OC)
06.00
27,07
12.00
32
18.00
28,71
21.00
27,64
Rata-rata 28,86

RH (%)
81,29
52,14
74,29
80,57
72,07

Makroklimat
Waktu
Suhu (OC)
06.00
26,5
12.00
33,46
18.00
26,64
21.00
25,14
Rata-rata 27,94

RH (%)
79,43
69,07
84,29
93,57
81,59

Pengamatan fisiologi ternak pada


pratikum sapi PO yaitu, rata-rata suhu
rektal 38,61oC, denyut nadi 58
kali/menit, dan frekuensi nafas 21
kali/menit. Pada suhu rektal dan denyut
nadi sapi PO dalam keadaan normal
karena standart suhu rektal sapi 38,5oC
dan standar denyut nadi 40-60
kali/menit. Pada frekuensi nafas sedikit
lebih besar karena saat pengecekan
frekuensi nafas sapi menjadi stres saat
dipegang
yang
memungkinkan
mempercepat
frekuensi
nafasnya.
Faktor yang mempengaruhi fisiologi
ternak adalah faktor mekanis, termis,
racun, nutrisi, dan organisme renik.

Standar suhu rektal pada sapi 38,5oC,


kecepatan pernafasan 12-16 /menit dan
kecepatan denyut nadinya 40-60/menit dalam
keadaan normal (Akoso, 2000). Faktor yang
mempengaruhi fisiologi ternak adalah faktor
mekanis, termis, racun, nutrisi, dan organisme
renik (Yulianto dan Saparinto, 2010).

Rata rata suhu mikroklimat adalah


28,86oC dengan RH sebesar 72,07% dan
rata rata suhu makroklimat adalah
27,94oC dengan RH sebesar 81,59%
yang berarti bahwa kedua rataan suhu
ini memberikan kondisi nyaman pada
ternak sehingga tidak mengganggu
produktivitas maupun kesehatan dan
nafsu makannya. Hasil dari pengamatan
fisiologi
lingkungan
yang
telah
dilakukan tidak sesuai standart dengan
kisaran maksimal suhu sebesar 27oC.
Kelembaban
yang
didapat
dari
pengamatan sesuai dengan standart
kelembaban ideal yaitu sebesar 60-80%.
Faktor yang mempengaruhi adalah
iklim dan cuaca di tempat ternak hidup.

Pada suhu lebih tinggi, proses metabolisme


sapi lebih cepat karena pengeluaran tenaga
dan pemeliharaan tubuh sapi juga meningkat
(Yulianto dan Saparinto, 2010). Pada
umumnya sapi potong dapat tumbuh optimal
di daerah dengan kisaran suhu 10 27oC.
Pemaksaan penggunaan suatu lokasi yang
temperaturnya fluktuatif, kurang cocok bagi
hewan dan akan menyebabkan menurunnya
produksi ternak (Abidin, 2008). Suhu
lingkungan ideal bagi pertumbuhan dan
perkembangan sapi potong di Indonesia
adalah 17-270 C dan kelembaban 60-80%
merupakan
kelembaban
ideal
bagi
pertumbuhan dan perkembangan ternak,
termasuk sapi potong (Soeprapto et al., 2008).

5.

Konversi Pakan

6.

Efisiensi Pakan

7.

PBBH
= 1,64 kg/hari
Konsumsi Total BK = 5,58 kg
Konversi Pakan
= 3,40 kg

PBBH
= 1,64 kg/hari
Konsumsi Total BK = 5,58 kg
Efisiensi Pakan
= 29,93%

Daya Cerna

Bobot Feses dalam BK = 1,59kg


Konsumsi total BK
= 5,58 kg
Hasil Daya Cerna
= 71,50%

PBBH ternak sebesar 1,64 kg/hari


dengan konsumsi total sebesar 5,58 kg.
Konversi pakan yang didapat adalah
3,40 kg. Hasil konversi pakan yang
didapat termasuk baik karena standart
rata rata konversi pakan pada sapi
peranakan ongole sebesar 6,25 kg BK.
Hal ini menunjukkan bahwa ternak
cukup efisien dalam memanfaatkan
pakan yang masuk ke dalam tubuhnya
untuk dikonversikan menjadi daging.
Faktor yang mempengaruhi adalah
nutrisi pakan, volume dan tekstur
makanan, dan palatabilitas ternak.
PBBH ternak sebesar 1,64 kg/hari
dengan konsumsi total sebesar 5,58 kg.
Efisiensi pakan yang didapat adalah
sebesar 29,39%. Efisiensi yang didapat
tersebut termasuk cukup baik, karena
diatas standar seharusnya yang berkisar
antara 7,52-11,29%. Faktor yang
mempengaruhi adalah umur, kualitas
pakan, dan bobot badan ternak.
Semakin tinggi nilai efisiensi pakan
berarti pemberian pakan semakin
efisien.
Daya cerna ternak yang didapat sebesar
71,50% yang berarti bahwa pakan yang
masuk dalam tubuhnya lebih banyak
digunakan untuk memproduksi PBBH
dibandingkan dengan yang terbuang
dalam feses. Hasil daya cerna yang
didapat sudah baik karena kisaran
normal daya cerna sapi adalah 60-70%.
Faktor yang mempengaruhi daya cerna
adalah kondisi ternak, suhu, dan pakan
yang dikonsumsi.

Konversi pakan berguna untuk mengetahui


apakah pakan yang dikonsumsi oleh ternak
efisien
dalam
menghasilkan
PBBH
(Purbowati dan Rianto, 2009). Faktor yang
mempengaruhi adalah nutrisi pakan, volume
dan tekstur makanan, dan palatabilitas
(Soeprapto, 2008). Rata rata konversi pakan
pada sapi PO 6,25 kg BK (Parakkasi, 1999).

Efisiensi pakan adalah pakan yang dibutuhkan


untuk meningkatkan bobot badan sebesar 1 kg
pada ternak (Purbowati dan Rianto, 2009).
Faktor yang mempengaruhi adalah umur,
kualitas pakan, dan bobot badan. Efisiensi
penggunaan pakan berkisar antara 7,52%
11,29% (Siregar, 2001). Efisiensi pakan
berhubungan dengan kecukupan nutrient sapi
yang diperoleh dari pakan yang dikonsumsi
(Soeprapto, 2008).
Pakan yang dikonsumsi ternak tidak
semuanya dapat diserap, tetapi ada sebagian
pakan yang dikeluarkan melalui feses
(Purbowati dan Rianto, 2009). Bobot feses
dalam BK normal sebesar 1,5 - 2,5 kg, sedangkan
kisaran normal daya cerna pada ternak adalah 60 70% (Siregar, 2001). Nutrien pakan yang tidak

dikeluarkan oleh tubuh adalah nutrien yang


dicerna (Soeprapto, 2008).

8.

Feed Cost per Gain

9.

Evaluasi Perkandangan

10.

Harga Hijauan
= Rp. 100,-/kg
Harga Konsentrat = Rp. 1.500.-/kg

Tipe Kandang = Konvensional stall


ganda

Carrying Capacity

Produksi lahan per tahun


=
153.000 kg
Produksi lahan per hari
=
419,18 kg/hari
Produksi lahan per hari dalam BK =
63,84 kg
Hasil CC = 88 ekor sapi dengan bobot
242,125 kg

Harga hijauan sebesar Rp. 100,- dan


harga konsentrat sebesar Rp. 1.500,-.
Feed Cost per Gain untuk seminggu
sebesar Rp.5.260,-. Feed cost per gain
termasuk murah karena PBBH yang
didapatkan mengalami peningkatan
yang tinggi sehingga berpengaruh pada
biaya untuk memenuhi kebutuhan pun
menjadi lebih rendah. Faktor yang
mempengaruhi feed cost per gain
adalah harga pakan dan bobot badan.

Feet cost per gain adalah berapa biaya pakan


yang harus dikeluarkan untuk mengahsilkan
satu-satuan pertambahan bobot badan
(Purbowati dan Rianto, 2009). Feed cost per
gain digunakan untuk mempertimbangkan
nilai ekonomi (Yulianto dan Saparinto, 2010).

Tipe kandang yang digunakan adalah


tail to tail. Atap kandang agak rendah
sehingga
membuat
suhu
dan
kelembaban lebih tinggi. Jarak antara
selokan dengan sapi sebesar 1-2 m
untuk mempermudah sanitasi kandang.
Gudang pakan di taruh secara terpisah
dan di tempat teduh agar tidak terkena
air. Sumber air berasal dari sumur
sehingga
mempermudah
untuk
mendapatkan air. Kelebihan dari
kandang tersebut saat melakukan
sanitasi lebih mudah dan cepat.
Kekurangannya adalah saat pemberian
pakan membuang waktu.
Pada lahan seluas 1700 m2 dihasilkan
produksi hijauan sebesar 153.000 kg per
tahun atau setara dengan 419,18 kg per
hari. Produksi dalam BK sebesar 62,84
kg BK. Produksi tersebut cukup untuk
memenuhi kebutuhan 88 ekor sapi
dengan bobot 242,125 kg. Faktor yang
mempengaruhi carrying capacity adalah
produktivitas tanah, curah hujan, dan
keadaan topografi.

Fungsi kandang adalah sebagai tempat


berlindung, tempat beristirahat, tempat
pengumpulan feses sapi, dan tempat
berlindung dari predator (Abidin, 2008).
Pembuatan kandang harus diusahakan bisa
memberi rasa aman, nyaman dan tenteram
bagi
ternak
yang
dipelihara
sebab
kenyamanan kandang sangat menunjang
proses biologis ternak yang bersangkutan.
Bangunan kandang harus sesuai dengan
tuntutan hidup ternak, seperti iklim,
konstruksi, serta bahan bangunan yang
digunakan (Aak, 2012).
Carrying capacity adalah kemampuan suatu
lahan untuk memenuhi kebutuh pakan hewan
ternak (Soeprapto, 2008). Ketersediaan bahan
pakan selalu dibutuhkan setiap hari, apabila
ketersediaan bahan pakan menggunakan biaya
transpor dikhawatirkan keuntungan yang
diperoleh berkurang (Aak, 2012).

DAFTAR PUSTAKA
Aak. 2011. Petunjuk Beternak Sapi Potong dan Kerja. Kanisius, Yogyakarta.
Abidin, Z. 2008. Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Akoso, B.T. 2008. Kesehatan Sapi. Kanisius, Yogyakarta.
Parakkasi, A. 1999. Ilmu Nutrisi Makanan Ternak Ruminansia. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Purbowati, E. dan Rianto, E. 2009. Produksi Ternak Potong dan Kerja. Badan Penerbit UNDIP, Semarang.
Rukmana, R. 2009. Budidaya Rumput Unggul. Kanisius, Yogyakarta.
Siregar, S. B. 2001. Penggemukan Sapi. Penebar Swadaya, Jakarta.
Soeprapto, H. 2008. Cara Tepat Penggemukan Sapi Potong. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Yulianto, P., Saparinto, C. 2010. Pembesaran Sapi Potong Secara Intensif. Penebar Swadaya, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai