Disusun Oleh :
Nama
NIM
: 4442121558
Kelompok : 3 (Tiga)
Kelas
: VI B
JURUSAN AGROEKOTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
2015
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan kasih sayangNya pada kita untuk menyelesaikan laporan praktikum Kultur Jaringan. Shalawat
serta salam sealu tercurah kepada baginda Rasulullah SAW beserta keluarganya
dan sahabatnya.
Mata kuliah Kultur Jaringan merupakan mata kuliah pilihan dalam fakultas
pertanian jurusan Agroekoteknologi, adalah mata kuliah ini mempelajari proses
dan cara dalam memperbanyak tanaman melalui kultur jaringan. Laporan ini
berisi tentang Inisiasi Eksplan Pucuk Tanaman Kumis Kucing (Orthosiphon
stamineus Benth) Secara In Vitro
Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih, saran dan kritik terus penulis
harapkan untuk membangun lebih baik ke depannya.
Terima kasih.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL
iii
I.PENDAHULUAN 1
1.1.Latar Belakang...............................................................................................1
1.2.Tujuan.............................................................................................................1
II.TINJAUAN PUSTAKA 2
2.1. Tinjauan Umum Tanaman Kumis Kucing.....................................................2
2.1.1. Morfologi Tanaman Kumis Kucing.......................................................2
2.1.2. Syarat Tumbuh Tanaman Kumis Kucing...............................................3
2.2. Inisiasi Eksplan..............................................................................................5
III. BAHAN DAN METODE
12
5.1. Simpulan......................................................................................................12
5.2. Saran............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN 18
ii
DAFTAR TABEL
No Judul
1.
2.
3.
4.
Halaman
iii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kumis kucing adalah salah satu tanaman herbal yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan obat. Sampai saat ini belum ada yang mengungkapkan dampak
negative dari kumis kucing. akan tetapi masyarakat kebanyakan masih
meremehkan tumbuhan kumis kucing, apalagi menggunakan kumis kucing
sebagai obat. Hal itu dikarenakan masyarakat belum tahu cara mengolah kumis
kucing. Kebanyakan masyarakat masih menggunakan obat farmasetik yang
mudah untuk dikonsumsi setiap saat dibutuhkan.
Pemanfaatan kumis kucing di Indonesia sangat belum maksimal.Hal ini yang
melatarbelakangi penelitian tentang cara pemanfataan kumis kucing sebagai obat
yang mudah dikonsumsi.Oleh karena itu,penulis akan menjelaskan apa
sebenarnya kumis kucing itu dan bagaimana cara mengenali tanaman kumis
kucing. Tidak hanya itu, penulis juga akan memaparkan dan menjelaskan cara
mengolah kumis kucing.
Kultur jaringan adalah sesuatu yang tidak sulit dan sangat mungkin di
lakukan di daerah-daerah. Kultur jaringan dapat dilakukan oleh siapapun karena
kultur jaringan menyangkut aspek keterampilan
dilakukan dengan investasi yang relatif murah dibandingkan dengan hasil yang
dapat dilakukan.
sederhana yang mungkin untuk dilakukan dapat memberikan dampak yang sangat
besar bagi peningkatan dibidang pertanian, perkebunan dan kehutanan.Kultur
Jaringan Tanaman kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian
dari seperti sekelompok atau yang ditumbuhkan dengan kondisi, sehingga bagian
tanaman tersebut dapat memperbanyak diri tumbuh menjadi tanaman lengkap
kembali.
1.2. Tujuan
Mahasiswa mengetahui proses Inisiasi Eksplan Pucuk Tanaman Kumis
Kucing (Orthosiphon stamineus Benth) Secara In Vitro
II.TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Umum Tanaman Kumis Kucing
Kumis kucing merupakan tanaman obat berupa tumbuhan berbatang basah
yang tegak.Tanaman ini dikenal dengan berbagai istilah seperti: kidney tea
plants/java tea (Inggris), giri-giri marah (Sumatera), remujung (Jawa Tengah dan
Jawa Timur) dan songot koneng (Madura).Tanaman Kumis kucing berasal dari
wilayah Afrika tropis, kemudian menyebar ke wilayah Asia danAustralia.Nama
daerah: Kumis kucing (Melayu Sumatra), kumis kucing (Sunda),remujung
(Jawa).
Kingdom
: Plantae (Tumbuhan)
Kelas
Sub Kelas
: Asteridae
Ordo
: Lamiales
Famili
: Lamiaceae
Genus
: Orthosiphon
Spesies
atas ditutupi oleh bulu pendek berwarna ungu dan kemudian menjadi putih,
panjang tabung 1018mm, panjang bibir 4.510mm, helai bunga tumpul, bundar.
Benang sari ukurannya lebih panjang dari tabung bunga dan melebihi bibir bunga
bagian atas. Buah geluk berwarna coklat gelap, panjang 1.752 mm. 2.3. gagang
berbulu pendek dan jarang, panjang 1 mm sampai 6 mm.
Dalam syarat tumbuhnya Curah hujan yang ideal bagi pertumbuhan tanaman
ini adalah lebih dari 3.000 mm/tahun. Dengan sinar matahari penuh tanpa
ternaungi. Naungan akan menurunkan kadar ekstrak daun. Keadaan suhu udara
yang baik untuk pertumbuhan tanaman ini adalah panas sampai sedang. Tanaman
ini dapat dengan mudah tumbuh di lahan-lahan pertanian, untuk produksi
sebaiknya dipilih tanah yang gembur, subur, banyak mengandung humus/bahan
organik dengan tata air dan udara yang baik.Tanah Andosol dan Latosol sangat
baik untuk budidaya kumis kucing.Ketinggian tempat optimum tanaman kumis
kucing 500 - 1.200 m dpl.
Daun
Kumis
kucing
basah
maupun
kering
digunakan
sebagai
Jumlah benih yang diperlukan adalah 10 g tiap m persegi. 4-5 hari setelah
benih disebar merata akan tumbuh. Setelah benih berumur 1 minggu, mulai
diperjarang dan dicabut untuk dipindahkan ke lubang sebesar pensil yang dibuat
di permukaan bumbungan-bumbungan (tinggi 5 cm dan berdiameter 3 cm) tanah
yang telah dicampur dengan pupuk kandang yang dibungkus dengan daun. Tiap
bumbungan diisi 1 bibit. Pemeliharaan dilakukan dengan penyiraman pagi dan
sore, memperjarang bibit dan memusnahkan bagian bibit yang mulai terserang
penyakit. Setelah berumur 2 bulan, bibit dalam bumbungan sudah cukup besar
dan kuat untuk ditanam di kebun; dua minggu sebelum ditanam bibit dalam
bumbungan dipindahkan ke tempat yang lebih terang untuk melatih tanaman
terhadap terik sinar matahari.
Ukuran bibit pada waktu dipindahkan di kebun mencapai tinggi 3-5 cm,
berdaun 4-5 helai, panjang daun 5-10 cm, lebar 2-3 cm. Ditanam pada tanah yang
kering atau tegalan pada musim hujan. Penanaman pada musim kemarau akan
berhasil bila dilakukan pada tanah yang memungkinkan untuk diairi (sawah).
Pengolahan tanah dilakukan dengan mencangkul 2 kali atau menggarpu 1 kali,
meratakan tanah dan membuat saluran air di sekeliling petakan. Pda keadaan
tanah yang kurang baik tata airnya dicangkul lebih dalam, lalu dibuat bedengan
atau guludan dibuat lubang-lubang dengan jarak tanam 40-60 cm untuk ditanam
bibit.
Penanaman sebaiknya dilakukan setelah lewat tengah hari, agar tidak cepat
layu (dianjurkan diberi naungan berupa daun atau batang pelepah pisang, terutama
bagi bibt yang kurang terlatih terhadap terik sinar matahari selama di bumbungan;
naungan sementara ini dilakukan selama 1-2 minggu). Pemeliharaan terdiri dari
penyiraman atau pengairan bila 2 hari tidak turun hujan, penyiangan dilakukan 35 kali, pemupukan dilakukan pada umur 3 minggu dan bila perlu pada umur 8
minggu setelah tanam (34 kg nitrogen tiap hektar, peningkatan hasil 14%), dan
dilakukan pemangkasan batang bunga agar daun dapat tumbuh lebih banyak.
Pemanenan pertama dilakukan pada umur 2 bulan setelah tanam, selanjutnya
dilakukan setiap 0,5 bulan sampai 1 bulan sekali, sampai tanaman berumur 3-5
bulan setelah tanam.
Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya
pencokelatan atau penghitaman bagian eksplan (browning). Hal ini disebabkan
oleh senyawa fenol yang timbul akibat stress mekanik yang timbul akibat
pelukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman induk. Senyawa fenol
tersebut bersifat toksik, menghambat pertumbuhan atau bahkan dapat mematikan
jaringan eksplan.
yang
1 MST (25-05-15)
Jumlah
Eksplan
2
Tinggi
Eksplan (cm)
0,5
2 MST (01-06-15)
0,5
Kontaminasi
Browning
Gambar
Jumlah
Eksplan
Tinggi
Eksplan
Kontam
Brownin
g
1 MST
1
0,3 cm
2 MST
2
0,3 cm
Foto
Jumlah
Tinggi
Eksplan
Eksplan
Kontaminasi
Browning
1.
1 MST
0,3 cm
2.
2 MST
0,3 cm
10
1.
2.
Foto
Jumlah
Tinggi
Kontaminasi
Browning
Eksplan
Eksplan
0,8 cm
0,4 cm
1 MST
2 MST
4.2 Pembahasan
Praktikum kali ini, inisiasi pada tunas Kumis Kucing (Orthosiphon stamineus
Benth.) memberikan respon baik meskipun tidak terlihat dengan baik
pertumbuhannya, kontaminasi media dan browning tidak terjadi pada minggu
pertama pengamatan, sehingga pertumbuhan dari subkultur kumis kucing berjalan
baik. Kumis Kucing yang selama ini diambil metabolit sekundernya sehingga
ketika dikulturkan diharapkan dapat memperbanyak jumlah tanaman dan hasil
metabolit sekunder dari tanaman Kumis kucing.
Zat pengatur tumbuh memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan
perkembangan kultur. Faktor yang perlu mendapat perhatian dalam penggunaan
zat pengatur tumbuh antara lain jenis yang akan digunakan, konsentrasi, urutan
11
penggunaan dan periode masa induksi kultur (Gunawan 1995). Menurut George
dan Sherrington (1984), bahwa untuk induksi kalus tanaman dikotil diperlukan
auksin dengan konsentrasi tinggi dan sitokinin pada konsentrasi rendah sedangkan
pada tanaman monokotil pembentukan kalus hanya membutuhkan auksin yang
tinggi tanpa sitokinin.
Keadaan pada ekplan yang dapat terjadi diantaranya yaitu vitrifikasi, etiolasi,
stagnasi serta kontaminasi yaitu dalam bentuk jamur, bakteri dan kapang. Untuk
vitifikasi dan etiolasi lebih disebabkan karena pengaruh lingkungan tumbuh yang
tidak sesuai sedangkan stagnasi lebih disebabkan karena faktor eksplan yang tidak
juvenil serta pangaruh sterilisasi yang tidak tepat. Setiap bagian eksplan
memberikan pengaruh yang berbeda pada lingkungan tumbuh yang sama, hal ini
karena dipengaruhi perbedaan faktor endogen eksplan.
Keberhasilan kultur jaringan dipengaruhi oleh keseimbangan zat pengatur
tumbuh (ZPT) auksin dan sitokinin, komposisi garam anorganik dan bentuk fisik
media. Media padat merupakan media yang sering digunakan karena
perkembangan eksplan mudah diamati, tidak semua bagian eksplan terbenam
dalam media sehingga memungkinkan sirkulasi udara eksplan dan jika terjadi
kontaminasi, eksplan yang tidak terkontaminasi dapat diselamatkan (Katuuk,
1989).
Pada perbanyakan klon lili yang dilakukan oleh Setiawati (2003), konsentrasi
sitokinin yang tinggi akan mempercepat inisiasi tunas. Seperti terlihat dalam
beberapa penelitian yang menggunakan BAP sebagai ZPT banyak terjadi efek
samping negative yang ditiulkan, keseimbangan pemberian sitokinin dan auksin
penting diberikan untuk menyeimbangkan pertumbuhan organ tanaman yang
ingin ditumbuhkan. Belum lagi banyak jenis ZPT tipe sitokinin yang dapat
memberi respon yang berbeda tergantung pada eksplan tanaman yang ingin
diberikan.
12
13
DAFTAR PUSTAKA
George, E.F. and P.D. Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture.
Exergetics Ltd. 709 p.
Gunawan, L. W. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan
Tanaman. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 252 hal.
Gunawan, L.W. 1995. Teknik Kultur Jaringan In Vitro dalam Hortikultura.
Penebar Swadaya: Jakarta
Hayati,Surya Kurnia dkk. 2010. Induksi Kalus dari Hipokotil Alfalfa (Medicago
sativa L.) secara in vitro dengan Penambahan Benzyl Amino Purine (BAP)
dan -Naphtalene Acetic Acid (NAA). Jurnal BIOMA, Juni 2010 Vol. 12, No.
1, Hal. 6-12 ISSN: 1410-8801
Hendaryono, D. P.S., dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius,
Yogyakarta.
Nasir. 2002. Bioteknologi Molekuler. PT Citra Aditya Bakti. Bandung.
Purwantara. 2001. Genetika, Biokimia, dan Biologi Molekuler. PT Rineka Cipta.
Bandung.
Rinehart. 2005. Plant and Biologi Molekuler. IPB Press. Bogor.
Yusnita. 2004. Kultur Jaringan. Cara Perbanyakan Tanaman Secara Efisiensi.
Agro Media: Jakarta
Yuwono, Triwibowo.2006. Bioteknologi Pertanian. Gadjah Mada University
Press. Yogyakarta.
13
LAMPIRAN
Gambar
Keterangan
14