Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Trauma (injury) atau perlukaan adalah hilangnya diskontinuitas dari jaringan. Adapun
pengertian trauma dari aspek medikolegal sering berbeda dengan pengertian medis. Dalam
pengertian medikolegal trauma adalah pengetahuan tentang alat atau benda yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan seseorang. Orang yang sehat akan terganggu kesehatannya
akibat efek dari alat atau benda yang dapat menimbulkan cedera. Aplikasinya dalam
pelayanan Kedokteran Forensik adalah untuk memperjelas suatu tindak kekerasan yang
terjadi pada seseorang.
Trauma tumpul adalah suatu ruda paksa yang mengakibatkan luka pada permukaan
tubuh yang disebabkan oleh benda-benda yang mempunyai permukaan tumpul. Luka akibat
trauma benda tumpul adalah kerusakan jaringan yang disebabkan oleh benda atau alat yang
tidak bermata tajam, konsistensi keras atau kenyal, dan permukaan halus atau kasar. Di
Malang, berdasarkan data autopsi di instalasi Kedokteran Forensik Rumah Sakit Umum Dr.
Saiful Anwar tahun 2012 mendapatkan data korban mati akibat trauma benda tumpul sebagian
besar disebabkan karena trauma kepala dari kecelakaan lalu lintas.
Pada kasus kematian karena cedera, trauma kepala merupakan jenis trauma terbanyak
yang sering ditemukan, yaitu lebih dari 50% trauma. Pada pasien yang mengalami trauma
multipel, kepala adalah bagian yang paling sering mengalami cedera, dan pada kecelakaan
lalu lintas yang fatal, autopsi memperlihatkan bahwa cedera otak ditemukan pada 75%
penderita (Satyo, 2006). Trauma kepala/trauma kapitis adalah suatu ruda paksa yang menimpa
struktur kepala sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan
fungsional jaringan otak (Sastrodiningrat, 2009). Menurut Brain Injury Association of
America, cedera kepala adalah suatu kerusakan pada kepala, tidak bersifat kongenital ataupun
degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan atau benturan fisik dari luar, yang dapat
mengurangi atau mengubah kesadaran yang menimbulkan kerusakan kemampuan kognitif
dan fungsi fisik (Langlois, Rutland-Brown, Thomas, 2010).
Menurut WHO 2012, Case Fatality Rate (CFR) trauma kepala tertinggi dijumpai di
beberapa negara, yaitu Amerika Latin (41,7%), Korea Selatan (21,9%), dan Thailand (21,0%).
Menurut Gillian yang dikutip oleh Basuki di Amerika Serikat, terdapat 500.000 kasus cedera
kepala setiap tahunnya (Basuki, 2003). Di Indonesia, trauma kepala merupakan penyebab
kematian urutan kedua (4,37%) setelah stroke dan merupakan urutan kelima (2,18%) pada 10

pola penyakit terbanyak yang dirawat di rumah sakit di Indonesia (Depkes RI, 2009).
Berdasarkan data Profil Kesehatan Kota Medan, trauma kepala pada tahun 2005 sampai 2007
berada pada peringkat kedua dari 10 penyakit terbesar yang menyebabkan kematian di seluruh
rumah sakit kota Medan. Adapun di Palembang pada tahun 2010 sebanyak 1.057 orang
meninggal akibat trauma kepala dari kecelakaan (Profil Kesehatan Kota Palembang, 2010).
Pada aspek medikolegal, dalam kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHP)
dikenal luka akibat kelalaian atau karena yang disengaja. Luka yang terjadi ini disebut
kejahatan terhadap tubuh atau misdrijven tegen hel lijf. Kejahatan ini terbagi menjadi dua,
yaitu kejahatan doleuse (yang dilakukan dengan sengaja) dan kejahatan culpose (yang
dilakukan karena kelalaian). Jenis kejahatan yang dilakukan dengan sengaja yang dapat
mengakibatkan suatu cedera, seperti cedera kepala diatur dalam bab XX KUHP pasal 351
sampai dengan 358. Jenis kejahatan yang disebabkan karena kelalaian yang mengakibatkan
cedera diatur dalam pasal 359, 360, dan 361 KUHP. Dikatakan lalai sehingga menyebabkan
trauma, yaitu kurang hati-hati, lupa, dan amat kurang perhatiannya yang tidak disebabkan
secara langsung oleh terdakwa, akan tetapi karena salahnya tersebut.
Pada umumnya trauma kepala terjadi akibat kecelakaan lalu lintas, jatuh/tertimpa
benda berat (benda tumpul), serangan/kejahatan (benda tajam), pukulan (kekerasan), akibat
tembakan, dan pergerakan mendadak sewaktu berolahraga (Chusid, 2008). Adapun klasifikasi
luka akibat suatu trauma dijelaskan dalam pasal 90 KUHP dan pasal 361 KUHP yang
menjelaskan hukuman bagi pelaku kejahatan yang dilakukan dalam suatu jabatan atau
pekerjaan (Satyo, 2006). Di bidang medikolegal, kasus trauma kepala perlu dijelaskan. Oleh
karena itula, pada referat ini akan dibahas lebih lanjut mengenai trauma kepala/trauma kapitis
dan aspek medikolegal pada trauma kepala yang diharapkan dapat memberikan pengetahuan
bagi pembaca dan membantu dalam proses pemeriksaan untuk kepentingan di bidang
kedokteran forensik.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana aspek medikolegal pada penderita trauma kapitis dan korban mati akibat
trauma kapitis.
1.3 Tujuan Umum
Mengetahui aspek medikolegal penderita trauma kapitis dan korban mati akibat
trauma kapitis

1.4 Tujuan Khusus

Mengetahui deskripsi luka akibat trauma benda tumpul.

Mengetahui definisi trauma kapitis.

Mengetahui tanda dan gejala trauma kapitis.

Mengetahui aspek medikolegal pasien dan jenazah akibat trauma kapitis

1.5 Manfaat

Menambah pengetahuan tentang trauma kapitis.

Menambah informasi tentang aspek medikolegal dari korban mati akibat trauma
kapitis.

Dapat dijadikan sumber informasi referensi dalam praktik klinis dokter untuk
kepentingan di bidang kedokteran forensik.

BAB II
ISI
DEFINIS TRAUMA KAPITIS?
ASPEK KLINIS MASUKE DIKIT MUNGKIN DARI ETIOLOGI SAMPE TATA
LAKSANA
GEJALA DAN TANDA TRAUMA KEPALA PADA PASIEN HIDUP DAN KORBAN
MATI
HUKUM PERDATA?? AKU UDAH DAPET 2 DARI 8 KASUS DI BAWAH (mungkin
cukupla, soalnya yang laen tindak kekerasan semua)
Dapusnya belum, nanti aku buat. Banyak banget soalny sumber yang di masukin disini
MASUKIN TENTANG PASAL 133 KUHP VeR DI BAGIAN PALING BAWAH
Aspek Medikolegal Trauma Kepala
1. Kekerasan termasuk penganiayaan yang menyebabkan trauma kepala
Diatur dalam bab XX pasal 351-358 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Pasal 351 KUHP


Trauma kepala yang disebabkan karena tindak kekerasan diatur dalam pasal 351

KUHP, dimana pada pasal 351 ayat (1) seseorang yang melakukan penganiayaan yang
menyebabkan trauma kepala diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan
bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Jika kekerasan tersebut
menyebabkan luka berat, seperti lumpuh, kecacatan, gegar otak, penurunan kesadaran,
kehilangan fungsi salah satu panca indera, hilangnya ingatan, jatuh sakit/mendapat luka yang
tidak memberi harapan sembuh sama sekali, ataupun menimbulkan gangguan pekerjaan dan
mata pencaharian maka pelaku terancam pidana penjara menjadi paling lama lima tahun
sesuai pasal 351 ayat (2) KUHP. Bila tindak kekerasan yang menyebabkan trauma kepala
menyebabkan kematian, maka korban terancam pidana paling lama tujuh tahun sesuai pasal
351 ayat (2) KUHP.

Tidak semua perbuatan seperti memukul kepala yang menimbulkan rasa sakit pada
kepala dikatakan sebuah tindak kekerasan. Oleh karena tindakan tersebut mendapat perizinan
dari pemerintah dalam melaksanakan tugas dan fungsi jabatannya. Seperti contoh: seorang
guru yang memukul kepala anak didiknya, atau seorang dokter yang telah melukai pasiennya
dan menyebabkan luka. Tindakan tersebut bukan sebuah kekerasan, karena maksud dan
tujuannya tidak melawan hukum. Sama halnya pada pada sebuah pertandingan diatas ring
seperti tinju, pencak silat, dan lain sebagainya yang menyebabkan rasa sakit pada kepala
namun tindakan tersebut tidak melawan hukum. Akan tetapi, bila tindakan tersebut telah
malampui batas yang telah ditentukan walaupun telah mendapatkan izin dari pemerintah,
maka tindakan tersebut masuk dalam pasal 351-358 KUHP.

Pasal 352 KUHP


Apabila tindak kekerasan yang dilakukan tidak menyebabkan luka atau penyakit dan

korban masih bisa menjalankan aktivitas sehari-hari, maka tindak kekerasan tersebut diatur
dalam pasal 352 KUHP. Pada pada pasal 352 ayat (1) apabila pelaku melakukan tindak
kekerasan seperti yang dijelaskan pada pasal 352, maka pelaku terancam penjara paling lama
tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus. Pidana dapat ditambah
sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya atau
menjadi bawahannya.
Pada pasal 352 ayat (2), bila pelaku berusaha memukul kepala korban, tetapi pukulan
tersebut tidak mengenai korban dan tidak membahayakan orang lain, maka pelaku tidak
dipidana. Bila percobaan ini membahayakan orang lain maka tindakan tersebut diatur pada
pasal 53 ayat (1), yaitu jika niat telah ternyata dan adanya permulaan pelaksanaan, dengan
tidak selesainya pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri.

Pasal 353 KUHP


Bila pelaku telah berencana untuk memukul kepala korban sesuai pasal 353 ayat (1),

maka pelaku di ancam pidana paling lama empat tahun. Bila perbuatan tersebut menimbulkan
cedera kepala berat sesuai pasal 90 KUHP, maka pelaku dipidana penjara paling lama tujuh
tahun penjara. Adapun bila tindak kekerasan kepala yang telah direncanakan menyebabkan
kematian pada korban, maka pelaku di pidana penjara paling lama sembilan tahun sesuai
pasal 353 ayat (3). Apabila kejahatan tersebut bermaksud dan ditujukan pada kematian (ayat
3) maka tindakan tersebut dikatakan pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP).

Pasal 90 KUHP, menjelaskan luka berat yang berarti: (1) Jatuh sakit atau mendapat
luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali atau yang menimbulkan bahaya
maut; (2) Tidak mampu terus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencaharian;
(3) Kehilangan salah satu panca indera; (4) Mendapat cacat berat; (5) Menderita sakit lumpuh;
(6) Terganggu daya pikir selama empat minggu lebih; (7) Matinya kandungan seseorang
perempuan. Tindak kekerasan yang menyebabkan luka berat pasal 90 KUHP diatur pada pasal
354 KUHP.
2. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) yang menyebabkan trauma kepala
Diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Kekerasan Dalam Rumah
Tangga, pasal 44 dan 51 KUHP.

Pasal 44 KUHP
Setiap orang yang melakukan tindak kekerasan sehingga mencederai kepala korban

dalam lingkup rumah tangga, maka pelaku diancam pidana penjara paling lama lima tahun
atau denda paling banyak lima belas juta rupiah, sesuai pasal 44 ayat (1). Dalam hal perbuatan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka
berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun atau denda paling banyak
tiga puluh juta rupiah. Bila trauma kepala yang dilakukan korban mengakibatkan matinya
korban, maka pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun atau denda
paling banyak empat puluh lima juta rupiah.

Pasal 51 KUHP
Istri boleh menuntut suami bila istri mengalami KDRT dan sebaliknya. Bila suami

yang melakukan kekerasan terhadap istrinya sehingga mencederai kepalanya, namun tidak
menimbulkan keluhan atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencaharian atau kegiatan sehari-hari, maka suami atau istri dapat dipidana dengan pidana
penjara paling lama empat bulan atau denda paling banyak lima juta rupiah.
3. Kekerasan pada anak yang menyebabkan trauma kepala
Diatur dalam Pasal 80 dan 90, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak

Pasal 80 KUHP

Pelaku yang melakukan tindak kekerasan sehingga menyebabkan trauma kepala pada
korban yang masih dibawah umur/anak-anak, maka pelaku diancam pidana penjara paling
lama tiga tahun enam bulan dan/atau denda paling banyak tujuh puluh dua juta rupiah. Bila
terjadi luka berat akibat trauma kepala, seperti lumpuh, kecacatan, gegar otak, penurunan
kesadaran, kehilangan fungsi salah satu panca indera akibat pukulan, hilangnya ingatan, jatuh
sakit/mendapat luka yang tidak memberi harapan sembuh sama sekali maka ancaman pidana
penjara menjadi paling lama lima tahun dan/atau denda paling banyakseratus juta rupiah. Bila
trauma kepala menyebabkan kematian pada anak maka pelaku dipidana dengan pidana
penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau denda paling banyak dua ratus juta rupiah. Sesuai
dengan pasal 80 ayat (4) KUHP hukuman pidana akan ditambah sepertiga dari ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 80 ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) apabila yang melakukan
tindak kekerasan tersebut orang tuanya.

Pasal 90
Sesuai pasal 90 ayat (1) KUHP bila tindak kekerasan pada anak dilakukan oleh

korporasi, maka pidana dapat dijatuhkan kepada pengurus dan/atau korporasinya. Pidana yang
dijatuhkan kepada korporasi hanya pidana denda dengan ketentuan pidana denda yang
dijatuhkan ditambah sepertiga pidana denda masing-masing sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) pasal 90.
4. Trauma kepala yang disebabkan karena kekerasan oleh anak/anak nakal
Diatur dalam Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1997 Tentang
Pengadilan Anak

Pasal 5 KUHP
Bila seorang anak melakukan kekerasan yang menyebabkan trauma kepala bagi orang

lain, sesuai pasal 5 KUHP dalam hal anak belum mencapai umur delapan tahun maka anak
dapat diserahkan kepada orang tua, wali, orang tua asuhnya, atau Departemen sosial.

Pasal 26 KUHP
Anak nakal dapat dihukum pidana penjara sesuai pasal 26 KUHP, yaitu setengah dari

maksimum ancaman pidana penjara bagi orang dewasa. Walaupun anak nakal diancam pidana
mati atau penjara seumur hidup, pidana penjara hanya boleh paling lama sepuluh tahun.

Sesuai pasal 26 ayat (3) dan (4) bila anak berumur kurang dari dua belas tahun dengan
ancaman hukuman mati atau penjara seumur hidup, maka anak tetap akan diserahkan kepada
orang tua, wali, orang tua asuhnya, atau Departemen sosial.

Pasal 28 KUHP
Pidana denda dapat dijatuhkan kepada anak nakal, yaitu paling banyak setengah dari

maksimum ancaman pidana denda bagi orang dewasa, namun apabila pidana denda tidak
dapat dibayar maka anak nakal wajib menggantinya dengan latihan kerja, yang dilakukan
paling lama sembilan puluh hari kerja, tidak lebih dari empat jam sehari, dan tidak dilakukan
pada malam hari.

5. Kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan trauma kepala


-

Hukum pidana diatur dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun


2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Pasal 234 KUHP


Pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum,

seperti travel, taksi, atau angkutan kota bertanggung jawab atas trauma kepala yang diderita
oleh penumpang bila pengemudi lalai membawa kendaraan, namun sesuai pasal 234 ayat (3)
bila adanya keadaan memaksa yang tidak dapat dielakkan pengemudi, seperti gerakan orang
atau hewan yang tiba-tiba berada di jalan, maka pengemudi tidak dapat dipidana.

Pasal 229
Pengemudi, pemilik kendaraan bermotor, dan/atau perusahaan angkutan umum yang

menyebabkan cedera terhadap badan seseorang, seperti cedera kepala atau kesehatan korban
akibat kecelakaan lalu lintas wajib memberikan bantuan kepada korban berupa biaya
pengobatan dengan tidak menggugurkan tuntutan perkara pidana yang ada. Hal ini juga
dinyatakan pada pasal 236 ayat (1) dimana pihak yang menyebabkan terjadinya kecelakaan
lalu lintas sebagaimana dimaksud dalam pasal 229 wajib mengganti kerugian yang
besarannya ditentukan berdasarkan putusan pengadilan. Namun, bila terjadi kesepakatan
damai diantara para pihak yang terlibat, ganti rugi akibat cedera kepala karena kecelekaan
dapat dilakukan di luar pengadilan

Hukum perdata diatur dalam Pasal 1367 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Dalam hal, perusahaan angkutan umum/travel yang mempekerjakan sopir, dan sopir

tersebut tersangkut masalah kecelekaan lalu lintas yang menyebabkan korban mengalami
trauma kepala, maka perusaan bertanggung jawab perdata untuk membayar ganti kerugian
kepada keluarga korban atau ahli warisnya bila korban meninggal.
Seseorang tidak hanya bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan perbuatannya
sendiri, melainkan juga atas kerugian yang disebabkan perbuatan orang-orang yang menjadi
tanggungannya, atau disebabkan barang-barang yang berada di bawah pengawasannya....
...Majikan dan orang yang mengangkat orang lain untuk mewakili urusan-urusan mereka,
bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan oleh pelayan atau bawahan mereka
dalam melakukan pekerjaan yang ditugaskan kepada orang-orang itu.
Oleh karena itu, secara hukum perdata keluarga korban dapat menuntut perusahaan yang
mempekerjakan sopir truk tersebut untuk membayar segala ganti kerugian atas hilangnya
nyawa korban akibat kecelakaan tersebut.
6. Kecelakaan kerja yang menyebabkan trauma kepala
-

Hukum pidana diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang


Keselamatan Kerja dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan

Pasal 15 ayat (2) dalam UU No. 1 tahun 1970


Perusahaan wajib mencegah/mengurangi kecelakaan yang dapat menyebabkan trauma

kepala pada pekerjanya, perusahaan juga wajib memberi alat perlindungan diri secara cumacuma pada para pekerjanya, seperti helm pada saat bekerja, sehingga trauma kepala akibat
kecelakaan kerja dapat dihindari. Sesuai pasal 15 ayat (2) tentang ketentuan-ketentuan hidup
apabila perusahaan tidak menerapkan prinsip keselamatan kerja pada pekerjanya sehingga
pekerja tersebut mengalami cedera, maka perusahaan tersebut dapat dikenakan tindak pidana
dengan hukuman tiga bulan penjara bagi pimpinan perusahaan atau denda maksimal seratus
ribu rupiah

Pasal 186 dalam UU No. 13 tahun 2003

Perusahaan

wajib memberikan

perlindungan

yang mencakup kesejahteraan,

keselamatan, dan kesehatan baik mental maupun fisik kepada tenaga kerja sejak rekrutmen
sampai penempatan. Bila terjadi kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala akibat
keselahan manejemen perusahaan, maka perusahaan tersebut dikenakan sanksi pidana penjara
paling singkat satu bulan dan paling lama empat tahun dan/atau denda paling sedikit sepuluh
juta rupiah dan paling banyak empat ratus juta rupiah.
-

Hukum perdata diatur dalam Pasal 1604-1617 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Dalam hal ini, bila perusahaan bukan merupakan suatu badan hukum, seperti

pemborong dalam pembanguan suatu bangunan. Bila terjadi kecelakaan kerja yang
menyebabkan trauma kepala pada pekerjanya, pemborong harus bertanggung jawab kepada
pekerjanya. Sesuai Pasal 1613 KUHPer, pemborong bertanggung jawab atas tindakan orangorang yang ia pekerjakan.
Namun pekerja tidak memiliki hak untuk menuntut pidana, pekerja hanya bisa
meminta ganti rugi atas kecelakaan yang dialaminya. Sesuai Pasal 1614 KUHPer, yang
menyatakan:
Para tukang batu, tukang kayu, tukang besi dan tukang-tukang lainnya yang dipekerjakan
untuk

mendirikan

sebuah

bangunan

atau

membuat

suatu

barang

lain

yang

diborongkan, dapat mengajukan tuntutan terhadap orang yang mempekerjakan mereka


membuat barang itu, tetapi hanya atas sejumlah uang yang harus dibayarkan kepada
pemborong pada saat mereka mengajukan tuntutan.
7. Tindakan kekerasan oleh penderita gangguan jiwa/cacat mental yang menyebabkan
trauma kepala
Diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pasal 44
Bagi pelaku yang menyebabkan trauma kepala, dan perbuatan tersebut tidak dapat
dipertanggungjawabkan padanya, karena daya akalnya cacat atau terganggu karena penyakit
tidak dapat dipidana. Sehingga pelaku dapat dimasukkan ke rumah sakit jiwa, paling lama
satu tahun sebagai waktu percobaan.
8. Tindakan kekerasan oleh seseorang yang mabuk/dibawah pengaruh alkohol yang
menyebabkan trauma kepala

Diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, pasal 492


Bagi pelaku yang menganggu ketentraman umum yang menyebabkan korban cedera
kepala, maka pelaku mendapat ancaman pidana kurungan paling lama enam hari, atau pidana
denda paling banyak tiga ratus tujuh puluh lima rupiah. Keadaan mabuk seseorang tidak
mengurangi hukumanan yang didapatnya. Justru orang yang mabuk dapat diancam dengan
pasal-pasal KUHP lain jika dia melakukan tindak pidana lainnya dalam keadaan mabuk.

Anda mungkin juga menyukai