Anda di halaman 1dari 14

PREEKLAMSIA BERAT

A. Definisi
Preeklamsia merupakan salah satu klasifikasi dari hipertensi dalam kehamilan.
Berdasarkan National High Blood Pressure Education Program (NHBPEP) Working Group,
hipertensi dalam kehamilan diklasifikasikan sebagai berikut: (1)
1.

Hipertensi kronik adalah hipertensi yang timbul sebelum usia kehamilan 20 minggu atau
hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah usia kehamilan 20 minggu dan hipertensi
menetap sampai 12 minggu paska persalinan.

2.

Preeclampsia adalah hipertensi yang timbul setelah 20 minggu kehamilan disertai dengan
proteinuria.

3.

Eklamsia adalah Preeclampsia yang disertai dengan kejang dan atau koma. Kejang dapat
terjadi sebelum, selama dan postpartum.

4.

Hipertensi kronik dengan superimposed preeklamsia adalah hipertensi kronik disertai


tanda-tanda preeklamsia atau atau hipertensi kronik disertai proteinuria.

5.

Gestational hypertension/transient hypertension adalah hipertensi yang muncul pada


kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang 3 bulan pascapersalinan
atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklamsia tetapi tanpa proteinuria.(1)
Preeklampsia adalah kelainan multisitem spesifik pada kehamilan yang ditandai oleh

timbulnya hipertensi dan proteinuria setelah umur kehamilan 20 minggu. Preeklamsi


merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra dan postpartum. Dari
gejala-gejala klinik preeklamsia dapat dibagi menjadi preeklamsia ringan dan preeklamsia
berat. Kelainan ini dianggap berat jika tekanan darah dan proteinuria meningkat secara
bermakna atau terdapat tanda-tanda kerusakan organ (termasuk gangguan pertumbuhan
janin). Proteinuria adalah tanda penting preeklampsia dan didefinisikan sebagai terdapatnya
300 mg atau lebih protein dalam urin per 24 jam atau +1 pada dipstick secara menetap pada
sampel urin secara acak. Kriteria minimum untuk mendiagnosis preeclampsia adalah
hipertensi dan proteinuria.
Preeklampsia berat dapat menjadi impending eklampsia. Impending eklampsia ditandai
dengan adanya hiperfleksi. Impending eklampsia adalah gejala-gejala oedema, proteinuria,
1

hipertensi disertai gejala subyektif dan objektif. Gejala subyektif antara lain nyeri kepala,
gangguan visual, nyeri epigastrium. Sedangkan gejala obyektif adalah hiperfleksia, eksitasi
motoric dan sianosis. Impending eklampsia dapat merupakan pertanda dapat terjadi
komplikasi yang lebih berat yaitu eklampsia. Eklampsia yang terjadi dalam kehamilan
menyebabkan kelainan pada susunan saraf.
B. Etiologi dan Patofisiologi
Penyebab terjadinya hipertensi dalam kehamilan masih belum diketahui dengan jelas.
Beberapa faktor yang diduga terlibat dalam mekanisme terjadinya hipertensi pada kehamilan
yaitu :
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapatkan aliran darah dari cabang
cabang arteri uterina dan arteri ovarika yang menembus miometrium dan menjadi arteri
arkuata, yang akan bercabang menjadi arteri radialis. Arteri radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis memberi cabang arteri spiralis. Pada kehamilan
terjadi invasi trofoblas kedalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi
lapisan otot tersebut sehingga terjadi distensi dan vasodilatasi arteri spiralis, yang akan
memberikan dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vaskular, dan
peningkatan aliran darah pada utero plasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup
banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga menjamin pertumbuhan janin
dengan baik. Proses ini dinamakan remodelling arteri spiralis. Pada pre eklamsia terjadi
kegagalan remodelling menyebabkan arteri spiralis menjadi kaku dan keras sehingga
arteri spiralis tidak mengalami distensi dan vasodilatasi, sehingga aliran darah utero
plasenta menurun dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta.

Gambar 1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta


2. Teori Iskemia Plasenta, Radikal bebas, dan Disfungsi Endotel
a. Iskemia Plasenta dan pembentukan Radikal Bebas
Karena kegagalan Remodelling arteri spiralis akan berakibat plasenta mengalami
iskemia, yang akan merangsang pembentukan radikal bebas, yaitu radikal hidroksil (-OH)
yang dianggap sebagai toksin. Radiakl hidroksil akan merusak membran sel yang banyak
mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Periksida lemak juga
akan merusak nukleus dan protein sel endotel
b. Disfungsi Endotel
Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan
rusaknya seluruh struktur sel endotel keadaan ini disebut disfungsi endotel, yang akan
menyebabkan terjadinya :
- Gangguan metabolisme prostalglandin, yaitu menurunnya produksi prostasiklin (PGE2)
yang merupakan suatu vasodilator kuat.
- Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi
trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) yaitu suatu vasokonstriktor kuat. Dalam
keadaan normal kadar prostasiklin lebih banyak dari pada tromboksan. Sedangkan pada
pre eklamsia kadar tromboksan lebih banyak dari pada prostasiklin, sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan darah.
- Perubahan khas pada sel endotel kapiler glomerulus (glomerular endotheliosis) .
3

- Peningkatan permeabilitas kapiler.


- Peningkatan produksi bahan bahan vasopresor, yaitu endotelin. Kadar NO menurun
sedangkan endotelin meningkat.
- Peningkatan faktor koagulasi

Gambar 2. Teori iskemik plasenta, radikal bebas dan disfungsi endotel


3. Teori intoleransi imunologik ibu dan janin
Pada perempuan normal respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat
asing. Hal ini disebabkan adanya Human Leukocyte Antigen Protein G (HLA-G) yang
dapat melindungi trofoblas janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) ibu. HLA-G juga
akan mempermudah invasis el trofoblas kedalam jaringan desidua ibu. Pada plasenta ibu
yang mengalami pre eklamsia terjadi ekspresi penurunan HLA-G yang akan
mengakibatkan terhambatnya invasi trofoblas ke dalam desidua. Kemungkinan terjadi
Immune-Maladaptation pada pre eklamsia.

Gambar 3. Teori intoleransi imunologik ibu dan janin


4. Teori Adaptasi kardiovaskular
Pada kehamilan normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan vasopresor. Refrakter
berarti pembuluh darah tidak peka terhadap rangsangan vasopresor atau dibutuhkan
kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Refrakter
ini terjadi akibat adanya sintesisprostalglandin oleh sel endotel. Pada pre eklamsia terjadi
kehilangan kemampuan refrakter terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah
menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor sehingga pembuluh darah akan
mengalami vasokonstriksi dan mengakibatkan hipertensi dalam kehamilan.
5. Teori Genetik
Ada faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotype ibu lebih
menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan
dengan genotype janin. Telah terbukti bahwa ibu yang mengalami pre eklamsia, 26%
anak perempuannya akan mengalami pre eklamsia pula, sedangkan hanya 8% anak
menantu mengalami pre eklamsia.
6. Teori Defisiensi Gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa defisiensi gizi berperan dalam terjadinya
hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa konsumsi minyak
ikan dapat mengurangi resiko pre eklamsia. Minyak ikan banyak mengandung asam
lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi
trombosit, dan mencegah vasokonstriksi pembuluh darah.
7. Teori Stimulasi Inflamasi
Teori ini berdasarkan bahwa lepasnya debris trofoblas di dalam sirkulasi darah
merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Berbeda dengan proses
apoptosis pada pre eklamsia, dimana pada pre eklamsia terjadi peningkatan stres
5

oksidatif sehingga produksi debris trofoblas dan nekrorik trofoblas juga meningkat.
Keadaan ini mengakibatkan respon inflamasi yang besar juga. Respon inflamasi akan
mengaktifasi sel endotel dan sel makrofag/granulosit yang lebih besar pula, sehingga
terjadi reaksi inflamasi menimbulkan gejala gejala pre eklamsia pada ibu.
C. Epidemiologi
Insiden preeklamsia dilaporkan antara 2%-7%. Preeklamsia lebih sering terjadi pada
primigravida. Pada beberapa laporan menyebutkan kejadian preeklamsia bervariasi antara 67% pada primipara dan 3%-4% pada multipara.

(2)

Berdasarkan usia, kejadian preeklamsia

bersifat bimodal, atau terjadi pada wanita nullipara berusia muda (<20 tahun) dan multipara
berusia >35 tahun. (3)
D. Faktor Risiko
Adapun faktor risiko kejadian preeklamsia adalah: (1)
1. Usia
Insidens tinggi pada primigravida muda, meningkat pada primigravida tua. Pada wanita
hamil berusia kurang dari 25 tahun insidens > 3 kali lipat. Pada wanita hamil berusia
lebih dari 35 tahun, dapat terjadi hipertensi laten.
2. Paritas
Angka kejadian tinggi pada primigravida, muda maupun tua, primigravida tua risiko
lebih tinggi untuk preeklampsia berat atau eklampsia.
3. Faktor genetik
Jika ada riwayat preeklampsia/eklampsia pada ibu/nenek penderita, faktor risiko
meningkat sampai 25%. Diduga adanya suatu sifat resesif (recessive trait), yang
ditentukan genotip ibu dan janin. Terdapat bukti bahwa preeklampsia merupakan
penyakit yang diturunkan, penyakit ini lebih sering ditemukan pada anak wanita dari ibu
penderita preeklampsia atau mempunyai riwayat preeklampsia/eklampsia dalam keluarga.
4. Riwayat kehamilan yang terganggu sebelumnya; termasuk perkembangan janin
terhambat, solusio plasenta atau kematian janin.
5. Gemelli
6

Proteinuria dan hipertensi gravidarum lebih tinggi pada kehamilan kembar, dizigotik
lebih tinggi daripada monozigotik. Hidrops fetalis dan mola hidatidosa. Pada mola
hidatidosa diduga terjadi degenerasi trofoblas berlebihan yang berperan menyebabkan
preeklampsia. Pada kasus mola, hipertensi dan proteinuria terjadi lebih dini/pada usia
kehamilan muda, dan ternyata hasil pemeriksaan patologi ginjal juga sesuai dengan
preeklampsia.
6. Diet/gizi.
Di mana ada penelitian ibu hamil yang kekurangan kalsium berhubungan dengan angka
kejadian preeklampsia yang tinggi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang
overweight.
E. Diagnosis
Diagnosis preeklamsia berat apabila ditemukan satu atau lebih gejala sebagai berikut: (1)
Tekanan darah sistolik 160 mmHg, diastolik 110 mmHg
Proteinuria 5 g/24 jam atau +4 dalam pemeriksaan kualitatif.
Oliguria (< 500cc/24 jam)
Kenaikan kadar kreatinin plasma
Gangguan visus dan serebral
Nyeri epigastrium atau pada kuadran kanan atas abdomen
Edema paru-paru dan sianosis
Hemolisis mikroangiopatik
Trombositopenia berat
Gangguan fungsi hepar
IUGR
Sindrom HELLP
Preeklamsia berat dibagi menjadi:
o Preeklamsia berat tanpa impending eclampsia
o Preeklamsia berat dengan impending eclampsia
7

impending eclampsia apabila disertai dengan gejala nyeri kepala hebat, gangguan visus,
muntah, nyeri epigastrik, dan tekanan darah yang progresif.

Gambar 4 Penilaian klinik hipertensi dalam kehamilan


Hipertensi biasanya timbul lebih dahulu dari pada tanda-tanda lain. Bila peningkatan
tekanan darah tercatat pada waktu kunjungan pertama kali dalam trimester pertama atau kedua
awal, ini mungkin menunjukkan bahwa
tekanan darah ini meninggi

penderita menderita hipertensi kronik. Tetapi bila

dan tercatat pada akhir trimester kedua dan ketiga, mungkin

penderita menderita preeklampsia.


Peningkatan tekanan sistolik sekurang-kurangnya 30 mm Hg, atau peningkatan tekanan
diastolik sekurang-kurangnya 15 mm Hg, atau adanya tekanan sistolik sekurang-kurangnya 140
mmHg, atau tekanan diastolik sekurang-kurangnya 90 mm Hg atau lebih atau dengan kenaikan
8

20 mm Hg atau lebih, ini sudah dapat dibuat sebagai diagnose. Penentuan tekanan darah
dilakukan minimal 2 kali dengan jarak waktu 6 jam pada keadaan istirahat. Tetapi bila diastolik
sudah mencapai 100 mmHg atau lebih, ini sebuah indikasi terjadi preeklampsia berat.
`

MCCartney dkk. (1971) , dalam studi mereka yang ekstensif terhadap specimen biopsy

ginjal yang diperoleh dari wanita hamil dengan hipertensi, umumnya mendapatkan bahwa
proteinuria terjadi apabila dijumpai lesi glomerulus yang dianggap khas untuk preeklamsia. Baik
proteinuria maupun perubahan histology glomerulus timbul pada tahap lanjut perjalanan
gangguan hipertensi akibat kehamilan. Pada kenyataannya preeklamsia secara klinis mulai
tampak hanya menjelang akhir suatu patofisiologi yang mungkin sudah dimulai 3-4 bulan
sebelum timbulnya hipertensi.
F. Penatalaksanaan
1) Sikap terhadap penyakit: pengobatan medikamentosa
Penderita preeclampsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan
dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada preeclampsia
berat ialah pengelolaan cairan karena penderita preeclampsia dan eklampsia mempunyai risiko
tinggi untuk terjadinya edema paru dan oligouria. Sebab terjadinya kedua keadaan tersebut
belum jelas, tetapi faktor yang sangat menentukan terjadinya edema paru dan oliguria ialah
hypovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradient tekanan onkotik
koloid/pulmonary capillary wedge pressure. Oleh karena itu, monitoring input cairan (melalui
oral ataupun infus) dan output cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus
dilakukan penguruan secara tepat berapa cumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan
melalui urin.
Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi. Cairan yang
diberikan dapat berupa (a) 5% ringer-dekstrose atau cairan garam faali jumlah tetesan: < 125
cc/jam atau (b) infus Dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer laktat (60
125 ccc/jam) 500cc. Dipasang foley catheter untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi
bila produksi urin < 30cc/jam dalan 2-3 jam atau < 500cc/24 jam. Diberikan antasida untuk
menetralisir asam lambung sehingga bila mendadak kejang, dapat menghindari risiko aspirasi
lambung yang sangat asam. Diet yang cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, dan garam.
9

Pemberian obat antikejang


Obat antikejang adalah MgSO4 dan obat obat lain seperti diazepam dan fenitoin.
Fenitoin
Difenihidantoin obat antikejang untuk epilepsy telah banyak dicoba pada penderita
eklampsia. Beberapa peneliti telah memamakai bermacam-macam regimen. Fenitoin sodium
mempunyai khasiat stabilisasi membran neuron, cepat masuk jaringan otak dan efek antikejang
terjadi 3 menit setelah injeksi iv. Fenitoin sodium diberikan dalam dosis 15mgkg bb dengan
pemberian iv 50 mg/menit. Hasilnya tidak lebih baik dari magnesium sulfat, pengalaman
pemakaian Fenitoin di beberapa senter di dunia masih sedikit.
Pemberian magnesium sulfat sebagai antikejang lebih efektif dibanding fenitoin, berdasar
Cochrane Review terhadap enam uji klinik, yang melibatkan 897 penderita eklampsia. Obat
antikejang yang banyak dipakai Indonesia adalah magnesium sulfat (MgSO 47H2O). Magnesium
sulfat menghambat atau menurunkan kadar asetilkolin pada rangsangan serat saraf dengan
menghambat transmisi neuromuscular. Transmisi neuromuscular membutuhkan kalsium pada
sinaps. Pada pemberian magnesium sulfat, magnesium akan menggeser kalsium, sehingga aliran
rangsang tidak terjadi (terjadi kompetitif inhibition Antara ion kalsium dan ion magnesium).
Kadar kalsium yang tinggi dalam darah dapat menghambat kerja magnesium sulfat. Magnesium
sulfat sampai saat ini tetap menjadi pilihan pertama untuk antikejang pada preeclampsia atau
eklmapsia. Banyak cara pemberian Magnesium sulfat.
Cara pemberian:
Magnesium sulfat regimen:
Loading Dose: initial dose 4 gram MgSO4; iv, (40% dalam 10 cc) selama 15 menit.
Maintenance dose: diberikan infus 6 gram dalam larutan ringer/6 jam; atau diberikan 4

atau 5 gram i.m. Selanjutnya maintenance dose diberikan 4 gram im tiap 4-6 jam.
Syarat-syarat pemberian MgSO4: harus tersedia antidotum MgSO4, bila terjadi
intoksikasi yaitu kalsium glukonat 10% = 1g (10% dalam 10 cc) diberikan iv 3 menit ;
reflex patella (+) kuat ; frekuensi pernafasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda

distress nafas.
Magnesium sulfat dihentikan bila: ada tanda-tanda intoksikasi; setelah 24 jam
pascapersalinan atau 24 jam setelah kejang terakhir
Dosis terapeutik dan toksis MgSO4:
Dosis terapeutik
4-7 mEq/liter
Hilangnya reflex tendon
10 mEq/liter

4,8 8,4 mg/dl


12 mg/dl
10

Terhentinya pernafasan
Terhentinya jantung

15 mEq/liter
>30 mEq/liter

18 mg/dl
>36 mg/dl

Pemberian magnesium sulfat dapat menurunkan risiko kematian ibu dan didapatkan 50%
dari pemberiannya menimbulkan efek flushes (rasa panas). Bila terjadi refrakter terhadap
pemberian MgSO4, maka diberikan salah satu obat berikut: thiopental sodium, sodium
amobarbital, diazepam, atau fenitoin.
Diuretikum tidak diberikan secara rutin, kecuali, kecuali bila ada edema paru-paru, payah
jantung kongestif atau edema anasarka. Diuretikum yang dipakai ialah furosemide. Pemberian
diuretikum dapat merugikan, yaitu memperberat hypovolemia, memperburuk perfusi uteroplasenta, meningkatkan hemokonsentrasi, menimbulkan dehidrasi pada janin, dan menurunkan
berat janin.
Pemberian antihipertensi
Masih banyak pendapat dari beberapa Negara tentang penentuan batas (cut off) tekanan darah,
untuk pemberian antihipertensi.
Misalnya Belfort mengusulkan cut off yang dipakai adalah 160/110 mmHg dan MAP 126
mmHg.
Di RSU Dr. soetomo Surabaya batas tekanan darah pemberian antihipertensi ialah apabila
tekanan sistolik 180 mmHg dan atau/ tekanan darah diastolic 110 mmHg. Tekanan darah
diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah
diturunkan mencapai < 160/105 atau MAP < 125.
Jenis antihipertensi yang diberikan sangat bervariasi. Namun pemberian yang harus dihindari
secara mutlak sebagai antihipertensi ialah pemberian diazokside, ketanserin, nimodipin, dan
magnesium sulfat.
Antihipertensi lini pertama
Nifedipin : dosis 10-20 mg per oral, diulangi setelah 30 menit; maksimum 120 mg dalam 24 jam.
Antihipertensi lini kedua
Soidum nitroprusside: 0.25 g i.v./kg/menit, infus; ditingkatkan 0.25 g i.v./kg/5 menit.
Diazokside: 30 60 mg iv/5 menit; atau iv infus 10 mg/menit/dititrasi.
Antihipertensi sedang dalam penelitian
Calcium channel blockers: isradipin, nimodipin
11

Serotonin reseptor antagonis: ketan serin


Jenis obat antihipertensi yang diberikan di Indonesia adalah:
Nifedipin: dosis awal 10 20 mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimum 120 mg per 24
jam
Nifedipin tidak boleh diberikan sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya
diberikan per oral.
Obat-obat antihipertensi yang tersedia dalam bentuk suntikan di Indonesia ialah klonidine
(Catapres). Satu ampul mengandung 0,15 mg/cc. klonidine 1 ampul dilaturkan dalam 10 cc
larutan garam faali latau larutan air untuk suntikan.

Edema paru
Pada preeclampsia berat, dapat terjadi edema paru akibat kardiogenik (payah janung
ventrikel kiri akibat peningkatan afterload) atau non-kardiogenik (akibat kerusakan sel
endotel pembuluh darah kapiler paru). Prognosis preeclampsia berat menjadi buruk bila

edema paru disertai oliguria.


Glukokortikoid
Pemberian glukokortiokoid untuk pematangan paru janin tidak merugikan ibu. Di berikan
pada kehamilan 32 34 minggu, 2 x 24 jam. Obat ini juga diberikan pada sindrom HELLP.

2) Sikap terhadap kehamilannya


Penelitian Duley, berdasar Cochrane Review, terhadap dua uji klinik, terdiri atas 133
ibu dengan preeclampsia berat hamil preterm, menyimpulkan bahwa belum ada cukup data
untuk memberi rekomendasi tentang sikap terhadap kehamilannya pada kehamilan preterm.
Berdasar wiliam obstetrics, ditinjau dari umur kehamilan dan perkembangan gejala-gejala
preeclampsia berat selama perawatan; maka sikap terhadap kehamilannya dibagi menjadi:
a.Aktif (aggressive management): berarti kehamilan segera diakhiri/diterminasi
bersamaan dengan pemberian obat medikamentosa.
b. Konservatif (ekspektatif): berarti kehamilan tetap dipertahankan bersama dengan
pemberian pengobatan medikamentosa.
a) Perawatan aktif (agresif): sambil memberi pengobatan, kehamilan diakhiri.
Indikasi perawatan aktif ialah bila didapatkan satu/lebih keadaan di bawah ini:
Ibu:
umur kehamilan 37 minggu. Lockwood dan paidas mengambil batasan umur
kehamilan > 37 minggu untuk preeclampsia ringan dan batasan umur kehamilan
37 minggu untuk preeclampsia berat.
12

Adanya tanda-tanda/ gejala-gejala Impending eclampsia


Kegagalan terapi pada perawatan konservatif, yaitu: keadaan klinik dan
laboratorik memburuk
Diduga terjadi solusio plasenta
Timbul onset persalinan, ketuban pecah, atau perdarahan
Janin:

adanya tanda-tanda fetal distress


adanya tanda-tanda intra uterine growth restriction (IUGR)
NST nonreaktif dengan profil biofisik abnormal
Terjadinya oligohidramnion

Laboratorik
Adanya tanda-tanda sindroma HELLP khususnya menurunnya trombosit
dengan cepat.
Cara mengakhiri kehamilan (terminasi kehamilan) dilakukan berdasar keadaan obstetric
pada waktu itu, apakah sudah inpartu atau belum.
b) Perawatan Konservatif
Indikasi perawatan konservatif ialah bila kehamilan preterm 37 minggu tanpa
disertai tanda-tanda impending eclampsia dengan keadaan janin baik. Diberi pengobatan
yang sama dengan pengobatan medikamentosa pada pengelolaan secara aktif. Di bagian
kebidanan RSU Dr. soetomo Surabaya, pada perawatan konservatif preeclampsia,
loading dose MgSO4 tidak diberikan secara iv, cukup im saja. Selama perawatan
konservatif; sikap terhadap kehamilannya ialah hanya observasi dan evaluasi sama
seperti perawatan aktif, kehamilan tidak diakhiri.
Magnesium sulfat dihentikan bila ibu sudah mencapai tanda-tanda preeclampsia ringan,
selambat-lambatnya dalam waktu 24 jam. Bila setelah 24 jam tidak ada perbaikan,
keadaan ini dianggap sebagai kegagalan pengobatan medikamentosa dan harus
diterminasi. Penderita boleh dipulangkan bila penderita kembali ke gejala-gejala atau
tanda-tanda preeklampsia ringan.

13

G. Komplikasi
Komplikasi preeklamsia antara lain(4)

Gambar 5. Komplikasi preeklampsia

14

Anda mungkin juga menyukai