Anda di halaman 1dari 37

BAB I

Polip nasal adalah massa polipoidal yang


biasanya berasal dari membran mukosa dari
hidung dan sinus paranasal. Polip tumbuh
melebihi
dari
mukosa
yang
sering
berhubungan
dengan
rhinitis
alergi.
Patogenesis
polip
nasal
adalah
tidak
diketahui,
Polip
hidung
paling
sering
bersamaan dengan rhinitis alergi dan kadang
dengan fibrosis kistik, walaupun pada dewasa
terdapat angka yang siqnifikan di kaitkan
dengannon alergi

BAB II. Anatomi dan Fisiologi


Anatomi Hidung
Hidung Luar
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian
bagiannya dari atas ke bawah :
Pangkal hidung (bridge)
Dorsum nasi
Puncak hidung
Ala nasi
Kolumela
Lubang hidung (nares anterior)

Kerangka tulang terdiri dari :


Tulang hidung (os nasal)
Prosesus frontalis os maksila
Prosesus nasalis os frontal
Kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang
tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu
:
Sepasang kartilago nasalis lateralis superior
Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago
alar mayor)
Tepi anterior kartilago septum

Gambar 1. Gambaran
anterolateral tulang hidung

Cavum Nasi
Batas batas kavum nasi:
Posterior : berhubungan dengan nasofaring
Atap : os nasal, os frontal, lamina kribriformis
etmoidale,
korpus sfenoidale dan sebagian os
vomer
Lantai :
merupakan
bagian
yang
lunak,
kedudukannya hampir
horisontal, bentuknya konkaf
dan bagian dasar ini
lebih lebar daripada bagian
atap. Bagian ini dipisahkan
dengan kavum oris oleh
palatum durum.
Medial: septum nasi yang membagi kavum nasi
menjadi dua ruangan (dekstra dan sinistra),
pada bagian bawah apeks nasi, septum
nasi dilapisi oleh kulit, jaringan subkutan
dan kartilago alaris mayor. Bagian dari
septum yang terdiri dari kartilago ini
disebut sebagai septum pars membranosa
= kolumna = kolumela.

Gambar 2. Potongan Sagital Cavum


Nasi

Vaskularisasi
Arteri yang paling penting pada perdarahan kavum
nasi adalah A.sfenopalatina yang merupakan
cabang dari A.maksilaris dan A. Etmoidale anterior
yang merupakan cabang dari A. Oftalmika(4).
Vena tampak sebagai pleksus yang terletak
submukosa yang berjalan bersama sama arteri.
Juga terdapat pleksus kieselbach yang merupakan
anastomosis dari A.etmoidalis anterior, A.palatina
mayor, A. sfenopalatina, dan A.labialis superior (3,4).

Gambar 3. Vaskularisasi Cavum Nasi

Persarafan :
Anterior kavum nasi dipersarafi oleh
serabut saraf dari N. Trigeminus yaitu N.
Etmoidalis anterior
Posterior kavum nasi dipersarafi oleh
serabut saraf dari ganglion
pterigopalatinum masuk melalui foramen
sfenopalatina kemudian menjadi N.
Palatina mayor menjadi N. Sfenopalatinus.

HISTOLOGI
1. Mukosa Hidung
2. Silia
3. Area Olfactorius

FISIOLOGI HIDUNG
1. Sebagai jalan nafas
2. Pengatur kondisi udara
3. Sebagai penyaring dan pelindung
4. Indra Penghidu
5. Resonasi suara
6. Refleks nasal

BAB III
Definisi
Polip nasi merupakan kelainan mukosa hidung
berupa massa lunak yang bertangkai,
berbentuk bulat atau lonjong, berwarna putih
keabuan, dengan permukaan licin dan agak
bening karena mengandung banyak cairan.
Polip nasi bukan
merupakan
penyakit
tersendiri tapi merupakan manifestasi klinik
dari berbagai macam penyakit dan sering
dihubungkan dengan sinusitis, rhinitis alergi,
fibrosis kistik dan asma.

Stadium 0: tidak ada polip


Stadium 1: polip terbatas dalam meatus media
tidak keluar ke rongga hidung tidak
tampak dengan pemeriksaan rinoskopi
anterior
hanya
terlihat
dengan
nasoendoskopi.
Stadium 2:polip sudah keluar dari meatus media
dan tampak dirongga hidung tetapi tidak
memenuhi /menutupi rongga hidung.
Stadium 3 : polip sudah memenuhi rongga
hidung.

Gambar 5. Polip Nasal

Epidemiologi
meningkat pada anak-anak dengan fibrosis
kistik yaitu 6-48%.
Insiden pada orang dewasa adalah 1-4%
dengan rentang 0,2-28%. Insiden di
seluruh dunia tidak jauh berbeda dengan
insiden di Amerika. Polip nasi terjadi pada
semua ras dan kelas ekonomi. Walaupun
ratio pria dan wanita pada dewasa 2-4: 1,
ratio pada anak anak tidak dilaporkan

Etiologi
Yang dapat menjadi faktor predisposisi terjadinya polip antara lain:
Alergi terutama rinitis alergi.
Sinusitis kronik.
Iritasi.
Sumbatan hidung oleh kelainan anatomi seperti deviasi septum
dan hipertrofi konka
Etiologi yang pasti belum diketahui tetapi ada 3 faktor penting pada
terjadinya polip, yaitu :
Adanya peradangan kronik yang berulang pada mukosa hidung
dan sinus.
Adanya gangguan keseimbangan vasomotor.
Adanya peningkatan tekanan cairan interstitial dan edema
mukosa hidung.

Patofisiologi
Pada awalnya ditemukan edema mukosa
yang timbul karena suatu peradangan kronik
yang berulang, kebanyakan terjadi di daerah
meatus medius. Kemudian stroma akan
terisi oleh cairan interseluler sehingga
mukosa yang sembab menjadi polipoid. Bila
proses ini berlanjut, mukosa yang sembab
makin membesar dan kemudian turun
kedalam rongga hidung sambil membentuk
tangkai, sehingga terjadilah polip.

Makroskopis(11)
Secara makroskopis polip merupakan
massa bertangkai dengan
permukaan licin, berbentuk bulat
atau lonjong, berwarna putih keabuabuan, agak bening, lobular, dapat
tunggal atau multipel dan tidak
sensitif (bila ditekan/ditusuk tidak
terasa sakit).

Mikroskopis(11)
Secara mikroskopis tampak epitel pada
polip serupa dengan mukosa hidung
normal yaitu epitel bertingkat semu
bersilia dengan submukosa yang sembab.
Sel-selnya terdiri dari limfosit, sel plasma,
eosinofil, neutrofil dan makrofag. Mukosa
mengandung sel-sel goblet. Pembuluh
darah, saraf dan kelenjar sangat sedikit

Antrochoanal polip adalah polip soliter yang


tumbuh dari antrum maxila. Killian 1906
adalah orang pertama yang menemukan
antrochoanal polip. Walaupun etiologinya
belum diketahui secara pasti, namun alergi
dapat dijadikan salah satu faktor pencetus.
Polip tersebut keluar dari antrum maxila dan
dapat prolaps melalui ostium asesorius
kedalam kavum nasi dan membesar ke arah
posterior choana dan nasofaring

Gambar 6. Polip antrochoanal


kiri yang menggantung pada
orofaring(3)

Gejala Klinis
Gejala Subjektif:
v Hidung terasa tersumbat
v Hiposmia atau Anosmia (gangguan penciuman)
v Nyeri kepala
v Rhinore
v Bersin
v Iritasi di hidung (terasa gatal)
v Post nasal drip
v Nyeri muka
v Suara bindeng
v Telinga terasa penuh
v Mendengkur
v Gangguan tidur
v Penurunan kualitas hidup
Gejala Objektif:
v Oedema mukosa hidung
v Submukosa hipertropi dan tampak sembab
v Terlihat masa lunak yang berwarna putih atau kebiruan
v Bertangkai(11)

BAB IV. DIAGNOSIS POLIP


NASAL
Anamnesa
Pada anamnesa kasus polip, keluhan utama biasanya
ialah hidung tersumbat. Sumbatan ini menetap, tidak
hilang dan semakin lama semakin berat. Pasien sering
mengeluhkan terasa ada massa di dalam hidung dan
sukar membuang ingus. Gejala lain adalah gangguan
penciuman. Gejala sekunder dapat terjadi bila sudah
disertai kelainan organ didekatnya berupa: adanya post
nasal drip, sakit kepala, nyeri wajah, suara nasal
(bindeng), telinga terasa penuh, mendengkur, gangguan
tidur dan penurunan kualitas hidup. Selain itu juga harus
di tanyakan riwayat rhinitis alergi, asma, intoleransi
terhadap aspirin dan alergi obat serta makanan

Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
Polip yang masif sering sudah
menyebabkan deformitas hidung
luar. Dapat dijumpai pelebaran
kavum nasi terutama polip yang
berasal dari sel-sel etmoid.(11)
Rinoskopi Anterior

Rinoskopi Posterior
Kadang-kadang dapat dijumpai polip
koanal. Sekret mukopurulen ada
kalanya berasal dari daerah etmoid
atau rongga hidung bagian superior,
yang menandakan adanya
rinosinusitis.

Pemeriksaan penunjang
Naso endoskopi

Adanya fasilitas nasoendoskopi akan


sangat membantu diagnosis kasus
baru. Polip stadium awal tidak terlihat
pada pemeriksaan rinoskopi anterior
tetapi tampak dengan pemeriksaan
nasoendoskopi. Pada kasus polip koanal
juga sering dapat terlihat tangkai polip
yang berasal dari ostium assesorius
sinus maksila.

Gambar 8. Gambaran endoskopi anterior


sinistra cavum nasi, tampak septum di
sebelah kiri dan tampak polip antralchoanal
pada bagian tengah gambaran endoskopi.

Pemeriksaan Radiologi
Foto Sinus Paranasal
dapat memperlihatkan penebalan mukosa
dan adanya batas udara cairan di dalam
sinus, tetapi sebenarnya kurang
bermanfaat pada kasus polip nasi karena
dapat memberikan kesan positif palsu
atau negative palsu dan tidak dapat
memberikan informasi mengenai keadaan
dinding lateral hidung dan variasi
anatomis di daerah kompleks osteomeata

Pemeriksaan tomografi computer


sangat bermanfaat untuk melihat
dengan jelas keadaan di hidung dan
sinus
paranasal apakah ada
proses radang, kelainan anatomi,
polip atau sumbatan pada kompleks
osteomeatal. Terutama pada kasus
polip yang gagal diobati dengan
terapi medikamentosa

CT Scan
Sangat bermanfaat untuk melihat
dengan jelas keadaan di hidung dan
sinus paranasal apakah ada kelainan
anatomi, polip, atau sumbatan pada
komplek osteomeatal. CT scan
terutama diindikasikan pada kasus
polip yang gagal diterapi dengan
medikamentosa.

Antrochoanal polip pada hidung kanan

Tes alergi
Evaluasi alergi sebaiknya dipertimbangkan pada
pasien dengan riwayat alergi lingkungan atau
riwayat alergi pada keluarganya.
Laboratorium
Untuk membedakan sinusitis alergi atau non
alergi. Pada sinusitis alergi ditemukan eosinofil
pada swab hidung, sedang pada non alergi
ditemukannya neutrofil yang menandakan
adanya sinusitis kronis.

Temuan histologis
Pseudostratified ciliated columnar
epithelium
Epithelial basement membrane yang
menebal
Oedematous stroma

Diagnosis Banding
Cystic Fibrosis
Nuroblastoma
Neurofibromatosis
Rhabdomyosarcoma
Sinusitis
Angiofibroma Nasal

TERAPI
Medikamentosa :
- Antiinflamasi (Kortikosteroid)
-Antihistamin
Operatif :
Polipektomi
Bedah Sinus Endoskopi Fungsional
( BSEF )

Indikasi pembedahan
1. Polip menghalangi saluran nafas
2. Polip menghalangi drainase dari
sinus sehingga sering terjadi infeksi
sinus
3. Polip berhubungan dengan tumor
4. Pada anak-anak dengan multipel
polip atau kronik rhinosinusitis yang
gagal pengobatan maksimum
dengan obat- obatan

Prognosis
Polip nasi dapat muncul kembali
selama iritasi alergi masih tetap
berlanjut. Rekurensi dari polip
umumnya terjadi bila adanya polip
yang multipel. Polip tunggal yang
besar seperti polip antral-koanal
jarang terjadi relaps.

Anda mungkin juga menyukai