PENDAHULUAN
Rinosinusitis, istilah bagi suatu proses inflamasi yang melibatkan mukosa
hidung dan sinus paranasal, merupakan salah satu masalah kesehatan yang
mengalami peningkatan secara nyata dan memberikan dampak bagi pengeluaran
finansial masyarakat. Rinitis dan sinusitis umumnya terjadi bersamaan, sehingga
terminologi saat ini yang lebih diterima adalah rinosinusitis.1,2
Infeksi sinus yang disebabkan oleh jamur jarang terdiagnosis kerena sering
luput dari perhatian. Penyakit ini mempunyai gejala mirip dengan rinosinusitis
kronis yang disebabkan bakteri. Apabila kasus rinosinusitis tidak mengalami
perbaikan dengan pengobatan antibiotika dan dekongestan, perlu dipikirkan
kemungkinan infeksi yang disebabkan oleh jamur. Walaupun secara luas diketahui
infeksi jamur pada hidung dan sinus paranasal jarang ditemukan, beberapa ahli
setuju bahwa terdapat peningkatan kejadian infeksi sinus yang disebabkan oleh
jamur pada dua dekade terakhir. Pada laporan terdahulu infeksi jamur
diperkirakan terdapat pada 10 % kasus rinosinusitis yang memerlukan tindakan
pembedahan. Laporan terbaru dan kontroversi oleh Ponikau et al memperkirakan
bahwa infeksi jamur terdapat pada 96 % kasus rinosinusitis kronis.1-4
Rinosinusitis jamur adalah infeksi jamur pada sinus paranasal, suatu
keadaan yang tidak jarang di temukan. Angka kejadiannya meningkat dengan
meningkatnya pemakaian antibiotik, kortikosteroid, obat-obat imunosupresan dan
radioterapi. 5
Sinusitis adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang
terkena, dapat dibagi menjadi sinusitis maksila, sinusitis etmoid, sinusitis frontal,
dan sinusitis sfenoid. Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis,
sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling
sering ditemukan ialah sinusitis maksila dan sinusitis etmoid, sinusitis frontal dan
sinusitis sfenoid lebih jarang. Pada anak hanya sinus maksila dan sinus
etmoid yang berkembang, sedangkan sinus frontal dan sinus sfenoid belum.
Agen etiologi sinusitis dapat berupa virus, bakteri, atau jamur.5,6
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
1. Anatomi Hidung
a. Bentuk Hidung
Bentuk hidung menurut antropologi dapat dibagi dalam 3 golongan besar,
yaitu golongan Mesorrhine/Asia, golongan Plattyrrhine/Afrika, dan
Leptorrine/Kaukasian (Orang Barat). Pada hidung Asian ketinggian
tulang hidung sedang, lubang hidung oval, lebar ke tengah. Pada hidung
Afrika hidung pesek/rendah, lubang hampir bulat dan datar. Pada ras
Kaukasian umumnya tulang hidung lebih tinggi dan lebih sempit, lubang
hidung ovale ke atas, tulang rawan upper lateral dan lower lateral lebih
besar.
Gambar 1. Golongan Mesorrhine
Gambar 3. Golongan
b. Rongga Hidung
Cavum nasi terletak dari nares anterior sampai nares posterior (choana).
Dasar dari cavum nasi dibentuk oleh processus palatinus ossis maxillae dan
lamina horizontalis ossis palatini yaitu permukaan atas palatum durum. Bagian
atap di bentuk oleh corpus os sphenoidalis, lamina cribrosa, os ethmoidalis, os
frontale, os nasale, dan cartilago nasi.
Dinding lateral dari cavum nasi terdapat tiga benjolan yaitu concha nasalis
superior, media dan inferior. Area dibawah tiap concha disebut meatus. Recessus
sphenoethmoidalis adalah daerah kecil yang terletak diatas concha nasalis superior
dan didepan corpus sphenoedalis.7Meatus nasi superior terletak dibawah dan
lateral dari concha nasalis superior dan terdapat muara dari sinus ethmoidalis
posterior. Meatus nasi media terletak di bawah dan lateral concha media. Pada
dinding lateralnya terdapat bulla ethmoidalis. Sebuah celah yang melekung
disebut hiatus semilunaris yang terletak tepat dibawah bulla. Ujung anterior hiatus
masuk kedalam saluran yang ber bentuk corong disebut infundibulum. Sinus
maksilaris bermuara pada meatus nasi media melalui hiatus semilunarus. Sinus
frontalis dan sinus ethmoidalis anterior bermuara pada infundibulum.7
Meatus nasi inferior terletak dibawah dan lateral concha inferior dan
terdapat muara dari duktus nasolakrimalis. Dinding medial atau septum nasi
merupakan osteokartilago yang di tutupi membrana mukosa. Membrana mukosa
melapisi cavum nasi kecuali vestibulum. Terdpat dua jenis membrana mukosa
yaitu mukosa olfactorius dan respiratorius. Membrana mukosa olfactorius
melapisi permukaan atas concha nasalis superior dan recessus sphenoetmoidalis;
juga melapisi daerah septum nasi yang berdekatan dengan atap. Fungsinya adalah
menerima rangsangan penghidu dan untuk fungsi ini mukosa memiliki sel-sel
penghidu khusus. Permukaan membrana mukosa tetap basah oleh sekret kelenjar
serosa yang berjumlah banyak. 7
c. Histologi Hidung
Rongga hidung terdiri atas 2 struktur yang berbeda :di luar adalah
vestibulum dan di dalam fossa nasalis.
Vestibulum adalah bagian rongga hidung paling anterior yang melebar,
kira-kira 1,5 cm dari lubang hidung. Bagian ini dilapisi oleh epitel berlapis pipih
yang mengalami keratinisasi,
vibrissae dan terdapat banyak kelenjar minyak (sebasea) dan kelenjar keringat.
Fossa nasalis dibagi menjadi 2 ruang oleh tulang septum nasalis. Dari masing-
masing dinding lateral terdapat 3 penonjolan tulang yang dikenal sebagai concha,
yaitu concha superior, concha tengah dan concha inferior.
Dinding fossa nasalis terdiri dari sel epitel silindris berlapis semu bersilia,
sel-sel goblet yang menghasilkan mucus. Pada lamina propria terdapat jaringan
ikat dan kelenjar serous dan mukus yang mendukung sekresi sel goblet, dan juga
terdapat vena yang membentuk dinding tipis yang disebut cavernous bodies. Pada
concha superior dan septum nasal membentuk daerah olfaktori dengan sel-sel
khusus yang meliputi sel-sel olfaktori, sel pendukung dan sel sel basal. Sel
olfaktori merupakan neuron bipolar/ sel neuroepitel, yang mempunyai akson pada
lamina propria dan silia pada permukaan epitel. Silianya mengandung reseptor
olfaktori yang merespon bahan yang menghasilkan bau. Pada laminar proprianya
terdapat kelenjar Bowman, alveoli dan salurannya dilapisi oleh sel epitel kubus.
Kelenjar ini menghasilkan sekresi serous yang berwarna kekuningan.
Bagian atas hidung rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri etmoid
anterior dan posterior yang merupakan cabang dari arteri oftalmika dari arteri.
karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang
arteri maksilaris interna, diantaranya adalah ujung arteri palatina mayor dan arteri
sfenopalatina yang keluar dariforamen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina
dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. Bagian
depan hidung mendapat pendarahan daricabangcabang a.fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang
arterisfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior, dan arteri
palatina mayor yangdisebut pleksus Kiesselbach (Littles area). Pleksus
Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cidera oleh trauma, sehingga sering
menjadi sumber epistaksis (pendarahan hidung)terutama pada anak.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan
denganarterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke vena
oftalmika yang berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak
memiliki katup, sehinggamerupakan faktor predisposisi untuk mudahnya
penyebaran infeksi hingga ke intrakranial.7,8,9
e. Inervasi Hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari
n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari
n.oftalmikus (N.V-1). Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan
sensoris dari n.maksila melalui ganglion sfenopalatinum. Ganglion sfenopalatinum selain
memberikan persarafan sensoris juga memberikan persarafan vasomotor atau otonom
untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-serabut sensoris dari n.maksila
(N.V-2), serabut parasimpatis dari n.petrosus superfisialis mayor dan serabut-serabut
2. Fungsi Pernapasan
Fungsi pernapasan normal pada hidung, saat udara mengalir melalui hidung,
terdapat tiga fungsi yang berbeda ysng di kerjakan oleh rongga hidung:
1. Udara dihangatkan oleh permukaan concha dan septum yang luas, dengan
total area kira-kira 160 cm2,
2. Udara dilembabkan sampai hampir lembab sempurna bahkan sebelum
udara meninggalkan hidung,
3. Udara disaring sebagian.
Semua fungsi ini secara bersama-sama disebut fungsi pelembab udara dari
saluran napas bagian atas. Biasanya suhu udara inspirasi meningkat sampai 1F
melebihi suhu tubuh dan dengan kejenuhan uap air 2 sampai 3 persen sebelum
udara mencapai trakea.10
Fungsi penyaringan hidung. Bulu-bulu pada pintu masuk lubang hidung
penting untuk menyaring partikel-partikel besar. Walaupun demikian, jauh lebih
penting untuk mengeluarkan partikel melalui presipitasi tubulen. Artinya, udara
yang mengalir melalui saluran hidung membentur banyak dinding penghalang:
konka (disebut juga turbinates sebab konka menimbulkan turbulensi udara),
septum dan dinding faring. Tiap kali udara membentur penghalang ini, udara
harus mengubah arah alirannya. Partikel-partikel yang tersuspensi dalam udara,
mempunyai momentum dan massa yang jauh lebih besar daripada udara, sehingga
tidak dapat mengubah arah perjalanannya secepat udara. Oleh karena itu, partikelpartikel tersebut terus maju kedepan, membentur permukaan penghalangpenghalang ini, dan kemudian dijerat oleh mukus pelapis dan diangkut oleh silia
ke faring untuk ditelan.10
nervus ethmoidalis anterior. Persyarafan bagian posterior cavum nasi berasal dari
ramus
nasalis,
ramus
nasopalatinus,
dan
ramus
palatina
gnglion
yang
Gambar 4.
Sinus
Paranasal
Sinus
adalah
paranasalis
rongga-
rongga yang
terdapat didalam os
maxilla,
frontal,
ethmoidalis.
os
os
waktu lahir terdapat dalam bentuk yang rudimenter, setelah usianya delapan tahun
menjadi cukup besar dan pada masa remaja sudah terbentuk sempurna. Sinus
berfungsi sebagai resonator suara dan mengurangi berat tengkorak. Bila muara
sinus tersumbat atau sinus terisi cairan kualitas suara jelas berubah.7,9
Sinus maxillaris terletak di dalam corpus maxillaris. Sinus ini berbentuk
piramid dengan basis membentuk dinding lateral hidung dan apex di dalam
processus zygomaticus maxillae. Atap dibentuk oleh dasar orbita sedangkan dasar
dibentuk oleh processus alveolaris. Akar premolar pertama dan kedua serta molar
ketiga dan kadang-kadang akar dari caninus menonjol ke dalam sinus sehingga
jika dilakukan ekstraksi gigi tersebut dapat menyebabkan terbentuk fistula bahkan
terjadi sinusitis. Sinus maxillaris bermuara ke dalam meatus nasi medius melalui
hiatus semilunaris. Karena sinus ethmoidalis anterior dan sinus frontalis bermuara
ke dalam infundibulum, kemudian ke hiatus semilunaris, kemungkinan
penyebaran infeksi dari sinus-sinus tersebut ke sinus maxillaris sangat besar.
Membrana
mukosa
sinus
maxillaris
dipersarafi
oleh
n.alveolaris
dan
n.infraorbitalis.7,9
Sinus frontalis ada dua buah dan terdapat dalam os frontale dan dipisahkan
oleh septum tulang yang sering menyimpang dari bidang median. Setiap sinus
berbentuk segitiga, meluas ke atas, di atas ujung medial alis mata dan ke belakang
ke bagian medial atap orbita. Membrana mukosa dipersarafi oleh n.supraorbitalis.
Sinus sphenoidalis ada dua buah dan terletak di dalam corpus os sphenoidalis.
Setiap sinus akan bermuara ke dalam recessus sphenoethmoidalis di atas concha
nasalis superior. Membrana mukosa dipersarafi oleh n.ethmoidalis superior.7,9
10
BAB III
RINOSINUSITIS JAMUR INVASIF AKUT
1. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data dari National Health Interview Survey 1995, sekitar 17,4%
penduduk dewasa Amerika Serikat (AS) pernah mengidap rinosinusitis.3 Dari
survei yang dilakukan, diperkirakan angka prevalensi rinosinusitis pada penduduk
dewasa AS berkisar antara 13-16 %, dengan kata lain, sekitar 30 juta penduduk
dewasa AS mengidap rinosinusitis.1-4 Dengan demikian rinosinusitis menjadi salah
11
12
termasuk
Rhizopus,
Rhizomucor,
Absidia,
Mucor,
inisial stimulus antigen. Respon terhadap inisial inflamasi terjadi sebagai akibat
dari reaksi Gell and Coombs tipe I (IgE mediated) dan tipe III (immune complexmediated), menyebabkan edema jaringan. Hal ini menyebabkan obstruksi ostium
sinus. Apabila siklus terjadi terus-menerus akan menghasilkan produk, alergi
mucin yang mengisi sinus. Akumulasi debris ini mengobstruksi sinus dan
memperberat proses. Sinus mycetoma biasanya unilateral dan melibatkan sinus
maksilaris. Pasien
dengan sinus
mycetoma
adalah
pasien
dengan
4. MANIFESTASI KLINIK
Rinositis jamur dapat terjadi pada pasien dengan sinusitis kronik, yang
memiliki farktor predisposisi seperti neutropenia, AIDS, penggunaan jangka
panjang kortikosteroid atau antibiotik spektrum luas, diabetes yang tidak
terkontrol, atau imun yang rendah.
14
5. GAMBARAN RADIOLOGI
15
yang tebalatau opaksifikasi sempurna dari sinus paranasalis yang terlibat. Tampak
destruksi tulang sinus yang agresif tanpa perluasan.
6. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Diagnosis yang paling sederhana dan cepat adalah pemeriksaan jamur
dengan menggunakan larutan KOH. Ada pewarnaan khusus seperti PAS (Periodic
Acid Schiff) atau MSS (Methenamine Silver Stain) yang lebih baik untuk
pemeriksaan sinusitis jamur. Pada tipe invasif ditemukan invasi hifa ke dalam
jaringan, inflamasi granuloma tanpa perkejuan dengan sel datia berinti banyak,
tidak tampak invasi vaskuler dan mungkin ada nekrosis jaringan lunak atau
tulang.
Kultur jamur tidak dapat dijadikan penentu dignosis karena mungkin ada
kontaminasi dari udara saat pengambilan atau pengiriman, sedangkan masih
mungkin hasil kultur negatif pada kasus yang memang disebabkan oleh jamur. 15
7. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding sinusitis jamur adalah:
16
BAB IV
DIAGNOSIS RINOSINUSITIS JAMUR INVASIF AKUT
1. ANAMNESIS
Sinusitis jamur dapat terjadi pada pasien dengan sinusitis kronik,
yangmemiliki faktor predisposisi seperti neutropenia, AIDS, penggunaan
jangka panjang kortikosteroid atau antibiotik spektrum luas, diabetes yang
tidak terkontrol, atau imun yang rendah. Perlu diwaspadai adanya sinusitis jamur
padakasus berikut: sinusitis unilateral, yang sukar disembuhkan dengan
terapiantibiotik.. Adanya penyebab infeksi baik bakteri maupun virus, adanya latar
belakang alergi atau kemungkinan kelainan anatomis rongga hidung dapat
dipertimbangkan dari riwayat penyakit yang lengkap.18 Informasi lain yang perlu
berkaitan dengan keluhan yang dialami penderita mencakup durasi keluhan,
lokasi, faktor yang memperingan atau memperberat serta riwayat pengobatan
yang sudah dilakukan.2 Beberapa keluhan/gejala yang dapat diperoleh melalui
anamnesis dapat dilihat pada tabel 1 pada bagian depan.
2. PEMERIKSAAN FISIS
Dari inspeksi memperlihatkan ada atau tidaknya pembengkakan
pada daerah wajah. Pembengkakan di pipi sampai kelopak mata
bawah yang berwarna kemerah-merahan menunjukkan suatu bentuk
17
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium
Terdapat peningkatan konsentrasi total jamur spesifik IgE pada pasien
dengan allergic fungal sinusitis. Sedangkan pada sinus mycetoma jarang terjadi.
Biasanya >1000 U/ml (normal <50 U/ml). Pasien dengan allergic fungal
sinusitis pada umumnya menunjukkan reaksi positif skin tes terhadap antigen
jamur maupun non jamur.
Diagnosis yang paling sederhana dan cepat adalah pemeriksaan jamur
dengan menggunakan larutan KOH. Ada pewarnaan khusus seperti PAS (Periodic
Acid Schiff) atau MSS (Methenamine Silver Stain ) yang lebih baik untuk
pemeriksaan sinusitis jamur. Pada tipe invasif ditemukan invasi hifa ke dalam
18
jaringan, inflamasi granuloma tanpa perkejuan dengan sel datia berinti banyak,
tidak tampak invasi vaskuler dan mungkin ada nekrosis jaringan lunak atau
tulang.
Kultur jamur tidak dapat dijadikan penentu dignosis karena mungkin ada
kontaminasi dari udara saat pengambilan atau pengiriman, sedangkan masih
mungkin hasil kultur negatif pada kasus yang memang disebabkan oleh jamur. 15
b. Pemeriksaan radiologik
Foto polos walaupun menyediakan beberapa informasi, tidak cukup detail.
Pada CT scan sinusitis jamur invasif akut ditemukan gambaran mukosa yang tebal
atau opaksifikasi sempurna dari sinus paranasalis yang terlibat. Tampak destruksi
tulang sinus yang agresif tanpa perluasan. Pada CT scan sinusitis jamur infasif
kronik ditemukan hiperdens pada satu atau lebih sinus paranasalis. Tampak
gambaran massa yang dicurigai seperti keganasan. Tampak erosi pada sinus-sinus
yang terlibat dan adanya perluasan ke sekitarnya, seperti ke orbita, fossa kranial
anterior dan jaringan lunak maxillofacial.
4. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yang terbaik adalah dengan cara pembedahan menggunakan
tehnik Bedah Sinus Endoskopik Fungsional (BSEF) atau Functional Endoscopic
Sinus Surgery (FESS) adalah teknik operasi invasif minimal yang dilakukan pada
sinus paranasal dengan menggunakan endoskop yang bertujuan memulihkan
mucociliary
clearance
dalam
sinus.
Prinsipnya
ialah
membuka
dan
19
dan infeksi sehingga ventilasi dan drenase sinus dapat lancar kembali melalui
ostium alami. Tindakan ini pula dapat mmengevakuasai atau mengeluarkan
seluruh jaringan-jaringan yang telah terinfeksi jamur yang berada dalam sinus dan
dapat membersihkan hingga sebersih mungkin.
Tindakan ini hampir menggantikan semua jenis bedah sinus terdahulu
karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan
dan tidak radikal.
Dimulai pemberian terapi antijamur sistemik setelah operasi debridement.
Di berikan itraconazol oral (400mg/hari). 15
5. PROGNOSIS
Prognosis tergantung dari terapi yang diberikan, semakin baik drainase yang
dilakukan saat pembedahan, semakin baik pula prognosis yang di berikan.
Prognosis pada kasus rinosinusitis jamur invasif akut adalah dubia ad bonam.
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
20
21
screens].
Available
from:
URL:http//www.emedicine.com/sinusitis,fungal.htm
15. Naini RA, Moghtaderi A. Aspergillous sinusitis. Japi 2004 52(1): 749-50
22