Cerebral palsy adalah suatu gangguan atau kelainan yang terjadi pada suatu
kurun waktu dalam masa perkembangan anak, dimana terjadi kerusakan sel-sel
motorik di dalam susunan saraf pusat, bersifat kronik dan tidak progresif.
Walaupun bersifat statis dan tidak progresif, tetapi perkembangan tanda-tanda
neuron perifer akan berubah akibat maturasi serebral.
Yang pertama kali memperkenalkan penyakit ini adalah William John Little
(1843), yang menyebutnya dengan istilah cerebral diplegia, sebagai akibat
prematuritas atau asfiksia neonatorum. Sir William Olser adalah orang yang
pertama kali memperkenalkan istilah cerebral palsy, sedangkan Sigmund Freud
menyebutnya dengan istilah Infantile cerebral paralysis.
Di Indonesia, prevalensi penderita cerebral palsy diperkirakan sekitar 1 5
per 1.000 kelahiran hidup. Lakilaki lebih banyak daripada perempuan. Seringkali
terdapat pada anak pertama. Hal ini mungkin dikarenakan kelahiran pertama lebih
sering mengalami kelahiran macet. Angka kejadiannya lebih tinggi pada bayi
berat badan lahir rendah dan kelahiran kembar. Umur ibu seringkali lebih dari 40
tahun, terlebih lagi pada multipara.
Walaupun sulit, etiologi cerebral palsy perlu diketahui untuk tindakan
pencegahan. Fisioterapi dini memberi hasil baik, namun adanya gangguan
perkembangan mental dapat menghalangi tercapainya tujuan pengobatan.
LAPORAN KASUS
I.
IDENTITAS PASIEN
II.
Nama
: An. F
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
Tanggal pemeriksaaan
: 2 Mei 2014
ANAMNESIS
Keluhan Utama
: Lemah seluruh badan
Riwayat Penyakit Sekarang
Lemah seluruh badan dirasakan 4 bulan yang lalu. Lemah
dirasakan secara mendadak setelah anak mengalami kejang. Sampai saat
ini pasien belum bisa mengangkat kepala. Anak juga belum bisa
membalikkan badan dan tengkurap. Gerakan anak juga tidak aktif.
Riwayat Penyakit Terdahulu
Pada umur 6 bulan pasien mengalami demam tinggi dan kejang
Kejang terjadi 2 kali dengan interval waktu 10 menit. Kejang timbul
diseluruh tubuh dengan mata mendelik ke atas.
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang mengalami hal yang sama
Riwayat Kehamilan & Kelahiran
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum
BB
TB
Status Gizi
Vital Sign
Nadi
Pernapasan
Suhu
Kepala
Wajah
Deformitas
Rambut
Mata
: 116x/menit
: 30x/menit
: 36,70 C
: Normocephal
: tidak ada kelainan
: hitam
: - Konjungtiva : tidak anemis
- Sclera
: tidak ikterik
- Pupil
: isokor
Leher
Kelenjar Getah Bening
Tiroid
Tonsil
Faring
:
:
:
:
Massa lain
Thoraks
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
:
:
:
:
organomegali
Anggota gerak
Atas
: Akral hangat, lengan sulit ditekuk
Bawah
: Akral hangat, tungkai kaku dan sulit ditekuk
Resume
Seorang anak laki-laki, umur 11 bulan, masuk dengan keluhan lemah
seluruh badan. Lemah seluruh badan dirasakan
Diagnosis Kerja
Cerebral Palsy
Penatalaksanaan
Fisioterapi
Anjuran
CT scan
Elektroensefalogram (EEG)
Elektromiografi (EMG) dan Nerve Conduction Velocity (NCV)
DISKUSI
Cerebral palsy adalah sekelompok gangguan non progresif akibat
kerusakan otak yang terjadi selama kehamilan (fetus) maupun pada awal
kehidupan (bayi) dan ditandai oleh adanya paralisis, spastik, atau gangguan
pergerakan atau postur tubuh (gangguan koordinasi atau keseimbangan).1, 2, 3
Klasifikasi Cerebral palsy terbagi sebagai berikut :
1. Berdasarkan gangguan motorik
a. Spastik, merupakan bentuk yang terbanyak (70-80%), ditandai dengan
tonus otot yang hipertonik selama gerakan volunter, otot mengalami
kekakuan dan secara permanen kontraktur serta melawan untuk
bergerak. Pada anak-anak yang mengalami tipe ini harus bekerja keras
untuk berjalan dan bergerak. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas,
pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan
gerakan-gerakan
involunter pada tubuh. Cerebral palsy tipe atetoid terjadi pada 10% 15% penderita cerebral palsy. Anak yang mengalami tipe ini
mempunyai gerakan-gerakan yang tidak terkontrol. Gerakan ini tidak
dapat dicegah sehingga dapat mengganggu aktivitas. Gerakan
abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan atau tungkai dan pada
sebagian besar kasus otot muka dan lidah, menyebabkan anak tampak
selalu menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur. Gerakan sering
meningkat selama periode peningkatan stress dan hilang pada saat
tidur. Penderita juga mengalami masalah koordinasi otot lidah.2,6
c. Ataksia, gangguan koordinasi dan keseimbangan. Jarang dijumpai, <
15% yang menderita tipe ini. Gangguan atau hilangnya kesimbangan
dan koordinasi. penderita akan bergoyang ketika sedang berdiri, pasien
memiliki masalah dengan keseimbangan yang menyebabkan penderita
berjalan dengan kaki terbuka lebar, meletakkan kedua kaki dengan
posisi yang saling berjauhan untuk menghindar dari jatuh. Penderita
juga sering mengalami tremor dan bicara yang tidak teratur.2,6
d. Tipe campuran, sering ditemukan pada seorang penderita yang
mempunyai lebih dari satu bentuk cerebral palsy yang telah dijelaskan
di atas. Bentuk campuran yang sering dijumpai adalah spastic dan
gerakan atetoit tetapi kombinasi lain juga dapat di jumpai.2
2. Berdasarkan lokasi gangguan:
a. Monoplegia
Pada tipe ini, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami spastik.
Umumnya terjadi pada lengan / ekstremitas atas.
b. Diplegia
Tipe diplegia sering terjadi pada kasus dengan prematuritas. Hal ini
disebabkan oleh spastik yang menyerang traktus kortikospinal bilateral
atau lengan pada kedua sisi tubuh saja. Sedangkan sistemsistem lain
normal.
c. Hemiplegia
Spastik melibatkan traktus kortikospinal unilateral yang biasanya
menyerang ekstremitas atas/lengan atau menyerang lengan pada salah
satu sisi tubuh.
d. Quadriplegia
Spastik yang tidak hanya menyerang ekstremitas atas, tetapi juga
ekstremitas bawah dan juga terjadi keterbatasan pada tungkai.
3. Berdasarkan derajat keparahan, Gross Motor Function Classification System
(GMFCS):3, 5
1. Derajat I : berjalan tanpa hambatan, keterbatasan terjadi pada gerakan
motorik kasar yang lebih rumit.
2. Derajat II : berjalan tanpa alat bantu, keterbatasan dalam berjalan di luar
rumah dan di lingkungan masyarakat.
3. Derajat III : berjalan dengan alat bantu mobilitas, keterbatasan dalam
berjalan di luar rumah dan di lingkungan masyarakat.
4. Derajat IV : kemampuan bergerak sendiri terbatas, menggunakan alat
bantu gerak yang cukup canggih untuk berada di luar rumah dan di
lingkungan masyarakat.
5. Derajat V : kemampuan bergerak sendiri sangat terbatas, walaupun
sudah menggunakan alat bantu yang canggih.
Pada kasus ini, pasien mengalami gangguan motorik berupa adanya spastik
karena dilihat dari gejala klinis yang ada pada pasien yatu kekakuan pada
tungkai atas dan bawah. Pasien mengalami delay dalam tumbuh kembang,
karena seharusnya pada usia ini anak sudah dapat duduk 2,4
Cerebral palsy dapat disebabkan karena perkembangan anomali dari sistem
saraf pusat atau cedera otak selama masa prenatal, natal, dan postnatal.
1. Prenatal
- Infeksi intrauterine: Potensi yang mungkin terjadi pada masa prenatal adalah
infeksi pada masa kehamilan. Infeksi merupakan salah satu hal yang dapat
2.
Pada kasus ini di curigai pasien mengalami cerebral palsy yang didapatkan
pada masa perinatal yang disebabkan oleh prematuritas bayi, mengingat pasien
prematur 8 bulan serta bayi yang lahir kembar.
Secara garis besar, penanganan cerebral palsy terdiri dari medikamentosa
dan rehabilitasi medik. Penanganan medikamentosa pada penderita cerebral palsy
hanya bersifat simptomatik dan tidak ada pengobatan kausal yang spesifik. Jika
anak mengalami kejang, dapat diberikan antikonvulsan, misalnya luminal atau
diazepam.
Rehabilitasi medik meliputi fisioterapi seperti latihan gerak sendi, latihan
penguatan dan peningkatan daya tahan otot, latihan duduk, latihan berdiri, latihan
pindah, latihan jalan. 2
Penderita cerebral palsy tidak dapat disembuhkan, tetapi dengan program
rehabilitasi medik, sebagai bagian dari terapi cerebral palsy, dapat memberi
pemecahan masalah yang dihadapi penderita.5
Perlu ditekankan pada orang tua dari anak dengan kelainan ini, bahwa tujuan
pengobatan bukan membuat anak menjadi seperti anak normal lainnya. Tetapi
mengembangkan sisa kemampuan yang ada pada anak tersebut seoptimal
mungkin, sehingga diharapkan anak dapat melakukan aktifitas sehari-hari tanpa
bantuan atau dengan sedikit bantuan. 1,2,3,4,5
Secara garis besarnya penatalaksanaan pada cerebral palsy sebagai berikut:
a. Memonitoring pertumbuhan, nutrisi, penglihatan, pendengaran dan
kemampuan sensoriknya
10
b. Terapi fisik dan okupasi, latihan untuk memperbaiki gerakan dan kekuatan
dan latihan untuk melakukan aktifitas sehari-hari, evaluasi penggunaan alatalat bantu, latihan keterampilan tangan dan aktivitas.
c. Injeksi toksin botulinum untuk mengurangi spastisitas
d. Pemberian baclofen untuk mengurangi spastisitas pada distonik dan
quadriplegia
e. Penggunaan brace untuk stabilitas terutama bracing untuk tungkai dan
tubuh, mencegah kontraktur, mencegah kembalinya deformitas setelah
operasi, agar tangan lebih berfungsi.
Terapi pembedahan ortopedi untuk stabilitas, bertujuan melemahkan otot yang
terlalu kuat. Salah satu indikasi dilakukan tindakan ortopedi jika sudah terjadi
deformitas akibat proses spasme otot atau telah terjadi kontraktur pada otot dan
tendon. Dalam hal ini harus dipertimbangkan secara matang beberapa faktor
sebelum melakukan tindakan bedah.
Beberapa faktor berpengaruh terhadap prognosis penderita cerebral palsy
seperti tipe klinis, adanya refleks patologis dan adanya defisit intelegensi, sensoris
dan gangguan emosional. Kesembuhan dalam arti regenerasi dari otak yang
sesungguhnya, tidak bisa terjadi pada cerebral palsy. Tetapi akan terjadi perbaikan
sesuai dengan tingkat maturitas otak yang sehat sebagai kompensasinya.
Prognosis paling baik pada derajat fungsional ringan, sedangkan bertambah berat
apabila disertai dengan retardasi mental, bangkitan kejang, gangguan penglihatan
dan pendengaran.1,4,6
11
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
www.cdc.gov/ncbddd/cp/diagnosis.html?mobile=nocontent
5. Kaufman's Clinical Neurology for Psychiatrists. 7th edition : 2013
6. X-plain. Cerebral palsy. The patient education istitute, Inc: 2011.
7. CDC. Cerebral palsy [serial online]. 2013. Available
www.cdc.gov/ncbddd/cp/diagnosis.html?mobile=nocontent
8. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 1995.
12
on: