UPAH MINIMUM
Muhammad Noor Sayuti 1
Abstrak
Upah minimum regional (UMR/UMP) merupakan salah satu komponen penting
dalam kehidupan masyarakat yang digunakan sebagai pemenuhan kebutuhan
hidup bagi tenaga kerja, guna meningkatkan taraf hidup. Hingga kini persoalan
pengupahan ibarat lingkaran setan bagi industri, buruh, dan pemerintah. Di
satu sisi, jika pemerintah tidak menaikkan upah, kondisi buruh semakin tertekan
dan ini dapat menciptakan kerawanan sosial yang jauh lebih hebat dari sekedar
orang hidup di bawah garis kemiskinan. Di sisi lain, adanya anggapan dengan
menaikkan upah buruh maka membiarkan investor asing lari.
Dalam
perjalanannya
penerapan
konsep-konsep
konvensional
untuk
memecahkan kasus upah yang layak bagi buruh ini selalu mengalami kendala
dan kebuntuan, persoalan buruh dalam memperjuangkan kesejahteraannya
seakan tidak menemukan jawaban. Dalam konteks ini Ekonomi Islam
menawarkan solusi agar menemukan titik temu antara dua kepentingan yang
bertolak belakang. Yaitu, dengan konsep bantuan Zakat kepada buruh atau
Nishab Zakat dalam menentukan standar upah minimum.
Kata Kunci: Standar Upah Minimum, Pengaruh Inflasi, Konsep Nishab Zakat
I. PENDAHULUAN
Kebijakan upah minimum merupakan satu-satunya kebijakan pemerintah
Indonesia yang secara langsung dan eksplisit dikaitkan dengan upah buruh. Tidak
mengherankan, jika semua pihak (pemerintah, serikat buruh, LSM) menempatkannya
sebagai isyu sentral. Bahkan, tidak sedikit yang menganggap upah minimum merupakan
obat mujarab (panasea) bagi persoalan kesejahteraan pekerja, dan pada gilirannya
kesejahteraan rakyat.
Mahasiswa Magister Program Studi Ekonomi Syariah, Universitas Islam Negeri Bandung Sunan Gunung
Djati, E-mail: 34198720@yahoo.com.
Masalah tenaga kerja menjadi sangat rentan dibicarakan jika dikaitkan dengan
kesejahteraan. Apalagi bahasan tersebut menyangkut pengupahan. Hal ini dikarenakan
upah buruh di Indonesia masih sangat rendah dan tidak bisa mencukupi kebutuhan pokok
yang semakin melambung. Dari sekitar 46 juta buruh, 85% atau sekitar 39 juta buruh
belum mendapatkan upah yang layak. Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) menilai
porsi upah buruh di Indonesia masih sangat rendah jika dibandingkan dengan keseluruhan
biaya produksi. Porsi itu juga masih jauh jika dibandingkan dengan margin yang
diperoleh pengusaha. Selama ini upah buruh masih sekitar 20% dari keseluruhan biaya
produksi. Sementara total margin yang diperoleh pengusaha dari hasil penjualan mereka
bisa mencapai berlipat-lipat dari upah buruh per barang yang dijual.
Penelitian yang dilakukan oleh BPS menunjukkan bahwa, perbandingan upah dan
hasil kapital masih sangat rendah yaitu 20% hingga 80%. Seharusnya dari keseluruhan
output yang dihasilkan, upah mendapatkan porsi 40% dan 60% sisanya dialokasikan
untuk hasil kapital. Perbandingan tersebut sudah proporsional, artinya upah yang
diperoleh buruh tidak terlalu rendah dan biaya produksi yang ditanggung perusahaan juga
tidak terlalu tinggi.
Memang, upah minimum regional (UMR), yang kemudian berubah menjadi UMP
(Upah Minimum Propinsi) dan UMK (Upah Minimum Kabupaten), terus mengalami
kenaikan sesuai dengan perkembangan daya beli masyarakat. Namun, persentase
kenaikan UMR tersebut tidak memiliki korelasi kuat dengan peningkatan kebutuhan
buruh dan lajunya inflasi rill. Itu berarti tingkat kesejahteraan buruh masih dibawah
standar. Hal ini yang membuat eskalasi tuntutan dan demontrasi semakin meningkat
khususnya yang dilancarkan oleh pekerja. (Iskandar 2004)
Upah merupakan komponen penting dalam pelaksanaan hubungan kerja yang
mempunyai peranan strategis dalam pelaksanaan hubungan industrial. Dalam
menentukan tingkat upah, pengusaha dan buruh memiliki dua kepentingan yang bertolak
belakang. Bagi pengusaha, upah merupakan bentuk biaya yang dikeluarkan untuk
operasional perusahaan dan berdampak pada keuntungan yang diterima. Sedangkan bagi
buruh, upah merupakan sumber pendapatan, sehingga mereka sangat mengharapkan
peningkatan upah.
Dua kepentingan yang bertolak belakang tersebut, sering memunculkan
perselisihan antara pengusaha dan buruh. Oleh karena itu untuk mencapai kesepakatan
dalam penentuan tingkat upah maka peran dan intervensi pemerintah sangat diperlukan.
Pertama, agar dapat menguatkan posisi buruh dimata pengusaha. Kedua, sebagai bentuk
perlindungan terhadap kaum buruh yang menjadi agen bullying, disaat posisi tawar buruh
sangat rendah. Ketiga, menyeimbangkan posisi buruh dan pengusaha dalam suatu
hubungan industrial.
Bentuk intervensi pemerintah dalam menentukan upah buruh diperbolehkan
dalam Islam, demikian itu dapat ditoleransi jika tujuannya untuk mencapai
kemashlahatan. Pemerintah melakukan intervensi jika pasar terdistorsi sehingga akhirnya
upah yang dihasilkan bukanlah upah yang adil. (yusuf al-Qardhawi 1995) Campur tangan
pemerintah dalam menentukan upah buruh/pekerja dikenal dengan teori Ibnu Taimiyah.
Menurut Ibnu Taimiyah sebagaimana yang dikutip oleh Islahi, Upah yang setara adalah
upah yang secara bebas diserahkan kepada kekuatan permintaan dan penawaran pasar,
tanpa intervensi pemerintah. Tetapi ketika upah berjalan tidak wajar maka pemerintah
berhak menentukan upah.(Al-Islahi 2008)
Salah satu bentuk keterlibatan pemerintah dalam hubungan industrial adalah
dalam penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah minimum.
Upah minimum diartikan sebagai ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai
keharusan perusahaan untuk membayar upah sekurang-kurangnya sama dengan
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) kepada pekerja yang paling rendah tingkatannya.
Dengan kata lain, bahwa upah minimum dapat dikatakan sebagai salah satu instrumen
kebijakan pemerintah untuk melindungi kelompok pekerja lapisan paling bawah di setiap
perusahaan agar memperoleh upah serendah-rendahnya sesuai dengan nilai atau harga
kebutuhan hidup layak.
II. PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN DAN ASAS-ASAS PENGUPAHAN
1. Pengertian Upah
Menurut Dewan Penelitian Pengupahan Nasional: Upah adalah suatu penerimaan
sebagai imbalan dari pemberi kepada penerima kerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang
telah dan akan dilakukan, berfungsi sebagai jaminan kelangsungan hidup yang layak bagi
kemanusiaan dan produksi, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan
menurut suatu persetujuan undang-undang dan peraturan. Dan dibayarkan atas dasar
suatu perjanjian kerja antara pemberi dan penerima kerja.(Ruky 2001)
2. Asas-asas Pengupahan
Berdasarkan perundangundangan ketenga kerjaan tentang asas pengupahan dapat dirinci
sebagai berikut:
a)
Hak menerima upah timbul pada saat adanya hubungan kerja dan berakhir pada saat
hubungan kerja putus (Pasal 2 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981 tentang
perlindungan Upah).
b)
Pengusaha tidak boleh mengadakan diskriminasi upah bagi buruh laki-laki dan wanita
untuk jenis pekerjaan yang sama (Pasal 3 Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1981
tentang Perlindungan Upah).
c)
Upah tidak dibayar apabila buruh tidak melakukan pekerjaan atau disebut asas no
work no pay (Pasal 93 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan).
Asas tersebut dikecualikan bagi buruh yang tidak melakukan pekerjaan karena
beberapa hal sebagaimana diatur dalam Pasal 93 ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) UU
No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, sehingga pengusaha wajib membayar
upah kepada buruh secara proposional berdasarkan jenis-jenis sebab masing-masing.
d)
Pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari ketentuan upah minimum
(Pasal 90 ayat (1) UU No.13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan).
e)
Komponen upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, dengan formulai upah
pokok minimal 75 % dari jumlah upah pokok dan tunjangan tetap (Pasal 94 UU No.
13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan).
f)
Pelanggaran yang dilakukan oleh buruh karena kesengajaan atau kelalaian dapat
dikenakan denda (pasal 95 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan).
g)
h)
i)
Tuntutan pembayaran upah buruh dan segala pembayaran yang timbul dari hubungan
kerja menjadi kedaluwarsa setelah melampaui jangka waktu 2 (dua) tahun sejak
timbulnya hak (Pasal 96 UU No.13 Tahun 2003).
menerima upah yang besarnya sama dengan upah minimum. Begitu juga terhadap buruh
yang mempunyai keahlian tertentu atau yang berprestasi, tidak memiliki perbedaan upah
secara nyata jika dibandingkan dengan upah rata-rata buruh pada umumnya. (Hakim
2006)
4. Upah Tidak masuk Kerja Karena Melakukan Kegiatan Lain di Luar Pekerjaannya.
Upah ini diberikan oleh pengusaha kepada buruh yang tidak masuk kerja karena
melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya, sebagimana diatur dalam Pasal 93 ayat (2)
huruf c, huruf d, huruf e, huruf h, dan huruf i UU No. 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan.
pesangon, ada yang khusus untuk kebutuhan lain, seperti untuk perhitungan upah lembur,
untuk pajak penghasilan dan sebagainya.
dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang
mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang
mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang
telah kamu kerjakan.
Quraish Shihab dalam bukunya, Tafsir Al Misbah menjelaskan, QS. At Taubah: 105:
sebagai berikut: Bekerjalah kamu demi karena Allah semata dengan aneka amal yang
sholeh dan bermanfaat, baik untuk diri kamu maupun untuk masyarakat umum, Allah
akan melihat yakni menilai dan memberi ganjaran amal kamu itu. Ganjaran yang
dimaksud adalah upah atau kompensasi.(Shihab 2002)
Sedangkan dalam perspektif hadith dikatakan bahwa upah yang sifatnya materi
(Upah di dunia) mestilah terkait dengan keterjaminan dan ketercukupan pangan dan
sandang buruh yang Menerima upah Perkataan: harus diberinya makan seperti apa yang
dimakannya (sendiri) dan memberi pakaian seperti apa yang dipakainya (sendiri)",
bermakna bahwa upah yang diterima harus menjamin makan dan pakaian karyawan yang
menerima upah. (Aziz)
Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa upah adalah setiap uang atau barang yang
diberikan kepada pekerja sebagai kompensasi atas jasa pekerjaan yang telah
dikerjakannya dan bukan sekedar hadiah dari pemberi kerja kepada penerima kerja/buruh.
Upah atau gaji adalah hak pemenuhan ekonomi bagi pekerja yang menjadi
kewajiban dan tidak boleh diabaikan oleh para majikan atau pihak yang mempekerjakan.
Sebegitu pentingnya masalah upah pekerja ini, Islam memberi pedoman kepada para
pihak yang mempekerjakan orang lain bahwa prinsip pemberian upah harus mencakup
dua hal, yaitu adil dan mencukupi.
Prinsip tersebut terangkum dalam sebuah hadis Nabi yang diriwayatkan Imam AlBaihaqi, Berikanlah gaji kepada pekerja sebelum kering keringatnya, dan beritahukan
ketentuan gajinya, terhadap apa yang dikerjakan. (Aziz) Dan, bahwasanya Umar
Radhiyallahu Anhu melarang penundaan hak dari orang yang memilikinya, di mana
beliau mengatakan, "Siapa pun yang menyewa sesuatu, lalu pemiliknya telah melewati
Dzulhulaifah, maka sesungguhnya dia telah wajib membayar sewanya". (DR.Jaribah bin
Ahmad Al-Haritsi 2003)
Seorang pekerja berhak menerima upahnya ketika sudah mengerjakan tugastugasnya, maka jika terjadi penunggakan gaji pekerja, hal tersebut selain melanggar
kontrak kerja juga bertentangan dengan prinsip keadilan dalam Islam. Selain ketepatan
pengupahan, keadilan juga dilihat dari proporsionalnya tingkat pekerjaan dengan jumlah
upah yang diterimanya.
10
productivity menyatakan bahwa upah tenaga kerja didasarkan pada permintaan dan
penawaran tenaga kerja. Pengusaha akan menambah upah pekerja sampai batas
pertambahan produktivitas marjinal minimal sama dengan upah yang diberikan pada
mereka. Dengan cara ini, maka upah dapat ditentukan secara transparan, seksama, adil,
dan tidak menindas pihak manapun. Setiap pihak mendapat bagian yang sah dari hasil
usahanya, tanpa menzalimi pihak yang lain, sebagaimana firman Allah SWT:
"Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah
diusahakannya. Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan (kepadanya).
Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna"
Setelah besaran upah berdasarkan produktivitas marjinal ketemu angkanya, kedua
belah pihak kemudian melakukan bargaining berdasarkan perubahan umum tingkat harga
barang dan biaya kebutuhan hidup, sehingga upah riil merupakan hasil persetujuan kedua
belah pihak. Islam selalu memotivasi untuk memberikan penjelasan (dan persetujuan)
besaran upah dari kedua belah pihak. Nabi bersabda: (Hanbal 1988)
"Sesungguhnya Nabi melarang mempekerjakan buruh sampai ia menjelaskan besaran
upahnya
Masuknya kompenen biaya hidup dalam upah, tidak semata-mata pertimbangan
produktivitas kerja, memang masalah tersendiri jika majikan memetaforakan tenaga kerja
sebagai mesin. Akan tetapi, dengan pertimbangan surplus value dan kemanusiaan, hal
tersebut bisa diterima.
Dalam penentuan upah nilai kemanusiaan yang harus dijunjung tinggi ini meliputi
nilai kerjasama dan tolong menolong, kasih sayang dan keinginan untuk menciptakan
harmoni sosial tingkat market wage pada dasarnya bersifat obyektif, sementara nilai
manusia bersifat subjektif, jadi tingkat upah yang Islami akan ditentukan berdasarkan
faktor obyektif dan subyektif. (Anto 2003)
Islam sangat menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Berbeda dengan konvensional
yang hanya memandang manusia sebagai barang modal. Manusia tidak boleh
diperlakukan seperti halnya barang modal. (Sadeeq 1989a)
Dalam konteks di Negara kita upah minimum (UMR/UMP) itu sama dengan
Ujrah al-misli, yakni upah yang sepadan, dalam daerah tertentu, upah minimum regional
(UMR/UMP) di setiap daerah besarnya berbeda-beda yang didasarkan pada indeks harga
konsumen, kebutuhan fisik minimum, perluasan kesempatan kerja. Upah pada umumnya
yang berlaku secara regional dipengaruhi oleh tingkat perkembangan perusahaan, tingkat
perkembangan perekonomian regional yang berlaku di daerah tersebut.
Dalam menentukan upah minimum provinsi, terdapat beberapa unsur yang
dipertimbangkan. Unsur-unsur tersebut mencakup pangan, sandang, dan papan dll (ada
43 butir seperti tertera dalam Surat edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.
889 HK. 01.32.2002 tertanggal 10 September 2002). Kebutuhan yang dihitung dalam
Surat edaran ini adalah kebutuhan seorang pekerja (lajang). Jika kebutuhannya sewa
rumah, pekerja tidak akan pernah memiliki rumah sampai kapan pun. Hal ini tentu
melanggar aturan hadis yang diriwayatkan oleh Mustawrid bin Syadad: Aku mendengar
Nabi Muhammad SAW bersabda, "Barangsiapayang menjadi pekerja bagi kita,
hendaklah ia mencarikan isteri (untuknya); seorang pembantu bila tidak memilikinya,
hendaklah ia mencarikannya untuk pembantunya. Bila ia tidak mempunyai tempat
tinggal, hendaklah ia mencarikan tempat tinggal.Abu Bakar mengatakan, Diberitakan
kepadaku bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, Siapa yang mengambil sikap selain
itu, maka ia adalah seorang yang keterlaluan atau pencuri." (HR. Abu Daud).
Memang arti "mencarikan" bisa bermacam-macam. Bisa menyewakan rumah
untuk pekerja agar bisa tinggal di dalamnya. Bisa juga membelikan rumah untuk
ditempati pekerja. Atau bisa juga menyediakan rumah gratis (semacam rumah Dinas) bagi
pekerja. Dalam praktiknya di Indonesia, bagi karyawan rendahan disediakan tempat
tinggal gratis. Bentuknya bisa rumah sederhana bagi pegawai perkebunan, bisa asrama
12
bagi anggota TNI dan polisi. Untuk karyawan yang sudah tinggi, disediakan rumah Dinas
bagi pejabat di departemen dengan pangkat eselon 2 ke atas, dan sebagainya.
13
daerah berbeda-beda, terlebih lagi pengusaha akan menolak kalau aturan ini
diberlakukan.
III. PENUTUP
Salah satu problem yang langsung menyentuh kaum buruh adalah rendahnya atau
tidak sesuainya pendapatan (gaji) yang diperoleh dengan tuntutan untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya beserta tanggungannya. Sementara itu dalam sistem ekonomi
Kapitalis, rendahnya gaji buruh justru menjadi penarik bagi para investor asing termasuk
pemerintah untuk kepentingan peningkatan pendapatannya sendiri (bukan rakyat). Untuk
membantu mengatasi problem gaji, pemerintah tiap tahun membuat batas minimal gaji
yang harus dibayarkan oleh perusahaan kepada pekerjanya, yang kemudian dikenal
dengan istilah UMR/UMP, UMK, dan UMD Nilai UMR, UMK, dan UMD ini biasanya
dihitung bersama berbagai pihak yang merujuk kepada Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
atau kondisi lain di daerah yang bersangkutan.
Dalam perjalanannya penerapan konsep-konsep konvensional ini menemukan
kebuntuan, karena konsep-konsep konvensional ini juga memiliki kekurangan. Oleh
karena itu Islam bisa dijadikan alternatif sebagai solusi memecah kebuntuan tersebut.
Misal, dengan acuan Nishab Zakat.
Upah minimum dengan acuan nishob zakat ini boleh jadi dapat diterapkan dengan
asumsi menekan biaya produksi, dalam beberapa pengamatan serikat buruh, korupsi,
pungutan liar, serta birokrasi yang berbelit memakan biaya produksi hingga 30%, maka
dengan adanya pemangkasan rantai birokrasi perizinan, akan memangkas banyak biaya
siluman yang selama ini dikeluhkan oleh para pengusaha. Hal ini sejalan dengan janji dan
program pemerintah dalam upaya membangun persaingan pasar yang sehat.(Koran
Jakarta - Jokowi-JK Tumbuhkan Usaha Baru 2015)
Islam adalah solusi dari berbagai macam problema yang ada didunia ini, tak
terkecuali problema dalam bidang ekonomi. Dari sini dapat kita lihat perbedaan yang
mendasar antara pandangan Islam dan konvensional. Perbedaan tersebut ada dua. Yakni
(1) Islam melihat upah sangat besar kaitannya dengan konsep moral atau kemanusiaan
sedangkan konvensional tidak. (2) Upah dalam Islam tidak hanya sebatas materi. Tetapi
juga menembus batas kehidupan, yaitu dimensi akhirat yang disebut juga dengan pahala
sedangkan konvensional tidak. Oleh sebab itu dalam pemecahan masalah buruh ataupun
14
hal-hal yang berkaitan dengan ekonomi, sudah saatnya pemerintah mencari solusi melalui
agama yang berlandaskan keadilan.
15
16