Anda di halaman 1dari 6

GAMBARAN TINGKAT PENGETAHUAN PERAWAT DALAM PENANGANAN

PASIEN TRAUMA KAPITIS DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT


RSUD H PADJONGA DAENG NGALLE
KABUPATEN TAKALAR
Ruslan1, Andi Intang2, Burhanuddin Bahar3
1STIKES

Nani Hasanuddin Makassar


Nani Hasanuddin Makassar
3Universitas Hasanuddin Makassar

2STIKES

ABSTRAK
Trauma kepala merupakan suatu kegawatan yang paling sering dijumpai di unit gawat darurat
suatu rumah sakit. Trauma kepala merupakan penyebab kematian ketiga dari semua jenis trauma
yang dikaitkan dengan kematian (CDC, 2010). Tujuan penenelitian ini untuk mendeskripsikan tingkat
pengetahuan perawat terhadap penanganan pasien trauma kapitis di ruang IGD RSUD H Padjonga
Daeng Ngalle Kabupaten Takalar. Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan metode
survey. Polpulasi dalam penelitian ini adalah semua perawat yang melakukan tindakan keperawatan
di Instalasi Gawat Darurat RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar dengan jumlah 40
orang. Pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling yaitu sebanyak 40 orang.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner. Data yang telah terkumpul kemudian
diolah dan dianalisis menggunakan program microsoft excel dan program statistic (SPSS) versi
16,0. Analisis data mencakup analisis univariat dengan mendeskripsikan distribusi frekuensi
dari masing-masing variabel. Hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar perawat
IGD RSUD H. Padjonga Dg. Ngalle Kabupaten Takalar memiliki tingkat pengetahuan tentang
penangan pasien trauma kapitis cukup baik yaitu 72,5% (29 orang) dan untuk penilaian status
kesadaran (GCS) masih relatif kurang yaitu 57,5% (23 orang). Kesimpulan dalam penelitian ini
adalah tingkat pengetahuan sebagian besar perawat terhadap penanganan pasien (airway, breathing,
circulation) trauma capitis dikategorikan cukup baik dan untuk penilaian tingkat kesadaran (GCS)
masih relatif kurang.
Kata kunci : Pengetahuan, trauma kapitis, GCS

PENDAHULUAN
Trauma kepala merupakan suatu
kegawatan yang paling sering dijumpai di unit
gawat darurat suatu rumah sakit. No head
injury is so serious that it should be despaired
of, nor so trivial as to be lightly ignored,
menurut Hippocrates bahwa tidak ada cedera
kepala yang perlu dikhawatirkan serius yang
bisa kita putus harapan dan tidak ada juga
keluhan yang dapat kita abaikan. Setiap tahun
di Amerika Serikat mencatat 1,7 juta kasus
trauma kepala, 52.000 pasien meninggal dan
selebihnya dirawat inap. Trauma kepala juga
merupakan penyebab kematian ketiga dari
semua jenis trauma yang dikaitkan dengan
kematian (CDC, 2010). Menurut penelitian
yang dilakukan oleh National Trauma Project
di Islamic Republic of Iran bahwa diantara
semua jenis trauma tertinggi yang dilaporkan
yaitu sebanyak 78,7% trauma kepala dan
kematian paling banyak juga disebabkan oleh
trauma kepala (Karbakhsh, Zandi, Rouzrokh,
Zarei, 2009).Trauma kepala merupakan
penyebab utama kematian dan kecacatan
diseluruh dunia dimana kecelakaan lalulintas

merupakan penyebab utama sekitar 40% - 50


%. Diamerika jumlah kejadian trauma kapitis
sekitar 500 ribu jiwa pertahun. 10 %
diantaranya meninggal sebelum sempat
dirawat di RS. di Indonesia pada tahun 2010
sekitar 40.300 jiwa (9.23%) dan tahun 2011
sekitar 50 ribu jiwa (1,16%). di Indonesia
sekitar 35 orang mati dijalanan setiap harinya
akibat kecelakaan dengan penyebab utama
trauma kapitis (Sunshine, 2010). Adapun data
yang diperoleh dari bagian medical record
RSUD H Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten
Takalar dalam tiga tahun terakhir mulai dari
tahun 2010 jumlah pasien trauma kapitis
mencapai 534 orang (24,97%), 38 orang
diantaranya meninggal. Tahun 2011 mencapi
607 orang (28,39%), 26 orang diantaranya
meninngal dan pada tahun 2012 dari bulan
januari oktober orang. sudah mencapai 593
orang (27,73%) , 29 diantaranya meninggal,
dan pada umumnya pasien yang meninggal
adalah pasien dengan trauma capitis berat
(TCB). Jumlah pasien trauma kapaitis dari
tahun ketahun meningkat. Kebanyakan pasien
trauma kapitis paada umumnya disebabkan

454
Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 4 Tahun 2014 ISSN : 2302-1721

karena kecelakaan lalu lintas. Dengan adanya


peningkatan pasien trauma kapitis dari tahun
ke tahun, dan jumlah pasien yang meninggal
juga dari tahun ke tahunnya itu semakin
meningkat, maka perawat harus memiliki
kemampuan dalam memberikan penangan
yang tepat serta menilai tingkat kesadaran
dengan cepat dan tepat.
Berdasarkan uraian latar belakang di
atas, maka dapat dirumuskan masalah
penelitian sebagai berikut : Bagaimana
Pengetahuan perawat terhadap penanganan
pasien trauma kapitis dengan tingkat
kesadaran (GCS) di ruang IGD RSUD H
Padjonga daeng Ngalle Kabupaten Takalar.
BAHAN DAN METODE
Lokasi, Populasi dan sampel
Berdasarkan
ruang
lingkup
permasalahan dan tujuan penelitian maka
peneliti menggunakan desain penelitian
deskriptif dengan metode survey yaitu peneliti
melihat gambaran tingkat pengetahuan
perawat yang bekerja di ruang Gawat darurat
tentang penanganan pasien trama kapitis.
Penelitian ini dilakukan di RSUD H
Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar
mulai bulan januari sampai selesai
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah
semua perawat yang melakukan tindakan
keperawatan di Instalasi Gawat Darurat
RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle
Kabupaten Takalar dengan jumlah 40
orang.
b. Sampel
Sampel merupakan bagian dari
populasi yang akan di teliti (Sastroasmoro,
2008). Tapi pada penelitian ini penulis
mengambil metode total sampling yakni
semua perawat yang melakukan tindakan
keperawatan di Instalasi Gawat Darurat
RSUD H Padjonga Daeng Ngalle
Kabupaten Takalar dan memenuhi kriteria
sample sbb :
Kriteria inklusi :
a. Bersedia menjadi responden
b. Bekerja di instalasi Gawat Darurat
c. Lama masa kerja 1 tahun
d. Pendidikan minimal D3
Kriteria eksklusi:
a. Tidak bertugas di Instalasi Gawat
Darurat
b. Lama masa kerja 1 tahun
c. Mahasiswa/siswa Keperawatan
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini dilaksanakan dengan
tujuan untuk mengetahui gambaran tingkat
pengetahuan perawat terhadap penanganan

pasien trauma capitis. Desain yang digunakan


adalah deskriptif yang dilaksanakan pada
bulan januari sampai Februari 2013 di RSUD
H. Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar
dengan
menggunakan
simple
random
sampling yakni sebanyak 40 responden. Data
primer dalam penelitian ini diperoleh melalui
kuisioner yang terdiri dari data demografi
meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan
terakhir, lama kerja. Sedangkan untuk
mengetahui tingkat pengetahuan responden
digunakan 15 pertanyaan tertutup .Analisis
data dalam penelitian ini menggunakan
analisis univariat dalam bentuk tabel deskriptif
frekuensi. Adapun hasil penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Tabel 1. Karakteristik Umur Responden di
RSUD. H. Padjonga Dg. Ngalle Kabupaten
Takalar
Umur
n
(%)
21 25 thn
12
30
26 30 thn

18

45

31 35 thn
36 40 thn
Total

7
3
40

17,5
7,5
100

Berdasarkan
pada
tabel
1
memperlihatkan bahwa dari 40 responden,
frekuensi
tertinggi
untuk
karakteristik
responden menurut umur yakni 45% (n=18).
Tabel 2. Distribusi Responden Menurut Jenis
Kelamin di RSUD. H. Padjonga Dg. Ngalle
Kabupaten Takalar
Jenis Kelamin
n
(%)
Perempuan
31
77,5
Laki laki
9
22,5
Total
40
100
Berdasarkan tabel 2 memperlihatkan
bahwa dari 40 responden yang diteliti, 36
responden (80,0 %)
berjenis kelamin
perempuan dan 9 responden (20,0%) berjenis
kelamin laki laki.
Tabel 3. Distribusi Responden Berdasarkan
Pendidikan Terakhir
Pendidikan
n
(%)
D III
23
57,5
S1 Kep
17
42,5
Total
40
100
Berdasarkan tabel 3 memperlihatkan
bahwa distribusi frekuensi responden menurut
tingkat pendidikan yakni DIII sebagai frekuensi
tertinggi yakni sebesar 57,5% (n=23).

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 4 Tahun 2014 ISSN : 2302-1721

455

Tabel 4. Distribusi Responden Berdasarkan


Lama Kerja di IGD RSUD. H. Padjonga Dg.
Ngalle Kabupaten Takalar
Lama Kerja
n
(%)
1 5 thn
17
42,5
5 10 thn
18
45
> 10 thn
5
12,5
Total
40
100
Berdasarkan tabel 4 memperlihatkan
bahwa dari 40 responden yang diteliti,
frekuensi tertinggi responden menurut lama
kerja yakni 5 10 tahun dengan 50%
sebanyak 18 orang.
Tabel 5. Tingkat Pengetahuan Responden
terhadap Penilaian Airway Management pada
paien Trauma Capitis di IGD RSUD H
Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar
Tingkat Pengetahuan
n
(%)
Baik
33
82,5
Kurang
7
17,5
Total
40
100
Tabel 6. Tingkat Pengetahuan Responden
terhadap Penilaian Breathing Management
pada pasien Trauma Capitis di IGD RSUD H
Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar
Tingkat Pengetahuan
n
(%)
Baik
35
87,5
Kurang
5
12,5
Total
40
100
Tabel 7. Pengetahuan Responden terhadap
Penilaian Circulation Management pada paien
Trauma Capitis di IGD RSUD H Padjonga
Daeng Ngalle Kabupaten Takalar
Tingkat Pengetahuan
n
(%)
Baik
31
77,5
Kurang
9
22,5
Total
40
100
Berdasarkan hasil penelitian terhadap
40 responden di RSUD H Padjonga Daeng
Ngalle Kabupaten Takalar tampak terlihat dari
data tabel di atas dari ke-3 penilaian dalam
penanganan trauma kapitis yang meliputi
airway, breathing, dan circulation management
tingkat pengetahuan perawat mendapat
predikat baik.
Tabel 8. Tingkat Pengetahuan Responden
terhadap Penilaian Tingkat Kesadaran (GCS)
pada pasien Trauma Capitia di IGD RSUD H
Padjonga Daeng Ngalle Kabupaten Takalar

456

Tingkat Pengetahuan
Baik
Kurang
Total

n
17
23
40

(%)
42,5
57,5
100

Berdasarkan hasil penelitian terhadap


40 responden di RSUD H Padjonga Daeng
Ngalle Kabupaten Takalar terhadap tingkat
pengetahuan perawat terhadap penilaian
tingkat kesadaran (GCS) yakni terdapat 17
responden (42,5%) berpengetahuan baik
sedangkan 23 responden (57,5%) memiliki
pengetahuan kurang.
Tabel 9. Tingkat Pengetahuan Responden
terhadap Penanganan Pasien Trauma Capitis
di IGD RSUD. H. Padjongan Daeng Ngalle
Kabupaten Takalar
Tingkat Pengetahuan
n
(%)
Baik
29
72,5
Kurang
11
27,5
Total
40
100
Berdasarkan hasil penelitian terhadap
40 responden di RSUD. H. Padjonga Daeng
Ngalle Kabupaten Takalar terhadap tingkat
pengetahuan perawat terhadap penanganan
pasien trauma capitis yakni terdapat 11
responden (27,5%) berpengetahuan kurang
sedangkan 29 responden (72,5%) memiliki
pengetahuan baik.
PEMBAHASAN
1. Penanganan trauma kapitis
Dari hasil penelitian telah didapatkan
bahwa tingkat pengetahuan responden di
IGD RSUD H. Padjonga Dg. Ngalle
Kabupaten
Takalar
secara
analisis
dikategorikan cukup baik dimana dari 40
responden,yang menjawab dengan baik
sebanyak 29 orang (72,5%), hal itu dapat
dilihat dari hasil kuesioner yang dibagikan,
dimana perawat mampu mengetahui
tentang tindakan-tindakan yang harus
dilakukan dalam penaganan pasien trauma
kapitis yaitu pemantauan ABCD (Airway,
Breathing, Circulation, Disability) serta
mecegah terjadinya komplikasi seperti
cedera cervical. Hal ini bisa diakibatkan
karena
rata-rata
tingkat
pendidikan
pegawai adalah Diploma III keatas dimana
pendidikan sangat berpengaruh pada
tingkat
pengetahuan.
Seperti
yang
dijelaskan oleh Azis (2005) bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
semakin
besar
keinginan
untuk
memanfaatkan
dan
menerapkan
pengetahuan
dan
keterampilan,
Sebaliknya, rendahnya tingkat pendidikan

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 4 Tahun 2014 ISSN : 2302-1721

maka keterampilan yang dimiliki sedikit


sehingga semakin kecil keinginan untuk
melaksanakan keterampilan. Hal ini juga
dapat di sebabkan karena rata-rata lama
kerja responden yaitu lebih banyak yang
masa kerjanya > 5 tahun. Adapun
responden yang tingkat pengetahuannya
masih minim dalam penanganan trauma
kapitis yaitu sebanyak 11 orang (27,5%).
Hal ini dapat di sebabkan karena masih
banyak responden yg belum mengikuti
peltiha Basic Trauma Cardiac life Support
(BTCLS) atau Basic life support (BLS).
Airway Breathing Circulation
a. Airway-Breathing
Dari hasil statistic yang telah
dipersentasekan dalam bentuk distribusi
frekuensi tampak bahwa perawat di IGD
RSUD H Padjonga daeng Ngalle
memiliki pengetahuan yang baik dalam
memahami tentang penanganan AirwayBreathing, dimana sebagian besar
perawat sudah mengetahui bagaimana
cara pembebasan jalan napas dan
memperbaiki
pernapasan
pasien,
dimana dari 40 responden, sebanyak 33
responden (82,5%) yang memiliki
pengetahuan yang baik untuk Airway
management, dan 35 responden
(87,5%) yang memiliki pengetahuan
baik
untuk
poin
Breathing
management.Beberapa
hal
yang
melatarbelakangi perawat di IGD RSUD
H Padjonga Dg Ngalle mampu
memberikan tindakan tersebut yakni
latar
belakang
pelatihan
kegawatdaruratan yang pernah mereka
ikuti dan juga factor kondisi daerah
dimana mayoritas kunjungan pasien di
IGD yakni pasien kecelakaan lalu lintas
sehingga mereka dengan tenaga yang
minimal dapat memberikan intervensi
yang maksimal dengan ketersediaan
alat yang minim pula pada pasien
trauma capitis.
b. Circulation
Setelah menguasai penanganan
airway breathing maka selanjutnya
perawat harus menguasai tentang
indentifikasi masalah pada sirkulasi. Dari
hasil statistik, didapatkan pula bahwa
rerata perawat IGD RSUD H Padjonga
Dg Ngalle sudah baik dalam memahami
konsep sirkulasi, dimana dari 40
responden, sebanyak 31 responden
(77,5%) yang memiliki pengetahuan
yang baik. Pada bagian ini terutama
dikaji mengenai syok hemoragik yang
diakibatkan oleh trauma.

2. Penilaian tingkat kesadaran (GCS)


Dari hasil penelitian telah di
dapatkan tingkat pengetahuan responden
di IGD RSUD H Padjonga daeng Ngalle
Kabupaten
Takalar secara analisis
dikategorikan kurang baik, dimana dari 40
responden,hanya sekitar 17 orang (42,5%)
yang memiliki pengetahuan yang baik
dalam menilai tingkat kesadaran (GCS).
Hal ini mungkin disebabkan karna masih
kurangnya perawat yang pernah mengikuti
pelatihan BLS atau BTCL. Hal ini juga
mungkin disebabkan karena kurangnya
perhatian perawat dalam hal penilaian
GCS, padahal penilain GCS sangat
penting untuk menentukan intervensi
selanjutnya,
karana
pada
kasuskasus kegawatdaruratan
medik yang
berhasil diintervensi dengan GCS, tingkat
kefatalan cedera dan kecacatan dapat
diminimalkan.(Astaqauliyah.2006).Sebagai
mana prinsipnya, penilaian GCS bertujuan
untuk mengetahui tingkat kesadaran,
menentukan berat ringannya suatu
penyakit dimana dapat mengurangi resiko
kecacatan
permanen
pada
korban
kegawatdaruratan medik. Oleh sebab itu
orang yang akan memberikan tindakan
kegawatdaruratan haruslah benar-benar
menguasai pengetahuan dan ketrampilan
tersebut.
Sebagai
upaya
untuk
meningkatkan hal itu maka perlu
diadakannya suatu pelatihan-pelatihan
yang berkesinambungan, serta rutinnya
diadakan study kasus di ruangan yang
banyak membahas tentang penilaian
GCS.
Sebagai kesimpulan dari hasil
penelitian yang telah dilakukan di IGD
RSUD H. Padjonga Daeng Ngalle
Kabupaten Takalar secara analisis di
kategorikan cukup baik (72,5%), hal itu
dapat dilihat dari hasil kuesioner yang d
bagikan mengenai penanganan trauma
kapitis dan pemantauan ABCD (Airway,
Breathing, circulation, disability).
Pengetahuan sangatlah penting
untuk dikuasai karena tidak mungkin
seseorang dapat memberikan tindakan
yang cepat, tepat dan akurat kalau dia
tidak menguasai ilmunya, hal itu seiring
dengan pendapat seorang ahli yang
mengemukakan
bahwa
pengetahuan
sangat mempengaruhi perilaku seseorang
(Notoatmojo, 2007). Apalagi pengetahuan
tentang
kegawatdaruratan
dimana
keterlambatan dalam semenit saja sangat
mempengaruhi
prognosis
seseorang
karena kegagalan sistem otak dan jantung
selama 4-6 menit dapat menyebabkan

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 4 Tahun 2014 ISSN : 2302-1721

457

3.

4.

5.

6.

458

kematian klinis sementara kematian


biologis dapat terjadi setelahnya (Sterz,
2008).
Seorang perawat yang bekerja di
bagian gawat darurat haruslah menguasai
beberapa kompetensi gawat darurat itu
sendiri khususnya
yang mencakup
penanganan pasien trauma capitis yakni
meliputi:
Airway And Breathing : Basic And Advance
Berdasarkan
prioritas
Airway,
Breathing,
Circulation
(ABC) maka
perawat gawat darurat harus menguasai
terlebih dahulu penilaian dan penanganan
masalah-masalah yang terjadi pada jalan
napas dan pernapasan. Perawat harus
memahami bahwa sumbatan pada jalan
napas merupakan pembunuh paling cepat
dari pada gangguan pada pernapasan.
Goal dari kompetensi ini perawat harus
mengasai teknik pembebasan jalan napas
yang terdiri dari chinlift, jaw trust,
pemasangan Oro-Naso pharyngeal Air
Way, Suctioning, Pemasangan ETT (Endo
Tracheal
Intubation)
dan
Needle
Crycothyroidotomy.
Circulation and Shock
Setelah menguasai penanganan
airway-breathing
maka
selanjutnya
perawat
harus
menguasai
tentang
indentifikasi masalah pada sirkulasi. Pada
bagian ini terutama dikaji mengenai syok
hemoragik yang diakibatkan oleh trauma.
Mechanism Of Injury
Mechanism of injury adalah proses
sebelum, saat dan setelah terjadinya
trauma (kecelakaan). Hal ini penting untuk
dipelajari
sebagai
penilaian
awal
kemungkinan cedera yang bisa terjadi
pada penderita akibat dari kecelakaan
tersebut. Sebagai contoh orang dengan
riwayat pengendara sepeda motor yang
tertabrak mobil dan terpental sejauh 20
meter kemungkinan akan mengalami
multiple trauma termasuk cedera kepala
dan curiga mengalami patah tulang leher
(servical fracture).
Head Trauma
Benturan kepala dengan objek pada
saat
terjadi
kecelakaan
akan
mengakibatkan cedera kepala baik ringan,
sedang ataupun berat. Cedera pada
kepala akan mengakibatkan gangguan
kesadaran. Selain itu cedera pada kepala
disertai
penurunan
kesadaran
menimbulkan kecurigaan pada cedera
tulang belakang. Sehubungan dengan
kesadaran maka peserta harus menguasai
penghitungan skor Glasgow Coma Scale

(GCS) atau dengan teknik cepat AVPU


(Alert, Verbal, Pain, Unrespons).
Dari hasil penelitian disebutkan juga
bahwa rata-rata lama kerja responden
tertinggi yakni >5 tahun sebesar 57,5%.
Hal ini juga melatarbelakangi seorang
perawat yang memiliki pengetahuan baik
karena memiliki pengalaman kerja yang
maksimal sehingga dalam memberikan
intervensi pada pasien dengan trauma
capitis
diharapkan
mereka
dapat
melakukannya lebih baik dibandingkan
dengan perawat yang minim pengalaman
kerja. Sehingga secara tidak langsung ini
juga berpengaruh pada peningkatan skill
perawat tersebut, kita mungkin sering
mendengar pepatah yang mengatakan
bahwa pengalaman adalah guru yang
paling baik, dengan sering melihat dan
mengerjakan langsung suatu tindakan
akan membuat perawat semakin terasah
dengan tindakan tersebut, sekaligus
menjadikan perawat menjadi percaya diri
pada situasi kritis dan darurat.Oleh sebab
itu orang yang akan memberikan tindakan
kegawatdaruratan khususnya pada pasien
dengan trauma capitis haruslah benarbenar menguasai pengetahuan dan
ketrampilan tersebut. Sebagai upaya
untuk meningkatkan hal itu maka perlu
diadakannya suatu pelatihan-pelatihan
yang
berkesinambungan
meskipun
pengetahuan perawat di RSUD. H.
Padjonga Daeng Ngalle secara statistik
bisa dikatakan baik.
KESIMPULAN
Tingkat pengetahuan sebagian besar
perawat terhadap penanganan pasien trauma
capitis dikategorikan baik.
1. Tingkat pengetahuan sebagian perawat
terhadap penanganan Airway-BreathingCirculation dikategorikan baik
2. Tingkat pengetahuan sebagian perawat
dalam menilai GCS relatif kurang
SARAN
Berdasarkan kesimpulan diatas maka
penulis memberikan beberapa saran dengan
harapan
dapat
mengembangkan
serta
meningkatkan
upaya
pelayanan
kegawatdaruratan, antara lain :
1. Mengadakan suatu kajian ulang terhadap
tingkat pengetahuan dan keterampilan
perawat dalam penanganan pasien
trauma capitis dan juga dalam penilaian
GCS secara objektif.
2. Mengadakan diskusi rutin atau simulasi
pertolongan pasien gawat darurat guna
mempertahankan pengetahuan tersebut

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 4 Tahun 2014 ISSN : 2302-1721

atau bahkan mengupdate ilmu yang telah


ada.
3. Melakukan evaluasi dilapangan terhadap
keberhasilan dalam penanganan tindakan
kegawatdaruratan
dan
menentukan
upaya-upaya yang harus dilakukan serta
mengidentifikasi
hambatan-hambatan
yang mungkin terjadi.
4. Diharapkan dapat mengadakan suatu
pelatihan atau seminar secara kontinyu
sehingga pengetahuan perawat terhadap

pelaksanaan
asuhan
keperawatan
khususnya
kegawatdaruratan
dapat
benar-benar mampu secara profesional
5. Merencanakan
suatu
program
peningkatan pengetahuan dan ketrampilan
perawat antara lain dengan mengadakan
suatu
pelatihan
kegawatdaruratan
misalnya pelatihan Basic Trauma Cardiac
Life Support (BTCLS), Emergency Nursing
atau mengirim perawat untuk mengikuti
pelatihan tersebut di tempat lain.

DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer dkk Editor. 2000. Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta Kedokteran edisi Ketiga jilid 2.
Jakarta; Media Aesculapius.
Bedong MA.2001.Cedera Jaringan Otak : Penanganan dan kemungkinan Penatalanksanaanya. Diakses
31 Agustus 2007 , dari htmhttp://www.tempo.ci.id/medica/arsip/052001/sek-1.htm
Harsono. 2005. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta : Gajah Mada university Press
Hidayat Sjamsu, Wim de jing. 2005. Ilmu Bedah. Jakarta : Buku Kedokteran.
Lumbantobing S.M. 2008 . Neurologi klinik : Pemeriksaa Fisik Dan mental. Jakarta : Fakultas kedokteran
universitas Indonesia..
Mardjono Mahar, Sidharta Prigunaa. 2006. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta : Dian Rakyat.
Reifanto , Sadewo wismaji. 2011 . Ilmu Bedah Saraf. FKUI-RSCM.
Sidharta Priguna. 2004. Neurologi Klinis Dalam praktek Umum. Dian Rakyat. Kebayoran baru.
Smeltzer C suzanna, Bore G brenda. 2002. Keperawatan medikal bedah Volume 3. Buku Kedokteran.
http://ababar.blogspot.com/2008/12/trauma-capitis.html
http://dokmud.wordpress.com/2009/10/23/trauma-kapitis/
http://patoflowaskep.blogspot.com/2008/12/trauma-capitis.html
http://www.artikelkedokteran.com/722/trauma-capitis-trauma-kepala.html
http://www.scribd.com/doc/37534413/Trauma-Kapitis
http://www.scribd.com/doc/51528656/Trauma-kapitis
http://myjxt-myjxt.blogspot.com/2011/11/asuhan-keperawatan-trauma-kepala.html
http://yiessa.wordpress.com/2012/04/09/trauma-kepala/
http://health.kompas.com/read/2011/07/06/0538596/Cedera.Kepala.Bisa.Bikin.Gangguan.Jiwa
http://www.scribd.com/doc/75825675/Chapter2-BAB-I

Jurnal ilmiah kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 4 Tahun 2014 ISSN : 2302-1721

459

Anda mungkin juga menyukai