Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Di Negara Indonesia kesehatan dasar merupakan hal yang sangat penting


dalam kehidupan manusia dan masyarakat. Maka dari itu, di perlukan suatu
pencerahan yang mencerminkan bahwa kesehatan bukan hanya persoalan fisik
dan mental saja, melainkan juga visioner dan missioner yang membawa bangsa ini
ke masa depan yang ideal. Jadi pengertian kesehatan cakupannya sangat luas,
mencakup sehat fisik maupun non fisik. Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya
yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu
organisasi untuk memelihara, meningkatkan kesehatan, mencegah dan
menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga,
kelompok, dan ataupun masyarakat (Moenir, 1992 : 16).

Lingkup Pelayanan Publik dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik


Indonesia 1945 sebagai perwujudan kedaulatan rakyat pada dasamya bertujuan
meningkatkan harkat dan martabat bangsa, mangamanatkan kewajiban pemerintah
untuk memberikan kemakmuran sebesar~besamya bagi rakyat, memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia. Undang-Undang Dasar 1945 memberikan perintah, tugas, dan
wewenang kepada seluruh aparatur Negara melaksanakan amanat untuk
mensejahterakan rakyatnya, melalui penyelenggaraan kepemerintahan yang baik
dan bertanggung jawab, dan perwujudannya adalah
akuntabilitas pelayanan publik yang baik.

Masyarakat yang merupakan pelanggan dari pelayanan publik, juga memiliki


kebutuhan dan harapan pada kinerja penyelenggara pelayanan publik yang
profesional. Sehingga yang sekarang menjadi tugas Pemerintah Pusat maupun
Pemerintahan Daerah adalah bagaimana memberikan pelayanan publik yang
mampu memuaskan masyarakat tertuang dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik. Berbagai Negara juga
telah memasukkan pencapaian kesehatan sebagai salah satu dari tujuan-tujuan
pembangunan Nasionalnya, khususnya di Indonesia pelayanan kesehatan
diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi
untuk memelihara, meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan
penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok, dan
ataupun masyarakat.

Saat ini, rumah sakit fungsinya berkembang sesuai dengan tuntutan


perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, antara lain sebagai
pengembangan pendidikan dan penelitian, spesialis atau subspesialis dan mencari
keuntungan. Implikasinya adalah setiap rumah sakit dituntut untuk senantiasa
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan pasiennya dalam semua aspek
pelayanan, baik yang bersifat fisik maupun non fisik agar efektivitas pelayanan
kesehatan dapat terwujud.

Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan salah satu tolak ukur


kepuasan yang berefek terhadap keinginan pasien untuk kembali kepada institusi
yang memberikan pelayanan kesehatan yang efektif. Untuk memenuhi kebutuhan
dan keinginan pasien sehingga dapat memperoleh kepuasan yang pada akhirnya
dapat meningkatkan kepercayaan pada rumah sakit melalui pelayanan prima.
Melalui pelayanan prima, rumah sakit diharapkan akan menghasilkan keunggulan
kompetitif dengan pelayanan bermutu, efisien, dan inovatif.

Rumah Sakit telah memberikan pelayanan yang sama terhadap seluruh pasien
tetapi tingkat kepuasan bisa saja berbeda. Di dalam pelayanan kesehatan yang
menjadi faktor utama dalam menentukan kepuasan selain mutu hasil mengatasi
masalah kesehatan yaitu adanya kesembuhan,juga mutu pelayanan petugas yang
baik, ramah, santun dan kelengkapan sarana.Penilaian mutu pelayanan dapat
diukur secara obyektif maupun subyektif. Pengukuran obyektif adalah berdasar
kepada aspek profesionalisme pelayanan antara lain Standart Operating Procedure
(SOP),sedangkan pengukuran subyektif diperoleh melalui gambaran kepuasan
pasien. Pengukuran kepuasan pelayanan kesehatan masyarakat di wilayah kerja
perlu dilaksanakan sebagai upaya untuk menilai sekaligus untuk memperbaiki
kualitas pelayanan yang ada (Azwar, 1996;Wijono 1999). Upaya untuk mewujudkan
kepuasan pelanggan total bukanlah hal yang mudah. Mudie dan Cottom
menyatakan bahwa kepuasan pelanggan total tidak mungkin tercapai, sekalipun
hanya untuk sementara waktu (Tjiptono,2005).

Minat untuk melakukan kunjungan berulang kali di jelaskan oleh


Neuvonen,Pouta dan Sievanen (2010) yang menyatakan bahwa minat berkunjung
kembali atau yang biasa disebut revisit intervention dapat ditentukan oleh dua faktor
yaitu minat berkunjung kembali yang berhubungan dengan karakteristik
konsumen,termasuk daya Tarik tempat dan minat berkunjung kembali yang
berhubungan dengan jasa yang di terima dan kualitas yang dirasakan konsumen
(Anisa Lalita,2013).

Pengertian minat beli ulang menurut penelitian Nurhayati dan Wahyu (2012)
adalah kenginan dan tindakan konsumen untuk membeli ulang suatu produk,
karena adanya kepuasan yang diterima sesuai yang dinginkan dari suatu produk.
Merk yang sudah melekat dalam hati pelanggan akan menyebabkan pelanggan
melanjutkan pembelian atau pembelian ulang. Menurut Hapsari(2006) minat
kunjungan merupakan perlaku yang muncul sebagai respon terhadap objek ulang
yang menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian ulang.

Hasil penelitian dari Trimurthy (2008),menunjukkan bahwa adanya


hubungan antara minat pemanfaatan ulang dengan mutu pelayanan yaitu tentang
kehandalan,ketanggapan,bukti langsung, jaminan dan empati dari pelayanan yang
diberikan oleh pelayanan kesehatan atau puskesmas.Pengguna jasa pelayanan
kesehatan di Puskesmas menuntut pelayanan berkualitas tidak hanya menyangkut
kesembuhan dari penyakit secara fisik akan tetapi juga menyangkut kepuasan
terhadap sikap, pengetahuan dan keterampilan petugas dalam memberikan
pelayanan serta tersedianya sarana dan prasarana yang memadahi dan dapat
memberikan kenyamanan. Dengan semakin meningkatnya kualitas pelayanan
maka fungsi pelayanan di Rumah Sakit perlu ditingkatkan menjadi lebih efektif dan
efisien serta memberikan kepuasan terhadap pasien dan masyarakat. Fungsi
pRumah Sakit Daerah yang sangat berat dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat dihadapkan pada beberapa tantangan dalam hal sumberdaya manusia
dan peralatan kesehatan yang terbatas.

Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang permaslahan yang telah


diuraikan, maka peneliti tertarik untuk meneliti Strategi Peningkatan Kinerja Rumah
Sakit Arifin Nu’mang Kabupaten Sidrap.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat dirumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana strategi peningkatan kinerja Pelayanan Kesehatan pada
Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Nu’mag Kabupaten Sidrap?

C. Tujuan Penelitian
Sejalan dengan perumusan masalah tersebut di atas maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis tentang kinerja pelayanan kesehatan pada Rumah
Sakit Umum Daerah Arifin Nu’mag Kabupaten Sidrap.

D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kegunaan praktis maupun
akademis sebagai berikut:
1. Dapat menjadi bahan masukan dan sumbangan pemikiran bagi
pemerintah Kabupaten Sidrap dalam mengadopsi kebijakan
pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Arifin Nu’mang Kabupaten
Sidrap untuk lebih efektif di bidang Kesehatan.
2. Dapat menjadi salah satu pijakan bagi penelitian selanjutnya,
terutama yang berhubungan dengan penerapan ide-ide baru dalam
penyusunan kebijakan pelayanan publik.
3. Bagi peneliti, merupakan sarana aktualisasi dan pengembangan
kapasitas dalam mengungkap dan memahami permasalahan publik
di bidang pelayanan kesehatan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kinerja

1. Definisi Kinerja

Bestari (2011) kinerja merupakan hasil evaluasi terhadap pekerjaan yang telah

dilakukan dibandingkan dengan kriteria yang telah ditetapkan bersama. Penilaian

kinerja adalah penentuan secara priodik efektifitas operasional suatu organisasi,

bagian organisasi, dan personilnya berdasarkan saran strategik, standar, kriteria

yang telah di tetapkan sebelumnya.

Wiratna (2015) pengukuran kenerja merupakan proses mencatat dan

mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah pencapaian misi (mission

accomplishment) melalui hasil-hasil yang ditampilkan berupa produk, jasa ataupun

suatu proses.

Soraya (2006) pengukuran kinerja adalah suatu proses penilaian kemajuaan

pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran yang telah ditentukan sebelumnya,

termaksud informasi atas: efisiensi penggunaan sumber daya dalam menghasilkan

jasa: kualitas jasa yakni seberapa baik jasa diserahkan kepada pelanggan dan

sampai seberapa jauh pelanggan terpuaskan: hasil kegiatan dibandingkan dengan

maksud yang diinginkan: dan efektifitas tindakan dalam mencapai tujuan.

Menurut wiratna (2015) pengukuran kinerja sektor publik dilakukan untuk

memenuhi tiga maksud. Pertama, pengukuran kinerja sektor publik dimaksudkan


untuk membantu memperbaiki kinerja pemerintah. Ukuran kinerja dimaksudkan

untuk dapat membantu pemerintah berfokus pada tujuan dan sasaran program unit

kerja. Hal ini pada akhirnya akan meningkatkan efesiensi dan efektifitas organisasi

sektor publik dalam pelayanan publik. Kedua, ukuran kinerja sektor publik digunakan

untuk pengalokasian sumber daya dan pembuatan keputusan. Ketiga, ukuran kinerja

sektor publik dimaksudkan untuk mewujudkan pertanggungjawaban publik dan

memperbaiki komunikasi kelembagaan.

Kinerja pada hakikatnya merupakan prestasi yang dicapai oleh seseorang

dalam melaksanakan tugasnya atau pekerjaannya sesuai dengan standar dan

kriteria yang ditetapkan untuk pekerjaan itu. Menurut Ilyas (2002), kinerja adalah

penampilan hasil karya pada seluruh jajaran personil di dalam organisasi.

Menurut Oxford Dictionary, kinerja (performance) merupakan suatu tindakan proses

atau cara bertindak atau melakukan fungsi organisasi. Sedangkan kinerja menurut

The Scriber-Bnatam English Dictionary, berasal dari kata ‘to perform” yaitu (1)

melakukan, menjalankan, melaksanakan (to do or carry of execute), (2) memenuhi

atau melaksanakan kewajiban suatu niat atau nazar (to discharge or fulfil, as vow,(3)

melaksanakan atau menyempurnakan tanggungjawab (to execute or complete an

understaking), (4) melakukan sesuatu yang diharapkan oleh seseorang atau mesin

(to do what is expected of a person machine). Dari beberapa definisi di atas, maka

pengertian kinerja atau performance dapat disimpulkan sebagai berikut : hasil kerja

yang dpat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi

baik secara kuantitatif maupun kualitatif, sesuai dengan kewenangan dan tugas

tanggung jawab masing-masing, dalam upaya mencapai tujuan organisasi

bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral

maupun etika (Moeheriono,2009)


Amstrong dan Baron (1998) dalam Wibowo (2014) mengatakan, kinerja

mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya menyatakan sebagai hasil kerja,

tetapi juga bagaimana proses kerja berlangsung. Kinerja adalah tentang

melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja

adalah tentang apa yang dikerjakan dan bagaimana cara mengerjakannya. Kinerja

merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan

strategis organisasi, kepuasan konsumen dan memberikan kontribusi ekonomi.

Sementara Gibson, et all (2006) menyatakan kinerja adalah hasil dari

pekerjaan yang berkaitan dengan tujuan organisasi seperti kualitas, efisiensi, dan

kriteria lain dari efektivitas.

Kinerja dapat diketahui dan diukur jika individu atau sekelompok karyawan telah

mempunyai kriteria atau standar keberhasilan tolok ukur yang telah ditetapkan oleh

organisasi. Pencapaian hasil kinerja dapat dinilai menurut pelaku (Moeheriono,

2012) yaitu :

1. Kinerja individu yang menggambarkan sampai seberapa jauh seseorang

telah melaksanakan tugas pokoknya sehingga dapat memberikan hasil yang

telah ditetapkan oleh kelompok atau instansi.

2. Kinerja kelompok, yaitu menggambarkan seberapa jauh seseorang telah

melaksanakan tugas pokoknya sehingga dapat memberikan hasil yang telah

ditetapkan oleh kelompok atau instansi.

3. Kinerja organisasi, yaitu menggambarkan sampai seberapa jauh suatu

kelompok telah melaksanakan semua kegiatan pokok sehingga mencapai

visi dan misi institusi.


4. Kinerja program, yaitu berkenaan dengan sampai seberapa jauh

kegiatankegiatan dalam program yang telah dilaksanakan sehingga dapat

mencapai tujuan dari program tersebut.

2. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Kinerja

Proses kinerja organisasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Hersey et all

(1999) dalam Budiharjo (2014) menggambarkan hubungan antara kinerja dengan

faktorfaktor yang mempengaruhi dalam bentuk Satelit Mode. Menurut satelit model,

kinerja organisasi diperoleh dari terjadinya integrasi dari faktor-faktor pengetahuan,

sumber daya bukan manusia, posisi strategis, proses sumber daya manusia, dan

struktur. Faktor pengetahuan meliputi masalah-masalah teknis, administratif,

proses kemanusiaan dan sistem. Sumber daya nonmanusia meliputi peralatan,

pabrik, lingkungan kerja, teknologi, kapital dan dana yang dapat dipergunakan.

Posisi strategis meliputi masalah bisnis atau pasar, kebijakan sosial, sumber daya

manusia dan perubahan lingkungan. Proses kemanusiaan terdiri dari masalah nilai,

sikap, norma dan interaksi. Sementara itu, struktur mencakup masalah organisasi,

sistem manajemen, sistem informasi, dan fleksibilitas.

Pendapat lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja, antara lain

dikemukakan Amstrong dan Baron (1998) dalam Wibowo (2014) yaitu :

1. Personal factors, ditunjukkan oleh tingkat ketrampilan, kompetensi yang

dimiliki, motivasi dan komitmen individu.

2. Leadership factor, ditentukan oleh kualitas dorongan, bimbingan, dan

dukungan yang dilakukan manajer dan team leader.


3. Team factors, ditunjukkan oleh kualitas dukungan yang diberikan oleh rekan

sekerja.

4. Sytem Factor, ditunjukkan oleh adanya system kerja dan fasilitas yang

diberikan organisasi

5. Contextual / situational factors, ditunjukkan oleh tingginya tingkat tekanan dan

perubahan lingkungan internal dan eksternal.

Keberhasilan suatu organisasi dengan berbagai ragam kinerja tergantung

kepada kinerja seluruh anggota organisasi itu sendiri.Unsur individu manusialah

yang memegang peranan paling penting dan sangat menentukan keberhasilan

organsasi tersebut. (Moeheriono,2009).

3. Pengukuran Kinerja

Pengukuran kinerja (performance measurement) mempunyai pengertian suatu

proses penilaian tentang kemajuan pekerjaan terhadap tujuan dan sasaran dalam

pengelolaan sumber daya manusia untuk menghasilkan barang dan jasa, termasuk

informasi atas efesiensi dan efektivitas tindakan dalam mencapai tujuan organisasi.

Penilain kinerja dapat dijadikan sebagai ukuran keberhasilan suatu organisasi

dalam kurun waktu tertentu. Penilaian tersebut dapat dijadikan input bagi perbaikan

atau peningkatan kinerja organisasi selanjutnya (Moeheriono, 2012).

Beberapa aspek mendasar dan paling pokok dari pengukuran kinerja

(Moeheriono, 2009),yaitu :
1. Menetapkan tujuan, sasaran dan strategi organisasi, dengan menetapkan

secara umum apa yang diinginkan oleh organisasi sesuai dengan tujuan,

visi dan misinya.


2. Merumuskan indikator kinerja dan ukuran kinerja, yang mengacu pada

penilaian kinerja secara tidak langsung, sedangkan indikator kinerja

mengacu pada pengukuran kinerja secara langsung yang berbentuk

keberhasilan utama (critical success factors) dan indikator kinerja kunci (key

performance indicator).

3. Mengukur tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi, menganalisis hasil

pengukuran kinerja yang dapat diimplementasikan dengan membandingkan

tingkat capaian tujuan dan sasaran organisasi.

4. Mengevaluasi kinerja dengan menilai kemajuan organisasi dan pengambilan

keputusan yang berkualitas, memberian gambaran atau hasil kepada

organisasi seberapa besar tingkat keberhasilan tersebut dan mengevaluasi

langkah apa yang diambil organisasi selanjutnya.

Ada beberapa elemen pokok pengukuran kinerja, antara lain : (1)

Menetapkan tujuan, sasaran, dan strategi organisasi. (2) Merumuskan indikator

dan ukuran kinerja.

(3) Mengukur tingkat ketercapaian tujuan dan sasaran-sasaran organisasi. (4)

Evaluasi kinerja (feedback, penilaian kemajuan organisasi, meningkatkan kualitas

pengambilan keputusan dan akuntabilitas (Mahsun, 2006).

Manfaat pengukuran kinerja terhadap kinerja organisasi publik (Moeheriono,

2012) adalah sebagai berikut :


1. Pengukuran kinerja membantu pimpinan instansi pemerintah dalam

penentuan tingkat pencapaian tujuan yang perlu dicapai.

2. Memberikan umpan balik bagi para pengelola dan pembuat keputusan di

dalam proses evaluasi dan perumusan tindak lanjut, dalam rangka

peningkatan kinerja pada masa yang akan datang.


3. Menjadi alat komunikasi pimpinan, organisasi, pegawai dan para stakeholder

eksternal.

4. Menggerakkan instansi pemerintah kea rah yang positif. Namun bila sisitem

pengukuran kinerjanya buruk, maka dapat menyebabkan organisasi

menyimpang jauh dari tujuan.

5. Mengidentifikasi kualitas pelayanan instansi pemerintah.

Moeheriono (2012) menjelaskan ada tiga konsep yang dapat digunakan

untuk mengukur kinerja organisasi publik, yaitu :

1. Responsivitas, yaitu menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam

menjalankan misi dan tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat.

2. Responsibilitas, yaitu pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai

dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan

secara implisit maupun eksplisit.

3. Akuntabilitas, yaitu menunjuk pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan

organisasi publik yang diharapkan dari masyarakat, bisa berupa penilaian dari

wakil rakyat, pejabat dan masyarakat.

4. Indikator Kinerja

Dalam rangka mengukur tingkat keberhasilan suatu organisasi sangat

dibutuhkan adanya indikator yang jelas oleh stakeholder.Indikator kinerja adalah

ukuran kualitatif dan/atau kuantitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian

suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu indikator kinerja

harus merupakan sesuatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai

dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja, baik dalam tahap perencanaan,
tahap pelaksanaan, maupun tahap setelah kegiatan selesai dan berfungsi.Dengan

indikator kinerja, suatu organisasi mempunyai wahana yang jelas bagaimana dia

akan dikatakan berhasil atau tidak berhasil di masa yang akan datang (Mahsun,

2006).

Lembaga pelayanan publik harus berfokus pada ‗kinerja‘, sejak tahap

desain program dan kegiatan, implementasi, monitoring, evaluasi sampai dengan

pelaporan. Dengan demikian, dalam pelaksanaan tugas-tugas yang diamanatkan

kepadanya, lembaga pelayanan publik memerlukan desain manajemen yang

berfokus pada kinerja yang dikenal dengan performance management. Berdasarkan

konsep ini, kinerja yang dirancang oleh lembaga pelayanan publik dapat diketahui

pencapaiannya jika lembaga tersebut memiliki Key Performance Indikator atau

indikator kunci yang dapat digunakan sebagai tolok ukur dalam pengukuran kinerja

organisasi. Manfaat indikator ini bukan hanya untuk kepentingan pengukuran

kinerja dalam kegiatan monitoring dan evaluasi, tetapi juga merupakan instruemen

yang baik untuk mengarahkan semua unsur dalam organisasi bergerak menuju

sasaran yang sama

(Moeheriono, 2012).
Banyak organisasi memberikan pengertian indikator kinerja atau disebut

performance bermacam-macam (Moeheriono, 2012) seperti :

1. Indikator kinerja sebagai nilai atau karakteristik tertentu yang dipergunakan

untuk mengukur output atau outcome suatu kegiatan.

2. Sebagai alat ukur yang dipergunakan untuk menentukan derajat

keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan.

3. Sebagai ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat

pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan organisasi


4. Suatu informasi operasional yang berupa indikasi mengenai kinerja atau

kondisi suatu fasilitas atau kelompok fasilitas.

Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan

tingkat pencapaian sasaran/tujuan yang telah ditetapkan dengan memperhitungkan

elemen – elemen indikator berikut ini (Bastian, 2008):

1. Indikator masukan (inputs) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar

organisasi mampu menghasilkan produknya, baik barang atau jasa yang

meliputi sumber daya manusia, informasi, kebijakan dan sebagainya.

2. Indikator keluaran (outputs ) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai

dari suatu kegiatan yang berupa fisik ataupun nonfisik.

3. Indikator hasil (outcomes ) adalah segala sesuatu yang terkait dengan tujuan

akhir dari pelaksanaan kegiatan.

4. Indikator manfaat (benefits) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan akhir

daripelaksanaan suatu kegiatan.

5. Indikator dampak (impacts ) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik positif

maupun negatif pada setiap tingkatan indikator berdasarkan asumsi yang

telah ditetapkan.

Dalam menentukan indikator kinerja terkadang bisa berbeda-beda, tergantung

jenis organisasinya. Meskipun demikian, terdapat persyaratan umum untuk

mewujudkan suatu indikator yang baik dan ideal. Menurut (Moeheriono, 2012) ada

enam persyaratan indikator kinerja yang baik dan ideal , yaitu :(1) Specific : jelas,

sehingga tidak ada kemungkinan kesalahan interpretasi (multi pretasi). (2)

Measurable : dapat diukur dan jelas ukurannya yang dipergunakan, baik kuantitatif

maupun kualitatif. (3) Attibutable : indikator kinerja yang dibuat harus bermanfaat

dalam pengambilan keputusan. (4) Relevant :indikator kinerja tersebut harus sesuai
dengan ruang lingkup program dan dapat menggambarkan hubungan sebab akibat

diantara indikator lainnya. (5) Timely :indikator kinerja yang sudah ditetapkan harus

dikumpulkan datanya dan dilaporkan tepat waktunya sebagai bahan pertimbangan

dalam pengambilan keputusan.

Penilaian kinerja aparatur pemerintah dapat dilakukan secara eksternal, yaitu

melalui respon kepuasan masyarakat. Pemerintah telah menyusun alat ukur untuk

mengukur kinerja pelayanan publik secara eksternal melalui keputusan Menpan

No.25/KEP/M.PAN/2/2004, tentang Pedoman Penyusunan Indeks Kepuasan

Masyarakat unit pelayanan Instansi Pemerintah. Berdasarkan keputusan tersebut

maka terdapat 14 indikator kriteria pengukuran kinerja organisasi yaitu :

1. Prosedur pelayanan, yaitu kemudahan tahapan pelayanan yang diberikan

kepada masyarakat dari sisi kesedehanaan alur pelayanan.

2. Persyaratan pelayanan, yaitu persyaratan teknis dan administratif yang

diperlukan untuk mendapatkan pelayanan sesuai dengan jenis

pelayanannya.

3. Kejelasan petugas pelayanan, yaitu keberadaan dan kepastian petugas dalam

memberikan pelayanan (nama, jabatan serta kewenangan dan tanggung

jawab).

4. Kedisiplinan petugas pelayanan, yaitu kesungguhan petugas dalam

memberikan pelayanan terutama terhadap konsistensi waktu kerja sesuai

ketentuan yang berlaku.

5. Tanggung jawab petugas pelayanan, yaitu kejelasan wewenang dan tanggung

jawab petugas dalam penyelenggaraan dan penyesuaian pelayanan.

6. Kemampuan petugas pelayanan, yaitu tingkat keahlian dan ketrampilan yang

dimilki petugas dalam memberikan pelayanan kepadamasyarakat.


7. Kecepatan pelayanan, yaitu target waktu pelayanan dapat diselesaikan dalam

waktu yang ditentukan oleh unit penyelenggara pelayanan.

8. Keadilan mendapatkan pelayanan, yaitu pelaksanaan pelayanan dengan tidak

membedakan golongan/status masyarakat yang dilayani.

9. Kesopanan dan keramahan petugas, yaitu sikap dan perilaku petugas dalam

memberikan pelayanan kepada masyarakat secara sopan dan ramah serta

saling menghargai dan menghormati.

10. Kewajaran biaya pelayanan, yaitu keterjangkauan masyarakat terhadap

besarnya biaya yang ditetapkan.

11. Kepastian biaya pelayanan, yaitu kesesuaian antara biaya yang dibayarkan

dengan biaya yang ditetapkan.

12. Kepastian jadwal pelayanan, yaitu pelaksanaan waktu pelayanan sesuai

ketentuan yang telah ditetapkan.

13. Kenyamanan lingkungan, yaitu kondisi sarana dan prasarana pelayanan yang

bersih, rapidan teratur sehingga dapat memberikan rasa nyaman kepada

masyarakat.

14. Keamanan pelayanan, yaitu terjaminnya tingkat keamanan lingkungan unit

penyelenggara pelayanan ataupun sarana yang digunakan, sehingga

masyarakat merasa tenang mendapatkan pelayanan dengan resiko yang

diakibatkan pelaksanaan pelayanan tersebut.


B. Rumah Sakit

1. Pengertian Rumah Sakit

Menurut Undang-Undang Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit,

definisi rumah sakit adalah sarana kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan

kesehatan secara merata dengan mengutamakan upaya penyembuhan penyakit

dan pemulihan kesehatan, yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan

upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit dalam suatu tatanan

rujukan, serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga dan penelitian.Rumah

sakit juga merupakan institusi yang dapat memberi keteladanan dalam budaya

hidup bersih dan sehat serta kebersihan lingkungan (Undang-Undang RI Nomor 44

tahun 2009).

Sementara itu, definisi rumah sakit berdasarkan WHO, sebagaimana yang

termuat dalam WHO Technical Report Series No.122/1957 yang mendefinisikan

―Rumah sakit adalah bagian integral dari satu organisasi sosial dan kesehatan

dengan fungsi menyediakan pelayanan kesehatan paripurna, kuratif, dan preventif

kepada masyarakat, serta pelayanan rawat jalan yang diberikannya guna

menjangkau keluarga di rumah.

2. Tugas dan Fungsi Rumah Sakit

Menurut UU Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit, rumah sakit

mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna.

Untuk menjalankan tugas rumah sakit mempunyai fungsi:

a. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai

dengan standar pelayanan rumah sakit.


b. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis.

c. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

d. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.

3. Klasifikasi Rumah sakit

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 tahun 2014

tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit menetapkan bahwa berdasarkan

jenis pelayanan yang diberikan Rumah Sakit dikategorikan dalam Rumah Sakit

Umum dan

Rumah Sakit Khusus.

(1) Rumah Sakit Umum diklasifikasikan menjadi:

a. Rumah Sakit Umum Kelas A;

b. Rumah Sakit Umum Kelas B;

c. Rumah Sakit Umum Kelas C;

d. Rumah Sakit Umum Kelas D.

(2) Rumah Sakit Umum Kelas D diklasifikasikan menjadi:

a. Rumah Sakit Umum Kelas D; dan

b. Rumah Sakit Umum Kelas D pratama.

(3) Rumah Sakit Khusus diklasifikasikan menjadi:

a. Rumah Sakit Khusus Kelas A;

b. Rumah Sakit Khusus Kelas B; dan


c. Rumah Sakit Khusus Kelas C.

Adapun penetapan klasifikasi Rumah Sakit didasarkan pada: a. pelayanan; b.

sumber daya manusia; c. peralatan; dan d. bangunan dan prasarana.

a. Rumah Sakit Umum Kelas A

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas A paling sedikit

meliputi: (a). pelayanan medik, (b). pelayanan kefarmasian, (c). pelayanan

keperawatan dan kebidanan, (d). pelayanan penunjang klinik, (e). pelayanan

penunjang nonklinik, dan (f). pelayanan rawat inap.

Adapun Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari: pelayanan gawat

darurat, pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan medik spesialis penunjang,

pelayanan medik spesialis lain, pelayanan medik subspesialis, pelayanan medik

spesialis gigi dan mulut.

Pelayanan gawat darurat harus diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam

sehari secara terus menerus. Pelayanan medik spesialis dasar meliputi pelayanan

penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan obstetri dan ginekologi. Pelayanan

medik spesialis penunjang meliputi pelayanan anestesiologi, radiologi, patologi

klinik, patologi anatomi, dan rehabilitasi medik. Pelayanan medik spesialis lain

meliputi pelayanan mata, kedokteran jiwa, paru, telinga hidung tenggorokan,

syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin orthopedi, urologi, bedah

syaraf, bedah plastik, dan kedokteran forensic. Pelayanan medik subspesialis,

meliputi pelayanan subspesialis di bidang spesialisasi bedah, penyakit dalam,

kesehatan anak, obstetri dan ginekologi, mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf,

jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, obstetri dan

ginekologi, mata, telinga hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah,
kulit dan kelamin, kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah

plastik, dan gigi mulut Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut, sebagaimana

dimaksud meliputi pelayanan bedah mulut, konservasi/endodonti, periodonti,

orthodonti, prosthodonti, pedodonsi, dan penyakit mulut.

Tenaga medis paling sedikit terdiri atas: a. 18 (delapan belas) dokter umum untuk

pelayanan medik dasar; b. 4 (empat) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi

mulut; c. 6 (enam) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

dasar; d. 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

penunjang; e. 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

lain; 2 (dua) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik subspesialis;

dan g. 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

gigi mulut.

b. Rumah Sakit Umum Kelas B

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum kelas B paling sedikit

meliputi: a. pelayanan medik; b. pelayanan kefarmasian; c. pelayanan keperawatan

dan kebidanan; d. pelayanan penunjang klinik; e. pelayanan penunjang nonklinik;

dan f. pelayanan rawat inap.

Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari: pelayanan gawat darurat,

pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan medik spesialis penunjang, pelayanan

medik spesialis lain, pelayanan medik, pelayanan medik subspesialis, dan

pelayanan medik spesialis gigi dan mulut.

Pelayanan gawat darurat harus diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam

sehari secara terus menerus. Pelayanan medik spesialis dasar, sebagaimana

dimaksud pada ayat meliputi pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah,

dan obstetri dan ginekologi. Pelayanan medik spesialis penunjang meliputi


pelayanan anestesiologi, radiologi, patologi klinik, patologi anatomi, dan rehabilitasi

medik. Pelayanan medik spesialis lain paling sedikit berjumlah 8 (delapan)

pelayanan dari 13 (tiga belas) pelayanan yang meliputi pelayanan mata, telinga

hidung tenggorokan, syaraf, jantung dan pembuluh darah, kulit dan kelamin,

kedokteran jiwa, paru, orthopedi, urologi, bedah syaraf, bedah plastik, dan

kedokteran forensik. Pelayanan medik subspesialis paling sedikit berjumlah 2 (dua)

pelayanan subspesialis dari 4 (empat) subspesialis dasar yang meliputi pelayanan

subspesialis di bidang spesialisasi bedah, penyakit dalam, kesehatan anak, dan

obstetri dan ginekologi. Pelayanan medik spesialis gigi dan mulut, sebagaimana

dimaksud paling sedikit berjumlah 3 (tiga) pelayanan yang meliputi pelayanan

bedah mulut, konservasi/endodonti, dan orthodonti.

Tenaga medis sedikit terdiri atas: a. 12 (dua belas) dokter umum untuk

pelayanan medik dasar; b. 3 (tiga) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi

mulut; c. 3 (tiga) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

dasar; d. 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

penunjang; e. 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

lain; f. 1 (satu) dokter subspesialis untuk setiap jenis pelayanan medik subspesialis;

dan g. 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

gigi mulut

c. Rumah Sakit Umum Kelas C

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum kelas C paling sedikit

meliputi: a. pelayanan medik; b. pelayanan kefarmasian; c. pelayanan keperawatan

dan kebidanan; d. pelayanan penunjang klinik; e. pelayanan penunjang nonklinik; f.

pelayanan rawat inap.


Pelayanan medik paling sedikit terdiri dari: pelayanan gawat darurat,

pelayanan medik umum, pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan medik

spesialis penunjang, pelayanan medik spesialis lain, pelayanan medik subspesialis,

dan pelayanan medik spesialis gigi dan mulut. Pelayanan gawat darurat harus

diselenggarakan 24 (dua puluh empat) jam sehari secara terus menerus.

Pelayanan medik umum meliputi pelayanan medik dasar, medik gigi mulut,

kesehatan ibu dan anak, dan keluarga berencana. Pelayanan medik spesialis

dasar meliputi pelayanan penyakit dalam, kesehatan anak, bedah, dan obstetri

dan ginekologi. Pelayanan medik spesialis penunjang, sebagaimana dimaksud

pada meliputi pelayanan anestesiologi, radiologi, dan patologi klinik. Pelayanan

medik spesialis gigi dan mulut paling sedikit berjumlah 1 (satu) pelayanan.

Tenaga medis paling sedikit terdiri atas: a. 9 (sembilan) dokter umum untuk

pelayanan medik dasar; b. 2 (dua) b. 2 (dua) dokter gigi umum untuk pelayanan

medik gigi mulut; c. 2 (dua) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik

spesialis dasar; d. 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik

spesialis penunjang; dan e. 1 (satu) dokter gigi spesialis untuk setiap jenis

pelayanan medik spesialis gigi mulut.

d. Rumah Sakit Umum Kelas D

Pelayanan yang diberikan oleh Rumah Sakit Umum Kelas D paling sedikit

meliputi: a. pelayanan medik; b. pelayanan kefarmasian; c. pelayanan keperawatan

dan kebidanan; d. pelayanan penunjang klinik; e. pelayanan penunjang nonklinik;

dan f. pelayanan rawat inap.

Pelayanan Medik paling sedikit terdiri dari: pelayanan gawat darurat,

pelayanan medik umum, pelayanan medik spesialis dasar, pelayanan medik

spesialis penunjang. Pelayanan gawat darurat harus diselenggarakan 24 (dua


puluh empat) jam sehari secara terus menerus. Pelayanan medik umum meliputi

pelayanan medik dasar, medik gigi mulut, kesehatan ibu dan anak, dan keluarga

berencana. Pelayanan medik spesialis dasar paling sedikit 2 (dua) dari 4 (empat)

pelayanan medik spesialis dasar yang meliputi pelayanan penyakit dalam,

kesehatan anak, bedah, dan/atau obstetri dan ginekologi. (5) Pelayanan medik

spesialis penunjang meliputi pelayanan radiologi dan laboratorium.

Tenaga medis paling sedikit terdiri atas: a. 4 (empat) dokter umum untuk

pelayanan medik dasar; b. 1 (satu) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi

mulut; c. 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik spesialis

dasar.

C. Dekripsi Lokasi Penelitian

Kabupaten Sidrap

Anda mungkin juga menyukai