Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Sangat disadari langkanya kepustakaan ilmiah dalam bahasa Indonesia


khususnya di bidang kedokteraan membuat masih perlu lebih dalamnya pembelajaran
dan penelaahan mengenai kepustakaan dalam bahasa asing.
Puji syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT, atas rahmat dan ridhoNyalah penyusun dapat menyelesaikan referat ini. Sambil mengemban Tridarma
Perguruan tinggi Referat ini dibuat dalam rangka memenuhi salah satu syarat
kelulusan Kepaniteraan Klinik Ilmu THT Fakultas Kedokteraan Universitas Trisakti
di RSUP Fatmawati.
Sehubungan dengan penyusunan referat ini, penyusun ingin mengucapkan
terimakasih kepada dr. Sita selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik Ilmu THT yang
telah memberikan bimbingan serta masukan dalam penyusunan referat ini.
Penyusun menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu penyusun sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun demi
kesempurnaan referat ini. Semoga referat ini dapat menjadi sesuatu yang bermanfaat
bagi para mahasiswa kedokteran pada khususnya dan masyarakat pada umumnya.

Jakarta,Desember
2010
Hormat saya,

Penyusun

DAFTAR ISI

Kata pengantar .................................................................................................... 1


Daftar isi

...................................................................................................... 2

Pendahuluan

..................................................................................................... 3

Pembahasan
Definisi ..................................................................................................... 4
Anatomi .................................................................................................... 5
Histologi .................................................................................................. 6 - 7
Patofisiologi ............................................................................................

7- 9

Etiologi ...................................................................................................

Klasifikasi ...............................................................................................

10

Gejala klinis ......................................................................................... 11 - 13


Terapi ..................................................................................................... 13 - 15
Komplikasi .........................................................................................

16

Prognosis ...............................................................................................

16

Daftar pustaka ....................................................................................................

17

Pendahuluan
Rinitis Alergi (RA) adalah inflamasi mukosa saluran hidung dan sinus yang
disebabkan alergi terhadap partikel, antara lain: debu, asap, serbuk/tepung sari
yang ada di udara. Gejala utama pada hidung yaitu hidung gatal, tersumbat,
bersin-bersin, keluar ingus cair seperti air bening. Seringkali gejala meliputi mata,
yaitu

berair,

kemerahan

dan

gatal.

RA merupakan penyakit umum dan sering dijumpai. Prevalensi penyakit RA pada


beberapa Negara berkisar antara 4.5-38.3% dari jumlah penduduk dan di Amerika,
merupakan 1 diantara deretan atas penyakit umum yang sering dijumpai.
Meskipun dapat timbul pada semua usia, tetapi 2/3 penderita umumnya mulai
menderita pada saat berusia 30 tahun. Dapat terjadi pada wanita dan pria dengan
kemungkinan yang sama. Penyakit ini herediter dengan predisposisi genetic kuat.
Bila salah satu dari orang tua menderita alergi, akan memberi kemungkinan
sebesar 30% terhadap keturunannya dan bila kedua orang tua menderita akan
diperkirakan

mengenai

sekitar

50%

keturunannya.

Bagaimana pun juga, RA harus dipikirkan sebagai keadaan yang cukup serius
karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita akibat beratnya gejala yang
dialami dan juga dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Penderita akan
mengalami keterbatasan dalam aktifitas sehari-hari, sering meninggalkan sekolah
atau pekerjaannya, dan menghabiskan biaya yang besar bila menjadi kronis. RA
juga dipengaruhi lingkungan dari faktor allergen. Penyakit ini masih sering
disepelekan, untuk itu perlu diberikan beberapa informasi agar penderita tidak

terlalu meremehkan dan dapat mengetahui berbagai upaya untuk mengurangi


gejala dan mencegah komplikasi.4

RINITIS ALERGI

I. Definisi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi oleh allergen yang sama serta
Dilepaskan suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
allergen spesifik tersebut (von pirquet 1986).
Definisi WHO ARIA (Allergic rhinitis and its impact on asthma) tahun 2001
adalah kelainan pada gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah
mukosa hidung terpapar allergen yang diperantai oleh Ig E.1

II. Anatomi
Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri
sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina
mayor yang disebut Pleksus Kiesselbach (Littles Area). Pleksus ini letaknya
superficial dan mudah cedera oleh trauma sehingga sering menjadi sumber
epistaksis.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan
dengan arterinya. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup sehingga merupakan
factor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai intracranial.3

Persarafan hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus
Etmoidalis anterior yang berasal dari nervus Oftalmikus (n.V-1). Rongga hidung
lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nervus Maksillaris
melalui ganglion Sfenopalatina. Ganglion Sfenopalatina juga memberikan
persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.
Fungsi penghidu berasal dari nervus Olfaktorius. Dan sel-sel reseptor penghidu
pada mukosa Olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.3

III Histologi Hidung


Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi
atas mukosa pernapasan (mukosa respiratorik) dan mukosa peghidu (mukosa
olfaktorius).
Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan
permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia dan
di antaranya terdapat sel-sel goblet.
ukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga
atas septum. Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis semu tidak bersilia.
Epitelnya dibentuk oleh 3 macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal, dan sel
reseptor penghidu.
Dalam keadaan normal mukosa respiratori berwarna merah muda dan selalu basah
karena diliputi oleh palut lendir pada permukaannya. Di bawah epitel terdapat
tunika propria yang banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar mukosa dan
jaringan limfoid.
Dalam keadaan normal mukosa respiratori berwarna merah muda dan selalu basah
karena diliputi oleh palut lendir pada permukaannya. Di bawah epitel terdapat
tunika propria yang banyak mengandung pembuluh darah, kelenjar mukosa dan
jaringan limfoid.Apabila terjadi rinitis alergi, gambaran secara mikroskopik
tampak adanya dilatasi pembuluh darah (vascular bad) dengan pembesaran sel
goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan
penebalan membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan
mukosa

dan

submukosa

hidung.

Gambaran yang demikian terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan,
mukosa

kembali

normal.

Akan

tetapi

serangan

dapat

terjadi

terus

menerus/persisten sepanjang tahun, sehingga pada akhirnya terjadi perubahan


yang ireversibel. Terjadi proliferasi jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga
tampak mukosa hidung menebal3.

IV. Patofisiologi
Sensitisasi
Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang diawali oleh adanya proses
sensitisasi terhadap alergen sebelumnya. Melalui inhalasi, partikel alergen akan
tertumpuk di mukosa hidung yang kemudian berdifusi pada jaringan hidung. Hal
ini menyebabkan sel Antigen Presenting Cell (APC) akan menangkap alergen
yang menempel tersebut. Kemudian antigen tersebut akan bergabung dengan HLA
kelas II membentuk suatu kompleks molekul MHC (Major Histocompability
Complex) kelas II. Kompleks molekul ini akan dipresentasikan terhadap sel T
helper (Th 0). Th 0 ini akan diaktifkan oleh sitokin yang dilepaskan oleh APC
menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4,
IL5, IL9,IL10, IL13 dan lainnya.
IL4 dan IL13 dapat diikat reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel B
menjadi aktif dan memproduksi IgE. IgE yang bersirkulasi dalam darah ini akan
terikat dengan sel mast dan basofil yang mana kedua sel ini merupakan sel
mediator. Adanya IgE yang terikat ini menyebabkan teraktifasinya kedua sel
tersebut.4

Reaksi Alergi Fase Cepat


Reaksi cepat terjadi dalam beberapa menit, dapat berlangsung sejak kontak dengan
alergen sampai 1 jam setelahnya. Mediator yang berperan pada fase ini yaitu
histamin, tiptase dan mediator lain seperti leukotrien, prostaglandin (PGD2) dan
bradikinin. Mediator-mediator tersebut menyebabkan keluarnya plasma dari
pembuluh darah dan dilatasi dari anastomosis arteriovenula hidung yang
menyebabkan terjadinya edema, berkumpulnya darah pada
kavernosus sinusoid dengan gejala klinis berupa hidung tersumbat dan oklusi dari
saluran hidung. Rangsangan terhadap kelenjar mukosa dan sel goblet
menyebabkan hipersekresi dan
permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Rangsangan pada ujung
saraf sensoris (vidianus) menyebabkan rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin.

Reaksi Alergi Fase Lambat


Reaksi alergi fase cepat terjadi setelah 4 8 jam setelah fase cepat. Reaksi ini
disebabkan oleh mediator yang dihasilkan oleh fase cepat beraksi terhadap sel

endotel postkapiler yang akan menghasilkan suatu Vascular Cell Adhesion


Mollecule (VCAM) dimana molekul ini menyebabkan sel leukosit seperti
eosinofil menempel pada sel endotel. Faktor kemotaktik seperti IL5 menyebabkan
infiltrasi sel-sel eosinofil, sel mast, limfosit, basofil, neutrofil dan makrofag ke
dalam mukosa hidung. Sel-sel ini kemudian menjadi teraktivasi dan menghasilkan
mediator lain seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP),
Eosinophilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP) dan Eosinophilic
Peroxidase (EPO) yang menyebabkan gejala hiperreaktivitas dan hiperresponsif
hidung.
Gejala klinis yang ditimbulkan pada fase ini lebih didominasi oleh sumbatan
hidung.4

Etiologi2
Berdasarkan cara masuknya alergen :
Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasan
C/: debu rumah, tungau, serpihan epitel, bulu binatang, asap rokok, serta jamur.
Alergen ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan
C/: susu, telur, coklat, ikan, udang.
Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan
C/: penisilin dan sengatan lebah.
Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa
C/: bahan kosmetik, perhiasan

V. Klasifikasi1
Berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA tahun 2000, menurut sifat
berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi:

Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4

minggu.
Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau lebih dari 4
minggu.

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:

Ringan, yaitu bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktivitas


harian,
bersantai, berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.

Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan
tersebut di atas.1

10

VI. Gejala klinis


Gejala klinik rinitis alergi, yaitu :6

Bersin patologis. Bersin yang berulang lebih 5 kali setiap serangan bersin.

Rinore. Ingus yang keluar.

Gangguan hidung. Hidung gatal dan rasa tersumbat. Hidung rasa tersumbat
merupakan gejala rinitis alergi yang paling sering kita temukan pada
pasien anak-anak.

Gangguan mata. Mata gatal dan mengeluarkan air mata (lakrimasi).

Gejala spesifik lain pada anak adalah:


Allergic shiner. Perasaan anak bahwa ada bayangan gelap di daerah
bawah mata akibat stasis vena sekunder. Stasis vena ini disebabkan
obstruksi hidung.
Allergic salute. Perilaku anak yang suka menggosok-gosok hidungnya
akibat rasa gatal.
Allergic crease. Tanda garis melintang di dorsum nasi pada 1/3 bagian
bawah akibat kebiasaan menggosok hidung.2

11

Dasar diagnostik:
1. Anamnesis, sangat penting karena sering kali serangan terjadi saat tidak
didepan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari diagnosis
saja.
2. Pemeriksaan rhinoskopi anterior, ditemukan
o Mukosa edema,
o Basah,
o Berwarna pucat atau livid
o Disertai sekret encer yang banyak

3. Pemeriksaan Naso endoskopi


4. Pemeriksaan sitologi hidung,walaupun tidak dapat memastikan diagnosis,
tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam
jumlah banyak menunjukkan adanya alergi inhalan. Jika basofil (5sel/lap)
mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN
menunjukkan adanya infeksi bakteri.
5. Hitung eosinofil dalam darah tepi, Dapat normal atau meningkat. Lebih
bermakna bila diperiksa IgE spesifik dengan RAST ( Radio Immuno Sorbent
Test), atau ELISA ( Enzyme Linked Immuno Sorbent Assay Test).
6. Uji kulit, alergan penyebab dapat dicari.
Uji cukit (Prick Test)
Uji gores (Scratch Test).
Uji Intrakutan atau intradermal tunggal atau berseri (Skin End-point
Titration)

12

Untuk mengetahui allergen apa yang sensitif pada pasien dengan pasti.2

VII. THERAPI
Edukatif
Menghindari kontak dengan allergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi.3
Konservatif
Medikamentosa
Antihistamin yang dipakai AH1
Obat golongan simpatomimetik, sebagai dekongestan hidung oral atau
topical dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin.
Kortikosteroid, bila sumbatan hidung tidak berhasil diatasi dengan obat
lain.
Antikolinergik topical, untuk mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi
reseptor kolinergik.2

13

Immunoterapi
Desensitisasi dan hiposensitisasi
Dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala berat dan sudah
berlangsung lama serta dengan pengobatan lain tidak memberi hasil
memuaskan.
Alergen disuntikkan dengan intrakutan dalam konsentrasi sangat kecil
agar terbentuk IgG, kadarnya ditingkatkan terus, sehingga saat allergen
masuk tidak diikat oleh IgE tapi oleh IgG, dan tidak terjadi
degranulasi.1

Operatif1,5,6

Kauteterisasi dengan AgNO3 25% atau triklor asetat.

Tindakan konkotomi parsial ( pemotongan sebagian konka inferior)

Konkoplasti atau multiple outfractured

Inferior turbinoplasty

14

15

VIII. KOMPLIKASI
Polip hidung
Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak.
Sinusitis paranasal
Faringitis kronis
Otitis media dan sinusitis paranasal bukan akibat langsung dari rhinitis
alergi tetapi karena adanya sumbatan hidung sehingga menghambat
drainase.
Faringitis kronis juga bukan akibat langsung tapi karena hidung
tersumbat sehingga pasien bernapas melalui mulut.

Untuk mengetahui apakah sudah terjadi komplikasi sinusitis: Dengan foto 3 posisi,
AP, Lateral, dan Posisi Waters agar dapat melihat sinus maksilaris dengan lebih jelas.1

IX. PROGNOSIS
Ad Vitam

: bonam, karena bila menghindari allergen, gejala alergi tdk

tampak.
Ad Functionam : dubia ad bonam, bila terpapar allergen terus maka dapat
rhinitis alergi dapat berkembang menjadi rhinitis infeksiosa, polip, sinusitis,
otitis media, tapi bila allergen dihindari maka tidak akan terjadi.
Ad Sanationam

: dubia ad bonam, karena alergi merupakan kondisi yang

dipengaruhi genetic maka tidak dapat sembuh selama ada allergen, jadi agar
tidak ada serangan, menghindari allergen.

16

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi Efiaty, Iskandar Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Edisi 6.
Jakarta : FKUI 2007
2. Marshall Plaut, M., and Martin D. Valentine, M.D. In : Allergic Rhinitis. The
New England Journal of Medicine. Diunduh dari www.nejm.com. Desember
2010
3. Syarif

Al

Hadrami.

In

Rhinitis

Alergi.

Diunduh

dari

www.ilc.insancendikia.org.com. Desember 2010


4. Javed Sheikh, MD. In : rhinitis Allergic. Diunduh dari www.emedicine.com
5. Rinitis alergi. Diunduh dari www.klikdokter.com
6. Higler AB. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran.1997

17

Anda mungkin juga menyukai