Jakarta,Desember
2010
Hormat saya,
Penyusun
DAFTAR ISI
...................................................................................................... 2
Pendahuluan
..................................................................................................... 3
Pembahasan
Definisi ..................................................................................................... 4
Anatomi .................................................................................................... 5
Histologi .................................................................................................. 6 - 7
Patofisiologi ............................................................................................
7- 9
Etiologi ...................................................................................................
Klasifikasi ...............................................................................................
10
16
Prognosis ...............................................................................................
16
17
Pendahuluan
Rinitis Alergi (RA) adalah inflamasi mukosa saluran hidung dan sinus yang
disebabkan alergi terhadap partikel, antara lain: debu, asap, serbuk/tepung sari
yang ada di udara. Gejala utama pada hidung yaitu hidung gatal, tersumbat,
bersin-bersin, keluar ingus cair seperti air bening. Seringkali gejala meliputi mata,
yaitu
berair,
kemerahan
dan
gatal.
mengenai
sekitar
50%
keturunannya.
Bagaimana pun juga, RA harus dipikirkan sebagai keadaan yang cukup serius
karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita akibat beratnya gejala yang
dialami dan juga dapat menyebabkan berbagai komplikasi. Penderita akan
mengalami keterbatasan dalam aktifitas sehari-hari, sering meninggalkan sekolah
atau pekerjaannya, dan menghabiskan biaya yang besar bila menjadi kronis. RA
juga dipengaruhi lingkungan dari faktor allergen. Penyakit ini masih sering
disepelekan, untuk itu perlu diberikan beberapa informasi agar penderita tidak
RINITIS ALERGI
I. Definisi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada
pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi oleh allergen yang sama serta
Dilepaskan suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan
allergen spesifik tersebut (von pirquet 1986).
Definisi WHO ARIA (Allergic rhinitis and its impact on asthma) tahun 2001
adalah kelainan pada gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat setelah
mukosa hidung terpapar allergen yang diperantai oleh Ig E.1
II. Anatomi
Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri fasialis.
Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri
sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labialis superior dan arteri palatina
mayor yang disebut Pleksus Kiesselbach (Littles Area). Pleksus ini letaknya
superficial dan mudah cedera oleh trauma sehingga sering menjadi sumber
epistaksis.
Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan
dengan arterinya. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup sehingga merupakan
factor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi sampai intracranial.3
Persarafan hidung
Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari nervus
Etmoidalis anterior yang berasal dari nervus Oftalmikus (n.V-1). Rongga hidung
lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari nervus Maksillaris
melalui ganglion Sfenopalatina. Ganglion Sfenopalatina juga memberikan
persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung.
Fungsi penghidu berasal dari nervus Olfaktorius. Dan sel-sel reseptor penghidu
pada mukosa Olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.3
dan
submukosa
hidung.
Gambaran yang demikian terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan,
mukosa
kembali
normal.
Akan
tetapi
serangan
dapat
terjadi
terus
IV. Patofisiologi
Sensitisasi
Rinitis alergi merupakan penyakit inflamasi yang diawali oleh adanya proses
sensitisasi terhadap alergen sebelumnya. Melalui inhalasi, partikel alergen akan
tertumpuk di mukosa hidung yang kemudian berdifusi pada jaringan hidung. Hal
ini menyebabkan sel Antigen Presenting Cell (APC) akan menangkap alergen
yang menempel tersebut. Kemudian antigen tersebut akan bergabung dengan HLA
kelas II membentuk suatu kompleks molekul MHC (Major Histocompability
Complex) kelas II. Kompleks molekul ini akan dipresentasikan terhadap sel T
helper (Th 0). Th 0 ini akan diaktifkan oleh sitokin yang dilepaskan oleh APC
menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4,
IL5, IL9,IL10, IL13 dan lainnya.
IL4 dan IL13 dapat diikat reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel B
menjadi aktif dan memproduksi IgE. IgE yang bersirkulasi dalam darah ini akan
terikat dengan sel mast dan basofil yang mana kedua sel ini merupakan sel
mediator. Adanya IgE yang terikat ini menyebabkan teraktifasinya kedua sel
tersebut.4
Etiologi2
Berdasarkan cara masuknya alergen :
Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernapasan
C/: debu rumah, tungau, serpihan epitel, bulu binatang, asap rokok, serta jamur.
Alergen ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan
C/: susu, telur, coklat, ikan, udang.
Alergen injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan
C/: penisilin dan sengatan lebah.
Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa
C/: bahan kosmetik, perhiasan
V. Klasifikasi1
Berdasarkan rekomendasi dari WHO Initiative ARIA tahun 2000, menurut sifat
berlangsungnya rinitis alergi dibagi menjadi:
Intermiten, yaitu bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4
minggu.
Persisten, yaitu bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan/atau lebih dari 4
minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:
Sedang atau berat, yaitu bila terdapat satu atau lebih dari gangguan
tersebut di atas.1
10
Bersin patologis. Bersin yang berulang lebih 5 kali setiap serangan bersin.
Gangguan hidung. Hidung gatal dan rasa tersumbat. Hidung rasa tersumbat
merupakan gejala rinitis alergi yang paling sering kita temukan pada
pasien anak-anak.
11
Dasar diagnostik:
1. Anamnesis, sangat penting karena sering kali serangan terjadi saat tidak
didepan pemeriksa. Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari diagnosis
saja.
2. Pemeriksaan rhinoskopi anterior, ditemukan
o Mukosa edema,
o Basah,
o Berwarna pucat atau livid
o Disertai sekret encer yang banyak
12
Untuk mengetahui allergen apa yang sensitif pada pasien dengan pasti.2
VII. THERAPI
Edukatif
Menghindari kontak dengan allergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi.3
Konservatif
Medikamentosa
Antihistamin yang dipakai AH1
Obat golongan simpatomimetik, sebagai dekongestan hidung oral atau
topical dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin.
Kortikosteroid, bila sumbatan hidung tidak berhasil diatasi dengan obat
lain.
Antikolinergik topical, untuk mengatasi rinore karena aktifitas inhibisi
reseptor kolinergik.2
13
Immunoterapi
Desensitisasi dan hiposensitisasi
Dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala berat dan sudah
berlangsung lama serta dengan pengobatan lain tidak memberi hasil
memuaskan.
Alergen disuntikkan dengan intrakutan dalam konsentrasi sangat kecil
agar terbentuk IgG, kadarnya ditingkatkan terus, sehingga saat allergen
masuk tidak diikat oleh IgE tapi oleh IgG, dan tidak terjadi
degranulasi.1
Operatif1,5,6
Inferior turbinoplasty
14
15
VIII. KOMPLIKASI
Polip hidung
Otitis media yang sering residif terutama pada anak-anak.
Sinusitis paranasal
Faringitis kronis
Otitis media dan sinusitis paranasal bukan akibat langsung dari rhinitis
alergi tetapi karena adanya sumbatan hidung sehingga menghambat
drainase.
Faringitis kronis juga bukan akibat langsung tapi karena hidung
tersumbat sehingga pasien bernapas melalui mulut.
Untuk mengetahui apakah sudah terjadi komplikasi sinusitis: Dengan foto 3 posisi,
AP, Lateral, dan Posisi Waters agar dapat melihat sinus maksilaris dengan lebih jelas.1
IX. PROGNOSIS
Ad Vitam
tampak.
Ad Functionam : dubia ad bonam, bila terpapar allergen terus maka dapat
rhinitis alergi dapat berkembang menjadi rhinitis infeksiosa, polip, sinusitis,
otitis media, tapi bila allergen dihindari maka tidak akan terjadi.
Ad Sanationam
dipengaruhi genetic maka tidak dapat sembuh selama ada allergen, jadi agar
tidak ada serangan, menghindari allergen.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Soepardi Efiaty, Iskandar Nurbaiti. Buku Ajar Ilmu Kesehatan THT Edisi 6.
Jakarta : FKUI 2007
2. Marshall Plaut, M., and Martin D. Valentine, M.D. In : Allergic Rhinitis. The
New England Journal of Medicine. Diunduh dari www.nejm.com. Desember
2010
3. Syarif
Al
Hadrami.
In
Rhinitis
Alergi.
Diunduh
dari
17