Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

LATAR BELAKANG
Tanpa kita sadari sejak dari lahir kita terkait baik secara personal maupun

emosional dengan makanan. Berjalan dengan waktu kebanyakan orang akan merasa
mendapatkan kenyamanan dan kepuasan yang sangat dari makanan. Perasaan nyaman
ini baik secara biologis maupun psikologis. Makan adalah suatu kebutuhan bagi
setiap individu untuk menunjang aktivitas sehari-hari dan mendukung proses
metabolisme tubuh. Kebiasaan dan perilaku makan secara langsung mempengaruhi
status gizi seseorang. Tidak sedikit individu yang mengalami perilaku makan
menyimpang, dan hal ini banyak terjadi pada kalangan perempuan dibandingkan lakilaki.
Gangguan makan merupakan kondisi psikiatri dengan akibat psikologis dan
medis yang serius. Gangguan makan, seperti anoreksia nervosa (AN), bulimia
nervosa (BN), merupakan penyakit kronis yang di defenisikan sebagai gangguan
prilaku makan atau perilaku dalam mengkontrol berat badan. Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders 4

th

Edition (DSM-IV) mengklasifikasikan

menjadi tiga jenis gangguan makan yaitu anorexia nervosa (AN), bulimia nervosa
(BN), dan binge-eating (BED).
Bulimia nervosa merupakan kondisi psikiatri yang mempengaruhi banyak
remaja dan wanita dewasa muda. Gangguan tersebut adalah karakteristik makan
sebanyak-banyaknya dan tahap akhir dari proses makannya dengan memuntahkan apa
yang dimakan dan dapat menyebabkan komplikasi medis. Dengan demikian, pasien
dengan bulimia nervosa sering hadir dalam keadaan perawatan primer. Penanda
bulimia nervosa yang berguna dalam membuat diagnosis yaitu pemeriksaan fisik dan

laboratorium. Di Amerika Serikat, gangguan makan mempengaruhi 5 sampai 10 juta


orang, terutama wanita muda antara usia 14 dan 40 tahun.
Dahulu bulimia nervosa termasuk dari varian anoreksia nervosa. Namun,
karena lebih banyak penelitian telah dilakukan dan lebih pasien yang menderita
bulimia nervosa telah diidentifikasi, bulimia nervosa dan anorexia nervosa yang
sekarang dikenal sebagai 2 sindrom yang berbeda. Menurut Diagnostic and
Statistical Manual of Mental Disorders 4

th

Edition (DSM-IV), bulimia nervosa

ditandai dengan episode berulang dari pesta makan diikuti dengan 1 atau lebih
perilaku kompensasi untuk menghilangkan kalori (muntah, obat pencahar, puasa, dll)
yang terjadi rata-rata minimal dua kali seminggu selama 3 bulan atau lebih. Pasien
yang tidak memenuhi kriteria frekuensi atau panjang dapat didiagnosis dengan DSM
IV gangguan makan yang tidak disebutkan secara spesifik.
Bulimia nervosa juga digambarkan menjadi 2 subtipe yang berbeda:
pembersihan dan tidak dibersihkan. Dengan subtipe membersihkan, pasien
melakukan beberapa metode untuk menghilangkan makanan dari tubuh mereka. Hal
ini yang paling sering dilakukan dengan menginduksi diri agar muntah tetapi bisa
termasuk penyalahgunaan laksatif, enema, atau diuretik. Bulimia nonpurging
menggunakan latihan puasa atau berlebihan sebagai kompensasi utama tetapi tidak
secara teratur membersihkan. Terlepas dari subtipe, pasien penderita bulimia
memiliki evaluasi negatif sel, menempatkan kepentingan tidak pantas di berat badan
dan citra tubuh.
1.2 TUJUAN dan MANFAAT
1. Mengetahui definisi, etiologi, epidemiologi, skining dan manifestasi klinis,
komplikasi dan komorbiditas pskiatrik serta untuk mengetahui penilaian fisik
laboratorium dan penatalaksanaan bulimia nervosa.
2. Memenuhi tugas peaper kepaniteraan klinik Psikiatri RS Haji Medan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Bulimia merupakan bahasa latin dari sebuah kata Yunani boulimia, yang
artinya extreme hunger alias lapar yang amat sangat. Ini sesuai dengan gambaran
para bulimics (orang yang bulimia), mereka cenderung makan dalam jumlah banyak
dalam waktu yang singkat, seperti orang yang kelaparan. Dan selanjutnya sebagai
kompensasi dari pola makannya tersebut, mereka akan melakukan berbagai cara
yang intinya supaya berat badan mereka tidak bertambah meski mereka sudah makan
banyak. Bulimia nervosa merupakan satu gangguan fungsi makan yang ditandai oleh
episode nafsu makan yang lahap tanpa dapat dikendalikan. Penyelaan sosial dan
gangguan fisik yaitu, nyeri abdomen atau mual-mual, menghentikan pesta makan
yang sering diikuti oleh perasaan bersalah, depresi, atau muak terhadap diri sendiri.
Orang selalu memiliki perilaku kompensasi yang rekuren seperti mencahar ( muntah
yang diinduksi sendiri, pemakaian laksatif yang berulang, atau pemakaian diuretika),
puasa, atau latihan yang berat. Namun pasien bulimia nervosa mampu
mempertahankan berat badan yang normal.
DSM-IV membagikan Bulimia nervosa dalam dua bentuk yaitu purging dan
nonpurging. Pada tipe purging, individu tersebut memuntahkan kembali makanan
secara sengaja. Dilakukan dengan menusukkan jari ke tenggorokan, atau dengan
menggunakan obat-obatan laksatif, obat pencahar, maupun obat-obatan lain.
Tujuannya agar makanan tidak sempat dicerna oleh tubuh sehingga tidak menambah
berat badan. Pada tipe nonpurging, individu tersebut menggunakan cara lain selain
cara yang digunakan pada tipe purging, seperti berpuasa atau berolahraga secara
berlebihan. Tujuannya agar energi yang dihasilkan dari makanan dapat langsung
dibakar dan habis. Menurut kriteria diagnostik dalam Diagnostic and Statistical
Manual of Mental Disorders edisi keempat ( DSM-IV), pesta makan dan perilaku
kompensasi harus terjadi dengan rata-rata sekurangnya dua kali seminggu selama tiga
bulan.

2.2 Epidemiologi
Bullimia nervosa lebih sering ditemukan pada wanita di bandingkan pada
laki-laki, Diperkirakan bulimia nervosa terjadi pada sekitar satu sampai tiga persen
pada wanita muda. Onsetnya lebih sering pada masa remaja atau pada masa dewasa
muda.
Prevalensi bulimia nervosa untuk wanita di Amerika Serikat adalah 2%
sampai 3%, namun dapat mencapai 10% pada populasi yang rentan, seperti perguruan
tinggi yang khusus untuk wanita. Gejala yang kadang ditemukan pada bullimia
nervosa, seperti episode pesta makan dan mencahar yang terisolasi, telah dilaporkan
pada hampir 40 persen wanita perguruan tinggi. Kejadian pada pria hanya
sepersepuluh dari wanita. Secara demografis, sebagian besar pasien dengan bulimia
nervosa masih lajang, berpendidikan perguruan tinggi, dan dipertengahan usia 20
tahunan.

Namun,

kebanyakan

pasien

mulai

mengalami

gejala

bulimia nervosa selama masa pubertas. Bulimia terjadi pada 2,3% perempuan kulit
putih, dan

0,40%

pada

wanita

kulit

hitam.

Faktor

risiko

untuk bulimia

nervosa meliputi pelecehan seksual saat anak-anak, homoseksualitas laki-laki, tinggal


sendirian, tinggal di asrama mahasiswi, kontrol glikemik diabetes yang buruk,
perasaan rendah diri, diet, keterlibatan dengan atletik, pekerjaan yang berfokus pada
berat badan. Pasien dengan faktor-faktor risiko atau pada populasi berisiko tinggi
untuk terkena gangguan ini, harus segera menjalani skrining.
Banyak penderita bulimia nervosa memiliki berat badan yang normal dan
kelihatannya tidak ada masalah yang berarti dalam hidupnya. Biasanya mereka orangorang yang kelihatannya sehat, sukses di bidangnya dan cenderung perfeksionis.
Namun, dibalik itu, mereka memiliki rasa percaya diri yang rendah dan sering
mengalami depresi. Mereka juga menunjukkan tingkah laku kompulsif, misalnya,
mengutil di pasar swalayan, atau mengalami ketergantungan pada alkohol atau
lainnya.

Bullimia nervosa sering terjadi pada orang dengan angka gangguan mood dan
gangguan pengendalian impuls yang tinggi. Juga telah dilaporkan terjadi pada orang
yang memiliki resiko gangguan berhubungan dengan zat dan gangguan kepribadian,
memiliki angka gangguan kecemasan dan gangguan dissosiatif yang meningkat dan
riwayat penyiksaan seksual.
2.3 Etiologi
Faktor genetik, Pada umumnya para peneliti percaya bahwa faktor hereditas
berpengaruh terhadap gangguan pola makan. Neurotransmitter tertentu, suatu
senyawa kimia yang menghantarkan impuls syaraf, pada orang yang bulimia
kadarnya tidak normal sehingga para peneliti ini beranggapan ada kelainan pada
sistem syaraf pusat yang dapat dipengaruhi oleh faktor genetik. Neurotransmitter
yang

abnormal

tersebut

adalah

serotonin,

yang

juga

dipercaya

sebagai

neurotransmitter yang berhubungan dengan gangguan mood. Penelitian terhadap


kembar identik dan kembar fraternal membuktikan bahwa prilaku gangguan pola
makan pada kembar identik lebih besar kemungkinan terjadinya dibandingkan
kembar fraternal. Hal itu disebabkan susunan genetik kembar identik sama
dibandingkan kembar fraternal.
Faktor biologis. Gangguan pola makan juga dipengaruhi oleh komponen
gentika lainnya yakni neurochemistry. Para peneliti telah menemukan bahwa
neurotransmitter serotonin dan norepinefrin secara signifikan menurun pada pasien
yang menderita Anorexia dan Bulimia Nervosa akut. Neurotransmitter ini akan
berfungsi secara abnormal pada penderita depresi. Hal ini membuktikan bahwa ada
hubungan antara dua gangguan tersebut. Disamping menciptakan rasa kepuasan fisik
dan emosi, neurotransmitter serotonin juga menghasilkan efek kurang nafsu makan.
Bahan kimia otak juga telah diteliti pengaruhnya terhadap gangguan pola makan.
Ditandai dengan meningkatnya kadar hormon vasopressin dan kortisol. Kedua
hormone ini secara normal di keluarkan sebagai respon terhadap stress yang dialami
oleh penderita tersebut. Pada penelitian lain ditemukan bahwa tingginya level

neuropeptida dan peptide juga berpengaruh terhadap penderita Bulimia. Kedua


hormon tersebut menyebabkan rangsangan untuk makan pada uji coba binatang.
Kadar hormone.
Faktor sosio kultural. Pasien dengan bulimia nervosa, seperti pasien dengan
anoreksia nervosa, cenderung mereka yang memiliki kedudukan tinggi dan perlu
berespon terhadap tekanan sosial untuk menjadi kurus. Banyak pasien bulimia
nervosa adalah pasien terdepresi dan memiliki depresi familial yang tinggi hal ini
disebabkan oleh orang tua yang mengikutsertakan anaknya dalam kegiatan yang
mengharuskan pengontrolan berat badan yang ketat seperti balet, senam, modeling
dapat sebagai faktor risiko timbulnya bulimia nervosa. Faktor sosiokultural
merupakan salah satu faktor yang cukup besar pengaruhnya terhadap timbulnya
kelainan ini. Kita tahu bahwa makanan yang banyak beredar serta disukai oleh
banyak orang pada masa ini adalah makanan seperti roti-roti, fast food, es krim, pizza
yang merupakan karbohidrat olahan. Setelah diteliti, mereka yang mengkonsumsi
makanan ini, kadar serotonin dalam darah mereka meningkat sementara hingga 450
%. Coba lihat juga makanan yang ditawarkan oleh berbagai gerai makanan yang ada
di pusat perbelanjaan, sebagian besar merupakan makanan karbohidrat olahan. Itulah
salah satu alasan kenapa di negara-negara maju angka kejadian bulimia pada gadis
remaja atau wanita muda nya cukup tinggi. Berbeda dengan mereka yang tinggal di
negara berkembang, yang pola konsumerisme berbeda, pola makan juga berbeda. Di
negara berkembang, orang lebih banyak mengkonsumsi makanan berkarbohidrat
bukan olahan -nasi, sayur, buah- yang efeknya jauh lebih rendah dalam meningkatkan
serotonin dalam darah. Tapi kalau di negara berkembang yang mall-mall nya juga
berkembang pesat, berarti perlu diteliti lebih lanjut tentang kejadian bulimia
nervosanya.
Faktor psikologis. Pasien dengan bullimia nervosa memiliki kesulitan dengan
kebutuhan remaja, tetapi pasien bulimia nervosa lebih mengungkapkan, marah, dan
impulsif dibandingkan pasien anoreksia nervosa. Ketegantungan alkohol, mencuri di

toko, dan labilitas emosional (termasuk usaha bunuh diri) adalah berhubungan dengan
bulimia nervosa. Pasien bulimia nervosa biasanya merasakan makan yang tidak
terkendali yang dilakukannya sebagai ego-distonik dibandingkan pasien dengan
anoreksia nervosa sehingga pasien dengan bulimia nervosa lebih cepat mencari
bantuan.
2.4. Skrining
Kuisioner (BITE) adalah tes singkat untuk deteksi dan deskripsi bulimia
nervosa. BITE ini terdiri dari satu set 33 pertanyaan (30 ya / tidak jenis dan 3
penilaian respon) yang secara bersamaan menilai kehadiran dan relatif keparahan
gangguan makan. BITE ini dibagi menjadi 2 bagian, skala gejala dan skala
keparahan. Skala gejala terdiri dari 30 pertanyaan ya / tidak, 1 poin diberikan untuk
setiap jawaban "ya", dan skor 20 atau lebih mengindikasikan gangguan makan. 3
pertanyaan lain(respon) membentuk skala keparahan dan meminta pasien untuk
menilai frekuensi tindakan mereka. Skor 5 atau lebih pada bagian ini dianggap
signifikan secara klinis, dan skor 10 atau lebih dianggap parah. BITE mengambil
rata-rata 10 menit untuk menyelesaikan dan dapat segera dicetak oleh
praktisi. Meskipun tidak dimaksudkan untuk skrining dalam perawatan primer,
instrumen ini dapat digunakan untuk melacak tingkat keparahan penyakit pada
pasien.
2.5 Diagnosis dan Gejala Klinis
Kriteria diagnostik dari bulimia nervosa berdasarkan DSM IV, Diagnostic
and Kriteria Statistical Disorders, ec.4.
A. Episode rekuren pesta makan. Episode pesta makan ditandai oleh kedua hal berikut ini
i.

Makan, dalam periode waktu tertentu (misalnya dalam 2

jam), jumlah makan jauh lebih besar daripada yang dimakan kebanyakan orang pada
waktu dan situasi yang serupa.

ii.

Perasaan hilang kendali terhadap makan selama episode

tersebut (misalnya merasa tidak dapat menghentikan makan atau mengendalikan apa
atau berapa banyak yang dimakannya).
B. Perilaku kompensasi yang relevan yang tidak layak untuk mencegah kenaikan berat
badan, seperti muntah diinduksikan sendiri, penyalahgunaan laksatif, enema, atau
medika lain, puasa, atau olahraga berat.
C. Pesta makan dan perilaku kompensasi yang tidak sesuai, keduanya terjadi dengan ratarata sekurangnya dua kali dalam seminggu selama 3 bulan.
D. Pemeriksaan diri sendiri terlalu dipengaruhi oleh bentuk dan berat badan.
E. Gangguan tidak terjadi semata mata selama episode anoreksia nervosa.1,2
Gejala gejala bulimia nervosa yaitu1-4 :
Makan dalam jumlah yang berlebihan.
Terobsesi dengan makanan dan kalori.
Melakukan perangsangan muntah dan cuci perut.
Sering menghilang ke kamar mandi bila selesai makan, untuk mengeluarkan makanan
- makanan yang telah ditelan.
Bersikap penuh rahasia.
Merasa kehilangan kontrol.
Menurut DSM-IV, ciri penting dari bulimia nervosa adalah episode rekuren
pesta makan; suatu perasaan tidak adanya pengendalian terhadap makan selama pesta
makan; muntah yang diinduksi sendiri, penyalahgunaan laksatif atau diuretik,
berpuasa, atau latihan berlebihan untuk mencegah kenaikan berat badan; dan
penilaian diri sendiri yang persisten yang terlalu dipengaruhi oleh bentuk dan berat
badan. Pesta makan biasanya mendahului muntah dengan kira-kira satu tahun.2,4,5
Muntah adalah sering terjadi dan biasanya diinduksi dengan memasukkan jari
ke dalam tenggorokan, walaupun beberapa pasien mampu untuk muntah atas
kehendaknya sendiri. Muntah menurunkan nyeri abdomen dan perasaan penuh dan
memungkinkan pasien terus makan tanpa takut akan mengalami kenaikan berat
badan. Depresi sering kali mengikuti episode dan disebut penderitaan setelah pesta

makan (postbinge anguish). Selama pesta makannya pasien makan makanan yang
manis, tinggi kalori, dan biasanya lembut atau lunak, seperti cake dan kue kering.
Makanan dimakan secara sembunyi-sembunyi dan secara cepat, dan kadang-kadang
tidak dikunyah. 2,4,5
Sebagian besar pasien bulimia nervosa adalah dalam rentang berat badan yang
normal, tetapi beberapa pasien khawatir terhadap citra tubuh dan penampilannya,
khawatir terhadap tanggapan orang lain terhadap dirinya, dan khawatir terhadap daya
tarik seksualnya. Sebagian besar pasien bulimia nervosa adalah aktif secara seksual,
dibandingkan dengan pasien anoreksia nervosa. Pika dan perebutan selama makan
kadang-kadang ditemukan dalam riwayat pasien bulimia nervosa.2
Mirip dengan anoreksia nervosa, orang yang menderita bulima nervosa juga
mempunyai penyakit psikologis seperti depresi, ansietas dan/atau permasalahan
penyalahgunaan zat. Kebanyakan kondisi fisik adalah akibat dari aspek penyingkiran
penyakit, termasuklah ketidakseimbangan elektrolit, masalah gastrointestinal, dan
masalah berkaitan dengan rongga mulut dan gigi.2
Gejala lain yang terkait termasuklah inflamasi kronis dan sakit tenggorokan,
pembengkakan kelenjar di leher dan di bawah rahang, robekan enamel gigi dan
meningkatnya kepekaan dan kerusakan gigi akibat daripada pemaparan terhadap
asam perut, penyakit refluks gastroesofagus, intestinal distress dan iritasi akibat
penyalahgunaan obat cuci perut, masalah pada ginjal akibat penyalahgunaan obat
diuretik, dan dehidrasi berat karena kekurangan cairan dari tubuh.2
Gangguan mood adalah sering pada pasien dengan bulimia nervosa dan
simptom cemas dan tegang (tension) sering dialami. Kebanyakan pasien dengan
bulimia nervosa mengalami depresi ringan dana sesetengah mengalami gangguan
mood dan perilaku yang serius seperti cobaan membunuh diri dan penyalahgunaan
alkohol dan obat-obatan terlarang. Biasanya, pasien dengan bulimia nervosa merasa
malu dengan perbuatannya sendiri dan cenderung untuk merahasiakannya dari
keluarga dan teman-teman.

2.6 Pemeriksaan Fisik & Laboratorium


Pemeriksaan fisik dapat memberikan petunjuk penting menunjukkan adanya
bulimia nervosa, terutama untuk menyingkirkan subtipe gangguan tersebut. Pada
pemeriksaan, dokter mungkin mencari tanda-tanda komplikasi medis disebutkan
sebelumnya, termasuk erosi gigi, jaringan parut atau abrasi pada kuku-kuku jari, dan
kelenjar parotis bengkak.1
Penyedia layanan kesehatan primer harus mempertimbangkan penggunaan tes
laboratorium di kedua evaluasi diagnostik dan tindak lanjut. Untuk pasien kurus,
pasien dengan dicurigai bulimia nervosa tetapi membantah, dan pasien dengan gejala
fisik dan tanda-tanda yang muncul, tes laboratorium mungkin berguna untuk
mengesampingkan gangguan lain atau juga dapat mendiagnosa positif bulimia
nervosa. Meskipun tidak ada panel standar dari tes yang dijelaskan, jumlah elektrolit
serum dan urin, penilaian asam-basa, dan tingkat fosfor harus diperoleh dari pasien
kurus baik saat diagnosis atau saat tindak lanjut. Monitoring elektrokardiogram harus
dilakukan pada pasien bulimia dengan kelainan elektrolit, jantung berdebar, nyeri
dada, atau berat badan rendah. Pasien bulimia dengan setidaknya dengan riwayat 5
bulan berat badan rendah atau anoreksia harus dilakukan penilaian kepadatan tulang.
Pengujian lain, seperti endoskopi GI atas atau bagian lebih rendah, harus
dipertimbangkan, tergantung pada konstelasi gejala dan tanda. Misalnya, kondisi lain
yang dapat bermanifestasi dengan gejala GI termasuk penyakit radang usus, celiac
sprue, dan irritabel bowl sindrom.
Para penderita bulimia dengan berat badan normal atau overweight (gemuk)
mungkin tidak memiliki kelainan laboratorium yang signifikan. Kelainan
laboratorium menjadi lebih umum dengan penurunan berat badan dan meningkatkan
keparahan perilaku (membersihkan). Tingkat elektrolit yang paling mungkin akan
terpengaruh.
Hipokalemia, hypochloremia, hiperfosfatemia, dan alkalosis metabolik adalah
umum, terutama bulimia dengan berat badan yang rendah. Tingkat keparahan
hipokalemia dan hypochloremia secara langsung berkaitan dengan jumlah dan

pengalaman pasien dalam membersihkan, terutama yang melibatkan diuretik,


pencahar, dan muntah berulang-ulang. Sebuah studi kasus-kontrol terbaru
menyarankan bahwa rasio natrium urin untuk klorida urin adalah prediktor terbaik
untuk perilaku bulimia. Kehadiran alkalosis metabolik dan hiperfosfatemia
meningkatkan kecurigaan adanya muntah diam-diam yang dilakukan pasien.
Meskipun kadar kalium serum telah dianggap sebagai penanda yang baik untuk
pasien dengan perilaku bulimia, frekuensi yang relatif (4,1% menjadi 13,7%) dari
hipokalemia yang signifikan pada bulimia menurunkan sensitifitasnya sebagai test
skrining.
Gambaran keseluruhan laboratorium pasien tergantung pada mekanisme
kompensasi. Pasien yang pembersihannya dengan muntah dapat datang dengan
alkalosis metabolik (peningkatan kadar bikarbonat serum) karena kontraksi volume.
Namun, pasien pembersihannya dengan menyalahgunakan obat pencahar dapat
datang dengan asidosis metabolik (penurunan kadar bikarbonat serum) karena
kehilangan cairan alkali dari usus. Pasien menggunakan lebih dari satu mekanisme
pembersihan dapat menampilkan temuan campuran asam-basa. Ketidakseimbangan
elektrolit memberikan kontribusi kelemahan, kelelahan, dan pada kasus berat, dapat
menyebabkan aritmia jantung dan kematian mendadak pada pasien.
Penentuan amilase serum dapat membantu untuk mendiagnosis dan memantau
bulimia nervosa. Tingkat amilase tinggi mungkin menunjukkan bahwa pasien telah
muntah. Dalam beberapa kasus, maka akan diperlukan untuk menyingkirkan
penyebab organik kadar amilase tinggi atau muntah, seperti pankreatitis. Ketika
difraksinasi menjadi komponen-komponen serum dan saliva, peningkatannya
terkadang tidak proporsional, dengan amilase saliva tinggi melebihi amilase pankreas
pada pasien yang telah muntah. Karena itu tes difraksinasi mungkin bermanfaat untuk
digunakan sebagai alat bantu diagnostik dalam kasus dimana muntah ditolak dan
memonitor terus muntah pada pasien yang menjalani pengobatan.

2.7

Diagnosis Banding
Diagnosis bulimia nervosa tidak dapat dibuat jika perilaku pesta makan dan

mencahar terjadi semata-mata selama episode anoreksia nervosa. Pada kasus tersebut
diagnosis adalah anoreksia nervosa, tipe pesta makan/mencahar.
Klinisi harus memastikan bahwa pasien tidak menderita penyakit neurologis,
seperti kejang ekuivalen-epileptik, sindrom Kluver-Bucy, atau sindrom Kleine-Levin.
Sindrome Kleine Levin terdiri dari hipesomnia periodik yang berlangsung dua sampai
tiga minggu dan hiperfagia, seperti pada bulimia nervosa, onset biasanya selama masa
remaja.
1.

Sindroma Kluver-Bucy
Ciri patologis yang dimanifestasikan oleh sindroma Kluver-Bucy adalah

agnosia visual, menjilat dan menggigit yang kompulsif, memeriksa objek dengan
mulut, ketidakmampuan mengenali tiap stimulus, plasiditas, perubahan perilaku
seksual (hiperseksualitas), dan perubahan kebiasaan makan, khususnya hiperfagia.
2.

Sindroma Kleine-Levin
Sindroma Kleine-Levin terdiri dari hipersomnia periodic yang berlangsung

dua sampai tiga minggu atau hiperfagia seperti pada bullimia nervosa. Onset biasanya
selama masa remaja. Sindroma lebih sering pada laki-laki dibandingkan wanita.
Pasien dengan gangguan kepribadian ambang kadang-kadang pesta makan, tetapi
makan adalah disertai dengan tanda lain dari gangguan.
2.8 Penatalaksanaan
Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kelainan dalam pola makan
seperti kelainan genetik, tekanan sosial untuk menjadi langsing, tekanan dari teman
sebaya, dan lain-lain. Penerimaan dari lingkungan merupakan langkah awal
penyembuhan kelainan bulimia. Kebanyakan penderita tetap tinggal dalam
penyangkalan dan menolak untuk ditolong. Langkah penyembuhan lain adalah
dengan melakukan psikoterapi pada penderita, keluarga maupun lingkungan tempat
penderita berasal. Pemberian obat, termasuk antidepresan, kadang-kadang dibutuhkan

dalam situasi tertentu. Terapi gizi juga penting sebagai asupan vitamin dan mineral
bagi penderita. Namun jika langkah-langkah tersebut tidak membawa hasil, satusatunya cara yaitu dengan membawa penderita ke rumah sakit untuk diopname,
terutama bagi penderita anoreksia. Itu dilakukan jika berat badan penderita menurun
hingga 25% dari berat normal atau jika organ-organ vital dalam tubuh mengalami
cedera. Ingatlah bahwa pola makan sehat adalah cara hidup yang terbaik. Jangan
biarkan diri kita di bawah tekanan sosial atau teman sebaya. Satu lagi yang
terpenting, tetaplah percaya diri sebab nilai personaliti kita tidak ditentukan oleh
seberapa kurus atau gemuknya tubuh kita.
Terapi bulimia nervosa terdiri dari berbagai intervensi, termasuk Psikotherapi
individual dengan pandekatan kognitif perilaku, terapi kelompok, terapi keluarga dan
farmakoterapi.
Terapi CBT ( Cognitive behavioral therapy) merupakan terapi psikologis
yang memiliki tujuan menstop makanan yang berlebihan yang dapat menyebabkan
muntah dan mengubah sikap pasien terhadap makanan. Metode CBT memiliki
3 fase yang memerlukan waktu khusus dalam 20 minggu terapi fase pertama,
pasien diajarkan tentang bulimia nervosa yaitu faktor-faktor yang menyebabkan
penyakit ini diantaranya tindakan pengaturan frekuensi dan pola makan dengan cara
menghindari makanan yang sebanyak banyaknya atau pengetahuan tentang purging
pada sesi terapi ini. Pada fase kedua, pasien diajarkan dalam kebebasan memilih
makanan dan diberi tambahan waktu untuk memperbaiki makanan disfungsional
dalam tubuh dan pola pikirnya. Pada fase ketiga, tujuannya ialah maintenance dan
mencegah kekambuhan.
Pada terapi CBT (Cognitive behavioral therapy) di dapatkan 45 % pasien
berhenti bingeing and purging dan 35 % tidak lagi memenuhi kriteria bulimia
nervosa. Pada 31 %- 44% pasien mengalami kekambuhan dalam waktu 4 bulan
setelah terapi CBT (Cognitive behavioral therapy). kekambuhan ini diduga akibat

motivasi rendah selama terapi dan makanan yang terlalu khusus yang menyebabkan
peningkatan frequensi muntah sebelum terapi.
Terapi Farmakologi
Medikasi antidepresan dapat menurunkan pesta makan dan mencahar terlepas
dari adanya suatu gangguan mood. Jadi, untuk siklus pesta makan dan mencahar yang
sukar yang tidak responsif terhadap psikoterapi saja, antidepresan telah digunakan
dengan berhasil. Imipramine (tofranil), desipramine (Norpramin), trazodone
(desyrel), dan inhibitor monoamin oksidas telah membantu. Fluoxetine (Prozac) juga
menjanjikan sebagai terapi yang efektif.2 Obat fluoxetine dengan dosis 60 mg / hari
yang mempunyai efek dapat menurukan respon muntah dan memperbaiki gangguan
makan. Fluoxetine dilaporkan dapat menurunkan respon muntah dan memperbaiki
gangguan makanan dalam 4 minggu terapi. Penggunaan terapi fluoxetine selama 1
tahun di laporkan dapat menurunkan kekambuhan dan efeknya lebih tinggi dari pada
placebo. Berbagai kasus 5 pasien kurus dengan gangguan makan dilaporkan bahwa
sertraline memiliki efek dapat memulihkan berat badan dan mengurangi gangguan
makan. Pada citalopram memiliki efek dalam mengobati gangguan makan.
Sedangkan pada milnacipran, obat anti depresan, kedua serotonergik dan
noradrenergic mempunyai efek dalam menguangi gejala bulimia pada beberapa kasus
yg tidak tertangani. Tetapi sampai saat ini hanya fluoksetin, yang merupakan satusatunya obat yang dibenrkan Oleh U.S food and Drug Administration sebagai terapi
Bulimia Nervosa.
Pemberian kombinasi CBT dengan obat fluoxetine terbukti lebih unggul dari
pada pemberian CBT saja atau Obat fluoxetine saja. Yang bila kedua pengobatan
dikombinasi memiliki efek menurunkan frekuensi dan keparahan muntah serta dapat
mengurangi gangguan makan, pada penelitian terbaru di laporkan pasien yang sudah
di terapi dengan kombinasi CBT dan obat fluoxetine dapat memperbaiki
penyusesuaian dalam lingkungan sosial yang lebih baik hingga 10 tahun setelah
menerima terapi kombinasi tersebut bila dibandingkan dgn terapi bulimia yg
menggunakan placebo. Pada pasien yang tidak berespon pada terapi CBT, fluoxetine

telah terbukti efektif dalam mengurangi gejala bulimia. Mengingat penelitian ini,
pengobatan saat ini yang digunakan untuk terapi bulimia nervosa terdiri dari rawat
jalan berbasis CBT dan terapi fluoxetine.1
Terapi nutrisi
Ahli gizi dapat mengatur jadwal makan, memberikan penjelasan mengenai
tujuan terapi nutrisi, pentingnya diet sehat dan akibat buruk dari pola makan yang
salah terhadap kesehatan. Pengaturan diet untuk penderita bulimia nervosa dilakukan
secara bertahap tergantung tingkat keparahan serta ada tidaknya komplikasi dengan
penyakit penyerta. Kebutuhan energi disesuaikan dengan umur dan jenis kelamin,
dihitung berdasarkan berat badan ideal, bukan berat badan yang sebenarnya. Selain
dengan pengaturan makan yang sehat dan berimbang diperlukan juga olahraga secara
tepat dan teratur. Olahraga yang teratur dapat menormalkan kembali kerja kelenjar
yang abnormal sehingga akan diperoleh kadar serotonin yang sesuai dengan
kebutuhan penderita.
Berikut adalah usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mempertahankan
keadaan yang sudah membaik :
1. Setelah pengobatan biasanya pasien akan mengulangi kebiasaannya untuk
makan lagi, maka kita jangan menentangnya, tapi kita anggap bahwa hal itu
merupakan respon yang fisiologis.
2. Agar pasien mau makan, maka kita katakana kepadanya bahwa rasa lapar
yang timbul itu, karena tubuhnya memerlukan nutrisi.
3. Kalau pengobatan berhasil, maka pasien akan mengurangi ketergantungan
terhadap kebiasaan jeleknya dan gejala depresinya akan teratasi, ini dapat
berlangsung untuk beberapa bulan. Oleh karena kebiasaan makan yang jelek
pada bulimua nervosa ini mudah berulang kembali, maka pengobatan yang
paling efektif adalah dengan memberikan rasa paercaya diri kepada pasien
terhadap penampilan dan berat badannya.
Primary care, dokter seharusnya mempertimbangkan dalam merujuk pasien
ke perawatan lebih khusus pada pasien gangguan makanan yang persistent, gangguan
psikis, perilaku yang merugikan diri sendiri atau keinginan bunuh diri.

2.9. Pencegahan
Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan mengamati adatidaknya gejala pada keluarga maupun orang-orang terdekat. Ketika beberapa gejala
ditemui dapat dilakukan pendekatan secara interpersonal, berempati dan mendorong
untuk makan dan berolahraga secara normal, serta memberitahukan dampak negatif
bulimia. penderita bulimia tidak dapat sembuh dengan sendirinya oleh karena itu
tindakan pertolongan yang harus segera diberikan yaitu disarankan untuk
berkonsultasi langsung ke para ahli kesehatan. Secara umum penderita penyakit ini
jarang hingga perlu dirawat di rumah sakit, kecuali keadaannya sudah terjadi
komplikasi yang parah. Pengobatan pun akan berbeda antar orang. Kesesuaian
dengan seseorang belum tentu akan sesuai pula dengan orang lain. Selama
pengobatannya diperlukan kelompok terapis dari berbagai keahlian, yang dapat
membantu pasien dalam menghadapi masalah medis, psikologis, dan gizi.
Pencegahan terjadinya bulimia nervosa terdiri atas dua bagian :
1. Program pencegahan primer
Pencegahan ini langsung ditujukan pada populasi berisiko tinggi seperti murid
wanita SMP untuk mencegah timbulnya gangguan makan pada mereka yang
asimtomatik. Pencegahan yang dilakukan dapat berupa program pendidikan mengenai
sikap

dan

prilaku

terhadap

remaja.

2. Program pencegahan sekunder


Pencegahan ini bertujuan untuk deteksi dan intervensi dini, dengan
memberikan pendidikan pada petugas kesehatan di pusat pelayanan kesehatan primer.
Selain diatas untuk mencegah terjadinya gangguan makan berupa bulimia
nervosa dapat juga dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
1. Rajin berkonsultasi dengan dokter
2. Tingkatkan rasa percaya diri
3. Tingkatkan dinamika lingkungan. Usahakan agar tercipta suasana yang nyaman
dan kondusif di lingkungan keluarga atau pekerjaan

4. Bersikap realistis. Jangan mudah percaya pada apa yang digambarkan oleh media
tentang berat dan bentuk badan ideal

2.10. Komplikasi Medis


Masalah dermatologi
Masalah dermatologi ditemukan pada pasien bulimia nervosa, walaupun
kurang dipedulikan, termasuk Russells sign : terdapat penebalan atau scar pada
punggung tangan yang disebabkan oleh penekanan jari terhadap gigi saat
menginduksi muntah, lesi tersebut bisa menjadi permanen. Tanda ini biasanya terlihat
pada stadium awal penyakit ini. Pada pasien kronis, cara menginduksi muntah
biasanya dilakukan dengan menekan abdomen. Perbuatan melukai diri sendiri
terkadang terlihat pada pasien dengan BN, contohnya menusuk diri dengan jarum,
membakar kulit dengan api rokok.10
Masalah gastrointestinal
Gangguan traktus gastrointestinal bisa terjadi pada penderita bulimia, seperti
perut kembung, flatulensi, konstipasi, keterlambatan pengosongan lambung
(peristaltik menurun), GERD, Mallory Weiss tears syndrome, Rectal prolaps, dan
apabila hal ini terjadi terutama pada kaum wanita maka bulimia nervosa bisa
dijadikan differensial diagnosa. Ipeca sering digunakan oleh pasien bulimia untuk
menginduksi muntah. Namun obat ini memiliki efek samping yang cukup besar yakni
kardiomiopati. Dental enamel erosi dan gigi yang sensitif terhadap suhu panas dan
dingin pada makanan maupun minuman merupakan hal yang biasa ditemukan pada
BN. Asam lambung menyebabkan enamel menjadi lebih lembut secara bertahap.
Pasien harus diajarkan cara untuk mengurangi kerusakan enamel dengan cara
membersihkan mulut setelah muntah, yaitu dengan alkalinisasi mulut dengan
berkumur menggunakan soda kue yang dilarutkan dalam air dan menunggu selama 30
menit terlebih dahulu baru dibersihkan. Cairan panas dan dingin harus dihindari

apabila menyebabkan nyeri pada gigi. Sebaiknya berkonsultasi dengan dokter gigi,
penyakit gusi juga sering didapatkan pada pasien ini.
Kelenjar parotis dan submandibular seringkali membesar secara simetris dan
juga terasa sedikit nyeri. dan sialadenosis (non-inflamatory saliva glands
enlargement) sekitar 10-66% yang biasanya disebabkan oleh kelainan sistemik seperti
diabetes mellitus, alakoholik, anoreksia nervosa dan bullimia nervosa. Tidak seperti
anoreksia nervosa, pada bulimia nervosa tidak terjadi gangguan densitas mineral
tulang, hanya saja gangguan densitas tulang ini tergantung pada usia menarche,
amenorrhhea, dan berat badan (semakin kurus semakin beresiko). Hipertropi parotid
dan submandibular bisa terjadi akibat kebiasaan muntah, malnutrisi, dan disfungsi
autonom. Cara utama untuk mencegah terjadinya pembesaran kelenjar tersebut adalah
tidak menginduksi muntah, dengan demikian ukuran kelenjar parotis dan
submandibular akan berkurang secara perlahan dalam beberapa bulan. Terapi lain
yang bisa dilakukan adalah kompres hangat pada kelenjar tersebut, mencoba
menggunakan pilocarpin oral untuk menstimulasi pengeluaran air liur.
Sebagai catatan, eritema pada konjungtiva, yang seringkali disertai dengan
perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi akibat dari muntah. Hal ini terjadi karena
terjadinya elevasi pada penekanan vena saat muntah.
Batu empedu juga harus dipertimbangkan sebagai diagnosis diferensial pada
AN dan BN yang datang dengan keluhan muntah atau nyeri perut kuadran kanan atas.
Nyeri tersebut disebabkan oleh batu empedu, yang angka kejadiannya meningkat
pada pasien yang mengalami penurunan berat badan. USG merupakan cara untuk
menyingkirkan keberadaaan dari batu empedu tersebut.
Konstipasi, tidak jarang terdapat pada pasien BN. Pasien mengeluhkan perut
kembung dan susah buang air besar, sering kali pasien mengatasinya dengan
mengkonsumsi laksative. Hal tersebut justru dapat memperbukruk konstipasinya.
Tidak jarang pasien justru mengkonsumsi laksative dengan pertimbangan bahwa
dengan mengkonsumsi laksative maka berat badan akan semakin berkurang,
sedangkan laksative memiliki efek samping terhadap motilitas kolon. Secara umum,

dengan usaha pengembalian berat badan dan memperbanyak makan secara bertahap
maka usus akan mengalammi perbaikan dalam waktu 3 minggu. Penatalaksanaan
untuk konstipasi itu sendiri adalah dengan edukasi terhadap pasien agar minum air
yang banyak 6-8 gelas perhari, serat dalam jumlah yang rendah yaitu 10 gram perhari,
laktulosa jenis sintetik nonabsorbsi disakarida, 30-60 ml satu sampai dua kali perhari,
kita juga perlu mempberi tahu bahwa walaupun pemberian laktulosa tersebut berasa
sangat manis, pasien tidak perlu cemas akan penambahan kalori yang mungkin
terjadi, karena obat tersebut tidak diabsobsi.
Muntah yang dipaksakan dapat merusak permukaan esofagus, biasanya paling
banyak terjadi pada sambungan antara esofagus dan lambung. Kadang terdapat
muntah darah berwarna merah segar, yang dibarengi dengan isi lambung. Hal ini
disebut Boerhaaves sindrom yaitu ruptur pada dinding esofagus yang merupakan
dampak dari muntah yang dipaksakan, kondisi seperti ini jarang ditemukan, namun
sangat berbahaya.
Ruminative behavior merupakan regurgitasi isi lambung yang dilakukan
secara sadar, yaitu pengunyahan dan penelanan makanan, kemudian dikunyah lagi,
dan ditelan lagi, hal ini akan menyebabkan terjadinya erosi gigi, aspirasi, dan
Barretts esofagus.
Masalah pada jantung
Komplikasi jantung lebih sering terjadi pada AN dibandingkan dengan BN,
manifestasi klinis yang didapatkan berupa palpitasi yang disebabkan oleh sinus
takikardia yang merupakan efek dari hipokalemia, hipomagnesaemia, dan dehidrasi
yang terjadi.
Masalah Endokrin
Hanya setengah dari pasien bulimia yang mengalami gangguan menstruasi
termasuk amenore dan oligomenore. Wanita dengan bulimia dan gangguan
menstruasi disebabkan oleh karena gangguan release hormon gonadotropin dan
leptin.

2.11. Komorbiditas Psikiatri


Komorditas psikiatrik yang terkait dengan bulimia sangat mencolok. Pasien
bulimia ditandai dengan perfeksionis ekstrovert yang kritis terhadap diri sendiri,
impulsif, dan emosional tak terkendali. Tingkat prevalensi yang tinggi dari setiap
gangguan afektif (75%), gangguan depresi mayor (63%), dan gangguan kecemasan
(36%) telah dilaporkan. Sebagian besar pasien melaporkan bahwa presentasi awal
dari depresi atau gangguan kecemasan terjadi sebelum presentasi dari gejala
bulimia.Dengan demikian, identifikasi awal positif dari gangguan afektif atau
kecemasan dapat memberikan kesempatan untuk mencegah perkembangan gejala dan
gangguan makan, terutama di populasi berisiko tinggi.
Penyalahgunaan zat merupakan komorbiditas umum tambahan. Pusat
Nasional Penyalahgunaan Ketergantungan Zat di Columbia University melaporkan
bahwa 30% sampai 70% dari penderita bulimia memiliki masalah penyalahgunaan
zat. Zat penyalahgunaan meliputi tembakau, alkohol, dan obat resep dan over-thecounter, seperti pil diet dan perangsang. Alkoholisme telah dilaporkan mempengaruhi
31% dari penderita bulimia dan sering ditemukan dengan penyakit depresi dan
gangguan stres pasca trauma. Hubungan keluarga yang kuat juga telah diamati antara
bulimia nervosa dan alkoholisme.
Melukai diri adalah kekhawatiran untuk pasien dengan bulimia nervosa.
Dalam sebuah penelitian, 34% pasien penderita bulimia dilaporkan telah melukai diri
sendiri di suatu waktu dalam hidup mereka, dan 21,3% dilaporkan telah melukai diri
sendiri dalam 5 bulan terakhir. Pasien paling sering melukai diri sendiri dengan
memotong atau menggaruk lengan, tangan, kaki, atau wajah, dan banyak dari hasil
cedera dalam perdarahan dan jaringan parut. Pasien dengan gangguan kepribadian
yang melukai diri sendiri lebih mungkin untuk juga menderita bulimia nervosa
daripada mereka yang tidak melukai diri sendiri. Diagnosis komorbid dari bulimia
nervosa dan gangguan kepribadian telah terbukti meningkatkan risiko sering melukai
diri sendiri, yang dapat mempengaruhi tingkat usaha bunuh diri pada pasien.Pasien
bulimia paling mungkin berasal dari orangtua alkoholisme, hubungan dengan orang

tua buruk dan harapan orangtua tinggi. Meskipun gejala utama dari gangguan ini
adalah gangguan kebiasaan makan dan persepsi diri, komorbiditas signifikan
menyulitkan identifikasi dan pengobatan bulimia nervosa.
2.12. Prognosis
Meskipun bulimia nervosa lebih umum dari anoreksia nervosa, angka
kematian lebih rendah dan tingkat pemulihan lebih tinggi dari anoreksia nervosa.
Kematian dari bulimia nervosa diperkirakan pada 0% hingga 3% tetapi dapat
dianggap remeh karena beberapa jangka panjang tindak lanjut penelitian yang
melibatkan pasien bulimia. Sekitar 50% dari pasien bebas dari seluruh gejala bulemia
5 tahun setelah treatment. Meskipun hasil penelitian pada bulemia nervosa adalah
jarang, dengan perkiraan statistik terbatas, telah menunjukkan bahwa angka kematian
dan pemulihan secara langsung berhubungan dengan intervensi dini dan treatment.
Pasien yang menderita anoreksia nervosa dan bulimia menunjukkan fitur lebih
sulit mencapai berat badan normal dan cenderung berada pada berat badan rendah,
bahkan setelah treatment. Anoreksia juga rentan terhadap mengembangkan pesta
makan setelah pengobatan untuk anoreksia nervosa. Sebuah penelitian di tahun 1997
melaporkan bahwa 30% dari penderita anoreksia diobati dengan perilaku pestamakan sampai dengan 5 tahun post-hospitalization. Ketika menilai pasien normal atau
kelebihan berat badan dengan bulimia nervosa, penting untuk mengumpulkan
informasi sejarah tentang keberadaan dan anoreksia nervosa akhir-akhir ini.
Anoreksia nervosa dengan gejala bulemia dikaitkan dengan tingkat kematian lebih
tinggi daripada bulemia nervosa itu sendiri. Namun, tingkat kematian dan tingkat
komorbiditas untuk semua gangguan makan mungkin berlebihan karena kebanyakan
studi berlangsung dalam pengaturan penelitian akademik atau khusus. Pasien-pasien
ini sering lebih sakit parah dibandingkan pasien di rawat jalan. Tingkat pemulihan
yang sebenarnya untuk gangguan makan mungkin lebih besar, dan gambar hasil
secara keseluruhan tidak begitu baik. Namun, penting bagi dokter dalam perawatan
primer untuk tahu dengan gejala yang ada dari bulemia nervosa ataupun anoreksia

nervosa dengan melakukan intervensi dini dalam perjalanan penyakit. Sayangnya,


dalam studi yang dilakukan hampir 10 tahun yang lalu, sekitar 1 dari 10 pasien
dengan bulimia nervosa berada dalam perawatan.
Secara keseluruhan, bulimia nervosa tampaknya memiliki prognosis yang
lebih baik dibandingkan anoreksia nervosa. Dalam jangka pendek, pasien bulimia
nervosa yang mampu melibatkan diri dalam pengobatan telah dilaporkan lebih dari
50 % yang mengalami perbaikan.
Prognosis bulimia nervosa tergantung kepada keparahan sequele mencahar,
yaitu apakah pasien mengalami gangguan elektrolit dan sampai derajat mana muntah
yang sering mengakibatkan esofagitis, amilasemia, pembesaran kelenjar liur dan
karies gigi. Pada beberapa kasus ini yang tidak diobati, remisi spontan terjadi dalam
satu sampai dua tahun.

BAB III
KESIMPULAN
Bulimia adalah penyakit yang akan sering kita jumpai dalam dunia klinis dan
bulimia adalah penyakit yang bisa disembuhkan dengan baik. Bulimia biasanya

ditandai dengan memakan makanan yang jauh lebih banyak dari porsi biasanya.
Pasien dengan kondisi seperti ini biasanya memiliki berat badan yang naik turun
dalam batas normal berat badan manusia.
Perangsangan muntah yang biasa dilakukan oleh penderita bulimia biasanya
dapat menyebabkan beberapa komplikasi. Pasien dengan bulimia biasanya juga
mengalami abnormalitas pada keseimbangan cairan dan asam basa tubuhnya. Bulimia
biasanya

dikaitkan

juga

dengan

keadaan

depresi,

gangguan

personality,

penyalahgunaan (seperti penyalahgunaan obat atau alkohol), percobaan bunuh diri


dan masalah masalah keluarga dan sosial yang terjadi dalam kehidupannya.
Pada dasarnya penyakit bulimia bisa disembuhkan dengan baik, apalagi ketika
bisa didiagnosa dengan dini maka dapat diobati dan disembuhkan dengan baik. Rata
rata secara umum pasien bulimia bisa diobati dengan fluoxetine dan CBT, namun
demikian pengobatan yang baik yaitu dengan deteksi sedini mungkin penyakit ini dan
pencegahan melakukan kebiasaan dalam makan yang biasa dilakukan pada pasien
bulimia. Hal penting lainnya adalah penanganan fisiologi yang penting biasanya
dilakukan pada pasien pasien yang memiliki gangguan makan dan memiliki
gangguan berat badan, pada pasien seperti ini pengobatan awal dan penilaian kondisi
fisik secara menyeluruh biasanya perlu dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
1.

Rushing, Jona M., et all. Bulimia Nervosa: A Primary Care Review.Primary Care

2.

Companion J Clin Psychiatry : 2003;5:217-224.


Kaplan H. I, Saddock B. J, Grabb J. A. Sinopsis Psikiatri, Edisi Tujuh, Jilid 2,
Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 1997 ; 187-93.

3.

Sidenfeld, M.K. and Ricket. 2001. Impact of Anorexia, bulimia and obesity on the

4.

gynecologic of adolescent. Mount sinai adolescent health. New York.


Kaplan H. I, Saddock B. J, Grabb J. A. Sinopsis of Psychiatry, 7 thEdition, Volume 2,

5.

Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta, 1997 ; 685-8.


Kaplan H. I, Saddock B. J. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Penerbit Widya Medika ;

6.

175.
Goldman H. H. Review of General Psychiatry, 4 thEdition, Prentice Hall International

7.

Inc, Baltimore, USA, 1994 ; 360-3.


Elkin G. D. Introduction to Clinical Psychiatry, 1 st Edition, Prentice Hall International

8.

Inc, San Francisco, USA, 1994 ; 188-9


Angelia, Silvia. Bulimia nervosa. 2009. http://www.pojokgizi.com. Diunduh pada

9.

hari Kamis, 16 Juli 2009. 02:31 AM


Purwanti.Terapi
Untuk

Bulimia

Nervosa.

2008.

http

://www.micom@mediaindonesia.com. Diunduh pada hari Rabu, 23 Juli 2008. 18:00


WIB.
10. Wildes JE, Marcus MD, et all. The Treatment of Eating Disorders A clinical
Handbook.editor Grilo MC, Mitchell JE. The Guilford Press New York : 2010;2: 6671

Anda mungkin juga menyukai