TINJAUAN TEORI
11
12
a. Faktor janin
1) Bayi terlalu besar
Berat bayi lahir sekitar 4.000 gram atau lebih (giant baby),
menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir, umumnya pertumbuhan
janin yang berlebihan (macrosomia) karena ibu menderita kencing
manis (diabetes mellitus). Apabila dibiarkan terlalu lama di jalan lahir
dapat membahayakan keselamatan janinnya.
2) Kelainan letak janin
Ada 2 kelainan letak janin dalam rahim, yaitu letak sungsang dan
letak lintang. Letak sungsang yaitu letak memanjang dengan kelainan
dalam polaritas. Panggul janin merupakan kutub bawah. Sedangkan
letak lintang terjadi bila sumbu memanjang ibu membentuk sudut tegak
lurus dengan sumbu memanjang janin. Oleh karena seringkali bahu
terletak diatas PAP (Pintu Atas Panggul), malposisi ini disebut juga
prensentasi bahu.
3) Ancaman gawat janin (fetal disstres)
Keadaan
janin
yang
gawat
pada
tahap
persalinan,
13
terjepit antara tubuh bayi), maka suplai oksigen (O2) yang disalurkan ke
bayi akan berkurang pula. Akibatnya janin akan tercekik karena
kehabisan nafas. Kondisi ini dapat menyebabkan janin mengalami
kerusakan otak, bahkan tidak jarang meninggal dalam rahim. Apabila
proses persalinan sulit dilakukan melalui vagina maka bedah casarea
merupakan jalan keluar satu-satunya.
4) Janin abnormal
Janin sakit atau abnormal, kerusakan genetik, dan hidrosepalus
(kepala besar karena otak berisi cairan), dapat menyababkan
memutuskan dilakukan tindakan operasi.
5) Faktor plasenta
Ada beberapa kelainan plasenta yang dapat menyebabkan
keadaan gawat darurat pada ibu atau janin sehingga harus dilakukan
persalinan dengan operasi yaitu Plasenta previa (plasenta menutupi
jalan lahir), Solutio Plasenta (plasenta lepas),
Plasenta accrete
14
samping bagian terbawah janin atau tali pusat sudah berada di jalan lahir
sebelum bayi. Dalam hal ini, persalinan harus segera dilakukan sebelum
terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada bayi, misalnya sesak nafas
karena kekurangan oksigen (O2). Terlilit tali pusat atau terpelintir
menyebabkan aliran oksigen dan nutrisi ke janin tidak lancar. Jadi,
posisi janin tidak dapat masuk ke jalan lahir, sehingga mengganggu
persalinan maka kemungkinan dokter akan mengambil keputusan untuk
melahirkan bayi melalui tindakan Sectio Caesaerea.
7) Bayi kembar (multiple pregnancy)
Tidak selamanya bayi kembar dilakukan secara Caesarea.
Kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi
daripada kelahiran satu bayi. Bayi kembar dapat mengalami sungsang
atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan melalui
persalinan alami. Hal ini diakibatkan, janin kembar dan cairan ketuban
yang berlebihan membuat janin mengalami kelainan letak. Oleh karena
itu, pada kelahiran kembar dianjurkan dilahirkan di rumah sakit karena
kemungkinan sewaktu-waktu dapat dilakukan tindakan operasi tanpa
direncanakan. Meskipun dalam keadaan tertentu, bisa saja bayi kembar
lahir secara alami. Faktor ibu menyebabkan ibu dilakukannya tindaka
operasi, misalnya panggul sempit atau abnormal, disfungsi kontraksi
rahim, riwayat kematian pre-natal, pernah mengalami trauma persalinan
15
dan tindakan sterilisasi. Berikut ini, faktor ibu yang menyebabkan janin
harus dilahirkan dengan operasi.
b. Faktor ibu
1) Usia
Ibu yang melahirkan untuk pertama kalinya pada usia sekitar 35
tahun memiliki resiko melahirkan dengan operasi. Apalagi perempuan
dengan usia 40 tahun ke atas. Pada usia ini, biasanya seseorang memiliki
penyakit yang beresiko, misalnya tekanan darah tinggi, penyakit
jantung, kencing manis (diabetes melitus) dan pre- eklamsia (kejang).
Eklamsia (keracunan kehamilan) dapat menyebabkan ibu kejang
sehingga seringkali menyebabkan dokter memutuskan persalinan
dengan operasi caesarea.
2) Tulang panggul
Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar
panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin dan dapat
menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Kondisi tersebut
membuat bayi susah keluar melalui jalan lahir.
3) Persalinan sebelumnya Caesar
Persalinan melalui bedah Caesarea tidak mempengaruhi
persalinan selanjutnya harus berlangsung secara operasi atau tidak.
16
kantung
ketuban
sebelum
waktunya
dapat
17
18
Kekurangan :
1) Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada
reperinonealisasi yang baik
2) Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan
c. Sectio Caesarea Ismika (profunda)
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang pada segmen bawah
rahim (low cervical transversal) kira-kira 10 cm
Kelebihan :
1) Penjahitan luka lebih mudah
2) Penutupan luka dengan reperitonealisasi
3) Tumpang tindih dari peritoneal baik sekali untuk menahan penyebaran
isi uterus ke rongga peritoneum
4) Perdarahan kurang
5) Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptura uteri spontan
kurang/lebih kecil
Kekurangan :
1) Keluhan pada kandung kemih postoperative tinggi.
19
perut pada operasi Caesarea sebelumnya, kembar siam, tumor (mioma uteri)
di segmen bawah uterus, hipervaskularisasi (pembuluh darah meningkat) di
segmen bawah uterus pada plasenta previa, kanker serviks, risiko bahaya
perdarahan apabila di lakukan tindakan sayatan melintang berhubung letak
plasenta, misalnya pada plasenta previa, janin letak lintang, atau kembar
dengan letak abnormal dan apabila akan melakukan histerektomi setelah janin
di lahirkan.
Terdapat kerugian dari operasi Caesarea dengan jenis sayatan
melintang, antara lain: lebih berisiko terkena peritonitis (radang selaput
perut), memiliki resiko empat kali lebih besar terkena rupture uteri pada
kehamilan selanjutnya, otot-otot rahimnya lebih tebal dan lebih banyak
pembuluh darahnya sehingga sayatan ini lebih banyak mengeluarkan darah.
Akibatnya, lebih banyak parut di daerah dinding atas rahim. Oleh karena itu,
pasien tidak dianjurkan hamil lagi, jika menggunakan anestesi lokal, sayatan
ini akan memerlukan waktu dan obat lebih banyak.
4. Anastesi pada Sectio Caesarea
Menurut Cunningham et al (2006), pembiusan adalah upaya untuk
menghilangkan rasa sakit dan nyeri pada waktu menjalani operasi. Seperti
pada tindakan pembedahan lainya, bedah Sectio Caesarea juga memerlukan
pembiusan atau anastesi. Ada 2 macam pembiusan yang biasa dilakukan
dalam operasi Sectio Caesarea, yaitu :
20
a. Anastesi lokal
Bius lokal merupakan alternative yang aman, namun anastesi ini tidak
dianjurkan pada ibu hamil yang menderita eklamsia, obesitas, atau alergi
terhadap lignokain (obat bius lokal). Pada pemberian obat anastesi, oleh
dokter dilakukan pada bagian lokal sekitar jaringan yang akan dilakukan
sayatan pada Sectio Caesarea, sehingga tidak mempengaruhi keadaan bagi
ibu dan bayi.
b. Anastesi regional/block spinal
Anastesi ini menghilangkan rasa dari bagian tubuh dengan cara
menghalangi transmisi rasa sakit dari serabut saraf. Pembiusan dengan
metode block spinal ini paling banyak dilakukan untuk kasus Sectio
Caesarea, sebab relative aman dan ibu tetap terjaga kesadaranya.
Pembiusan ini dilakukan dengan cara memasukan obat anastesi pada
daerah lumbal dengan jarum functie yang dosisnya telah diatur oleh tim
anastesi.
5. Perawatan Pasca Bedah Caesar
Menurut Mochtar (1998) perawatan pasca bedah meliputi :
a. Perawatan luka insisi
Luka insisi dibersihkan dengan alkohol dan larutan betadin dan
sebagainya, lalu ditutup dengan kain penutup luka. Secara periodik
pembalut luka diganti dan luka dibersihkan.
21
Pemberian cairan
Karena selama 24 jam pertama pasien puasa pasca operasi, maka
pemberian cairan perinfus harus cukup banyak dan mengandung elektrolit
yang diperlukan, agar tidak terjadi dehidrasi.
d. Nyeri
Nyeri pasca opererasi merupakan efek samping yang harus diderita
oleh mereka yang pernah menjalani operasi, termasuk bedah Caesar. Nyeri
tersebut dapat disebabkan oleh perlekatan-perlekatan antar jaringan akibat
operasi. Nyeri tersebut hampir tidak mungkin di hilangkan 100%, ibu akan
mengalami nyeri atau gangguan terutama bila aktivitas berlebih atau
melakukan gerakan-gerakan kasar yang tiba-tiba.
Sejak pasien sadar dalam 24 jam pertama rasa nyeri masih dirasakan
didaerah operasi. Untuk mengurangi rasa nyeri tersebut dapat diberikan
obat-obat anti nyeri dan penenang seperti suntikan intramuskuler pethidin
22
B. Postpartum
1. Pengertian
Manurut Chaplin dalam Kartono (2006), postpartum adalah sesudah
kelahiran, satu istilah yang digunakan untuk mencirikan kondisi normal atau
kondisi patologis, sesudah kelahiran bayi.
23
Periode postpartum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil. Periode
ini kadang disebut puerperium atau trimester ke empat kehamilan (Bobak et
al, 2004)
Masa puerperium atau nifas didefinisikan sebagai periode selama dan
tepat setelah kelahiran. Namun secara popular, diketahui istilah tersebut
mencakup 6 minggu berikutnya saat terjadi invulsi kehamilan normal
(Cunningham et al, 2006 )
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa masa
postpartum adalah masa 6 minggu tepat setelah kelahiran bayi sampai organorgan reproduksi kembali kekeadaan normal sebelum hamil.
2. Perubahan fisik
Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap
normal, dimana proses-proses pada
faktor, termasuk tingkat energi tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir,
dan perawatan serta dorongan semangat yang diberikan tenaga kesehatan
profesional ikut membentuk respons ibu terhadap bayinya selama masa ini.
Untuk memberi perawatan yang menguntungkan ibu, bayi, dan keluarganya,
seorang perawat harus memanfaatkan pengetahuannya tentang anatomi dan
fisiologi ibu pada periode pemulihan, karakteristik fisik dan perilaku bayi baru
24
lahir, dan respons keluarga terhadap kelahiran seorang anak (Bobak et al,
2004)
Menurut Saleha (2009) perubahan fisiologis pada masa nifas, yaitu :
a. Uterus
Proses kembalinya uterus kekeadaan sebelum hamil setelah
melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta
keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga
persalinan, uterus berada pada garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah
umbilicus dengan fundus bersandar pada promotorium sakralis. Pada
waktu 12 jam tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas umbilikus.
Dalam beberapa hari kemudian perubahan involusio berlangsung dengan
cepat. Fundus turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam. Pada hari ke-6 fundus
berada diantara umbilikus dengan pinggir atas simpisis pubis. Uterus tidak
dapat dipalpasi pada abdomen pada hari ke 9 postpartum. Seminggu
setelah melahirkan uterus sudah berada didalam panggul dan pada minggu
ke 6 beratnya menjadi 50-60 gram.
b. Afterpain
Setelah melahirkan tonus uterus meningkat sehingga fundus tetap
kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara
dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang awal puerperium
yang disebut afterpains. Proses menyusui dan pemberian oksitosin
25
26
dimulainya produksi air susu. Pada hari ketiga atau keempat bisa terjadi
pembengkakan (engorgement). Payudara teregang, bengkak, keras dan
nyeri bila ditekan serta hangat jika diraba. Apabila bayi belum mengisap
atau dihentikan, laktasi berhenti dalam beberapa hari atau satu minggu
e. Vagina dan perineum
Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera
sewaktu melahirkan. Jaringan penopang dasar panggul yang teregang
memerlukan waktu sampai enam bulan untuk kembali ketonus semula.
Relaksasi panggul berhubungan dengan pemanjangan dan melemahnya
topangan permukaan struktur panggul. Struktur ini terdiri atas uterus,
kandung kemih dan rektum. Walupun relaksasi dapat terjadi pada setiap
wanita, tetapi biasanya merupakan komplikasi langsung yang timbul
terlambat akibat melahirkan.
3. Perubahan psikologi
Menurut Saleha (2009) yang mengutip pendapat Reva Rubin (1963)
faktor adaptasi psikologi yang terjadi pada ibu postpartum terdiri dari 3 fase
juga dapat menyebabkan depresi postpartum, yaitu : a) fase taking in disebut
juga periode ketergantungan. Pada fase ini ibu berfokus pada diri sendiri dan
tergantung pada orang lain. Pikiran ibu masih berfokus pada persalinan dan
tenaganya diarahkan untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya, dibandingkan
dengan merawat bayinya. Perilaku yang ditunjukkan pasif dan tergantung, ibu
memerlukan bantuan untuk memenuhi kebutuhan fisik dan emosionalnya.
27
Fase ini terjadi dalam 1 sampai 2 hari dan dapat diobservasi pada satu jam
setelah persalinan; b) fase taking hold merupakan perpindahan dari periode
ketergantungan menjadi mandiri. Pada fase ini tenaga ibu meningkat. Ibu
merasa lebih nyaman dan lebih berfokus pada bayi daripada dirinya sendiri.
Ibu lebih mandiri untuk memulai perawatan diri dan berfokus pada fungsi
tubuh. Ibu dapat menerima tanggungjawab dalam perawatan bayi seperti
mengontrol tubuhnya sendiri. Menurut Rubin, fase ini sangat ideal untuk
memberikan edukasi tentang perawatan diri dan bayinya. Fase ini berlangsung
mulai hari ketiga sampai sampai hari ketujuh; c) fase ketiga adalah letting go,
yang merupakan periode kemandirian dalam menjalankan peran sebagai ibu
baru. Ibu mulai dapat menjalankan peran barunya sebagai ibu secara penuh
sejalan dengan kemampuan merawat bayi dan semakin percaya diri. Fase ini
mulai sekitar dua minggu postpartum.
C. Nyeri
1. Pengertian
Menurut Asosiasi Internasional untuk Penelitian Nyeri (IASP) dalam
Potter (2006), mendefinisikan nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan
pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan
jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadiankejadian di mana terjadi kerusakan.
28
29
30
Dorsal horn terdiri dari beberapa lapisan yang saling bertautan. Lamina II dan
III membentuk daerah yang disebut subtantia gelatinosa. Subtantia P dilepas
pada sinaps dari SG dan diduga merupakan penyalur syaraf/neuro transmitter
utama dari impuls-impuls nyeri.
Impuls-impuls
nyeri
menyebrangi
sum-sum
belakang
pada
31
peran sebagai mekanisme pintu gerbang yang dapat membuka dan menutup
yang dapat mengijinkan atau menolak lewatnya impuls nyeri. Mekanisme
pintu gerbang ini dapat merubah sensasi nyeri yang datang sebelum sampai ke
korteks dan menimbulkan persepsi nyeri. Jika menutup impuls nyeri tidak
sampai ke korteks dan jika terbuka akan sampai ke korteks dan menimbulkan
persepsi nyeri (Potter & Perry, 2006).
5. klasifikasi nyeri
Smeltzer & Bare (2002), mengklasifikasikan nyeri berdasarkan
durasinya, yaitu:
a. Nyeri akut
Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan
dengan cedera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan
atau cedera telah terjadi. Nyeri ini umumnya terjadi kurang dari 6 bulan
dan biasanya kurang dari 1 bulan. Untuk tujuan definisi nyeri akut dapat
dijelaskan sebagai nyeri berlangsung dari beberapa detik hingga 6 bulan.
b. Nyeri kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung di luar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan
penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronik dapat tidak mempunyai
awitan yang ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena
32
33
34
35
36
meningkatkan
persepsi
nyeri,
rasa
kelelahan
37
i. Gaya koping
Pengalaman nyeri dapat menjadi suatu pengalaman yang membuat
merasa kesepian, gaya koping mempengaruhi mengatasi nyeri.
j. Dukungan keluarga dan sosial
Faktor lain yang bermakna mempengaruhi respon nyeri adalah
kehadiran orang-orang terdekat klien dan bagaimana sikap mereka
terhadap klien. Walaupun nyeri dirasakan, kehadiran orang yang
bermakna bagi pasien akan meminimalkan kesepian dan ketakutan.
Apabila tidak ada keluarga atau teman, seringkali pengalaman nyeri
membuat klien semakin tertekan, sebaliknya tersedianya seseorang yang
memberi dukungan sangatlah berguna karena akan membuat seseorang
merasa lebih nyaman. Kehadiran orang tua sangat penting bagi anak- anak
yang mengalami nyeri.
7. Proses keperawatan nyeri
a. Pengkajian nyeri
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengkajian nyeri menurut
Smeltzer & Bare (2002) adalah sebagai berikut :
1) Intensitas nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri
yang dirasakan oleh individu. Pengukuran intensitas nyeri sangat
subyektif dan individual, dan kemungkinan nyeri dalam intensitas
yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda.
38
subyektif
nyeri
dapat
dilakukan
dengan
39
10
keparahan
nyeri.
VAS
dapat
merupakan
40
Nyeri Berat
41
42
dan dengan mengurangi respon cortical terhadap nyeri. Sebagian obatobatan seperti narkotika dapat mempengaruhi keduanya baik perspsi
maupun respon.
1) Analgesik narkotik
Opiate merupakan yang terkenal untuk mengendalikan nyeri
sedang sampai yang berat.
2) Analgesik nonnarkotik
a) Aspirin
Aspirin merupakan analgesik yang dipakai secara luas untuk
nyeri yang ringan sampai sedang. Aspirin berkhasiat setelah 15
menit sampai 20 menit, memuncak 1 jam sampai 2 jam dan
berkhasiat selama 3 jam sampai 4 jam.
b) Acetaminophen
Acetaminophen sama seperti aspirin untuk analgesic, tapi
tidak anti inflamatori. Kurang menimbulkan perubahan dan efek
samping lebih sedikit tapi dapat menimbulkan kerusakan hati yang
parah. Dipakai oleh pasien yang alergi terhadap aspirin.
c) Obat-obatan nonsteroidal antiinflamatori
Butazolidin merupakan NSAIDs yang berkhasiat anti
inflamatori yang kuatyang diberikan dalam jangka waktu yang
pendek sampai sedang atau gawat. Disamping obat ini mempunyai
khasiat analgesic, namun tidak dipakai secara umum untuk
43
suatu
metode
untuk
menghilangkan
atau
mendengar
musik
yang
disuka,
menonton
TV,
44
4) Massase/pemijatan
Masasse kulit memberikan efek penurunan kecemaan dan
ketegangan otot. Rangsangan masase otot ini dipercaya akan
merangsang serabut berdiameter besar, sehingga mampu memblok
atau menurunkan inpuls nyeri. Beberapa strategi stimulasi kulit
lainnya juga menggunakan mekanisme ini. Masase adalah stimuasli
kulit tubuh secara umum, dipusatkan pada punggung dan bahu, atau
dapat dilakukan pada satu atau beberapa bagian tubuh dan dilakukan
sekitar 10 menit pada masing-masing bagian tubuh untuk mencapai
hasil relaksasi yang maksimal.
45
2. Tujuan
Smeltzer & Bare (2002) menyatakan bahwa tujuan teknik relaksasi
nafas dalam adalah untuk meningkatkan ventilasi alveoli, memelihara
pertukaran gas, mengurangi stress baik stress fisik maupun emosional yaitu
menurunkan nyeri dan menurunkan kecemasan.
3. Efek relaksasi
Perry & Potter (2006), menyatakan bahwa ada 9 efek relaksasi, yaitu
a. Relaksasi dapat menurunkan nadi, tekanan darah dan pernafasan,
b. Relaksasi dapat menurunkan konsumsi oksigen,
c. Penurunan ketegangan otot
d. Relaksasi dapat menurunkan kecepatan metabolisme,
e. Relaksasi dapat meningkatkan kesadaran global,
f. Relaksasi dapat mengurangi perhatian terhadap stimulus lingkungan,
g. Relaksasi dapat membuat tidak adanya perubahan posisi volunter,
h. Relaksasi dapat meningkatkan perasaan damai dan sejahtera, dan
i. Relaksasi dapat mengubah kewaspadaan menjadi santai dan dalam
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi teknik relaksasi nafas dalam terhadap
penurunan nyeri, antara lain :
a. Dengan merelaksasikan otot-otot skelet yang mengalami spasme yang
disebabkan oleh peningkatan prostaglandin sehingga terjadi vasodilatasi
pembuluh darah dan akan meningkatkan aliran darah ke daerah yang
mengalami spasme.
46
47
c. Menarik nafas dalam dari hidung dan mengisi paru-paru dengan udara
melalui hitungan 1,2,3
d. Perlahan-lahan udara dihembuskan lewat mulut sambil merasakan
ekstremitas atas dan bawah rileks
e. Anjurkan bernafas dengan irama normal 3 kali
f. Menarik nafas lagi melalui hidung dan menghembuskan lewat mulut
perlahan-lahan
g. Membiarkan telapak tangan dan kaki rileks
h. Usahakan tetap konsentrasi mata sambil terpejam
i. Pada saat konsentrasi pusatkan pada daerah yang nyeri
j. Anjurkan untuk mengulangi prosedur hingga nyeri terasa berkurang
k. Ulangi sampai 15 kali, dengan diselingi istirahat setiap 5 kali
l. Bila nyeri menjadi hebat, anjurkan pasien untuk bernafas secara dangkal
dan cepat.
48
E. Kerangka teori
Post Operasi Sectio Caesarea
Adaptasi Fisiologi :
1. Uterus mengalami involusi.
2. Afterpain
Nyeri uterus pada awal masa
nifas.
3. Lokia
4. Payudara
Terdapat nyeri karena terjadi
penurunan hormon setelah
melahirkan.
5. Vagina dan Perinium
Nyeri
Manajemen
nyeri teknik
relaksasi
nafas dalam
Perubahan
nyeri
Adaptasi psikologi :
1. Taking in period
Hari 1-2 postpartum
-mobilisasi
-pola istirahat
-pola makan
2. Talking hold period
Hari ke 2-4 postpartum
3. Letting go period
Masa pulang ke rumah
49
F. Kerangka Konsep
Intensitas nyeri
sebelum nafas
dalam
Relaksasi nafas
dalam
Intensitas nyeri
setelah nafas dalam
Dibandingkan
Gambar 2.5. Kerangka konsep pemberian teknik relaksasi nafas dalam terhadap
perubahan skala nyeri ibu primigravida post operasi Sectio Caesarea.
G. Hipotesis
Ada pengaruh pemberian teknik relaksasi nafas dalam yang signifikan
terhadap
Caesarea.