Anda di halaman 1dari 12

STEM SEL UNTUK MEMPERBAIKI NEUROVASKULAR PADA

STROKE
Abstrak
Stem sel memiliki efek terapeutik melawan stroke iskemik melalui
transplantasi stem sel eksogen atau stimulasi stem sel endogen di dalam rongga
neurogenik dari zona subventrikular dan zona subgranular, atau di dapatkan dari
sumsum tulang belakang melalui sirkulasi perifer. Pada artikel ini, kami meninjau
perbedaan sumber stem sel yang telah diuji pada model hewan. Sebagai tambahan
kami meninjau mekanisme aksi spesifik, dalam memperbaiki neurovascular
tertentu oleh sel asal dari endotel, sebagai kunci penerjamahan penelitian untuk
mengembangkan penerapan klinis stem sel pada stroke iskemik.
Kata Kunci : Iskemia serebral, terapi berdasarkan sel, vasculature, sawar darah
otak, sel endotel
Stroke : Suatu Hal Signifikan Yang Tidak Memenuhi Kebutuhan Klinis
Stroke adalah penyebab utama ketiga kematian dan penyebab disabilitas
jangka panjang di Amerika Serikat [1]. Pada tahun 2004, biaya langsung dan tidak
langsung stroke di Amerika Serikat diperkirakan menjadi 53,6 juta dolar Amerika
[2]]. Biaya hidup rata rata untuk stroke iskemik pada setiap pasien di Amerika
serikat diperkirakan $140.048; hal ini termasuk pelayanan pasien rawat inap,
rehabilitasi, dan pelayanan follow up dibutuhkan pada defisit menetap. Kiria-kira
dua dari 1000 dewasa akan menalami stroke pertama mereka pada usia berapapun
di Amerika Serikat [3]. Jumlah individu yang terserang, biaya yang dibutuhkan
untuk memfasilitasi pelayanan mereka dan rehabilitasi berbarengan dengan
kurangnya terapi nenunjukkan bahwa

stroke menunjukkan bahwa kebutuhan

medis signifikan yang sampai saat ini belum terpenuhi.


Terapi mutakhir untuk stroke terbatas . Selain terapi protein rekombinan
yang langsung menghancurkan trombi pada pembuluh darah yang terlibat pada
dewasa setelah mengalami stroke, tumor plasminogen activator atau tPA, tidak
ada pengobatan spesifik tersedia baik untuk iskemia serebral fokal atau kejadian
iskemia global. Keterbatasan mayor dengan tPA adalah karena jendela terapi nya
yang sangat sembit yaitu 4,5 jam setelah onset stroke. Jika melewati dari waktu
pemberian ini, tPA memiliki efek samping yang menganggu, khususnya

perdarahan dan transformasi hemoragik, yang dapat memperburuk cedera stroke


dan meniadakan keuntungan yang diberikan oleh terapi reperfusi pada oklusi
arteri. [8]. Untuk mengelak dari keterbatasan dalam hal waktu tPA dalam
menanggani pasien, telemedicine telah dibentuk di area pedalaman yang kurang
akses ke pusat medis [9,10] agar dapat meningkatkan diagnosis iskemik stroke
dan akses terhadap tPA dalam periode terapeutik yang terbatas. Malangnya telestroke medis masih dalam pertumbuhan dengan disparitas kesehatan yang
signifikan antara pelayanan stroke di pedalaman dan perkotaan yang berkaitan
dengan populasi kecil terhadap pasien stroke yang mendapatkan keuntungan dari
tPA [11,12].

Investigasi terhadap terapi molekul kecil seperti obat-obatan

antiplatelet, antikoagulan dan statin

yang berperan sebagai profilaksis tidak

menghasilkan keuntungan yang konsisten setelah seranan akut, padahal senyawa


neuroprotektif seperti albumin dan minosiklin baru-baru ini diekslporasi pada uji
coba klinis [13,14]. Karena tPA masih merupakan obat yang disetujui FDA,
menemukan strategi-strategi yang di desain untuk memperluas jendela terapinya
kelihatannya cukup masuk akal dari rute laboratorium-ke-klinis untuk
memperkenalkan terapi terbaru stroke. Oleh sebab itu, strategi penelitian yang
kuat yang berkaitan dengan gambaran keamanan dan efikasi tPA, namun juga
mengetahui keterbatasan obat dan efek-efek yang buruk, dapat mengungkapkan
kesempatan

baru

untuk

tatalaksana

stroke.

Sampai

akhirnya,

kami

mengembangkan pendekatan bahwa terapi sel dapat mencegah kerusakan sawar


darah otak yang berkaitan dengan tPA khususnya saat diberikan di atas waktu 4,5
jam, dan dengan memperbaiki sawar darah otak dapat memperpanjang jendela
terapeutik tPA, juga secara langsung memberikan keuntungan pada kasus stroke
dengan tinjauan bahwa kerusakan sawar darah otak sejalan dengan penyakit itu
sendiri.
Artikel ini mendiskusikan dasar preklinis untuk uji terapi stem sel pada
stroke. Di bawah ini kami menguraikan terapi berdasarkan sel yang potensial
dalam mengatasi keterbatasan-keterbatasan saat ini dan efek samping yang
menganggu dari tPA dalam menanggani stroke. Akhirnya, kami menemukan
jurang pemisah dalam hal ilmu pengetahuan berkaitan

mekanisme yang

mendasari keuntungan terapeutik dari stem sel pada stroke. Disini, kami

menyoroti konsep yang tidak tereksplor dalam memperbaiki fungsi neurovascular


sebagai mode aksi mayor terhadap terapi sel, dan menekankan peranan mayor dari
endhotelial progenitor cells(EPC) sebagai sumber sel yang efektif untuk
transplantasi. Strategi kami adalah untuk mengeksploitasi mekanisme perbaikan
neurovascular melalui transplantasi EPC sebagai terapi yang berdiri sendiri atau
terapi penyerta untuk menambah tatalaksana tPA untuk stroke.
Terapi Stem Sel Untuk Stroke
Beberapa sumber dari stem sel telah dinyatakan aman dan efektif pada
model hewan terhadap stroke. Baru-baru ini kami meninjau beragam jenis sumber
stem sel secara detail [15]. Dalam urutan historikal, tipe mayor dari sel yang
ditransplantasikan pada stroke termasuk sel yang berasal dari janin, sel
neuroteratokarsinoma (NT2N), sel xenogenik yan berasal dari babi, sel embryonic
stem, sel stem dewasa (sumsum tulang, tali pusat manusia, plasenta, cairan
amnion, darah menstruasi), dan induksi pluripotent stem cells (iPS). Karena
permasalahan etik dan logistik, penggunaan stem sel dewasa telah berkembang
baik selama beberapa dekade terakhir, yang mana lebih jauh dibantu oleh
penundaan untuk menggunakan dana dari pemerintah pusat terhadap penelitian
ES. Yang menariknya, FDA menyetujui uji coba klinis stem sel pada stroke
menggunakan stem sel dewasa. Dalam hal ini, kami menyorot endotelial
progenitor cell yang berasal dari sumsum tulang belakang dewasa yang potensial
dalam memperbaiki neurovaskular pada stroke.
Terapi transplantasi sel dan pengobatan stem sel telah muncul sebagai
pengobatan yang potensial untuk sejumlah penyakit dan kondisi medis, termasuk
stroke. Satu pendekatan menggunakan stem sel melibatkan transplantasi langsung
pada neural stem cells(NSCs) kedalam region yang rusak pada otak. NSCs yang
ditransplantasikan setelah iskemia global sementara berdiferensiasi ke dalam
neuron dan meningkatkan pengenalan spatial pada tikus [16]. Sel post mitotic
neuron like cells (NT2N), berasal dari lapisan sel embrional karsinoma manusia,
bermigrasi dari jarang yang jauh setelah implantasi ke dalam otak pada bayi tikus
baru lahir yang mengalami imunokompeten dan berdiferensiasi ke dalam neuron
dan sel yang mirip oligodendrosit [17]. Sel NT2N mempromosikan pemulihan
fungsional setelah iskemia serebral fokal setelah transplantasi langsung [18].

Serupa dengan sel MHP36, lapisan stem sel berasal dari neuroepitelium tikus,
meningkatkan outcome fungsional pada tikus setelah iskemia global [19] dan juga
setelah iskemia serebri fokal atau stroke [20]. Graft NCS ke dalam otak
meningkatkan karakteristik morfologi dan elektrofisiologi neuron [21].
Eksperimen terhadap transplantasi langsung lainnya pada otak telah
memanfaatkan sel yang berasal dari sumsum tulang. Stromal sel sumsum tulang
(Marrow stromal cells (MSCs), saat diinjeksikan kedalam ventrikel lateral otak,
bermigrasi dan berdiferensiasi ke dalam astrosit [22]. Sumsum tulang segar
ditransplantasikan secara langsung ke dalam zona perbatasan iskemik pada otak
tikus meningkatkan pemulihan fungsional dari oklusi arteri serebral medial [23].
Secara serupa, MSCs yang di implantasikan ke dalam striatum tikus setelah
stroke, meningkatkan penyembuhan fungsional [24]. MSCs berdiferensiasi ke
dalam neuron pada kultur [25] dan dianggap sebagai karakteristik neuron
fungsional pada embrio tikus [26]. Graft intraserebral pada sumsum tulang tikus
juga memfasilitasi kembalinya aliran darah otak dan sawar darah otak setelah
stroke pada tikus [27]. Metode transplantasi tidak langsung, melalui intravena atau
injeksi intra arteri, juga telah menunjukkan efek positif. Setelah transplantasi
sumsum tulang dengan memasang sel donor, stem sel sumsum tulang yang telah
dilekatkan menunjukkan diferensiasi kedalam mikroglia dan sel yang serupa
astositik [28]. Secara serupa, pemberian intravena dari sel darah tali pusar
memperbaiki defisit fungsional setelah stroke pada tikus [30]. Tikus, yang telah
menerima pemasangan transplantasi sumsum tulang, menunjukkan bahwa sel
yang dilekatkan sebagai neuron dugaan dan sel endothelial setelah oklusi arteri
serebral medial dan reperfusi [31]. Hal tersebut juga telah dilaporkan bahwa
pemberian intravena dari sel darah korda lebih efektif daripada pemberian intra
striatum dalam menghasilkan keuntungan fungsional setelah terjadinya stroke
pada tikus [32]. Pemberian intravena dari MSCs juga telah ditemukan dapat
merangsang angiogenesis pada zona perbatasan iskemi setelah stroke pada tikus
[33].
Pergantian sel dan Efek Pada Sel Di Sekitar Graft Stem Sel
Masih belum jelas apa yang ditimbulkan mengenai keuntungan utama dari
transplantasi stem sel. Salah satu kemunkinan adalah transformasi sel yang

ditransplantasikan ke dalam neuron [34]. Hal tersebut cenderung menunjukkan


hubungan yang positif antara derajat perbaikan tingkah laku dan jumlah sel yang
ditransplantasikan yang mana ditandai positif untuk marker neuron yang spesifik
[16]. Bagaimanapun, sel yang ditransplantasikan sering tidak mengembangkan
proses yang normal, dan sehingga keuntungan mungkin tidak dapat diperantarai
hanya dengan rangkaian neuronal. [35].
Hipotesis yang kedua adalah sama sama tidak ekslusif bahwa transplantasi
sel juga dibantu oleh diferensiasi ke dalam sel-sel yang berasal dari
neurektodermal dibandingkan neuron lainnya. Sel stromal sumsum tulang
bermigrasi dan berubah di dalam astrosit [22]. Sel hematopoietic dapat
berdiferensiasi ke dalam microglia dan makroglia [28]. Stem sel yang berasal dari
sumsum tulang juga dapat membantu dalam hal regenerasi pembuluh darah
setelah kerusakan jaringan otak dengan beberapa cara. Sistem Stromal Cell
Derived Factor-I1 (SDF-1)/CXR4 membantu dalam hal integrasi sel ke dalam
jaringan yang terluka dengan mempelopori adhesi sel CXR4-positif ke dalam
endotelium vaskular [36]. SDF-1 juga mengaugmentasikan vaskulogenesis dan
neo-vaskulogenesis pada jaringan yang mengalami iskemik dengan mengerahkan
endhothelial progenitor cells [37]. Sumsum tulang adalah sumber dari endhotelial
progenitor ini [38]. Sumsum tulang dewasa terbukti mampu berpartisipasi dalam
hal angiogenesis oleh pembentukan sel periendothelial vaskular [39]. Pemberian
MSCS intravena menginduksi angiogenesis dalam zona perbatasan iskemik
setelah stroke [33]. Kami juga mengamati bahwa sumsum tulang adalah sumbel
sel endotelial setelah eksperimen stroke [31].
Faktor-faktor tropik yang dihasilkan oleh sel yang ditransplantasi dapat
menjadi suatu faktor. Melalui mekanisme ini, graft sumsum tulang dapat
membantu dalam hal mengembalikan aliran darah otak dan juga memperbaiki
sawar darah otak [27]. Faktor tropik dari marrow stromal cells mungkin dapat
berperan dalam proses perbaikan otak itu sendiri. Baru-baru ini sebuah kejadian
menyarankan bahwa pemberian MSCs intravena meningkan ekspresi faktor
pertumbuhan saraf dan faktor neurotropik yang berasal dari otak setelah cedera
kepala traumatic [40]. Memahami mekanisme pasti bertanggung jawab terhadap
keuntungan terapeutik yang terlihat setelah transplantasi stem sel pada sistem

saraf pusat saat ini pada persimpangan kritis dalam pandangan izin FDA terencana
untuk uji klinis terbatas terhadap sumsum tulang yang berasal dari sel progenitor
multipoten dewasa pada stroke iskemik akut [41].
Sesuai dengan kriteria STAIR (Stroke Therapy Academic Industry
Roundtable ) dan STEPS (Stem cell Therapeutics as an Emerging Paradigm for
Stroke)

investigasi

mekanisme

aksi

yang

memperantarai

terapeutik

eksperimental pada stroke adalah penting untuk memperpanjang potensi


kebutuhan klinis mereka [42,43].
Target Terapeutik Stroke Yang Tidak Tereksplorasi : Memperbaiki Sawar
Darah Otak
Hubungan dekat yang berhubungan dengan kaskade kematian sel yang
terlibat pada paotegenesis stroke adalah gangguan Sawar darah otak, yang mana
pada tahap lanjut dapat menyebabkan kerusakan otak. Sistem saraf pusat (SSP)
adalah zona yang secara imunologis istimewa, terlindungi dari amsuknya sel-sel
imun dan serum protein oleh sawar darah otak (juga oleh sawar darah korda
spinalis dan sawar darah cairan serebrospinal, namun akmi akan fokus hanya pada
sawar darah otak). Sawar sistem darah pusat mengontrol homeostasis korda
spinalis oleh trasnpor selektif terhadap sel dan molekul [38-44,44,45]. Kontrol ini
mungkin terjadi karena struktur unik dari mikrovaskularpada kapiler kapiler
khusus yang dibentuk oleh sel endotel yang terhubung dengan melalui perlekatan
dan perselubungan yang kuat [46-48]. Integritas fungsional dari seluruh elemen
sawar darah otak adalah penting untuk proteksi sistem saraf pusat dari zat-zat
yang berbahaya. Gangguan pada sistem selular mungkin dapat menyebabkan
kerusakan sawar darah otak, mengakibatkan edema pada banyak kasus terhadap
penyakit otak atau cedera, termasuk stroke. Degradasi matriks ekstraselular
mungkin berhubungan dengan gangguan sawar darah otak dan perlunakan
jaringan, menyebabkan pembengkakan otak lebih lanjut dan sampai kepada
edema serebri berat pada pasien stroke [49] dan kelainan lainnya seperti penyakit
Alzheimer [50] dan multipel sklerosis [51,52]. Pemeriksaan status sawar darah
otak mengungkapkan kejadian dari gangguan permeabilitas sawar. Padahal fase
pertama dari stroke dicirikan dengan linjakan Na+ pada jaringan dan kandungan
air yang bersamaan dengan meningkatnya pinositosis dan Na+, aktivitas K+

ATPase disepanjang endotelium, tahapan kedua dari stroke terjadi dengan


pemecahan sawar darah otak yang berhubungan dengan infar dari keduanya baik
parenkim dan vaskularisasi itu sendiri [53]. Pada tahapan kedua, kadar Na+ di
jaringan masih tetap, namun ekstravasasi serum protease kemungkinan masih
menjadi faktor eksaserbasi [54]. Akumulasi peristiwa tersebut melibatkan serum
protease dalam degradasi matriks metalloproteinase (MMPS) ekstraselular, yang
mana memperburuk gangguan pada sawar darah otak dan memperlunak jaringan,
biasanya dapat bermanifestasi terhadap pembengkakan otak dengan bentuk yang
dapat ditetapkan [53-55]. Bagian dari alasan untuk waktu jendela tPA yang
terbatas adala bahwa lonjakan dalam produksi radikal bebas berhubungan dengan
keterlambatan reperfusi yang membawa gelombang stres oksidatif dan nitratif
yang kedua yang meningkatkan risiko perdarahan dan edema otak [56]. Dengan
keterlambatan reperfusi, sehingga terjadi lonjakan produksi seperoksida, NO dan
peroksinitrat. Formasi radikal ini disekitar pembuluh darah memiliki peran
penting dalam reperfusi yang dipicu oleh cedera. Radikal ini mengaktivasi MMPs,
yang mana mendegradasi kolagen dan laminin pada lamina basalis, menganggu
integritas dari membrane basalis dan meningkatkan permeabilitas sawar darah
otak. Kejadian patologis dari sawar darah otak ini dapat menyebabkan perdarahan
parenkim, edema otak vasogenik, dan infiltrasi neutrofil ke otak [57]. Pada klinik,
edema otak yang signifikan, seperti yang terlihat pada infark MCA maligna,
berkembang dengan waktu yang penundaan proses setelah stroke pada hemisfer
besar dan bertanggung jawab terhadap angka mortalitas yang tinggi (80% pada
kasus infark MCA maligna) [58]. Fungsi utama sawar darah otak adalah
mengontrol homeostasis dengan transport selektif. Zat dengan berat molekul lebih
tinggi dari 400 Da secara umum tidak dapat masuk ke dalam sawar darah otak
dengan difusi bebas. Beberapa molekul menyebrangi sawar melalui perantara
carrier endotel atau reseptor yang diperantarai transporter, lihat tinjauan
[38,39,44,59). Hal tersebut memungkinkan bahwa gangguan sawar atau disfungsi
yang terjadi pada stroke, mengganggu homeostasis SSP dan menyebabkan
masuknya molekul berbahaya dari perifer ke otak [60-62]. Diantara molekulmolekul yang berbahaya ini adalah faktor imun atau inflamasi, seperti sel monosit
atau makrofag. Mengaktivasi microglia, dan mengaktifkan kembali astrosit yang

kemungkinan mensekresi sitokin proinflamasi, yang mana telah terdeteksi pada


pasien-pasien stroke dan model hewan [63-65]. Meskipun penelitian tambahan
telah menjamin untuk mengkonfirmasi status sawar darah otak pada pasien stroke,
hasil diatas diambil bersamaan menyatakan bahwa disfungsi sawar darah otak
berkontribusi terhadap patologi stroke. Sehingga, dapat terjadi gangguan
mekanisme yang dimediasi oleh endotheliym pada stroke yang menyebabkan
disfungsi sawar.
Terapi EPC Untuk Memperbaiki Sawar Darah Otak pada Stroke
Endhotelial progenitor cells (EPCs), seperti yang diuraikan oleh Asahara et al.
[66] adalah sel endotel yang belum dewasa yang bersirkulasi pada pembuluh
darah perifer. Pada penelitian mereka, EPC yang ditransplantasikan, diisolasi dari
darah manusia, ditemukan pada endotelium pembuluh darah yang baru terbentuk
pada region iskemik, mengindikasikan bahwa populasi sel dengan ciri khas
tersendiri di dalam darah manusia berperan dalam pembentukan pembuluh darah
baru setelah iskemia. Griese et al. [67] juga menemukan bahwa graft EPC dari
populasi endotelium pada hewan secara eksperimental menginduksi kerusakan
endotelial, sehingga berkembanglah ide bahwa EPCs berkontribusi dalam
memperbaiki kerusakan endotelium. Dogma yang tetap ada sampai saat ini adalah
neovaskularisasi, atau pembentukan pembuluh darah baru, merupakan hasil secara
ekslusif dari proliferasi dan migrasi sel endotelial yang telah ada sebelumnya,
proses ini dikaitkan dengan angiogenesis [68]. Selain itu, vaskulogenesis atau
vaskularisasi, didefinisikan sebagai diferensiasi insitu dari sel endotel vaskular
dari sel precursor endotelial, dianggap hanya terjadi pada embrio saat
perkembangan vaskular. Bagaimanapun, kejadin baru-baru ini saat ini menetapkan
bahwa sirkulasi EPC yang berasal dari sumsum tulang mampu menuju ke lokasi
neovaskularisasi, berproliferasi dan berdiferensiasi kedalam sel endotel [69,70].
EPC telah ditentukan secara khusus pada fraksi sel mononuklar pembuluh darah
perifer, produk leukapheresis dan pada pembuluh darah umbilicus [66,71], namun
juga dapat diambil dari tulang belakang. Selama beberapa tahun, EPC s telah
dipelajari sebagai biomarker untuk menilai risiko penyakit kardiovaskular pada
subjek manusia. Sebagai contoh, EPC yang rendak dianggap sebagai prediksi
gangguan fungsional yang buruk pada beberapa patologi kardiovaskular seperti

diabetes [72], hipertensi [73,74] scleroderma [75,76], penuaan [74,77], merokok


[74,78,79] dan penyakit arteri koroner [46]. Sebagai tambahan, EPC telah teruji
sebagai sel graft donor yang poten untuk terapi transplantasi.
Transplantasi EPCs kedalam jaringan yang iskemik telah muncul sebagai
pendekatan yang menjanjikan dalam terapi penyakit dengan kelainan pembuluh
darah [80-82]. Pada model tikus dengan cedera iskemik, injeksi EPC
menyebabkan perbaikan neovaskularisasi pada iskemia tungkai belakang [80-82].
Berdasarkan sebagian besar terhadap penemuan laboratorium ini menyarankan
EPC angiogenik dan vaskulogeni potensial, uji-uji klinis telah diinisiasikan untuk
mengungkapkan apakah pasien dengan jumlah EPC yang lebih renda memiliki
risiko yang lebih tinggi untuk kejadi atherosklerotik dan apakah pasien dengan
kejadian iskemik dapat mendapatkan keuntungan dari pemberian EPC [83].
Penelitian-penelitian uji klinis saat ini menyarankan terapi transplantasi
EPC yang potensial, meskipun asumsi ini harus ditanggapi dengan waspada akibat
uji label terbuka, penelitian observasional atau anekdot dan jumlah pasien yang
terbatas. EPC yang diperbanyak secara Ex Vivo, yang diisolasi dari sel
mononuklear daraj perifer, dapat masuk ke dalam fokus atau neovaskularisasi
miokardial [84,85], dan infusi intrakoroner pembuluh darah perifer atau sumsum
tuan yang berasal dari progenitors pada pasien dengan infark miokard akut
berhubungan dengan keuntungan yang signifikan pada remodeling pasca infark
[86-93]. Masih pada penelitian observasional pada pasien dengan infark miokard,
semakin tinggi jumlah EPC berkaitan dengan prognosis yang lebih baik, semakin
banyak miokardium yang diselamatkan [94]. Uji klinis acak pada sel sumsum
tulang autolog digabung, mengingkat pasien transplantasi dengan penyakit arteri
koroner menunjukkan perbaikan fungsi ventrikel kiri paling kurang dalam waktu
singka [97]. Pasien yang sudah ditransplantasi dengan gagal jantung iskemik
kronik menunjukkan sedikit atau tidak ada efek terhadap perubahan fungsi pada
ventrikel kiri [98].
Uji coba yang serupa pada sel yang berasal dari sumsum telah telah
dilakukan pada pasien dengan penyakit arteri perifer dan menunjukkan perbaikan
vasodilatasi endotelium terkait [99], ankle brachia index, nyeri saat istirahat, dan
bebas nyeri saat berjalan [110], namun derajat pemulihan fungsional tidak sebaik

yang terlihat pada model hewan. Lebih jelasnya, hasil ini diperoleh dari sel-sel
yang berasal dari sumsum tulang autolog, yang mana bersifat heterogen dengan
jumlah EPCs yang sedikit, sehinga mungkin tidak mendekati batas nilai EPC.
Untuk penerapan klinis EPC pada penyakit neurovaskular, penelitian-penelitian
yang tersedia lebih terbatas dengan hanya ada tiga penelitian observasional pada
pasien dengan stroke. Pada 25 pasien dengan stroke iskemik, sel CD34+
meningkat pad apuncaknya 7 hari setelah stroke namun umumnya berkurang
sampai nilai dasar setelah 30 hari [101]. Yang menarik, semakin tinggi kadar
CD34+ setelah 30 hari berkaitan dengan semakin tingginya jumlah infark pada
pemeriksaan MRI dan juga terhadap fungsi serebrovaskular yang diperiksa
dengan scanning positron emission tomography (laju metabolik oksigen serebral,
dan aliran darah otak). Dengan kata lain, berkurangnya jumlah kelompok sel yang
melekat dengan cepat terlihat setelah stroke dan pada penyakit serebrovaskular
yang stabil, dibandingkan dengan kontrol yaitu bebas dari penyakit vaskuler
[102]. Semakin tua usia dan timbulnya penyakit serebrovaskular pada umumnya
berkaitan dengan jumlah EPC yang rendah. Ketidaksesuaian dari hasil penelitian
ini mungkin akibat kontrol yang tidak sebanding untuk usia pasien dan kurangnya
desain metodologi dalam menguji hipotesis yang spesifik terhadap peranan EPC
pada penyakit serebrovaskular [102]. Meskpun mekanisme mitigasi utama yang
mendasari patogenesis stroke dan penundaannya terhadap terapi sel masih belum
pasti, namun terdapat kejadian penting yang menyebabkan serangan imunologis
pada otak/atau pembuluh darah disekitarnya, reaksi inflamasi yang luas pada
stroke dapat memicu peristiwa kaskade yang mana menganggu integritas sawar
darah otak, menyebabkan migrasi leukosit ke sistem saraf pusat. Trasnmigrasi
leukosit di sepanjang sawar darah otak selama proses stroke imun/inflamasi dapat
mempengaruhi fungsi penghubung inter-endotel yang kompleks menyebabkan
kerusakan endotelium vaskular dan pemecahan sawar darah otak. Sama halnya
komponen kunci terhadap mekanisme dari tesis kami adlaah ganguan atau
disfungsi pada sawar darah otak, menyebabkan masuknya zat-zat berbahaya ke
dalam parenkim otak, dapat menjadi faktor kunci awal dalam patogenesis stroke.
Sehingga pengembalian integritas sawar menjadi peran penting dalam mencegah
perburukan stroke. Penelitian kami telah mengawali dalam mendaftarkan

pertanyaan-pertanyaan ini, khususnya, apakah pengantian sel endotel dapat


mengembalikan

kondisi struktural dan fungsional sawar darah otak setelah

stroke. Hasil dari penelitian ini akan menyediakan dasar untuk melakukan terapi
sel bagi keduanya baik untuk pasien stroke iskemik yang diterapi dengan tPA
ataupun tidak, juga pada pasien dengan kelainan neurodegenerative akibat
disfungsi sawar darah otak.
KESIMPULAN
Pengenalan bahwa t-PA mungkin memperburuk kerusakan dari sawar
darah otak yang sudah rentan menjamin terapi yang di desain untuk mengatasi
disfungsi sawar darah otak ini. Saat ini, banyak dari terapi stroke yang
diimplementasikan tidak mempertimbangkan kapasitas kerusakan sawar darah
otak setelah stroke. Hal ini adalah anjuran kami bahwa jika tranplantasi EPC
dapat mengawali pemulihan dari endotelium vaskular, efek kliniknya mungkin
cukup baik dan secara substansial menolong sejumlah besar populasi pasien yang
mungkin diekslusikan menurut pedoman terapi jendela untuk tPA. Meskipun
kebanyak dari sejumlah penelitian mengenai stem sel secara cepat diterjemahkan
ke dalam uji klinis, penting untuk memperoleh tilikan terhadap mekanisme aksi,
yang mana akan membantu mengoptimalkan keamanan dan efikasi stem sel ini
terhadap stroke. Terdapay hampir 800 kasus stroke setiap tahun di AS namun
kurang dari 3 persen dari pasien ini yang memperoleh keuntungan dari terapi tPA,
akibat sempitnya jendela terapi dan efek sampingnya yang merugikan dapat
memperburuk cedera stroke dan menghilankan keuntungan yang diberikan oleh
reperfusi pada arteri yang tersumbat. Sejumlah peristiwa menunjukkan bahwa tPA
yang merangsang neurotoksisitas dapat berkontribusi terhadap kerusakan sawar
darah otak dan cedera neuronal pada fase akut setelah stroke. Kerusakan sawar
darah otak dapat menyebabkan terjadinya edema otak berat dalam beberapa jam
sampai beberapa hari pada pasien stroke. Kerusakan ini dapat secara negatif
mempengaruhi proses regeneasi sistem saraf pusat setelah stroke. Oleh sebab itu,
setiap regimen terapi yang secara langsung yang melemahkan defisit akibat stroke
harus mempertimbangkan peranan penting dalam meperbaiki sawar darah otak
supaya homeostasis SSP terpelihara dan meningkatkan regenerasi neuronal.
Kesimpulannya, secara struktural dan fungsional mengembalikan fungsi sawar

darah otak pada stroke akut dan subakut dapat memberikan keuntungan teraputik
dalam mengatasi strike. Mekanisme regenerative yang terlibat dalam memperbaiki
kerusakan BBB pada EPC adalah penting untuk kesuksesan outcome terapi sel
pada stroke. Terapi sel disesuaikan dengan pemilihan EPC dan/atau sekresi faktorfaktor EPC yang larut pada otak yang mengalami stroke merupakan strategi yang
potensial untuk memperbaiki sawar darah otak pada kasus stroke.

Anda mungkin juga menyukai