Anda di halaman 1dari 15

Etiologi Degenerasi Sendi dan Tulang Rahang.

teori utama terjadinya degenerasi sendi dan tulang adalah wear and tear dimana
pemakaian yang terus menerus ditambah beban yang dikenai daerah tersebut dapat menyebabkan
degenerasi tulang dan sendi. Hal ini dibuktikan dengan ebagian besar penyakit degenerasi sendi
terjadi pada sendi sendi yang mempunyai aktivitas besar dan beban yang berat dalam tubuh
manusia. Namun selain hal tersebut, terdapat pula faktor faktor yang menyebabkan mudahnya
sendi dan tulang mengalami degenerasi :
1. Faktor usia :
Pada masa menopause produksi hormon esterogen menurun. Penurunan hormon
esterogen ini mengakibatkan kenaikan jumlah osteoklas, oleh karena itu tulang menjadi
lebih rapuh. Selain itu hormon esterogen juga membantu penyerapan kalsium pada
tulang, sehingga kekurangan esterogen juga dapat menyebabkan tulang kekurangan

kalsium yang dapat berakibat pada rapuhnya tulang.


Pada masa menopause kadar air pada tulang rawan meningkat dan susunan protein tulang
rawan terdegradasi. Tulang rawan mulai menipis dan akan mengalami retakan kecil,
apabila mengalami peradangan maka akan merangsang pertumbuhan tulang baru

disekitar sendi. (osteophyte)


Penggunaan sendi yang berulang ulang selama bertahun-tahun membuat tulang rawan

teriritasi atau terinflamasi.


Pada masa menua kontrasi otot akan bertambah panjang pada saat menutup mulut

sehingga menyebabkan kerja sendi lebih kompleks.


Jaringan sendi akan mengalami reduksi sel yang progresif yang mengakibatkan penipisan

miniskus sendi dan dapat mengalami arthritis.


Proses repair pada orang usia lanjut juga sudah mulai terganggu .
2. Trauma Fisik :
Sendi yang digunakan terus menerus seperti akan cepat mengalami peradangan. Sendi
yang digunakan terus menerus dengan beban yang berat akan dapat mudah mengalami
degenerasi.
3. Hormonal :
Turunnya kadar estrogen saat menopause menghambat pengangkutan kalsium dalam
tulang. Sehingga pada wanita usia lanjut lebih cenderung terkena penyakit sendi
dibanding dengan laki-laki.
4. Kondisi tubuh :

Apabila kondisi tubuh mengalami obesitas maka dapat meningkatkan tekanan pada sendi

sehingga meningkatkan pula resiko kerusakan pada tulang rawan.


5. Hereditas
Kecenderungan genetik. Beberapa orang memiliki gen yang menyebabkan tulang rawan

mudah rusak dengan gejala yang muncul biasanya pada umur pertengahan.
Ada pula beberapa penyakit yang menjadi faktor predisposisi memperbesar resiko
seseorang

mengalami

penyakit

degenerasi

sendi.

Contohnya

adalah

penyakit

alkaptonuria. Penyakit ini merupakan penyakit keturunan dengan manifestasi klinis urin
berwarna hitam. Penderita penyakit ini memiliki gangguan pada gen HGD. Gen HGD
berfungsi sebagai pengendali untuk membuat enzim yang disebut homogentisate
oksedase. Enzim ini membantu memecah asam amini fenilalanin dan tirosin, kekurangan
hormon ini dapat menyebabkan tingginya kadar tirosin dalam darah. Tingginya tirosin
dalam darah dapat menghasilkan suatu zat beracun yang disebut alkapton. hal ini yang
menyebabkan warna urin penderita menjadi hitam. Selain itu alkapton ini juga
menyebabkan kerusakan pada tulang rawan.
6. Asupan Nutrisi :
Asupan nutrisi yang kurang seperti susu dan olahannya dapat mengurangi kepadatan
tulang, karena susu mengandung kalsium,magnesium,zinc,Mg, vitamin dan mineral

penting lainnya yang berfungsi untuk membentuk tulang dan kepatan tulang.
Mereka yang kurang mengonsumsi vitamin C dan D mempunyai risiko tiga kali lebih
banyak untuk berkembangnya osteoartritis. Antioksidan dalam vitamin C diketahui dapat

menekan onset osteoartritis.


Mengkonsumsi soft drink ternyata juga dapat menyebabkan radang sendi karena
kandungan asam fosfat yang menyegarkan ternyata dapat mengurangi kepadatan tulang

sehingga resiko radang sendi dan osteoatritis meningkat.


7. Kondisi gigi yang tanggal :
Apabila mayoritas gigi sudah tanggal terutama bagian posterior maka dapat menyebabkan
perubahan dimensi vertical yang menyebabkan kerja sendi lebih kompleks sehingga
menyebabkan radang sendi.
8. Radikal bebas
Tingginya radikal bebas dapat menyebabkan mudah rusaknya bagian bagian tubuh
manusia termasuk tulang rawan sendi. Oleh karena itu berbagai aktifitas yang dapat
meningkatkan resiko radikal bebas pada diri individu seperti merokok sangat tidak
dianjurkan.

Patogenesis degenerativ pada tulang rawan sendi TMJ


Patogenesis dari degenerativ pada tulang rawan sendi TMJ tidak hanya melibatkan proses
degenerative saja,tetapi hal ini juga melibatkan proses degenerasi sendi,remodeling tulang serta
inflamasi pada cairan sinovial yaitu cairan pada kapsul sendi.Namun selain itu patogenesis dari
kerusakan tulang rawan sendi ini sendiri juga dijelaskan oleh mekanisme biokimia dan molekular
yang melibatkan mediator-mediator inflamasi serta produk kimia lainnya.
Secara fisiologis tulang rawan kartilago terbentuk oleh kondrosit,yang mana kondrosit ini
berfungsi dalam mensintesis matriks tulang rawan sendi serta dalam kandungannya terdapat
proteoglikan yang bergabung dengan protein glikosaminoglikan,kondroitin sulfat dan keratan
sulfat yang bertugas dalam memberi kepadatan pada tulang rawan sendi agar tidak rapuh.Selain
itu terdapat kolagen type II yang bertugas dalam memberi dan menjaga integritas struktur dari
rulang rawan sendi.
Keadaan metabolisme Kondrosit akan terganggu dan menjadi patologis apabila faktor
pencetus

berupa

stress

mekanik(radikal

bebas,trauma,tekanan

berlebih

dan

terus

menerus,overuse) hadir dalam aktifitas sendi,sehingga ketika itu metabolisme dari kondrosit
bukan lagi menghasilkan matriks fisiologis melainkan menghasilkan matriks patologis dengan
komposisi MMPs (Matriks Metalloproteinase) serta mediator mediator inflamasi berupa IL1,TNF a, NO,PGE-2.
Dimana peran dari MMPs akan mendestruksi ikatan proteoglikan dan kolagen dalam tulang
rawan dimana peristiwa destruksi ini berjalan dengan 4 tahap singkat:
1. Tahap 1: Tulang rawan akan terdapat celah multiple tidak teratur dan terdapat retakan
disekitarnya,selain itu keadaan proteoglikan sudah terkikis sedangkan unsur kolagen
belum sepenuhnya terkikis
2. Tahap 2 : celah serta retakan pada tulang rawan terlihat semakin dalam ,disamping itu
produk matriks patologis yang berupa IL-1 merangsang agar kondrosit menghasilkan
matriks patologis lebih cepat dan lebih banyak dibanding matriks fisiologi dari tulang

rawan sehingga matriks patologis mengkontaminasi cairan sinovial,dengan cara melewati


celah celah pada tulang rawan tersebut.Selain itu IL-1 juga mampu mengaktifasi
osteoklas untuk meresorpsi tulang dan membantudalam destruksi tulang rawan
sendi.Dengan adanya kerusakan ini proses homeostatis dari tubuh membentuk sebuah
remodeling tulang tulang yang teresorbsi tersebut,namun remodeling tersebut tidak
terarah dan tak teratut sehingga pada tahap kedua ini sedikit demi sedikit menampakkan
tonjolan tulang baru yang bernama osteofit
3. Tahap 3 : celah yang semakin dalam tersebut hingga mencapai tulang subkondral akirnya
terlepas menjadi serpihan-serpihan mengapung pada kontaminasi cairan sinovial,karena
serpihan ini tergolong benda asing ,sehingga sinoviosit pada membran sinovium akan
memfagosit benda asing ini dan menghadirkan prajurit inflamasi salah satunya PMN dan
mediator-mediato inflamasi berupa IL-1,TNF a,NO dan PGE2.Namun sayangnya PMN
pun menghasilkan R.O.S dan Protease yang justru akan membantu resorbsi tulang rawan
dan tulang subkondral.Sehingga cairan sinovial sudah benar benar terkontaminasi dan
mendesak pada celah celah dan retakan yang terdapat pada tulang rawan hingga tulang
subkondral.Mendesaknya cairan sinovial yang terkontaminasi ini mengakibatkan
terbentuknya sebuah celah pada tulang subkondral yang berisi cairan sinovial yang
tekontaminasi dengan nama kista subkondral.
4. Tahap 4 :terbentuknya kista subkondral semakin memeperparah keadaan karena cairan
sinovial yang terkontaminasi tadi berisi unsur-unsur peresorbsi tulang sehingga perusakan
tulang tidak hanya sebatas pada tulang rawan dan tulang subkondral namun akan
menjalar kedalam tulang yang lebih dalam.

Pemeriksaan Radiografi
Pemeriksaan radiografi dari sendi temporomadibula memerlukan pengetahuan tentang anatomi
dan fungsi pada keadaan normal dan patologi. Biasanya sebagian besar pasien dengan kelainan
sendi temporomandibula juga memiliki kelainan intra-artikular karea susunan internal yang tidak
tepat dan degenerasi artritis. Pada pasien yang lain, faktor ektra-artikular mungkin juga ikut
berperan. Oleh sebab itu diperlukan pemeriksaan radiografi untul menentukan adanya kelainan
intra-artikular selain itu kita harus mempertimbangkan juga penyebab ektra-artikulardari
disfungsi.

Teknik Radiografi
Teknik radiografi konvensional merupakan metode untuk mengevaluasi komponen-komponen
tulang sendi. Sedangkan teknik radiografi modern menjadi metode yang yang tepat untuk
mengevaluasi tulang dan anatomi meniskus dari sendi temporo mandibula

Radiografi Konvensional

Pada keadaan klinis, proyeksi transkranial dan transparingeal merupakan proyeksi yang paling
sering digunakan untuk mengevaluasi sendi TMJ. Teknik lain seperti submento vertek (SVM)
atau towne juga digunakan pada keadaan tertentu.
Pilihan Proyeksi untuk Pemeriksaan Radiograd dari Condyle
Condyle
Permukaan superior
Permukaan depan dan belakang
Kutup lateral dan medial
Ruang sendi, glenoid fosa
Rentang pergerakan transkranial

Proyeksi
Transkranial, Transparingeal, Towne
Transkranial, SVM
Towne, SVM
Transkranial
Transkranial

Proyeksi Transkranial
Radiografi transkranial sulit digunakan pada beberapa pasien karena variasi hubungan condyle
terhadap tulang dasar kepala. Seri proyeksi transkranial terdiri dari beberapa gambar tiap condyle
dalam posisi mulut tertutup (pusat oklusi) dan mulut terbuka lebar. Bila merupakan indikasi,
gambar pada derajat intermediate dari posisi mulut terbuka juga dapat dibuat. Dengan teknik ini
bentuk condyle, ukuran, derajat gerak meluncur, dan hubungannya terhadap tulang temporal
dapa diketahui. Proyeksi ini merupakan radiograf tunggal, konvensional yang paling bermanfaat
karena dapat menunjukkan condyle, ruang sendi, eminence, fossa glenoid, dan rentang
pergerakan dengan lebih baik daripada proyeksi transfaringeal yang hanya menunjukkan condyle
dan eminence.

Proyeksi Transfaringeal
Gerak membuka rahang memungkinkan sinar x berjalan melalui sigmoid notch, melewati bagian
pharynx di belakang dari bidang pterigoid dan ke arah permukaan medial condyle pada sisi yang
berlawanan. Proyeksi ini sangat bermanfaat untuk mendeteksi fraktur leher condyle dan
perubahan morfologi yang besar dari permukaan condyle. Teknik ini lebih mudah dilakukan dan
direproduksi dengan kaset gigi.

Radiograf Panoramik
Proyeksi ini dapat menunjukkan kedua condyle pada satu buah film. Pada proyeksi dengan mulut
terbuka overlap berkurang

Tomografi
Tomografi merupakan metode radiograf untuk mengevaluasi komponen tulang dari sendi
temporomandibula. Walaupun beberapa teknik tomografi yang berbeda, namun semuanya
menggunakan prinsip dasar dari radiografi struktur yang digeser. Walaupun bidang tomografi
lebih unggul daripada radiograf konvensional untuk mengevaluasi struktur tulang sendi TMJ,
namun gambar ini tidak dapat menunjukkan keadaan jaringan lunak intra dan ekstra-artikular.

Artografi
Artografi merupakan cara satu-satunya untuk menentukan adanya gangguan susunan internal
meniskal pada pasien dengan disfungsi sendi TMJ. Artografi bermanfaat untuk membedakan
penyebab intra-artikular dan etiologi ekstra-artikular dari disfungsi sendi TMJ terutama bila

bidang film normal. Artografi sebaiknya hanya digunakan pada pasien dengan rasa sakit yang
berhubungan dengan gejala disfungsi seperti klicking atau locking.

Pemeriksaan penunjang seperti pemeriksaan radiografi sangat membantu dalam penegakan


diagnosis dari gangguan sendi yang khususnya di akibatkan oleh penyakit degenerasi. Misalnya,
penyakit Osteoartrhitis. Namun, dengan perkembangan teknologi pemeriksaan penunjang yang
lebih sensitive untuk mendeteksi mulai berkembang. Seperti Magnetic Resonanse Imaging
(MRI) dan Computed Tomografi (CT scan).
1. Computed Tomografi (CT scan)
Gambar yang di hasilkan oleh CT-scan adalah hasil rekontruksi computer
terhadap gambar X-ray. Gambaran dari berbagai lapisan secara multiple dilakukan
dengan cara mengukur densitas dari substansi yang dilalui oleh sinar X.
Pada kasus Osteoartrhitis, CT (computed tomography) merupakan pemeriksaan
yang sangat baik untuk menunjukkan tingkat pembentukan osteofit dan hubungannya
dengan jaringan lunak sekitar.

2.

A dan B. Potongan axial dan koronal dari hasil CT-scan dari pasien Osteoartrhitis,
menunjukan
pendataran dari kondilus
Magnetic
Resonance-Imaging
(MRI) sebelah kanan dengan penyempitan ruang sendi .
Kondil
sebelah
kiri
normal.
Resonansi magnetik pertama kali diperkenalkan pada tahun 1946, dan pada

tahun

1970-an dikatakan bahwa resonansi magnetic dapat digunakan untuk membuat gambar.
Keuntungan utama dari MRI dibanding CT dan tehnik radiograf yang lain adalah tidak
adanya radiasi yang diterima, baik oleh pasien ataupun operator.
Gambar resonansi magnetic bergantung pada kepadatan dan pergerakan proton
serta sifat relaksasi jaringan magnetik. Jadi, gambar resonansi magnetic dibentuk
berdasarkan kepadatan proton. Kepadatan proton yang berbeda disebabkan karena
perbedaan kepadatan air dalam tubuh.
Penelitian yang dilakukan menunjukan bahwa MRI memiliki peranan yang besar
pada gambar sendi. MRI dapat menunjukkan edema reaktif tulang atau pembengkakan
jaringan lunak serta tulang rawan kecil atau fragmen tulang pada sendi.

C. Gambar menunjukkan penyempitan sendi anterior dan


osteofit di sekitar kepala femoral

Pemeriksaan HPA

Osteophyte

Terjadinya kerusakan kartilago hyalin

Tulang mengalami perubahan bentuk

Imunology dalam batas normal

OA disertai peradangan sendi terdapat peningkatan ringan sel radang (soroso,2006)

Osteoartritis merupakan penyakit dimana terjadi perubahan-perubahan degeneratif pada


tulang rawan sendi disertai oleh perubahan destruktif dan reaktif pada tulang sekitarnya.
Osteoartritis memiliki ciri-ciri pada gambaran histopatologinya diantara lain :
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Erosi permukaan sendi


Fragmen kartilago yang terlepas pada sendi
Osteosklerosis
Perubahan kistik pada tulang
Adanya osteofit
Infiltrasi sel radang

Di bawah ini gambaran histopatology dari osteoartritis :


A. Kartilago tampak berlapis-lapis (gambar 1)
B. Tulang subkondral tampak irreguler dan mengandung rongga kistik (gambar
2)
C. Tulang subkondral sklerotik (gambar 3)
D. Osteofit terbentuk di sisi lateral sendi (gambar 4)

Gambar 1. Kartilago tampak berlapis-lapis

Gambar 2. Tulang subkondral tampak irreguler dan mengandung rongga kistik

Gambar 3. Tulang subkondral sklerotik

Gambar 4. Osteofit terbentuk di sisi lateral sendi

Anda mungkin juga menyukai